Indonesia Raya dengan Biola Asli WR Supratman
Biola milik WR Supratman yang dimainkan saat pencetusan sumpah pemuda pertama 28 Oktober 1928 kembali dimainkan oleh Idris Sardi pada peringatan hari Sumpah Pemuda di Museum Sumpah Pemuda Jakarta (28/10/2005). Peringatan tersebut dihadiri wakil presiden Jusuf Kalla.
KOMPAS/PRIYOMBODO
Wage Rudolf Supratman adalah jurnalis dari surat kabar Melayu-Tionghoa bernama Sin Po. Ia meliput Kongres Pemuda I (30 April–2 Mei 1926) dan Kongres Pemuda II (27–28 Oktober 1928). Supratman yang sangat menggemari musik, pada Kongres Pemuda II, diberi kesempatan tampil oleh Sugondo Djojopuspito selaku ketua panitia Kongres Pemuda II. Pada jam istirahat, malam kedua sekaligus malam penutupan, 28 Oktober 1928, Supratman tampil memperdengarkan lagu “Indonesia Raya” dengan gesekan biola untuk pertama kalinya.
Sejak dikumandangkan pada Kongres Pemuda II, lagu Indonesia Raya karya Supratman dianggap mengobarkan semangat perjuangan hingga dilarang oleh Pemerintah Hindia Belanda. Hal ini memaksa adanya perubahan dalam lagu Indonesia Raya. Salah satu perubahannya terdapat pada bagian refrein lagu, yang semula “Indonesia Raya, merdeka… merdeka…” diubah menjadi, “Indonesia Raya, mulia… mulia…”. Penggunaan kata “merdeka” pada masa itu dianggap sangat berbahaya bagi pemerintah kolonial.
Menjelang kemerdekaan, lagu Indonesia Raya ditetapkan sebagai lagu kebangsaan dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan dinyanyikan saat proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Penetapan lagu Indonesia Raya sebagai lagu kebangsaan diperkuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1958 tentang Lagu Kebangsaan Indonesia Raya dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.
1925
Supratman menetap di Jakarta dan memulai karir sebagai jurnalis dengan mendirikan Kantor Berita Alpena. Supratman berpindah kerja ke Surat Kabar Sin Po. Dari sini kobaran semangat untuk berjuang merebut kemerdekaan dimulai. Bermula dari jurnalis dan kegemaran akan musik mengantarkan Supratman bertemu dengan pemuda-pemuda pejuang Indonesia dan mulai berkontribusi dalam perjuangan kemerdekaan.
1927
Lagu Indonesia Raya direkam pada tahun 1927. Supratman meminta bantuan Yo Kim Tjan, pemilik Toko Populaire di Pasar Baroe, untuk merekam lagu tersebut dalam piringan hitam. Lagu ini direkam dalam 2 versi. Pertama, dimainkan dalam bentuk orkes keroncong tanpa lirik, kedua dalam bentuk rekaman berupa suara Supratman dan permainan biolanya. Proses rekaman dilakukan di ruang pesta Hotel Wilhelmina, Jalan Gunung Sahari 52, Jakarta.
28 Oktober 1928
Lagu Indonesia Raya diperdengarkan pada malam penutupan Kongres Pemuda Indonesia II, di tempat indekos bernama Indonesische Clubhuis, Kramat Raya 106. Supratman tampil menyanyikan lagu Indonesia Raya dengan gesekan biola. Lagu Supratman mendapat sambutan positif, hadirin meminta lagu itu diperdengarkan kembali. Dolly Salim, putri sulung Haji Agus Salim yang telah hafal liriknya, menyanyikannya tanpa iringan musik.
Artikel Dolly Salim di Kompas, 31 Oktober 1982.
10 November 1928
Notasi dan lirik lagu Indonesia Raya pertama kali dimuat di surat kabar Sin Po. Pada surat kabar ini, hanya satu stanza saja yang dimuat meskipun versi aslinya terdiri dari tiga stanza. Judul lagunya kala itu, masih Indonesia, belum Indonesia Raya. Begitu pula dengan lirik lagu, kata merdeka dianggap berbahaya. Refrein lagu yang semula “Indonesia Raya, merdeka.. merdeka..” diubah menjadi “Indonesia Raya, mulia…mulia…”
Desember 1928
Teks Indonesia Raya pertama kali dinyanyikan saat pembubaran panitia Kongres Pemuda II. Lagu Indonesia Raya dinyanyikan dengan koor dan iringan biola Supratman. Sejak itu, lagu ini populer di kalangan pemuda. Lagu ini mampu mengobarkan semangat perjuangan para pemuda. Judul lagu Indonesia diubah menjadi Indonesia Raya.
28 Desember 1929
Pada pembukaan Kongres Partai Nasional Indonesia, lagu Indonesia Raya dinyanyikan dan ditetapkan sebagai lagu kebangsaan bangsa Indonesia. Pada kesempatan itu, hampir semua hadirin serentak berdiri memberi penghormatan.
