Daerah

Kabupaten Manokwari: “Kota Injil” yang Menjadi Pusat Pemerintah dan Ekonomi

Terletak di pantai utara daerah kepala burung Pulau Papua, Manokwari merupakan kota pemerintahan tertua di tanah Papua. Daerah ini berjuluk “Kota Injil” karena Injil pertama kali singgah di kota ini, tepatnya di Pulau Mansinam. Di samping sebagai ibu kota Provinsi Papua Barat, Manokwari juga menjadi pusat aktivitas ekonomi dan bisnis.

KOMPAS/BRIGITTA ISWORO LAKSMI

Penari dalam kapal flotila (kapal penyambut) memandang kapal Rainbow Warrior yang mendekat untuk masuk ke Pelabuhan Manokwari, Pelindo II.

Fakta Singkat

Hari Jadi 
8 November 1898

Dasar Hukum
Undang-Undang No.12/1969

Luas Wilayah
3.168,28 km2

Jumlah Penduduk
192.663 jiwa (2020)

Kepala Daerah
Bupati Demas Paulus Mandacan
Wakil Bupati Edi Budoyo

Instansi terkait
Pemerintah Kabupaten Manokwari

Manokwari merupakan kabupaten dan ibu kota Provinsi Papua Barat. Kabupaten ini dibentuk berdasarkan UU 12/1969 tentang Pembentukan Provinsi Otonom Irian Barat dan Kabupaten-Kabupaten Otonom di Provinsi Irian Barat. Kemudian berdasarkan PP 24/2007 tanggal 18 April 2007, nama provinsi ini diubah menjadi Papua Barat yang beribu kota di Manokwari.

Hari jadi Kabupaten Manokwari jatuh pada tanggal 8 November 1898 yang ditetapkan melalui Perda Nomor 16 Tahun 1995. Penetapan itu dilatarbelakangi oleh peristiwa dibentuknya pos pemerintahan pertama di Manokwari oleh Pemerintahan Hindia Belanda.

Ketika itu, Residen Ternate Dr. D. W. Horst atas nama Gubernur Jenderal Hindia Belanda melantik Tn. L. A. Van Oosterzee pada tanggal 8 November 1898 sebagai Controleer Afdeling Noord New Guinea (Pengawas Wilayah Irian Jaya Bagian Utara) yang waktu itu masih termasuk wilayah keresidenan Ternate.

Daerah dengan luas wilayah 3.168,28 km² ini dihuni oleh 192.663 jiwa. Terdiri dari 9 kecamatan dan 173 kelurahan/desa, kepala daerah yang sedang menjabat saat ini adalah Bupati Demas Paulus Mandacan dan Wakil Bupati Edi Budoyo.

Manokwari terkenal dengan julukan “Kota Injil”. Dalam catatan sejarah, Manokwari merupakan kota pertama masuknya Injil di tanah Papua. Pada Februari 1855 dua penginjil, CW Ottow dan JG Gleissler, tiba di Pulau Mansinam yang berada di Teluk Doreri. Dari pulau itu kemudian penyebaran Injil dimulai hingga ke seluruh Pulau Papua.

Selain berjuluk Kota Injil, Manokwari dikenal pula sebagai Kota Buahnya Papua. Buah yang banyak ditemukan di Manokwari, antara lain, durian, rambutan, langsat, mangga, alpukat, matoa, dan lain-lain.

Sebagai ibu kota provinsi, Manokwari telah menjadi pusat pemerintahan dan pusat aktivitas ekonomi dan bisnis. Kedua status ini memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perkembangan Manokwari.

Visi pembangunan lima tahun ke depan Kabupaten Manokwari yaitu “Terwujudnya Masyarakat Manokwari Yang Berbudaya, Maju, Mandiri, Aman, Damai dan Sejahtera”.

Adapun misinya ada tujuh, yakni pertama, meningkatkan kualitas hidup masyarakat dengan peningkatan kualitas pendidikan, kesehatan, serta pemberdayaan ekonomi masyarakat. Kedua, meningkatkan tata kelola pemerintahan yang baik melalui peningkatan kualitas birokrasi dalam memberikan pelayanan prima bagi masyarakat.

