KOMPAS/DAHLIA IRAWATI
Ruang Publik – Suasana Alun-Alun Kota Batu, Jawa Timur, Kamis (7/12/2017). Alun-alun menjadi ruang publik bagi warga Kota Batu dan masyarakat umum untuk menikmati suasana kota secara gratis.
Fakta Singkat
Hari Jadi
17 Oktober 2001
Dasar Hukum
Undang-Undang No. 11/2001
Luas Wilayah
197,87 km2
Jumlah Penduduk
213.046 jiwa (2020)
Kepala Daerah
Wali Kota Dewanti Rumpoko
Wakil Wali Kota Punjul Santoso
Instansi terkait
Pemerintahan Kota Batu
Kota Batu merupakan salah satu kota di Provinsi Jawa Timur. Kota ini terletak sekitar 15 kilometer sebelah barat Kota Malang dan berada di jalur Malang-Kediri dan Malang-Jombang. Bersama dengan Kabupaten Malang dan Kota Malang, Kota Batu menjadi bagian dari kesatuan wilayah yang dikenal dengan sebutan Malang Raya (Wilayah Metropolitan Malang).
Batu semula termasuk salah satu kecamatan di Kabupaten Malang. Pada tanggal 6 Maret 1993, Batu ditetapkan menjadi kota administratif berdasarkan PP 12/1993 tentang Pembentukan Kota Administratif Batu.
Dalam PP tersebut, dijelaskan pembentukan Kota Administratif Batu bertujuan untuk meningkatkan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat secara berdayaguna dan berhasilguna sebagai sarana bagi pembinaan wilayah, serta sebagai unsur pendorong yang kuat bagi usaha peningkatan laju pembangunan.
Kemudian sejak tanggal 17 Oktober 2001, wilayah ini resmi berstatus kota otonom yang terpisah dari Kabupaten Malang berdasarkan UU 11/2001 tentang Pembentukan Kota Batu. Tanggal 17 Oktober 2001 kemudian ditetapkan sebagai hari jadi Kota Malang.
Dengan luas 197,87 km², kota ini terbagi dalam 3 kecamatan, 4 kelurahan, dan 19 desa, dengan jumlah penduduk 213.046 jiwa (2020). Adapun kepala daerah yang sekarang menjabat adalah Wali Kota Dewanti Rumpoko dan Wakil Wali Kota Punjul Santoso.
Terkenal dengan julukan Kota Apel, Batu dikenal pula sebagai salah satu Kota Wisata di Jawa Timur. Daerah ini dikaruniai keindahan alam yang mempesona dan udara yang segar.
Menurut catatan sejarah, sejak abad ke-10, wilayah Batu dan sekitarnya telah dikenal sebagai tempat peristirahatan bagi kalangan keluarga kerajaan. Dikisahkan bahwa di masa pemerintahan Raja Sindok, seorang petinggi Kerajaan bernama Mpu Supo, diperintah Raja Sendok untuk membangun tempat peristirahatan keluarga kerajaan di pegunungan yang didekatnya terdapat mata air. Mpu Supo menemukan suatu kawasan yang sekarang lebih dikenal sebagai kawasan wisata Songgoriti.
Di abad ke-19, Batu berkembang menjadi daerah tujuan wisata bagi orang-orang Belanda. Mereka juga membangun tempat peristirahatan berupa villa bahkan bermukim di Batu. Kekaguman bangsa Belanda terhadap keindahan dan keelokan Kota Batu itu, membuat wilayah Batu disejajarkan dengan sebuah negara di Eropa yaitu Swiss dan dijuluki sebagai De Kleine Zwitserland atau “Swiss Kecil di Pulau Jawa”.
Ketika itu, Batu menjadi tempat favorit bagi para ambtenar (sebutan untuk pegawai negeri pada zaman Belanda) untuk beristirahat. Situs dan bangunan peninggalan Belanda itu masih berbekas bahkan menjadi aset dan tempat wisata hingga saat ini.