17 Agustus 1938
Supratman meninggal. Jasadnya dikebumikan di Kenjeran Surabaya dengan pelayat yang jumlahnya tak lebih dari 40 orang.
1942
Sebelum Jepang masuk ke Indonesia, lagu Indonesia Raya telah mengudara di Radio Jepang. Ini merupakan strategi Jepang untuk mengambil hati rakyat Indonesia seperti slogan yang digaungkan “Jepang Saudara Tua”. Setelah Jepang resmi menduduki Indonesia, muncul larangan menyanyikan Indonesia Raya.
8 September 1944
Saat terdesak dalam Perang Dunia II, Jepang menunjukkan sikap manis dengan mendirikan Panitia Lagu Kebangsaan dengan tugas mengadakan perubahan musikal maupun lirik lagu Indonesia Raya. Soekarno mengubah kata “semua” menjadi “sem’wanya“. Notasi pada bagian itu juga diubah dengan menambahkan bunyi do. Pada momen ini, refrain “Indonesia Raya, Mulia… Mulia…” diubah kembali menjadi “Indonesia Raya, Merdeka… Merdeka…” Sebutan “refrain” diubah menjadi “ulangan“.
16 November 1948
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tak ada keseragaman dalam menyanyikan lagu “Indonesia Raya”, sehingga dibentuk Panitia “Indonesia Raya” melalui Penetapan Presiden No. 28. Panitia ini diketuai oleh Ki Hadjar Dewantara. dengan tujuan mengatur tata tertib penggunaan lagu “Indonesia Raya”. Selain itu, panitia ini juga bertujuan mencapai keseragaman dalam segi nada, irama, iringan kata, dan gubahan lagu.
10 Juli 1958
Presiden Republik Indonesia Soekarno dan Perdana Menteri Djuanda mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1958 tentang Lagu Kebangsaan Indonesia Raya.
1971
Gelar Pahlawan Nasional dan Bintang Maha Putra Utama kelas III dianugerakan Pemerintah Republik Indonesia kepada Wage Rudolf Supratman.
1 Juni 1974
Sekolah Dasar, Sekolah Lanjutan Pertama, dan Sekolah Lanjutan Atas di seluruh Indonesia diwajibkan mengadakan upacara penghormatan bendera dan lagu kebangsaan sekali seminggu.
9 Juli 2009
Lagu Indonesia Raya diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan. Peraturan tersebut menyebut tentang lagu Indonesia Raya tiga stanza pada Bagian Ketiga, Tata Cara Penggunaan Lagu Kebangsaan.
11 April 2017
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy mengeluarkan Surat Edaran nomor 21042/MPK/PR/2017 perihal implementasi penguatan pendidikan karakter. Salah satu isinya berisi agar tiap-tiap sekolah mewajibkan siswa untuk menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya di awal kegiatan belajar mengajar.
20 Mei 2017
Mendikbud Muhadjir Effendy menyatakan lagu Indonesia Raya tiga stanza atau dengan syair lengkap, direkam di perusahaan rekaman Lokananta, Solo. Hasilnya akan dikirim ke instansi pemerintah dan sekolah di seluruh daerah untuk dijadikan pedoman menyanyikan lagu kebangsaan ini.
Referensi
Kenangan Pak Suryadi dari tahun 1928, 29 Oktober 1973.
Wajib Menghormat Bendera dan Lagu Kebangsaan, 1 Mei 1974.
Dipertanyakan, Rekaman Pertama “Indonesia Raya”, 28 Oktober 1980.
Ny. Dolly Salim Soedjono: Penyanyi vocal lagu “Indonesia Raya” pertama, 31 Oktober 1982.
“Indonesia Raya” dari Waktu ke Waktu, 18 Agustus 1985.
Dari “Mulia” ke “Merdeka”, 18 Agustus 1990.
Supratman “Indonees Indonees”, Dan Kasus Hak Ciptanya, 5 Januari 1992.
WR Supratman dan “Indonesia Raya”, 14 Juni 1995.
”Indonesia Raya” di Benteng Heritage, 15 Agustus 2015.
70 Tahun Kemerdekaan Indonesia: Mencari Rekaman Asli Lagu “Indonesia Raya”, 16 Agustus 2015.
Sejarah “Indonesia Raya” Masih Gelap, 21 November 2015.
“Indonesia Raya” Tiga Stanza Wajib di Sekolah, 22 Mei 2017.
Kembali ke Fitrah Orang Indonesia, 5 Juli 2017.
Sumpah Pemuda: Dari Semua Golongan, untuk Satu Indonesia, 29 Oktober 2017.
Hiduplah ”Indonesia Raya”, 22 September 2018.
Penulis
Agustina Rizky Lupitasari
Editor
Inggra Parandaru