Ketiga, meningkatkan ketersediaan infrastruktur dan keterpaduan tata ruang wilayah, Keempat, memantapkan pembangunan kampung. Kelima, memberikan kepastian hukum bagi pribadi, kelompok dan lembaga, baik pemerintahan maupun swasta dari berbagai tuntutan ganti rugi tanah dan pemalangan. Keenam, memberikan jaminan keamanan dan kenyamanan bagi seluruh lapisan masyarakat. Ketujuh, meningkatkan kerukunan antar-umat-beragama.

Sejarah

Dilansir dari laman resmi Pemerintah Kabupaten Manokwari dan buku Asal-Usul Kota-Kota di Indonesia Tempo Doeloe yang ditulis Zaenuddin HM (2013) disebutkan bahwa catatan sejarah tentang Irian Jaya dimulai pada abad ke-7. Pada abad itu, para pedagang Sriwijaya telah sampai di daerah ini dan menyatakan bahwa Irian Jaya termasuk dalam wilayah Kerajaan Sriwijaya yang diberi nama Janggi.

Dengan armadanya yang kuat, Sriwijaya mengunjungi Maluku dan Irian Jaya untuk memperdagangkan rempah-rempah, wangi-wangian, mutiara, dan bulu burung Cenderawasih.

Dalam Kitab Negara Kertagama yang ditulis oleh Mpu Prapanca (1365), Irian Jaya termasuk wilayah Majapahit atau Majapahit kedelapan.

Berdasarkan buku yang berjudul Penduduk Irian Barat yang ditulis oleh Koentjaraningrat dan Prof. Dr. Harsya W. Bachtiar, disebutkan Irian Jaya pernah menjadi daerah kekuasaan dari Sultan Tidore dan Bacan.

Pada abad ke-16, pantai utara sampai barat daerah kepala burung sampai Namatota (Kabupaten Fakfak) di sebelah selatan, serta pulau-pulau di sekitarnya menjadi daerah kekuasaan Sultan Tidore.

Daerah tersebut meliputi pulau-pulau Raja Ampat wilayah Kabupaten Sorong sekarang, serta daerah Fakfak dan sepanjang pesisir Teluk Bintuni wilayah Kabupaten Manokwari sekarang.

Untuk memperlancar jalannya roda pemerintahan, Sultan Tidore mengangkat empat orang tokoh sebagai raja atau korano yang memerintah penduduk di daerah masing-masing atas nama Sultan Tidore.

Hubungan kekuasaan pemerintahan antara Kerajaan Todore dengan daerah-daerah kekuasaannya, ditandai dengan kewajiban membayar pajak setiap tahun kepada Kerajaan Tidore, melalui raja-raja atau korano-korano yang diangkat oleh sultan.

Bangsa Barat yang mula-mula melihat pantai utara adalah dua orang pelaut asal Portugis, yaitu Antonio D. Anease dan Fransisco Sorreano pada tahun 1511, dalam pelayarannya mencari rempah-rempah.

Kata Papua berasal dari bahasa Melayu Kuno “Papuwah” yang berarti orang berambut keriting. Orang pertama yang memberi nama New Guinea pada Pulau Irian adalah Ynigo Ortis de Retes, ketika ia berlabuh di muara Sungai Memberamo di pantai utara Irian.

Ynigo Ortis de Retes tersebut dalam peta abad ke-16 menyebut dalam bentuk latin, yaitu “Nova Guinea“ dan dalam peta Belanda “Nieuw Guinea“. Dalam catatan sejarah, penamaan Papua dan New Guinea biasa dipakai bersama-sama.

Nama Irian diusulkan oleh Frans Kaisepo dalam Konferensi Malino pada tahun 1946 dan nama ini kemudian dipakai oleh bangsa Indonesia sampai sekarang.