Peninggalan arsitektur dengan nuansa dan corak Eropa pada penjajahan Belanda dalam bentuk bangunan serta panorama alam yang indah di kawasan Batu sempat membuat Bung Karno dan Bung Hatta mengunjungi dan beristirahat di kawasan Selecta Batu, pasca perang kemerdekaan.
Dengan potensi yang dimiliki tersebut, Kota Batu dalam RPJMD 2017-2022 menetapkan visinya: “Desa Berdaya Kota Berjaya Terwujudnya Kota Batu Sebagai Sentra Agro Wisata Internasional Yang Berkarakter, Berdaya Saing, dan Sejahtera”.
Adapun misinya adalah meningkatkan kualitas kehidupan sosial masyarakat yang berlandaskan nilai nilai keagamaan dan kearifan budaya lokal; meningkatkan pembangunan kualitas dan kesejahteraan sumber daya manusia; mewujudkan daya saing perekonomian daerah yang progresif, mandiri berbasis agrowisata; meningkatkan pembangunan infrastruktur dan kawasan perdesaan yang berkualitas dan berwawasan lingkungan; dan meningkatkan tata kelola pemerintahan yang baik, bersih dan akuntabel berorientasi pada pelayanan publik yang profesional
Sejarah Pembentukan
Kota Batu mempunyai sejarah yang sangat panjang sebelum kondang seperti yang sekarang. Jauh sebelum dikenal sebagai Kota Wisata, daerah pemekaran dari Kabupaten Malang pada 2001 lalu itu telah melampaui proses dinamika peradaban yang cukup panjang.
Hal itu terjadi karena topografi dan keadaan tanah Kota Batu yang subur dan strategis sejak zaman prasejarah. Kota Batu merupakan bagian dari dataran tinggi Malang yang terbentuk dari endapan lava yang menjadi danau. Daerah Batu hingga Malang merupakan cekungan dalam yang terbentuk oleh apitan gunung dan pegunungan.
Terkait dengan dinamika sejarah Kota Batu, Dwi Cahyono dan tim dalam bukunya “Sejarah Daerah Batu, Rekonstruksi Sosio-Budaya Lintas Masa” membagi kesejarahan Batu menjadi lima linimasa, yakni masa prasejarah, masa Hindu-Budha, penyebaran Islam, masa kolonial, dan masa kemerdekaan. Masing-masing masa tersebut mempunyai landasan kuat sebagai penanda peradaban.
Peradaban masa prasejarah Kota Batu dengan tarikh relatif didasarkan pada temuan artefak. Masa prasejarah Kota Batu ditandai dengan temuan artefak zaman Neolitik dan Megalitik. Artinya, masyarakat Batu saat itu sudah menunjukkan peradaban yang maju dengan ciri bercocok tanam.
Pada masa itu, juga ditemukan artefak batu dakon yang berarti sudah mengenal pranata mangsa atau aturan tentang musim. Selain tradisi bercocok tanam, masyarakat Batu juga sudah mengenal dimensi spiritual dengan adanya penemuan menhir sebagai artefak pemujaan arwah nenek moyang.
Lain halnya dengan masa prasejarah, masa Hindu-Budha lebih terang benderang. Sumber data berupa teks maupun artefak ditemukan secara lebih lengkap, baik dari masa Kerajaan Kanjuruhan hingga Kerajaan Majapahit.
Aspek budaya Batu pada masa itu dibagi menjadi tiga pokok penting, yaitu seni-keagamaan, organisasi-kemasyarakatan serta pencaharian dan peralatan hidup.
Dalam perkembangannya, pengaruh Hindu-Budha di Kota Batu semakin pudar. Posisinya digantikan oleh agama Islam yang dibawa Abu Ghonaim yang juga dikenal dengan Mbah Batu alias Mbah Wastu.
Dikisahkan bahwa Abu Ghonaim yang merupakan teman seperjuangan Pangeran Diponegoro berniat mengasingkan diri di tempat baru sembari menyebarkan Islam. Dia dibantu oleh muridnya yang bernama Bambang Selo Utomo atau Gadung Melati dalam berdakwah. Pada masa ini, banyak dibuka lahan pertanian oleh masyarakat pendatang.
