KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Dodol Betawi, penganan tradisional khas suku Betawi, telah lama menjadi bagian tak terpisahkan dari tradisi lebaran di Jakarta. Namun, kelezatan dodol Betawi kini semakin sulit dicari, seiring berkurangnya praktik gotong-royong dalam pembuatannya.
Dodol Betawi memiliki bahan dasar utama berupa tepung beras ketan, santan, dan gula jawa atau gula aren. Keunikan dodol ini terletak pada tiga rasa khasnya, yakni ketan putih, ketan hitam, dan durian. Tradisi membuat dodol biasanya dimulai sekitar tanggal 15 Ramadhan, menjelang lebaran. Tidak hanya sekadar penganan, dodol Betawi melibatkan seluruh komunitas dalam proses pembuatannya.
Dari dulu hingga sekarang, lebaran tanpa dodol dianggap kurang afdol oleh masyarakat Betawi. Proses pembuatan dodol memakan waktu 8–10 jam, sehingga gotong-royong menjadi kuncinya. Pagi hari, ibu-ibu memarut kelapa, membuat santan, dan menumbuk beras dan ketan. Sedangkan para pria, termasuk bapak-bapak dan remaja, selepas buka puasa, mulai bergantian mengaduk adonan dalam wajan besar. Hal ini dilakukan hingga pagi menjelang sahur. Tradisi ini menciptakan ikatan yang erat antarwarga dan antarkeluarga.
Namun, zaman telah berubah. Modal dan waktu produksi yang tinggi membuat gotong-royong dalam pembuatan dodol mulai meredup. Hanya sebagian kecil warga Betawi yang menyebar ke pinggiran Jakarta yang tetap meneruskan tradisi ini. Beberapa lokasi industri rumahan penganan ini tersebar di Jakarta, Bekasi, Bogor, dan Tangerang Selatan. Meskipun bukan lagi praktik gotong-royong massal, industri rumahan ini memberikan harapan bagi kelangsungan dodol Betawi.
Dodol Betawi bukan hanya sekadar hidangan lebaran, tapi juga bagian dari identitas budaya yang semakin terancam. Penganan ini adalah simbol gotong-royong, kebersamaan, dan kelezatan tradisional yang kini semakin sulit dicari. Dibutuhkan upaya pelestarian dan dukungan komunitas, agar dodol Betawi tetap hadir dalam meja lebaran dan tetap menjadi warisan kuliner yang tak ternilai.
Berikut adalah foto-foto tentang pembuatan dodol betawi, yang terekam dalam arsip Kompas.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
KOMPAS/WISNU WIDIANTORO
KOMPAS/RIZA FATHONI
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Gula aren yang telah dimasak dimasukkan ke dalam adonan dodol betawi Mugi Jaya di kawasan Cilenggang, Tangerang Selatan, Banten, Kamis (14/5/2020). Sepuluh hari menjelang hari raya Idul Fitri, produksi dodol milik Asep mengalami penurunan dibanding waktu yang sama tahun lalu. Pandemi Covid-19 berdampak pada turunnya produksi dari 9 kuintal per hari menjadi 2 kuintal. Larangan mudik serta hajatan membuat usaha padat karya itu terpaksa mempekerjakan enam orang dari biasanya enam belas orang. Selain itu kebutuhan arang untuk bahan bakar juga merosot drastis dari 400 karung menjadi 100 karung. Dodol dijual Rp 50.000 per kilogramnya.
KOMPAS/JOHNNY TG
KOMPAS/PRIYOMBODO
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Proses pembuatan dodol Betawi Titi Mugi Jaya di Cilenggang, Serpong, Tangerang Selatan, Selasa (5/6/2018). Menjelang Lebaran, proses produksi meningkat dikarena permintaan banyak. Dodol ini biasanya disajikan sebagai sajian saat Lebaran.
KOMPAS/WISNU WIDIANTORO
Dalam produksi dodol betawi, dibutuhkan waktu minimal sekitar 4 jam untuk mengaduk adonan hingga mengental. Setelah adonan matang dan mengental, dodol ditakar di besek plastik dan didiamkan hingga dingin. Produksi dodol di sentra perajin di kawasan Pejaten Timur, Jakarta Selatan, Kamis (26/8/2010).
KOMPAS/WISNU WIDIANTORO
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
KOMPAS/DWI BAYU RADIUS
Referensi
- “Dodol: Suguhan Lebaran tradisionil paling top”. KOMPAS, 23 September 1976, hlm 3.
- “Legitnya Rejeki Dodol Betawi”, KOMPAS, 8 September 2010, hlm 40.
- “Dodol Betawi Hasil Gotong Royong”, KOMPAS, 21 Januari 2018, hlm 10.
- “Kuliner Betawi: Rumah Dodol Terakhir di Serpong”, KOMPAS, 9 Juni 2018, hlm 1.
- Sanjaya, Rendra. 2022. Jejak Masa Lalu: Dodol Betawi Hasil Gotong Royong. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.