Daerah

Kota Samarinda: Kota Tepian yang Jadi Pusat Perdagangan dan Industri

Kota Samarinda mendapat julukan Kota Tepian. Sungai Mahakam membelah kota ini hingga sampai ke hulu sungai. Sejarah mencatat, kota ini dulunya menjadi bagian dari Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura. Kini Samarinda berkembang menjadi pusat pemerintahan, perdagangan, dan industri.

KOMPAS/AMBROSIUS HARTO

Kota Samarinda, Kalimantan Timur, dilihat dari atas. Kota yang dibelah oleh Sungai Mahakam ini kondang dengan julukan Tepian Mahakam. Sungai terpanjang di Kalimantan Timur ini memang menjadi salah satu urat nadi aktivitas seluruh warga kota.

Fakta Singkat

Hari Jadi 
21 Januari 1668

Dasar Hukum
Undang-Undang No. 27/1959

Luas Wilayah
718,23 km2

Jumlah Penduduk
827.994 jiwa (2020)

Kepala Daerah
Wali Kota Andi Harun
Wakil Wali Kota Rusmadi Wongso

Instansi terkait
Pemerintah Kota Samarinda

Kota Samarinda merupakan ibu kota Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim). Kota ini berada di tepi sungai Mahakam, yang merupakan sungai terbesar di Kalimantan Timur. Bermuara di Selat Makassar, sungai dengan panjang sekitar 920 km ini melintasi wilayah Kabupaten Kutai Barat di bagian hulu hingga Kabupaten Kutai Kartanegara, dan Kota Samarinda di bagian hilir.

Kota ini dibentuk berdasarkan UU 27/1959 dan didirikan pada tanggal 21 Januari 1960 berdasarkan UU Darurat Nomor 3 Tahun 1953, Lembaran Negara Nomor 97 Tahun 1953 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat II Kabupaten/Kotamadya di Kalimantan Timur.

Hari jadi Kota Samarinda ditetapkan pada tanggal 21 Januari 1668, bertepatan dengan tanggal 5 Sya’ban 1078 H, berdasarkan Perda Kotamadya Daerah Tingkat II Samarinda Nomor 1 Tahun 1988. Dalam perda itu, disebutkan penetapan hari kelahiran terkait dengan hari awal kedatangan orang-orang suku Bugis Wajo di permukiman muara Karang Mumus.

Sejarah mencatat, Samarinda dulunya adalah salah satu wilayah Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura, sebuah kerajaan kuno tertua di Indonesia. Sampai pertengahan abad ke-17, wilayah Samarinda merupakan lahan persawahan dan perladangan beberapa penduduk. Lahan persawahan dan perladangan itu umumnya dipusatkan di sepanjang tepi Sungai Karang Mumus dan sungai Karang Asam.

Dengan luas 718,23 kilometer persegi, Samarinda dihuni oleh 827.994 jiwa (2020). Kota yang terdiri dari 10 kecamatan dan 59 desa/kelurahan ini kini dipimpin oleh Wali Kota Andi Harun, didampingi oleh Wakil Wali Kota Rusmadi Wongso (2021–2024).

Kota Samarinda kaya akan hasil bumi seperti minyak, tambang batu bara, dan pasir kuarsa. Selain itu, pertanian juga tumbuh dengan pesat di kota ini. Tidak ketinggalan pula, sektor pariwisata juga dikembangkan di kota ini.

Samarinda adalah pintu gerbang akses menuju pedalaman Kalimantan Timur. Kota ini memiliki sebuah sungai yang membelah kota, namanya adalah Sungai Mahakam. Di bagian seberang sungai dinamakan daerah “Samarinda Seberang”.

Kota Samarinda dilengkapi infrastruktur dari bandara hingga jalan tol yang menghubungkan dengan Balikpapan. Samarinda memiliki Bandara Aji Pangeran Tumenggung (APT) Pranoto yang terletak di sebelah utara. Bandara ini menjadi sangat strategis tidak hanya bagi warga Samarinda, namun juga kota sekitarnya seperti Bontang, Sangatta, Melak, serta kota Tenggarong.

Pembangunan infrastruktur juga membuka peluang kemajuan yang lebih besar bagi Samarinda. Jalan Tol Balikpapan–Samarinda dan rencana pembangunan ibu kota baru di Penajam Paser Utara serta Kutai Kartanegara membuat Samarinda menjadi wilayah yang akan makin berkembang. Lokasi ibu kota baru tersebut sangat dekat dengan Samarinda.

Kota Samarinda dikenal dengan semboyan Kota Tepian (Teduh, Rapi, Aman dan Nyaman). Adapun visi Kota Samarinda adalah Terwujudnya Kota Samarinda sebagai Pusat Kota Peradaban.

Sejarah

Dalam buku “Sejarah Kota Samarinda” yang diterbitkan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1986), dan buku “Asal-Usul Kota-Kota di Indonesia Tempo Doeloe” yang ditulis Zaenuddin HM (2013), Samarinda yang dikenal sebagai kota seperti saat ini dulunya menjadi wilayah dari Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura.

Pada abad ke-13 (tahun 1201-1300), sebelum dikenal dengan nama Samarinda, sudah ada perkampungan penduduk di enam lokasi, yaitu Pulau Atas, Karangasan (Karang Asam), Karamumus (Karang Mumus), Luah Bakung (Loa Bakung), Sembuyutan (Sambutan), dan Mangkupelas (Mangkupalas). Penyebutan enam kampung di atas tercantum dalam manuskrip surat Salasilah Raja Kutai Kartanegara yang ditulis oleh Khatib Muhammad Tahir pada 30 Rabiul Awal 1265 H (24 Februari 1849 M).

