Kronologi | Hari Ibu

Akar Sejarah Hari Ibu dalam Kongres Perempuan Indonesia

Peringatan Hari Ibu setiap tanggal 22 Desember dilatarbelakangi kongres yang mempertemukan seluruh perempuan di Indonesia untuk membicarakan tentang perjuangan melawan kolonialisme.

IPPHOS

Upacara Peringatan Hari Ibu bertempat di Gedung Wanita (22/12/1959).

Cikal bakal Hari Ibu terjadi pada Kongres Perempuan Indonesia I yang diadakan hanya dua bulan setelah Sumpah Pemuda pada tahun 1928. Tujuan diadakannya kongres ini untuk mempersatukan seluruh organisasi perempuan saat itu di dalam suatu badan federasi tanpa memandang latar belakang agama, politik, dan kedudukan sosial dalam masyarakat.

Kongres perempuan ini menjadi puncak dari kesadaran berorganisasi kaum perempuan Indonesia dalam memperjuangkan hak-haknya yang tertindas oleh kolonialisme Belanda. Hal utama yang dibahas dalam kongres adalah tentang pendidikan, perkawinan, dan perlindungan perempuan dan anak-anak.

Politik kebangsaan semakin berani disuarakan setelah Kongres Perempuan Indonesia menjadi organisasi. Pemenuhan hak politik perempuan untuk memilih dan dipilih dalam parlemen Hindia Belanda menjadi langkah selanjutnya dalam perjuangan mereka. Ditetapkannya Hari Ibu pada 22 Desember dalam Kongres Perempuan Indonesia ke-III pada tahun 1938, menjadi momentum peringatan perjuangan kaum perempuan Indonesia pada masa penjajahan Belanda.

 22–25 Desember 1928


Kongres Perempuan Indonesia I diadakan di Pendopo Joyodipuran, Yogyakarta. Pertemuan ini diadakan atas inisiatif dari tujuh organisasi yakni Wanita Taman Siswa, Wanita Utomo, Jong Islamieten Bond Dames Afdeeling, Jong Java bagian Wanita, Wanita Katolik, Aisyiyah dan Putri Indonesia. Alhasil 30 organisasi perempuan Indonesia terlibat aktif dalam kongres ini. Masalah-masalah politik tidak dibahas dalam kongres, melainkan hanya berbicara tentang pendidikan, perkawinan, dan perlindungan bagi perempuan dan anak-anak. Dalam pertemuan ini diambil sebuah keputusan untuk mendirikan Perikatan Perempuan Indonesia (PPI).

Lebih kurang 10.000 kaum ibu Jumat kemarin menghadiri peringatan hari Ibu di Istora. Senayan, Jakarta. Pada kesempatan itu empat ibu yang memelopori Kongres Perempuan I di Yogyakarta 22 Desember 1928 : Ibu Soenarto Mangunpuspito, Ibu Kartowijono. Ibu Dr. Moewardi dan Ibu Soelarso (kiri kekanan) memperoleh tanda penghargaan (23/12/1972). KOMPAS/PAT HENDRANTO

13 Oktober 1929


Seksi perempuan Jong Java, Putri Indonesia, dengan bantuan dari Perhimpunan Persaudaraan Istri, Persatuan Ibu, dan Wanito Sedjati mengadakan pertemuan umum di Bandung. Dari ribuan yang hadir terdapat enam ratus perempuan yang terlibat aktif. Dalam pertemuan tersebut dibicarakan tentang poligami dan pelacuran yang marak terjadi di Hindia Belanda.

28-31 Desember 1929


Kongres pertama PPI diadakan di Jakarta. Tujuan dari pertemuan ini untuk memperkuat Anggaran Dasar dan Anggara Rumah Tangga organisasi. Nama organisasi berubah menjadi Perikatan Perkumpulan Istri Indonesia (PPII). Dibentuknya organisasi ini untuk menggabungkan seluruh organisasi perempuan Indonesia menjadi satu.

13-18 Desember 1930


Kongres kedua PPII diadakan di Surabaya. PPII semakin berkembang menjadi organisasi pergerakan berlandaskan dengan prinsip kebangsaan yang tidak hanya mengacu pada agama dan politik tertentu. Kepengurusan PPII dipusatkan di Jakarta, diketuai oleh Ny. Mustajab.

