IPPHOS
Situasi ekonomi yang sulit tahun 1960-an dan langkanya berbagai kebutuhan pokok, membuat masyarakat berebut dan antre berdesakan untuk bisa membeli beras.
Saat ini, masalah kenaikan harga beras kembali ramai diperbincangkan semua kalangan masyarakat. Besarnya kenaikan harga beras pasca-pemilihan umum atau pemilu 2024 kali ini pun disebut-sebut sebagai kenaikan tertinggi selama kepemimpinan Presiden Joko Widodo.
Media resmi seperti televisi dan laman berita daring serta perbincangan di media sosial berulang kali menayangkan video dan foto-foto yang memperlihatkan warga antre untuk mendapatkan beras.
Mereka, yang sebagian besar ibu-ibu rumah tangga, berdesak-desakan, bahkan di antaranya bersitegang untuk sekedar mendapatkan beras dengan harga lebih murah.
Fenomena antrean warga untuk mendapatkan beras murah sejatinya bukan kali ini saja. Di setiap rezim, bahkan hampir setiap tahun pemandangan tersebut selalu terulang.
Bermacam-macam penyebab kenaikan harga beras di tanah air. Mulai dari krisis ekonomi, cuaca ekstrem yang menyebabkan musim kemarau panjang, meningkatnya permintaan, tingginya ongkos produksi, sampai diduga adanya spekulan.
KOMPAS/Plom
Penduduk antre beras murah di salah satu tempat pengecer beras di Jalan Juritan Kidul , Magelang (7/11/1977). Penjualan beras dengan harga murah ini dimaksudkan untuk menstabilkan harga dalam musim paceklik.
KOMPAS/Pat Hendranto
Untuk mengatasi kenaikan harga beras, pada Desember 1972 pemerintah mengadakan beras dopping ke toko-toko pengecer dengan harga murah. Warga harus membelinya secara antre dan dibatasi setiap pembeliannya.
KOMPAS/Alif Ichwan
Warga miskin di Jakarta antre membeli beras Operasi Pasar Swadaya Masyarakat (OPSM) pada Februari 2002. OPSM merupakan program pangan Pangan Dunia (World Food Program/WFP) yang menjual beras murah kepada penduduk miskin si sekitar Jabotabek.
KOMPAS/Alif Ichwan
Warga menyerbu operasi pasar murni (OPM) beras pada harga baru Rp 2.500, dan dengan menggunakan beras asal Vietnam yang dilancarkan oleh Bulog di Pasar Induk Cipinang, Jakarta Timur, Jumat (11/1/2002).
KOMPAS/Riza Fathoni
Sejumlah rakyat miskin mengantre pembagian paket beras dan mi instan di posko Selamatkan Rakyat Indonesia di kawasan Pejambon, Jakarta Pusat, Selasa (29/11/2005). Pembagian paket ini diminati ratusan warga miskin.
KOMPAS/Haryo Damardono
Warga mengantre beras operasi pasar dari truk Bulog di Pasar Palmerah, Jakarta Pusat, Selasa (16/1/2007). Di antara para pengantre terdapat warga yang membeli hingga lima karung beras berukuran 20 kilogram. Bulog menjual dengan harga Rp 4.000 per kilogram.
KOMPAS/Ferganata Indra Riatmoko
Warga antre membeli beras jenis C4 dari Vietnam yang dijual Rp 6.800 per kilogram pada kegiatan operasi pasar di Kantor Kelurahan Kricak, Tegalrejo, Yogyakarta, Senin (9/9/2013). Sebanyak 2 ton beras disiapkan untuk warga kelurahan yang berjumlah 14.000 jiwa.
KOMPAS/P Raditya Mahendra Yasa
Antrean yang saling berdesakan untuk membeli beras saat penyelenggaraan pasar murah di halaman Kantor Kecamatan Semarang Tengah, Kota Semarang, Jawa Tengah, Jumat (31/3/2023). Penyelenggaraan pasar murah ini menjadi buruan warga untuk mendapatkan kebutuhan pokok yang dijual di bawah harga pasar. Sebagian besar dari mereka mengincar beras, minyak goreng dan telur di tengah harga kebutuhan pokok yang terus melambung menjelang lebaran.
KOMPAS/Priyombodo
Antrean panjang warga yang hendak membeli bahan pangan murah di kantor Kelurahan Parung Serab, Kota Tangerang, Banten, Kamis (22/2/2024). Sebanyak 250 lebih paket bahan pangan murah seperti beras, gula, dan minyak goreng dijual pada kesempatan tersebut.
Foto lainnya dapat diakses melalui https://data.kompas.id/
Klik foto untuk melihat sumber.