Hingga abad ke-19, daerah Irian Jaya masih dianggap sebagai wilayah gelap, karena penduduknya masih kafir dan menyembah  berhala yang telah berakar berabad-abad lamanya.

Sejarah pekabaran Injil di Irian Jaya menunjukkan suatu hasil kerja keras pendeta Groessner dan Heldring di Jerman, yang giat mengirimkan penginjilnya ke daerah tropis termasuk Irian Jaya.

Dua orang utusan Groessner masing–masing C.W. Ottow dan J.G. Gleissler mengawali misi penginjilannya dari Kota Berlin lewat Kota Hemmen (Belanda). Tepat tanggal 5 Februari 1855, kedua penginjil itu mendaratkan kakinya di Pulau Mansinam (Teluk Doreri) dengan ucapan, “Dengan nama Allah, kami menginjak tanah ini.”

Dari Pulau Mansinam inilah, kemudian Injil diberitakan keseluruh daratan Irian Jaya. Berdasarkan sejarah pekabaran Injil tersebut, maka Manokwari merupakan kota pertama masuknya Injil di Irian Jaya.

Usaha Belanda untuk menguasai wilayah Irian Jaya ditandai dengan diresmikannya pendirian benteng “Fort du Bus“ di Teluk Triton di kaki Gunung Lumenciri, tepatnya di Kampung Lobo, Desa Lobo, Kecamatan Kaimana, Kabupaten Fakfak.

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Seorang murid melintas di dekat bungker pertahanan sisa peninggalan Belanda di halaman SD YPPK Padma 2 Brawijaya, Manokwari, Papua Barat, Rabu (23/3/2011). Bungker-bungker sisa peninggalan Perang Dunia II tersebut banyak terdapat di sepanjang pantai kota Manokwari, tetapi kondisinya tidak terawat.

Ketika itu, Komisaris Pemerintahan Kerajaan Belanda A.J. Van Delden membacakan pernyataan yang dikenal dengan “Proklamasi Fort du Bus“ pada tanggal 24 Agustus 1898.

Proklamasi tersebut berisi, antara lain, bahwa daerah Nieuw Guinea dengan daerah pedalamannya dimulai pada garis 140 BT di pantai selatan terus ke arah barat, barat daya, dan utara sampai ke semenanjung Goede Hoop di pantai utara kecuali daerah Mansari, Karondefer, Ambarpura, dan Amberpon yang dimiliki Sultan Tidore, dinyatakan sebagai milik Belanda.

Karena pengaruh kekuasaan Belanda lebih kuat dari Kesultanan Tidore atas Irian Jaya, Sultan Tidore terpaksa menerima kehendak Belanda dengan suatu perjanjian penyerahan wilayah berbentuk “Korte Verklaring“ pada tanggal 3 Juni 1909.

Sekalipun sejak tahun 1909, Irian Jaya dianggap sebagai jajahan Belanda, namun kekuasaan yang sesungguhnya baru terwujud pada akhir abad ke-19. Untuk memantapkan pemerintahan Hindia Belanda di wilayah Irian Jaya, dibentuklah pos pemerintahan pertama yang berkedudukan di Manokwari.

Dengan demikian, Kota Manokwari selain sebagai kota pertama masuknya Injil di Irian Jaya, juga sebagai embrio pertama sejarah pemerintahan di wilayah Irian Jaya, dan selanjutnya ke Fakfak. Kedua pos pemerintahan tersebut masih dibawah Keresidenan Maluku yang berkedudukan di Ambon.

Dalam perkembangannya, kedua pos pemerintahan tersebut ditingkatkan statusnya menjadi afdeling, yaitu Afdeling Noord Nieuw Guinea, (Irian Jaya Bagian Utara) beribu kota di Manokwari yang meliputi wilayah Sorong sampai Jayapura dan Afdeling West Nieuw Guinea (Irian Jaya Bagian Barat) yang beribu kota di Fakfak, meliputi wilayah yang terbentang dari Fakfak sampai Merauke.