Sementara itu, dikutip dari laman Pemerintah Kota Batu, disebutkan bahwa sejak abad ke-10, wilayah Batu dan sekitarnya telah dikenal sebagai tempat peristirahatan bagi kalangan keluarga kerajaan. Batu dipilih karena masuk kawasan pegunungan dengan udara yang sejuk dan memiliki keindahan pemandangan alam khas daerah pegunungan.
Kala itu saat Raja Sindok memimpin, seorang petinggi Kerajaan bernama Mpu Supo diperintah Sang Raja untuk membangun tempat peristirahatan keluarga kerajaan di pegunungan yang di dekatnya terdapat mata air. Dengan upaya yang keras, akhirnya Mpu Supo menemukan kawasan yang sekarang lebih dikenal sebagai kawasan Wisata Songgoriti.
Atas persetujuan Sang Raja, Mpu Supo mulai membangun kawasan Songgoriti sebagai tempat peristirahatan keluarga kerajaan. Di lokasi tersebut, juga dibangun sebuah candi yang diberi nama Candi Supo. Seperti permintaan Sang Raja, tempat peristirahatan itu dilengkapi dengan sumber mata air yang sejuk.
Mata air dingin tersebut sering digunakan mencuci keris-keris yang bertuah sebagai benda pusaka dari Kerajaan Sendok. Karena sering digunakan untuk mencuci benda-benda kerajaan yang bertuah dan mempunyai kekuatan supranatural yang maha dasyat, maka sumber mata air yang semula terasa dingin dan sejuk akhirnya berubah menjadi sumber air panas. Sumber air panas itu pun sampai saat ini menjadi sumber abadi di kawasan Wisata Songgoriti.
KOMPAS/NAWA TUNGGAL
Batu-batu hitam berukuran besar sebagai artefak megalitikum atau lumpang batu banyak ditemukan di wilayah Kota Batu, Jawa Timur. Fungsinya lebih terarah untuk menunjang ritual sistem pertanian atau bercocok tanam masyarakat pada masa itu, yakni mulai sekitar tahun 2500 hingga 1500 sebelum Masehi.
Modernisasi Batu sebagai daerah baru mulai tumbuh dan berkembang sejak tahun 1767. Hal itu berbarengan dengan masuknya VOC dalam membuka lahan perkebunan di Batu. Berbagai kompleks pemukiman banyak dibangun untuk tempat kediaman orang-orang Belanda. Hingga kini pun beberapa bangunan masih berdiri tegak sesuai aslinya.
Kenyamanan Batu sebagai wilayah hunian dan pertanian juga berlanjut pada masa kolonial Jepang. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya peninggalan bangunan gua bekas perlindungan tentara Jepang.
Pasca kemerdekaan, pada tahun 1950, Batu menjadi salah satu kecamatan di Kabupaten Malang berdasarkan UU 12/1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam lingkungan Propinsi Jawa Timur.
Kemudian pada tahun 1997, Kecamatan Batu ditingkatkan statusnya menjadi Daerah Kota Administratif berdasarkan PP 12/1997 tentang Pembentukan Kota Administratif Kota Batu, dalam wilayah Kabupaten Malang, yang meliputi wilayah Kecamatan Batu, Kecamatan Bumiaji, dan Kecamatan Junrejo.
Pada tahun 2001, statusnya berubah menjadi Kota Batu berdasarkan UU 11/2001 tentang Pembentukan Kota Batu. Undang-undang tersebut disahkan oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 21 Juni 2001.
Kota Batu resmi menjadi daerah otonom pada tanggal 17 Oktober 2001 dan terpisah dari Kabupaten Malang. Wilayah Kota Batu meliputi tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Batu, Kecamatan Bumiaji, dan Kecamatan Junrejo serta terdiri dari 19 desa/kelurahan.
