KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Pramuka Penegak dan Pandega Jawa Timur mengikuti deklarasi Pramuka sebagai perekat Negara Kesatuan Republik Indonesia sekaligus pelepasan kontingen untuk Raimuna Nasional IX Tahun 2017 di Kwartir Daerah Pramuka Jatim, di Surabaya (8/8/2017).
Semangat kebangkitan nasional turut menyuburkan lahirnya organisasi kepanduan nasional. Kala itu organisasi kepanduan merupakan wadah pembinaan para pemuda yang dimanfaatkan dengan tujuan untuk mengobarkan semangat kemerdekaan. Para pemuda yang bergabung dalam kepanduan dibina dan dipupuk nasionalismenya serta dikembangkan watak, kepribadian, dan keterampilannya. Umumnya kepanduan yang ada berasaskan keagamaan dan kebangsaan, karena memang berada di bawah langsung organisasi induknya; seperti Hizboelwathan di bawah Muhammadiyah, Wira Tamtama di bawah Sarekat Islam, atau Nationale Padvinderij di bawah Budi Utomo.
Banyaknya organisasi dan corak kepanduan di Indonesia, membuat para pemimpin kepanduan tanah air, termasuk juga presiden Soekarno, berkeinginan untuk mempersatukannya dalam satu wadah kepanduan nasional. Gagasan tersebut berhasil diwujudkan pada tahun 1960. Semua wakil organisasi kepanduan di Indonesia berikrar untuk meleburkan diri ke dalam satu organisasi kepanduan yang bernama Gerakan Pramuka.
1912
Dua orang tokoh Nederlands Padvinders Organisatie (NPO) yaitu P.Y. Smits dan Majoor de Yager mendirikan cabang NPO di Jakarta. Organisasi ini awalnya diperuntukkkan bagi remaja dan pemuda Belanda yang tertarik dalam kegiatan kepanduan.
4 September 1914
Nama NPO diubah menjadi Nederlands Indische Pavinders Vereeningning (NIPV). Remaja bumiputera mulai banyak yang bergabung dalam organisasi ini.
1916
Berdirinya organisasi padvinderij nasional pertama, yaitu Javaanse Padvinders Organisatie (JPO) yang diprakasai oleh Mangkunegara VII di Surakarta. Setelah itu bermunculan organisasi kepanduan dari berbagai organisasi kebangsaan dan keagamaan. Misalnya Hizboelwathan (Muhammadiyah), Wira Tamtama (Sarekat Islam), Nationale Padvinderij (Budi Utomo), Jong Java Padvinderij (Jong Java Mataram), dan lain-lain.
3 April 1926
NIPV dan organisasi padvinderij yang berasaskan prokemerdekaan sepakat mengadakan pertemuan di Yogyakarta. Terbentuklah Nationale Padvinders Organisatie (NPO). Beberapa anggota NPO memisahkan diri dan membentuk Jong Indonesisch Padvinders Organisatie (JIPO).
1928
NPO dan JIPO bergabung menjadi Indonesisch Nationale Pavinders Organisatie (INPO). Namun, organisasi padvinderij yang berjuang demi kemerdekaan mendapat tentangan dari pemerintah Belanda. Belanda bahkan melarang penggunaan kata padvinder dan pandvinderij. Haji Agus Salim mengusulkan nama pandu dan kepanduan untuk mengantikan keduanya.
23 Mei 1928
Moewardi, Soenarjo, Kasman Singodimedjo, dan Ramelan mengadakan pertemuan yang akhirnya menghasilkan federasi kepanduan yang dinamakan Persaudaraan Antar Pandu-pandu Indonesia (PAPI). Anggotanya terdiri dari Pandu Kebangsaan, INPO, SIAP, NATIPIJ, dan PPS.
15 Desember 1929
PAPI mengadakan pertemuan di Jakarta. Pandu Kebangsaan (PK) mengusulkan peleburan bagi semua organisasi kepanduan Indonesia. Namun, tidak mendapat kesepakatan dari kepanduan lainnya karena berbeda azasnya.
13 September 1930
Pandu Kebangsaan (PK), Pandoe Pemoeda Soematra (PPS), dan INPO tetap menginginkan melebur menjadi satu sehingga melahirkan Kepanduan Bangsa Indonesia (KBI). Tokoh perintisnya, yaitu dr. Moewardi, Soeratno, Soegandi, Soemardjo Tirtoosoepeno, dr. Soepardan, Prof. Dr. Bahder Djohan, dr. Nazir, dan dr. Sjagaf Yahya.
Desember 1930
KBI menyelenggarakan kongres pertama di Ambarwinangun, Yogyakarta. Kongres ini dikenal juga sebagai Jambore Nasional KBI pertama. Pembicaraan dititikberatkan kepada perumusan peraturan yang ada di ketiga kepanduan tersebut untuk dijadikan pedoman kerja KBI.
Juni 1931
KBI melangsungkan pertemuan pemimpin pertama di Purworejo, Jawa Tengah (Jateng). Hasilnya dirumuskan dasar-dasar KBI.
19–21 Juli 1932
KBI menyelenggarakan Jambore Nasional kedua di sekitar Malang, Jawa Timur. Pada jambore yang dikunjungi oleh dari wakil-wakil dari 69 cabang KBI ini, fokusnya adalah merundingkan soal organisasi dan kepemimpinan teknis kepanduan.
20–24 Juni 1933
KBI menyelenggarakan Jambore Nasional ketiga di Solo, Jateng. Di sini mulai diterbitkan buku-buku anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, petunjuk permainan, peraturan mendirikan cabang dan sebagainya.
3 Desember 1934
Lord Baden Powell of Gilwell dan Lady Baden Powell mengunjungi Indonesia dalam rangka kunjungan keliling ke beberapa negara.