Setelah kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 dengan suatu “wilayah hukum negara” yang meliputi bekas wilayah jajahan kerajaan Belanda (Hindia Belanda, maka sejak saat itu secara sah dan diakui oleh dunia luar berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang meliputi dari Sabang sampai Merauke.

Namun demikian, Irian Jaya tetap dikuasai oleh Belanda, sehingga perjuangan untuk mengembalikan Irian jaya antara tahun 1950 dan 1953 terus dilakukan.

Dari hasil perjuangan itu, lahirlah UU 15/1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Propinsi Irian Barat oleh kabinet Ali Sastroamidjojo, Moh. Roem, dan Idam Chalid (hasil Pemilu I tahun 1955).

Peresmian pembentukan Provinsi Irian Barat dilakukan bertepatan dengan hari ulang tahun kemerdekaan RI yang ke-39 pada tanggal 17 Agustus 1956, meliputi wilayah Irian Barat yang masih diduduki Belanda dan daerah Tidore, Oba, weda, Patani, serat Zainal Abdin Syah, yang berkedudukan di Soasiu dan pelantikannya pada tanggal 23 September 1956.

Tepat pada tanggal 19 Desember 1961 di Yogyakarta, Presiden Soekarno selaku Panglima Tertinggi Angkatan Perang mengeluarkan Trikomando Rakyat (Trikora). Kemudian pada tanggal 1 Januari 1962 dikeluarkan penetapan Presiden Nomor 1 Tahun 1962 tentang Pembentukan Propinsi Irian Barat bentuk baru.

Menurut konsepsi Pemerintahan Republik Indonesia, Provinsi Irian Barat baru merupakan provinsi otonom sebagai pelaksanaan pasal 18 UUD 1945. Kepada penduduk asli Irian Barat akan diberikan otonomi seluas-luasnya yang terwujud, antara lain, dengan ditetapkannya putera asli asal wilayah itu sebagai gubernur.

Pada Juli 1962, perundingan-perundingan di bawah bimbingan penjabat Sekretaris Jendral PBB, yaitu U.Thant dan Ellsworth Banker mulai berlangsung. Akhirnya pada tanggal 15 Agustus 1962, diadakan penandatanganan yang bersejarah yang disebut  “Persetujuan New York”. Dalam persetujuan tersebut, diupayakan bahwa tuntutan Indonesia untuk memasukkan wilayah Irian Barat kedalam kekuasaan pemerintah Republik Indonesia dipenuhi oleh Belanda.

Pada tanggal 1 Mei 1963, pemerintah Republik Indonesia mulai menjalankan pemerintahannya di Irian Barat. Kemudian berdasarkan PP 24/2007 tanggal 18 April 2007, nama provinsi ini diubah menjadi Papua Barat yang beribu kota di Manokwari.

KOMPAS/ICHWAN SUSANTO

Belasan ribu peziarah, Selasa (5/2/2008), memadati Pulau Mansinam di Kabupaten Manokwari, Papua Barat. Mereka berencana mengikuti prosesi ibadah dan peringatan ke-153 Pekabaran Injil di Tanah Papua. Kegiatan tahunan ini dilangsungkan sebagai upaya mengenang jasa penginjil asal Eropa, CW Ottow dan JG Geisler, yang pada 5 Februari 1855 menginjakkan kaki di Mansinam dan memulai penginjilan. Saat itu, masyarakat Papua hidup dalam keyakinan animisme.

Geografis

Kabupaten Manokwari terletak pada posisi antara 0°15’ — 3025’ Lintang Selatan dan 132°25’ — 134045’ Bujur Timur. Manokwari memiliki luas 3.186,28 km2 dan membentang di Teluk Doreri dan berada di tengah perbukitan rendah.

Kabupaten Manokwari berbatasan langsung dengan Kabupaten Pegunungan Arfak dan Manokwari Selatan di sebelah selatan. Kemudian dengan Kabupaten Tambrauw di sebelah barat. Sedangkan untuk perbatasan daerah utara, Kabupaten Manokwari berhadapan langsung dengan Samudera Pasifik dan di sebelah timur berbatasan dengan Samudera Pasifik.