Pada tanggal 30 Agustus 2002, diadakan pemilihan anggota DPRD Kota Batu. Selanjutnya pada tanggal 16 September 2002, DPRD Kota Batu dilantik. Setelah DPRD Kota Batu terbentuk, secara resmi Pemerintah Kota Batu telah memiliki Badan Legislatif dan secara sah pula DPRD berhak dan mengadakan Pemilihan Kepala Daerah.
Pada hari Senin tanggal 4 November 2002 diadakan Pemilihan Kepala Daerah dan terpilih Imam Kabul yang berpasangan dengan Khudhori sebagai Wali Kota dan Wakil Wali Kota Batu yang pertama.
KOMPAS/DEFRI WERDIONO
Tim arkeolog dari Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Timur tengah beristirahat di sela-sela aktivitas ekskavasi Situs Pendem atau yang disebut-sebut sebagai Candi Mananjung, di Desa Pendem, Kecamatan Junrejo, Kota Batu, Rabu (11/11/2020). Hingga hari kedua ekskavasi, tim kembali menemukan tumpukan batu bata kuno pada tes pit (kolam ekskavasi) yang digali.
Artikel Terkait
Geografis
Kota Batu, secara geografis berada pada 7°44’-8°26’ Lintang Selatan dan 122°17’-122°57’ Bujur Timur dengan luas wilayah 197,87 km2. Kota Batu berbatasan dengan Kabupaten Mojokerto di sebelah utara dan Kabupaten Malang di sebelah selatan, timur, dan barat.
Dari tiga kecamatan di Kota Batu, kecamatan terluas adalah Kecamatan Bumiaji dengan luas wilayah 12.797,89 ha sedangkan luas wilayah terkecil adalah Kecamatan Junrejo 2.565,02 ha.
Wilayah kota ini berada di ketinggian 680-1.200 meter dari permukaan laut dan diapit oleh tiga buah gunung, yaitu Gunung Panderman (2.010 meter), Gunung Arjuna (3.339 meter), Gunung Welirang (3.156 meter).
Kondisi topografi yang bergunung-gunung dan berbukit-bukit tersebut menjadikan Kota Batu bersuhu udara rata-rata 15-19 derajat Celsius. Pemandangan alamnya juga sangat indah. Tak heran jika banyak dijumpai tempat-tempat wisata yang mengandalkan keindahan alam pegunungan di kota ini. Karena itu, Kota Batu dijuluki the real tourism city of Indonesia oleh Bappenas.
Dilihat dari kondisi hidrologinya, Kota Batu banyak dipengaruhi oleh sungai yang mengalir di pusat kota yaitu Sungai Brantas dan air tanah yang cukup melimpah.
Keadaan geologi di Kota Batu secara umum dapat diklasifikasikan menjadi empat jenis tanah, yaitu Andosol, Kambisol, Alluvial, Latosol. Dari keempat kategori tersebut menunjukkan bahwa Kota Batu merupakan wilayah yang subur untuk pertanian karena jenis tanahnya merupakan endapan dari sederetan gunung yang mengelilingi Kota Batu.
Artikel Terkait
Pemerintahan
Kota Batu merupakan daerah otonom termuda di Provinsi Jawa Timur. Batu awalnya berstatus kota administratif. Wali Kota Administratif yang pertama menjabat adalah Chusnul Arifien Damuri. Kemudian diteruskan oleh Gatot Bambang Santoso dan Imam Kabul.
Setelah statusnya ditingkatkan menjadi kota otonom, dalam Pemilihan Kepala Daerah (pilkada) Kota Batu, terpilih Imam Kabul yang berpasangan dengan Khudhori sebagai Wali Kota dan Wakil Wali Kota Batu yang pertama untuk periode 2002-2007.
Selanjutnya, Eddy Rumpoko menjabat Wali Kota Batu sejak 24 Desember 2007. Pada periode 2007-2012, ia didampingi Wakil Wali Kota Budiono. Untuk melanjutkan kepemimpinannya di Batu, pada tahun 2012 ia maju kembali berpasangan dengan Punjul Santoso. Pasangan Eddy-Punjul berhasil memenangkan pilkada Kota Batu 2012 dengan perolehan sebesar 46.724 suara (44,7 persen).