25-29 Maret 1932


Kongres ketiga PPII di Surakarta semakin mendekatkan kaum perempuan dalam permasalahan politik bangsa. Beberapa anggota turut bergabung dengan organisasi lelaki dalam kegiatan politik. Organisasi Istri Sedar mengajukan ide untuk menuntut dihapuskannya peraturan mengenai poligami. Namun, ide tersebut masih banyak dipertentangkan terutama oleh organisasi perempuan berbasiskan agama Islam.

25-26 Juni 1932


Konferensi antaranggota PPII di Yogyakarta menghasilkan suatu badan fusi bernama “Isteri Indonesia”. Organisasi ini berazaskan kebangsaan, kerakyatan, kenetralan terhadap agama, dan bertujuan untuk kemerdekaan Indonesia. Selain itu juga dibentuk organisasi yang bukan bagian dari suatu partai yakni “Puteri Budi Sejati” yang berpusat di Surabaya.

6-8 Mei 1933


Pertemuan PPII di Jakarta memutuskan untuk tidak mengadakan kongres lagi melainkan mempersiapkan untuk mengadakan Kongres Perempuan Indonesia ke-II.

Peringatan Hari Ibu di Jakarta (22/12/1947) di Pegangsaan Timur 56. IPPHOS

20-24 Juli 1935


Kongres Perempuan Indonesia ke-II diadakan di Jakarta. Kongres ini dipimpin oleh Ny. Sri Mangunsarkoro. Pertemuan ini menghasilkan beberapa keputusan seperti dibentuknya badan perikatan dengan nama Kongres Perempuan Indonesia dan setiap tiga tahun sekali mengadakan kongres secara rutin. Pandangan mengenai masalah politik semakin banyak dibicarakan di dalam kongres, salah satunya pembentukan Badan Penyelidikan Perburuhan Perempuan Indonesia yang bertugas menyelidiki keadaan buruh perempuan di Indonesia.

14-15 September 1935


Konferensi PPII di Yogyakarta memutuskan untuk membubarkan PPII karena telah terbentuk badan Kongres Perempuan Indonesia yang tujuan dan maksud pendiriannya memiliki kesamaan.

23-27 Juli 1938


Kongres Perempuan Indonesia ke-III diadakan di Bandung dengan pimpinan Ny. Emma Puradireja. Kongres ini membicarakan hak perempuan untuk memilih dan dipilih dalam Volksraad (Dewan Rakyat). Selain itu juga diputuskan pendirian Komisi Perkawinan yang bertanggungjawab mengenai peraturan perkawinan di Indonesia tanpa menyerang hukum Islam. Kongres ini menetapkan Hari Ibu diadakan setiap tanggal 22 Desember untuk memperingati Kongres Perempuan Indonesia pertama.

25-28 Juli 1941


Kongres Perempuan Indonesia ke-IV diadakan di Semarang dengan pimpinan Ny. Sunaryo Mangunpuspito dan dihadiri oleh wakil-wakil organisasi perempuan. Kongres menyatakan mendukung penuh Gabungan Aksi Politik Indonesia (GAPI) dalam menuntut agar perwakilan Indonesia banyak di tempatkan dalam parlemen. Pihak Kongres Perempuan Indonesia juga meminta kepada pemerintah Hindia Belanda untuk memberikan hak pilih secara penuh kepada kaum perempuan.

1942


Kongres Perempuan Indonesia ke-V di Surabaya tidak dapat diselenggarakan karena tentara Jepang telah menduduki wilayah Hindia Belanda.

Referensi

Arsip Kompas
  • “Salah Kaprah Hari Ibu”, KOMPAS, 5 Januari 1994, hal. 4.
  • “Hari Ibu Tidak Sama dengan “Mother’s Day”: Mengembalikan Akar Sejarah Hari Ibu”, KOMPAS, 31 Januari 2005, hal. 42.
  • “Meluruskan Hari Ibu”, KOMPAS, 23 Desember 2014, hal. 5.
Buku
Penelitian

Trimurtini, Winingsari. “Perkembangan Kongres Perempuan Indonesia Pertama Tahun 1928 di Yogyakarta”. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Penulis
Martinus Danang
Editor
Inggra Parandaru