Kabupaten Manokwari memiliki topografi dari wilayah datar hingga bergelombang (bergunung). Hampir 1.446 km2 (3,8 persen) wilayahnya memiliki kemiringan 0–25 persen (datar), selebihnya (80 persen) wilayahnya memiliki kemiringan lebih dari 25 persen (bergelombang). Daerah datar umumnya tersebar di beberapa kawasan, yaitu Kecamatan Babo, Bintuni, Merdey, Ransiki, Warmare, Prafi, Masni, dan Amberbaken.

Kondisi hidrologi di Kabupaten Manokwari diperlihatkan dalam pola aliran sungai. Sungai-sungai yang ada pada umumnya bermuara ke Samudra Pasifik, Teluk Cenderawasih, Teluk Bintuni, dan Teluk Wandamen. Kabupaten ini memiliki tujuh sungai. Adapun sungai terpanjang adalah Sungai Wariori sepanjang 96 km.

Sungai-sungai besar yang ada sebagian besar dapat dimanfaatkan sebagai prasarana transportasi air (Kecamatan Bintuni dan Babo) dan sebagian lagi digunakan sebagai sumber air bersih untuk kebutuhan hidup penduduk sehari-hari.

Selain sungai, terdapat pula tiga danau dan empat gunung yang tersebar di beberapa wilayah. Danau terluas adalah Danau Kabori seluas 10 hektare.

KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Mendung menyelimuti Danau Anggi Giji

Pemerintahan

Sejak tahun 1967, Kabupaten Manokwari sudah dipimpin oleh 12 kepala daerah, baik bupati, pelaksana harian bupati maupun penjabat sementara bupati.

Kedua belas pemimpin itu adalah Samuel Damianus Kawab (1967–1973), A.S. Onim (1974–1979, 1979–1984, N.A Maidepa (1984–1989), Esau Sesa (1989–1994, 1994–1995), Mulyono (1995–1999), Dominggus Mandacan (2000–2005, 2005–2010), Bastian Salabai (2011–2016), Demas Paulus Mandacan (2016–2020), Edi Budoyo sebagai pelaksana harian Bupati Manokwari (27 April — 26 September 2020), Robert Rumbekwan sebagai Penjabat Sementara Bupati Manokwari (26 September 2020 — 5 Desember 2020), Edi Budoyo sebagai Pelaksana Harian Bupati Manokwari (5 Desember 2020 – 25 Februari 2021), dan Hermus Indou (2021–2026).

Secara administratif, Kabupaten Manokwari terbagi menjadi sembilan distrik dan 173 kelurahan/desa. Kesembilan distrik tersebut adalah Warmare, Prafi, Manokwari Barat, Manokwari Timur, Manokwari Utara, Manokwari Selatan, Tanah Rubu, Masni, dan Sidey. Distrik terluas adalah Distrik Warmare dengan luas 674,84 km2, sedangkan distrik terkecil adalah Distrik Manokwari Timur seluas 32 km2.

Untuk mendukung jalannya pemerintahan, pada tahun 2020, pemerintah Kabupaten Manokwari didukung oleh 3.894 pegawai negeri sipil (PNS), yang terdiri dari 2.181 PNS laki-laki dan 1.713 PNS perempuan. Menurut jenjang pendidikan, sebanyak 1.483 berpendidikan SMA atau sederajat, kemudian 1.446 PNS berpendidikan sarjana hingga doktor, 885 berpendidikan diploma, dan sisanya berpendidikan SMP ke bawah.

KOMPAS/ICHWAN SUSANTO

Warga dan aparat pemerintah Distrik Masni, Kamis (16/4/2009), menarikan tarian tumbuk tanah di halaman Kantor KPU Kabupaten Manokwari, Provinsi Papua Barat, seusai pengiriman hasil pemilu dari daerahnya.