Eddy Rumpoko dilantik menjadi wali kota untuk periode kedua berpasangan dengan Punjul Santoso pada tanggal 26 Desember 2012. Masa jabatan keduanya berakhir pada 27 Desember 2017.
Dewanti Rumpoko kemudian meneruskan kepemimpinan sebagai Wali Kota Batu periode 2017-2022. Ia menjabat sejak 27 Desember 2017 setelah dilantik Gubernur Jawa Timur, H. Soekarwo di Gedung Grahadi, Kota Surabaya.
Dewanti mencatatkan diri sebagai wali kota perempuan pertama di Kota Batu. Pasangan Dewanti-Punjul Santoso ditetapkan sebagai pemenang pemilihan umum Wali Kota Batu 2017 setelah memperoleh 51.754 suara atau 44,10 persen dari total suara sah.
Secara administratif, Kota Batu terdiri dari 3 kecamatan, 19 desa dan 5 kelurahan. Ketiga kecamatan itu adalah Kecamatan Batu, Kecamatan Junrejo, dan Kecamatan Bumiaji.
Dalam menjalankan roda pemerintahan, Pemerintah Kota Batu didukung oleh 3.159 pegawai negeri sipil (PNS) di tahun 2020. Dari jumlah itu, sebesar 47,45 persen PNS laki-laki sedangkan 52,55 persen PNS perempuan.
Berdasarkan pendidikan yang ditamatkan, mayoritas PNS berpendidikan sarjana yaitu sebesar 69,10 persen. Adapun PNS yang masih berpendidikan SD-SMP hanya sebesar 3,10 persen. Menurut golongan, sebesar 64,96 persen masuk PNS Golongan III, 20,67 persen PNS golongan II, 13,07 persen PNS golongan IV dan 1,30 persen PNS golongan I.
Artikel Terkait
Politik
Peta politik Kota Batu selama tiga kali Pemilihan Legislatif (pileg) menunjukkan kekuatan PDI Perjuangan dalam meraih simpati rakyat. Selama tiga kali pileg tersebut, partai berlambang banteng moncong putih tersebut berhasil meraih kursi terbanyak di DPRD Kota Batu.
Pada Pileg 2009, PDI-P mendominasi perolehan kursi DPRD Kota Batu dengan meraih lima kursi dari 30 kursi yang diperebutkan. Kemudian disusul Golkar, Hanura, PAN, dan Demokrat masing-masing memperoleh tiga kursi, serta PIB meraih dua kursi. Sedangkan PNI Marhaenisme, Barnas, PKS, PKNU, Partai Patriot, dan PKPB masing-masing mendapatkan satu kursi.
Di Pileg 2014, PDI-P kembali meraih kursi terbanyak, yakni lima kursi. Diikuti PKB dan Gerindra masing-masing memperoleh empat kursi. Selanjutnya Golkar, PAN, dan Demokrat mendapatkan tiga kursi, serta PKS, Partai Hanura, dan Partai Nasdem masing-masing memperoleh satu kursi.
Di Pileg 2019, PDI-P masih meraih simpati rakyat dengan mendapatkan enam kursi. PKB berada di urutan kedua dengan mendapatkan lima kursi. Kemudian Gerindra, Golkar, dan PKS masing-masing memperoleh empat kursi. Disusul berturut-turut Nasdem tiga kursi, serta PAN dan Demokrat sama-sama meraih dua kursi. Sementara partai lainnya tidak memperoleh kursi.
Artikel Terkait
Kependudukan
Kota Batu dihuni oleh 213.046 jiwa menurut hasil Sensus Penduduk 2020. Dari jumlah tersebut, sebanyak 107.301 penduduk laki-laki dan 105.745 penduduk perempuan. Dengan proporsi tersebut, untuk setiap 100 penduduk perempuan di Kota Batu terdapat 101 penduduk laki-laki.
