Pendidikan merupakan hak segala bangsa, sebagaimana dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat (1) menyebutkan “setiap warga negara berhak mendapat pendidikan” dan ayat (2) menyebutkan “setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dan pemerintah wajib membiayainya.” Namun kenyataannya, masih banyak anak-anak yang tidak bisa mengakses pendidikan gratis di sekolah negeri yang diselenggarakan oleh pemerintah, sebagian tidak memiliki akta kelahiran karena orang tuanya pemulung, pengemis, buruh, petani, orang-orang yang berpenghasilan pas-pasan atau bahkan kekurangan dan menjadi penduduk gelap yang tidak memiliki KTP. Akibatnya, mereka dianggap tidak berhak mengakses pendidikan formal atau pendidikan negeri, yang lain karena lokasinya jauh dari sekolah negeri yang diselenggarakan pemerintah.
Para guru inilah yang merangkul anak-anak itu, menyongsong kehidupan di masa depan dengan berbagai cara yang mereka bisa tanpa menunggu realisasi pemerintah. Mereka merangkul anak-anak ini dengan lentera pengetahuan untuk menyongsong kehidupan di masa depan, karena anak-anak ini adalah generasi penerus bangsa, yang bisa menjadi permata-permata Indonesia di masa mendatang. Berbagai kiprah mereka terekam dalam foto-foto di Arsip Kompas berikut ini.
KOMPAS/IRWAN JULIANTO
KOMPAS, 2 Mei 1982
Ira Darsinah mengajar anak-anak para gelandangan di Gang Tongkang, dekat Stasiun Senen, Jakarta (29/4/1982), di bawah tenda plastik dan bertikar kardus. Anak-anak itu tak dapat dipaksa karena “sekolah” itupun gratis. Kelompok Belajar Pendidikan Dasar (KBPD) di Kelurahan Kramat itu menggunakan ruang kecil di pinggir rel kereta api. Ruang kelas pun seadanya, beratap plastik terpal, tanpa tembok sehingga siapa saja bisa melihatnya dan bertikar kardus.
KOMPAS/YUNIADHI AGUNG
Ibu guru kembar Sri Rosiati (Rosi) dan Sri Irianingsih (Rian) mengajar ratusan murid di Sekolah Darurat Kartini (10/2/2003). Sebagian besar murid-murid itu adalah anak para pemulung yang tinggal di kawasan Kampung Rawa Bebek, Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara. Bangunan sekolah yang sangat sederhana terbuat dari papan itu, dapat menampung sekitar 190 murid taman kanak-kanak (TK) kecil hingga murid sekolah menengah atas (SMA). Letaknya di bawah kolong Jembatan Tol Gedong Panjang, Jakarta Utara.
KOMPAS/EDDY HASBY
KOMPAS, 26 Maret 2005
Siswa SMP Alternatif Qaryah Thayyibah yang ada di Dusun Nglelo, Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, (8/3/2005), mendapat pendidikan komputer. Sekolah alternatif di lereng Gunung Merbabu-yang berada di atas ketinggian 1.700 meter dari permukaan laut-tersebut juga dilengkapi akses internet.
KOMPAS/DANU KUSWORO
KOMPAS, 12 Januari 2010
Belasan anak jalanan mengikuti pendidikan informal bersama relawan pengajar di Sekolah Otonom Sanggar Anak Akar di Kalimalang, (11/1/2010). Selain pendidikan informal, mereka juga diajarkan berbagai keterampilan dengan pendekatan kebudayaan, seperti bermain musik, teater, kerajinan tangan, desain tabloid, memanfaatkan medium audio-visual dan menjalankan bisnis.
KOMPAS/IWAN SETIYAWAN
KOMPAS IPAD, 8 Oktober 2012
Leoni (kanan), guru yang menjadi sukarelawan, mengajar anak-anak kurang mampu di bawah kolong jalan tol di kawasan Grogol, Jakarta, (7/10/2012). Anak-anak ini sebagian anak jalanan dan anak-anak kurang mampu dari kampung sekitar yang ingin mendapatkan tambahan belajar gratis. Para sukarelawan umumnya mahasiswa atau karyawan kantor yang ingin berbagi bersama anak-anak dengan menyisihkan waktu tiap hari minggu pagi.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
KOMPAS, 30 Juni 2014
Komunitas Save Street Child Bandung mengajari anak-anak jalanan di perempatan Cikapayang, Bandung, Jawa Barat, untuk belajar, (29/6/2014). Komunitas yang terdiri atas anak-anak muda yang rata-rata mahasiswa ini memfasilitasi anak-anak jalanan untuk belajar sesuai kebutuhannya, seperti membaca dan menulis, keterampilan, menggambar, pelajaran sekolah, hingga pengetahuan umum.
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
KOMPAS, 20 Februari 2016
Yuli Syusilawati, Sri Mardini, dan Lia Vera mengajar anak-anak Sekolah Mandiri Sahabat Anak di Gedung Museum Mandiri, Kota Tua, Jakarta, (19/2/2016). Mereka mencurahkan waktu dan pikiran untuk mendidik anak-anak yang mayoritas merupakan anak jalanan.
KOMPAS/DAHLIA IRAWATI
KOMPAS, 27 Juli 2016
Ratemat Aboe belajar bersama anak didiknya di Rumah Belajar Kakek Aboe, (24/7/2016). Kakek Aboe menjadikan rumah petak kontrakannya menjadi rumah bimbingan belajar gratis bagi anak kurang mampu di Kelurahan Tanjungrejo, Kecamatan Sukun, Kota Malang, Jawa Timur. Bimbel diberikan gratis oleh Aboe dan anak-anak muda komunitas Dulur Never End.
KOMPAS/RIZA FATHONI
KOMPAS, 8 November 2018
Guru mengajar di kelas Sekolah Master (Masjid Terminal) di Terminal Terpadu Depok, Jawa Barat, (7/11/2018). Sekolah ini menampung ribuan anak jalanan dan kaum duafa tanpa memungut biaya.
KOMPAS/DENTY PIAWAI NASTITIE
KOMPAS, 1 Agustus 2020
Valentina Palmarini Nugrahaningsih Sastrodihardjo bersama anak-anak Rumah Belajar Pelangi Nusantara, di Rawamangun, Jakarta Timur, (26/7/2020). Komunitas ini didirikan untuk memberi akses pendidikan kepada semua orang, termasuk anak-anak pemulung, pengemis, dan pengamen jalanan.