Politik

Peta perpolitikan di Kabupaten Manokwari dalam tiga pemilihan umum (pemilu) legislatif menunjukkan dinamisnya pilihan rakyat seperti tecermin dari perolehan kursi di DPRD Kabupaten Manokwari.

Di Pemilu Legislatif 2009, PAN  berhasil memperoleh kursi terbanyak di DPRD Kabupaten Manokwari dengan enam kursi. Kemudian Partai Barisan nasional, Golkar, dan PDI-P mendapatkan tiga kursi. Disusul PDK dan Demokrat sama-sama meraih dua kursi. Sedangkan Hanura, PKS, Partai Pemuda Indonesia, Partai Pelopor, PPP, dan Partai Patriot masing-masing mendapatkan satu kursi.

Di Pemilu Legislatif 2014, Golkar dan Gerindra memperoleh kursi terbanyak, masing-masing empat kursi. Kemudian PDI-P, Demokrat, dan PAN sama-sama memperoleh tiga kursi. Disusul Nasdem, Hanura, dan PKPI masing-masing meraih dua kursi. Sedangkan PKB, dan PKS mendapatkan satu kursi.

Di Pemilu Legislatif 2019, Golkar, PDI-P dan Nasdem sama-sama meraih empat kursi. Disusul PKS dan Perindo masing-masing meraih tiga kursi. Kemudian Hanura memperoleh dua kursi sedangkan Gerindra, Demokrat, PAN, PKPI, dan PKB masing-masing meraih satu kursi.

KOMPAS/ICHWAN SUSANTO

Spanduk calon anggota legislatif, Kamis (26/2/2009), bertebaran di sekitar jalan protokol dan taman kota di Manokwari, Papua Barat. Hal ini merusak pemandangan, seperti yang tampak di perempatan Sanggeng.

Kependudukan

Kabupaten Manokwari dihuni oleh 192.663 orang, yang terdiri dari 100.006 penduduk laki-laki dan 92.657 orang penduduk perempuan pada tahun 2020. Dengan jumlah itu, rasio jenis kelamin di Kabupaten Manokwari tercatat sebesar 112,60. Hal ini menunjukkan bahwa setiap 100 orang penduduk perempuan terdapat 112–113 orang penduduk laki-laki.

Wilayah pesisir pantai dan wilayah dataran rendah memiliki tingkat kepadatan penduduk yang lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah pegunungan. Wilayah yang memiliki tingkat kepadatan tertinggi adalah Distrik Manokwari Barat (316 orang per km), yang merupakan salah satu wilayah di pusat pemerintahan Kabupaten Manokwari dan Provinsi Papua Barat.

Suku asli yang mendiami Kabupaten Manokwari adalah Suku Arfak, Suku Wamesa, Suku Samuri, Suku Sebyar, Suku Irarutu, dan Suku Numfor Doreri. Selain itu, terdapat suku pendatang asal Papua seperti Serui, Biak, Waropen serta beberapa suku dari luar Papua.

Sebagian besar masyarakat asli Manokwari (Suku Arfak) bermukim di wilayah pegunungan sedangkan masyarakat Papua lainnya sebagian bermukim pada wilayah pinggiran pantai. Masyarakat Transmigrasi Nasional (Transnas) yang berasal dari luar Papua bermukim di Distrik Prafi, Warmare, Masni, Oransbari, dan Ransiki.

Berdasarkan agama, sekitar 69,32 persen penduduknya beragama Kristen Protestan, kemudian 25,01 persen Islam, 5,37 persen Katolik, 0,22 persen Hindu, dan 0,09 persen Budha.

KOMPAS/FABIO M LOPES COSTA

Tarian kolosal dalam Festival Seni Budaya Papua Barat di Manokwari, Papua Barat, Rabu (9/10/2019). Festival ini dihadiri sebanyak 300 peserta lomba tari dan musik tradisional dari 12 kabupaten di Papua Barat.