Dengan luas wilayah 197,87 km2, kepadatan penduduknya mencapai 1.070 jiwa per km2. Kecamatan Batu tercatat paling padat penduduknya, yakni mencapai 2.132 jiwa per km2. Hal ini disebabkan karena Kecamatan Batu menjadi pusat kegiatan pemerintahan maupun ekonomi
Mayoritas penduduk Kota Batu bekerja di bidang jasa, yaitu sekitar 57,29 persen. Sedangkan penduduk yang bekerja di sektor primer (pertanian, pertambangan dan penggalian) sekitar 26,64 persen dan yang bekerja pada sektor sekunder/manufaktur 16,07 persen.
Pada tahun 2020, penduduk Kota Batu yang bekerja dengan status sebagai buruh/karyawan/pegawai, sebanyak 44,97 persen, kemudian 22,43 persen berusaha sendiri, dan pekerja keluarga/buruh tidak dibayar sekitar 4,36 persen.
Mayoritas penduduk Kota Batu menganut agama Islam. Menurut data BPS, penduduk Kota Batu yang beragama Islam pada tahun 2020 sebanyak 208.741 orang, disusul beragama Kristen 7.986 orang, Katolik 2.618 orang, Hindu 407 orang, Budha 506 orang dan keyakinan lainnya 38 orang.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Warga Desa Sumberbrantas, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, Jawa Timur, mengarak tumpeng keliling desa dalam acara sedekah bumi, Jumat (8/1/2010). Ritual tersebut digelar sebagai bentuk puji syukur kepada Tuhan atas kemakmuran yang telah diberikan serta memohon perlindungan Tuhan dari segala bencana alam yang mengancam kehidupan warga yang mendiami kaki Gunung Arjuno tersebut.
Indeks Pembangunan Manusia
75,90 (2020)
Angka Harapan Hidup
72,61 tahun (2020)
Harapan Lama Sekolah
14,13 tahun (2020)
Rata-rata Lama Sekolah
9,07 tahun (2020)
Pengeluaran per Kapita
Rp 12,82 juta (2020)
Tingkat Pengangguran Terbuka
6,93 persen (2020)
Tingkat Kemiskinan
3,89 persen (2020)
Kesejahteraan
Pembangunan manusia yang diukur dengan indeks pembangunan manusia (IPM) di Kota Batu pada tahun 2020 tercatat sebesar 75,90. Dengan capaian tersebut, Kota Batu berada pada posisi status pembangunan manusia berkategori “tinggi”. Capaian ini membawa Kota Batu pada posisi ke-9 dari 38 kabupaten/kota se-Jawa Timur.
Dari komponen pembentuknya, angka harapan hidup tercatat selama 72,61 tahun. Untuk dimensi pengetahuan, rata-rata lama sekolah tercatat selama 9,07 tahun dan harapan lama sekolah hingga 14,13 tahun. Adapun standar hidup layak yang diukur melalui indikator pengeluaran per kapita telah mencapai Rp 12,82 juta.
Tingkat pengangguran terbuka (TPT) Kota Batu di tahun 2020 sebesar 5,93 persen, naik 3,47 persen dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 2,46 persen. Kenaikan tersebut tak lepas dari dampak ekonomi dari merebaknya pandemi Covid-19.
Adapun angka kemiskinan di Kota Batu pada tahun 2020 tercatat sebesar 3,89 persen. Kendati angka kemiskinan tersebut meningkat dibanding tahun sebelumnya, angka kemiskinan di Kota Batu terhitung yang paling rendah dibandingkan kabupaten/kota di Jawa Timur.
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Rp 137 miliar (2020)
Dana Perimbangan
Rp 592 miliar (2020)
Pendapatan Lain-lain
Rp 130 miliar (2020)
Pertumbuhan Ekonomi
-6,46 persen (2020)
PDRB Harga Berlaku
Rp 15,91 triliun (2020)
PDRB per kapita
Rp 74,71 juta/tahun (2020)
Ekonomi
Perekonomian Kota Batu bersandar pada sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebagai penyangga sekitar 28 persen dari kegiatan ekonomi daerah sebesar Rp 15,91 triliun pada tahun 2020.