1937
Kontingen Padvinders Bond (PVB) untuk pertama kalinya mewakili Indonesia dalam Jambore Dunia V di Vogelenzang, Belanda.
3 April 1938
Badan Pusat Persaudaraan Kepanduan Indonesia (BPPKI) terbentuk. Pembentukannya berdasarkan hasil pertemuan antara PAPI dan KBI di Solo, Jateng. Susunan kepengurusannya terdiri dari KBI sebagai Ketua, KAKI sebagai penulis, NATIPIJ sebagai bendahara, dan SIAP sebagai pengurus bagian teknik.
19–23 Juli 1941
Perkemahan Kepandoean Indonesia Oemoem (Perkino) I diselenggarakan di Yogyakarta.
6 Febuari 1943
Meski dilarang oleh pemerintah Jepang, pandu-pandu Indonesia masih berhasil menyelenggarakan Perkino II di Jakarta.
27–29 Desember 1945
Pasca Proklamasi, organisasi kepanduan seperti KBI, HW, SIAP, NATIPIJ, JPO, KAKI, Taruna Kembang, TRI Darma, Al Wathoni, Hizbul Islam, Sinar Pandoe Kita, dan lain-lain mengadakan kongres Kesatuan Kepanduan Indonesia di Surakarta. Hasilnya terbentuklah Pandoe Rakjat Indonesia pada 28 Desember 1945.
20–22 Januari 1950
Diselenggarakan Kongres Pandu rakyat ke-II di Yogyakarta yang mengeluarkan beberapa keputusan penting seperti memberikan kesempatan kepada golongan khusus dan mulai melangkah ke pergaulan internasional.
16 September 1951
Suatu federasi kepanduan dengan nama Ikatan Pandu Indonesia (IPINDO) terbentuk. IPINDO bertindak sebagai badan yang mewakili Indonesia di dalam organisasi kepanduan sedunia untuk golongan putra.
1959
Federasi kepanduan putri yang terdiri dari Pandu rakyat Indonesia, Pandu Islam Indonesia, Pandu Krsiten Indonesia menggelar Perkemahan besar tingkat nasional di Desa Semanggi, Ciputat, Kabupaten Tangerang. Presiden Soekarno hadir dan memberikan pidato yang isinya menginginkan menyatukan organisasi kepanduan.
8 Mei 1960
Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Ir. Juanda, dan Prof. Prijono mengadakan pertemuan untuk merealisasikan gagasan Presiden Soekarno membentuk kepanduan ke dalam satu wadah nasional.
28 Mei 1960
IPINDO, Persatuan Kepanduan Puteri Indonesia (PKPI), dan Persatuan Organisasi Pandu Puteri Indonesia (POPPINDO) sepakat meleburkan diri ke dalam badan federasi baru bernama Persatuan Kepanduan Indonesia (PERKINDO)
3 Desember 1960
Sidang MPRS membahas tentang Rencana Pembangunan Nasional Semesta Berencana, khususnya bidang kepanduan. Hasilnya dikeluarkan ketetapan MPRS No II/1960 yang menyatakan bahwa dasar pendidikan di bidang kepanduan adalah Pancasila dan rencana Pemerintah untuk mendirikan Pramuka.
9 Maret 1961
Para pemimpin organisasi kepanduan di Indonesia dikumpulkan di Istana Merdeka untuk mendengarkan amanat presiden terkait ketetapan MPRS. Dalam Pidatonya, Presiden Soekarno meleburkan semua kepanduan Indonesia ke dalam satu organisasi baru yang diberi nama Gerakan Pramuka. Tanggal ini selanjutnya dikenal sebagai Hari Tunas Gerakan Pramuka.
11 April 1961
Presiden Soekarno mengeluarkan Keppres No. 121 tahun 1961 tentang Panitia Pembentukan Gerakan Pramuka. Panitianya terdiri dari Sultan Hamengkubuwono XI, Â Brigjen TNI, dr. Azis Saleh, Prof. Dr. Prijono, Muljadi Djojomartono, dan Achmadi.
20 Mei 1961
Ir. Juanda menandatangani Keputusan Presiden RI No. 238 Tahun 1961 yang menetapkan bahwa Gerakan Pamuka adalah satu-satunya organisasi yang ditugaskan menyelenggarakan pendidikan kepanduan bagi anak-anak dan pemuda Indonesia. Konsep Anggaran dasar ditetapkan sebagai lampiran Keppres tersebut. Tanggal ini kemudian disebut sebagai Hari Permulaan Tahun Kerja.
30 Juli 1961
Berbagai organisasi kepanduan berkumpul di Gelora Senayan dan berikrar untuk meleburkan diri ke dalam satu organisasi kepanduan yang bernama Gerakan Pramuka. Tanggal 30 juli kemudian dikenal sebagai Hari Ikrar Gerakan Pramka.
14 Agustus 1961
Organisasi Gerakan Pramuka resmi diperkenalkan kepada rakyat Indonesia. Presiden melantik Majelis Pimpinan Nasional (Mapinas), Kwartir Nasional (Kwarnas), dan Kwartir Nasional Harian (Kwarnari). Tanggal ini selanjutnya dijadikan sebagai Hari Pramuka.
Referensi
—–. 1987. 75 Tahun Kepanduan dan Kepramukaan. Kwartir Nasional Geraka Pramuka: Jakarta.
Djojodibroto, Darmanto. 2012. Pandu Ibuku: Mengajarkan Budi Pekerti, Membangun Karakter Bangsa. Yayasan Pustaka Obor Indonesia: Jakarta.
Penulis
Arief Nurrachman
Editor
Rendra Sanjaya