Indeks Pembangunan Manusia
72,02 (2021)

Angka Harapan Hidup 
68,82 tahun (2021)

Harapan Lama Sekolah 
13,66 tahun (2021)

Rata-rata Lama Sekolah 
8,34 tahun (2021)

Pengeluaran per Kapita 
Rp11,97 juta (2021)

Tingkat Pengangguran Terbuka
7,04 persen (2021)

Tingkat Kemiskinan
20,56 persen (2021)

Kesejahteraan

Pembangunan manusia Kabupaten Manokwari meningkat dari waktu ke waktu. Hal itu tecermin dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Manokwari pada tahun 2021 sebesar 72,02, meningkat tipis 0,01 persen dibanding capaian pada tahun sebelumnya yakni 72,01 persen. Pencapaian IPM itu masuk kategori “tinggi”.

Dari komponen pembentuknya, angka harapan hidup tercatat 72,02 tahun, harapan lama sekolah 13,66 tahun, rata-rata lama sekolah 8,34 tahun, dan pengeluaran per kapita Rp11,97 juta.

Tingkat pengangguran terbuka Kabupaten Manokwari pada tahun 2021 tercatat sebesar 7,04 persen, turun 0,42 persen dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 7,46 persen.

Adapun tingkat kemiskinan di kabupaten ini pada tahun 2021 tercatat sebesar 20,56 persen, naik 0,42 persen dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 20,14 persen. Kabupaten Manokwari merupakan kabupaten ke-9 dengan persentase terbesar di Provinsi Papua Barat.

KOMPAS/FABIO M LOPES COSTA

Tampak aktivitas jual beli masyarakat di Pasar Sanggeng di Manokwari, ibu kota Provinsi Papua Barat, pada Jumat (26/1/2018). Di pasar ini sejumlah barang kebutuhan pokok dijual dengan harga yang tinggi. Misalnya beras dihargai Rp15.000 per kilogram.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) 
Rp71,32 miliar (2020)

Dana Perimbangan 
Rp834,49 miliar (2020)

Pendapatan Lain-lain 
Rp217,98 miliar  (2020)

Pertumbuhan Ekonomi
-4,86 persen (2020)

PDRB Harga Berlaku
Rp9,80 triliun (2021)

Ekonomi

Produk domestik regional bruto (PDRB) Kabupaten Manokwari pada tahun 2021 senilai Rp9,80 triliun. Perekonomiannya ditopang oleh administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib, sektor konstruksi, sektor perdagangan, dan sektor pertanian. Sektor ini masing-masing menyumbang sebesar 20,28 persen, 18,77 persen, 14,78 persen, dan 13,54 persen dari total PDRB Kabupaten Manokwari pada 2021.

Di sektor perdagangan, menurut data BPS, pada tahun 2016, pedagang di Kabupaten Manokwari didominasi oleh pedagang kecil sebanyak 382 orang, diikuti pedagang menengah 299 orang, dan hanya 16 orang yang merupakan pedagang besar.

Di sektor pertanian, produksi padi sawah dalam bentuk gabah kering giling mencapai 23,733 ton, dengan sentra produksi padi tersebar di Distrik Masni, Prafi dan Oransbari. Produksi padi ladang mencapai 694 ton.

Selain itu, juga terdapat produksi ubi kayu, ubi jalar, jagung, dan sayuran. Untuk tanaman perkebunan, potensi Kabupaten Manokwari, antara lain, kelapa sawit, kakao, kopi, cengkeh, kelapa dan pala. Sedangkan untuk buah-buahan, potensi yang ada di daerah ini adalah pisang, nanas, nangka, pepaya, dan jeruk.

Di sektor industri pengolahan, di kabupaten Manokwari terdapat 54 industri kimia dan bahan bangunan, 31 industri pangan, 4 kerajinan dan umum serta 2 industri sandang dan kulit.

Terkait dengan keuangan daerah, pendapatan Kabupaten Manokwari sebagian besar masih ditopang oleh pemerintah pusat dan pemerintah provinsi. Dari total pendapatan daerah sebesar Rp1,12 triliun pada tahun 2020, dana perimbangan sebesar Rp834 miliar dan lain-lain pendapatan yang sah sebesar Rp217,98 miliar. Sedangkan pendapatan asli daerah atau PAD hanya berkontribusi sebesar Rp71,32 miliar.