Keindahan alam dan berbagai tempat tujuan wisata di sekitar Batu menjadi komoditas ekonomi yang mampu menyedot pemasukan tersendiri. Sekitar 26 obyek wisata resmi, mulai dari bumi perkemahan, pemandian air dingin dan panas, agrowisata, hingga wisata dirgantara (paralayang) yang tersebar di tiga kecamatan menghadirkan puluhan ribu wisatawan lokal dan mancanegara setiap bulan.
Tentu pemasukan utama bukanlah dari tanda masuk obyek wisata, tetapi lebih pada sektor akomodasi yang menjadi pendukung utama sektor pariwisata tersebut. Di tahun 2020, Kota Batu memiliki 1.005 hotel/penginapan yang terdiri dari 18 hotel bintang dan 987 hotel non bintang.
Sepanjang tahun 2020, tempat wisata di Batu yang paling banyak dikunjungi yaitu Jatim Park II, Jatim Park III, Selecta, Museum Angkut, dan Eco Green Park. Tempat wisata lainnya antara lain wisata gua di Cangar dan Tlekung, air terjun Coban Rais dan Coban Talun, Kusuma Agrowisata, Taman Hutan Rakyat R Soerjo dan Gunung Panderman.
Menurut data BPS Kota Batu, selama tahun 2020 terjadi penurunan drastis jumlah wisatawan yang berkunjung ke Kota Batu hingga sekitar 68,60 persen dibanding tahun sebelumnya. Beberapa objek wisata bahkan mengalami penurunan kunjungan hingga lebih dari 90 persen. Misalnya objek Wisata Oleh-oleh Brawijaya, Batu Rafting, Rafting Kaliwatu, Wana Wisata Coban Talun, dan Peternakan Kuda Mega Star Indonesia.
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Atlet paralayang lepas landas dari Gunung Banyak, Kota Batu, Minggu (14/8/2016). Selain objek wisata buatan, Kota Batu kini terus mengembangkan daerah wisata alam.
Kendati Kota Batu lebih terkenal dengan sebutan Kota Wisata, namun sektor pertanian masih berperan penting dalam perekonomian Kota Batu, terutama pertanian hortikultura seperti buah-buahan, sayuran, dan tanaman hias.
Tanaman buah yang banyak diusahakan di Kota Batu adalah apel dan jeruk. Produksi apel di Kota Batu merupakan terbesar di Jawa Timur sehingga dijadikan ikon Kota Batu. Namun demikian, dalam satu dekade terakhir, luas lahan apel di Kota Batu cenderung turun, dari 1.900 hektar lahan turun menjadi 1.600 hektar di tahun 2020.
Penurunan lahan tersebut didorong oleh adanya alih fungsi peruntukan, salah satunya sektor pariwisata dan jasa. Selain itu, penurunan juga terjadi akibat rendahnya permintaan buah apel, sehingga harga jual cenderung rendah dan tidak dapat menutup biaya produksi.
Selain apel, Kota Batu juga banyak menghasilkan jeruk, yaitu mencapai 19.800 ton jeruk siam di tahun 2020. Adapun untuk tanaman hias, di tahun 2020, ada 24 jenis bunga yang dihasilkan di Batu, seperti anggrek dengan produksi 1,6 juta tangkai, mawar 55,4 juta tangkai, krisantemum 21,9 juta tangkai, anturium 416.717, dan anyelir 209.776 tangkai.
Di sektor industri, perusahaan industri di Kota Batu pada tahun 2020 berjumlah 742 perusahaan. Industri tersebut terdiri dari 172 perusahaan industri formal dan 570 perusahaan industri non formal. Secara keseluruhan, industri menyerap tenaga kerja hingga 1.105 orang.