KOMPAS/FABIO M LOPES COSTA

Bandar Udara Rendani di Manokwari belum dapat didarati pesawat jenis boeing 737 seri 800 karena panjang landasan pacu belum memadai. Saat ini panjang landasan pacu masih 2.115 meter.

Daerah yang terkenal dengan sebutan Kota Injil ini memiliki beragam tempat wisata, baik wisata alam, budaya, dan sejarah. Menurut catatan BPS, setidaknya terdapat 70 tempat wisata di Manokwari, yang terdiri dari 37 wisata alam, 17 wisata budaya, dan 16 wisata sejarah.

Beberapa keindahan alam dan juga objek wisata yang dijadikan sebagai tujuan wisata lokal maupun nasional, yaitu Pegunungan Arfak, Gunung Meja (hutan wisata), wisata religius Pulau Mansinam, Telaga Kabori, Telaga Wasti, Pantai Sidei, Pantai Maruni, Pantai Amban, Pemanggilan Ikan Bakaro, dan Pantai Pasir Putih.

Pada tahun 2020, wisatawan yang berkunjung ke Manokwari tercatat sebanyak 17.609 orang, yang terdiri dari 36 wisatawan mancanegara dan 17.573 wisatawan nusantara.

Mengenai akomodasi, di Manokwari tersedia 28 penginapan yang terdiri dari 4 hotel bintang dan 24 hotel melati yang tersebar di beberapa distrik di Kabupaten Manokwari. Sementara itu, jumlah rumah makan atau restoran di Manokwari sebanyak 408 pada tahun 2020.

KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Burung Vogelkop Superb Bird-of-Paradise (Lophorina niedda) terlihat di salah satu lokasi pengamatan burung Kampung Kwau, Manokwari, Papua Barat, Senin (12/4/2021).

Referensi

Arsip Berita Kompas
  • “Manokwari , Kampung Tua”, Kompas, 17 April 1988, hlm. 08
  • “Catatan dari Pulau Mansinam. Sumur yang Mendatangkan Wisatawan”, Kompas, 28 Februari 1995, hlm. 09
  • “Kabupaten Manokwari * Otonomi”, Kompas, 10 Januari 2003, hlm. 08
  • “LNG Tangguh Akan Membawa Cerah * Otonomi”, Kompas, 10 Januari 2003, hlm. 08
  • “Provinsi Irian Jaya Barat Diresmikan”, Kompas, 07 Februari 2003, hlm. 19
  • “Wisata Rohani: Sucikan Hati di Mansinam”, Kompas, 20 Desember 2006, hlm. 02
  • “Urbanisasi: Manokwari yang Sedang Menggeliat”, Kompas, 18 Agustus 2007, hlm. 40
  • “Kabupaten Manokwari: Pemekaran Jangan Menyisakan Masalah”, Kompas, 18 Juni 2012, hlm. 04
  • “Pariwisata: Pulau Mansinam Menunggu Polesan”, Kompas, 07 Februari 2012, hlm. 21
  • “Pembangunan papua: Situs Pekabaran Injil Dibangun di Manokwari”, Kompas, 04 Juli 2013, hlm. 22
Buku dan Jurnal
  • Zaenuddin, HM. 2013. Asal-Usul Kota-Kota di Indonesia Tempo Doeloe. Jakarta: Change
Aturan Pendukung
  • UU 15/1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Propinsi Irian Barat
  • UU 12/1969 tentang Pembentukan Propinsi Otonom Irian Barat dan Kabupaten-Kabupaten Otonom di Propinsi Irian Barat
  • UU 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah
  • UU 32/2004 tentang Pemerintah Daerah
  • PP 24/2007 tentang Perubahan Nama Provinsi Irian Barat Menjadi Provinsi Papua Barat

Editor
Topan Yuniarto