Di bidang keuangan daerah, realisasi anggaran yang diperoleh Kota Batu pada tahun 2020 sebesar Rp 859 miliar. Penerimaan pendapatan daerah terbesar bersumber dari bagian dana perimbangan, yakni sebesar Rp 592 miliar atau 68,90 persen. Adapun Pendapatan Asli Daerah (PAD) berkontribusi sebesar Rp 137 miliar atau sekitar 15,94 persen, sedangkan lain-lain pendapatan yang sah menyumbang sebesar Rp 130 miliar atau sekitar 15,16 persen. (LITBANG KOMPAS)
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Wisatawan berlibur di Objek Wisata Selecta, Kota Batu, Jawa Timur, Minggu (15/3/2020). Di bawah ancaman penyebaran wabah Covid-19 banyak warga masih beraktivitas di tempat ramai seperti objek wisata. Terkait penyebaran wabah tersebut, pemerintah menganjurkan warga untuk tidak beraktivitas di luar ruangan yang melibatkan banyak orang.
Artikel Terkait
Referensi
- “Petani Apel Terjebak di Ladang Sempit * Ekonomi Rakyat”, Kompas, 28 Februari 2002, hlm. 25
- “Kota Batu *Otonomi”, Kompas, 11 November 2003, hlm. 32
- “Bersolek Menjadi Agropolitan *Otonomi”, Kompas, 11 November 2003, hlm. 32
- “Tanah Air: Kota Batu, Ruang Publik untuk Semua”, Kompas, 16 November 2013, hlm. 01, 15
- “Kesejahteraan Daerah: Bunga Berbunga di Batu”, Kompas, 19 Mei 2014, hlm. 24
- “Kota Batu: Wisata dan Pertanian Bersinar… * Indeks Kota Cerdas Indonesia 2015”, Kompas, 29 Mei 2015, hlm. 22
- “Kota Batu: Menjelajahi Swiss Kecil Jawa * Pesona Wisata Indonesia”, Kompas, 22 Agustus 2016, hlm. 24
- “Jejak Panjang Bunga di ”Swiss Kecil”, Kompas, 11 Agustus 2021, hlm. 12
- “Lahan-Lahan Apel di Batu yang Diburu”, Kompas, 30 September 2021, hlm. C
- “Senjakala Komoditas Apel di Kota Batu”, Kompas, 30 September 2021, hlm. 11
- Hadi, Dwi Winanto (ed). 2020. Profil Budaya Dan Bahasa Kabupaten Malang Provinsi Jawa Timur. Pusat Data dan Teknologi Informasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
- Perkembangan Kota Malang pada Jaman Kolonial (1914-1940). Jurnal Dimensi 22/September 1996
- Kota Batu Dalam Angka 2021, BPS Kota Batu
- Produk Domestik Regional Bruto Kota Batu menurut Lapangan Usaha Tahun 2016-2020, BPS Kota Batu
- Statistik Daerah Kota Batu 2021, BPS Kota Batu
- Statistik Hortikultura Kota Batu Tahun 2020, BPS Kota Batu
- Keadaan Angkatan Kerja Kota Batu 2020, BPS Kota Batu
- Sejarah Kota Batu, laman Pemerintah Kota Batu
- Senja Kala Apel-apel Kota Batu, laman Kompas.id
- UU 12/1950 tentang Pemerintah Daerah Kabupaten Jawa Timur, Ibu Kota Kabupaten Malang berkedudukan di Kota Malang;
- UU 16/1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kota Besar Dalam Lingkungan Propinsi Djawa Timur, Djawa Tengah, Djawa Barat Dan Dalam Daerah Istimewa Jogjakarta
- UU 13/1954 tentang Pengubahan Undang-Undang Nomor 16 dan 17 Tahun 1950 (Republik Indonesia Dahulu) tentang Pembentukan Kota-Kota Besar dan Kota-Kota Kecil di Jawa
- UU 1/1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah
- UU 5/1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah
- UU 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah
- UU 11/2001 tentang Pembentukan Kota Batu
- UU 32/2004 tentang Pemerintah Daerah
- PP 12/1993 tentang Pembentukan Kota Administratif Batu
Editor
Topan Yuniarto