Pada tahun 1565, terjadi migrasi Suku Banjar dari Batang Banyu ke daratan Kalimantan bagian timur. Ketika itu, rombongan Banjar dari Amuntai di bawah pimpinan Aria Manau dari Kerajaan Kuripan (Hindu) merintis berdirinya Kerajaan Sadurangas (Pasir Balengkong) di daerah Paser. Selanjutnya Suku Banjar juga menyebar di wilayah Kerajaan Kutai Kartanegara, yang di dalamnya meliputi kawasan di daerah yang sekarang disebut Samarinda.

Sejarah bermukimnya Suku Banjar di Kalimantan bagian timur pada masa otoritas Kerajaan Banjar juga dinyatakan oleh tim peneliti dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI (1976). Dituliskan: “Bermukimnya suku Banjar di daerah ini untuk pertama kali ialah pada waktu kerajaan Kutai Kertanegara tunduk di bawah kekuasaan Kerajaan Banjar.”

Inilah yang melatarbelakangi terbentuknya bahasa Banjar sebagai bahasa dominan mayoritas masyarakat Samarinda di kemudian hari, walaupun telah ada beragam suku yang datang, seperti Bugis dan Jawa.

Asal mula nama Samarinda terbentuk dari tradisi lisan masyarakat Kota Samarinda itu sendiri. Asal mula nama Samarinda dilatarbelakangi oleh posisi permukaan Sungai Mahakam yang sama rendahnya dengan pesisir di daratan kota yang membentanginya.

Dulunya, setiap air sungai mengalami pasang, maka kawasan tepian kota tersebut selalu tenggelam. Kemudian tepian Sungai Mahakam dilakukan penimbunan secara terus menerus hingga sampai saat ini bertambah 2 meter dari ketinggian semula.

Dibalik nama Samarinda, ada kisah dibaliknya. Samarinda dulunya merupakan wilayah Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura. Namun, ketika terjadi pecah perang Gowa, pasukan Belanda yang saat itu dipimpin Laksamana Speelman menyerang Makassar dari laut. Sementara Arung Palakka mendapat bantuan dari Belanda karena ingin melepaskan Bone dari penjajahan Raja Gowa yang ingin menyerang melalui daratan.

Kerajaan Gowa akhirnya dapat dikalahkan dan Raja Gowa terpaksa harus menandatangani perjanjian yang dikenal sebagai “Perjanjian Bongaja” pada 18 November 1667.

Namun, sebagian orang Bugis Wajo dari Kerajaan Gowa tidak mau tunduk dan patuh terhadap isi Perjanjian Bongaja tersebut. Mereka tetap meneruskan perjuangan dan perlawanan secara gerilya melawan Belanda. Ada pula yang mereka hijrah ke pulau-pulau lainnya, diantaranya ke daerah Kerajaan Kutai, yaitu rombongan yang dipimpin oleh La Mohang Daeng Mangkona (bergelar Pua Ado yang pertama). Rombongan ini diterima baik oleh Kesultanan Kutai.

Atas perjanjian yang disepakati bersama, rombongan tersebut diberi lokasi di sekitar kampung Melantai. Di lokasi ini, usaha pertanian, perikanan, dan perdagangan dapat dilakukan. Di sisi lain, sesuai perjanjian bahwa orang-orang Bugis Wajo harus membantu segala kepentingan Kesultanan Kutai, terutama di dalam menghadapi musuh.

Rombongan tersebut memilih daerah sekitar muara Karang Mumus (daerah Selili seberang), tetapi daerah ini menimbulkan kesulitan saat pelayaran karena daerah yang berarus putar dengan banyak kotoran sungai dan dengan latar belakang gunung-gunung (Gunung Selili).

Dalam kisah lain disebutkan, pada 1668, Sultan yang dipertuan Kerajaan Kutai memerintahkan La Mohang Daeng Mangkona bersama pengikutnya untuk membuka perkampungan di Tanah Rendah. Pembukaan perkampungan ini dimaksud Sultan Kutai, sebagai daerah pertahanan dari serangan bajak laut asal Filipina yang sering melakukan perampokan di berbagai daerah pantai wilayah Kerajaan Kutai Kartanegara.

Perkampungan tersebut oleh Sultan Kutai diberi nama Sama Rendah. Nama ini tentunya bukan asal sebut. Sama Rendah dimaksudkan agar semua penduduk, baik asli maupun pendatang, memiliki derajat yang sama, tanpa mengenal perbedaan.

Setelah Pemerintah Kolonial Belanda mematahkan perlawanan Sultan Salehuddin dari Kerajaan Kutai pada tahun 1844, gubernemen Belanda menempatkan Asisten Residen H. von De Wall ke Samarinda Kota, sesudah tempat itu dijadikan daerah yang langsung berada di bawah perintah gubernemen atau Vierkante paal tahun 1896. Selain menjadi pusat pemerintahan Kalimantan Timur, gubernemen Belanda juga menjadikan Samarinda sebagai kota pelabuhan daerah Kutai dan sekitarnya.

KOMPAS/MOHAMMAD HILMI FAIQ

Museum Kutai Muara Kaman menampilkan duplikat batu prasasti yang ditemukan di Muara Kaman, Kalimantan Timur, beberapa waktu lalu. Prasasti tersebut menjelaskan keberadaan Kerajaan Kutai Hindu yang bernama Martapura atau Martadipura.

Pada zaman NICA (1946–1949), Samarinda merangkap menjadi tiga ibu kota pemerintahan, yaitu pemerintahan keresidenan, pemerintahan Federasi Kalimantan Timur dan pemerintahan kawedanaan.

Tahun 1950, Samarinda menjadi ibu kota Karesidenan Kalimantan Timur, Provinsi Kalimantan. Kemudian pada tahun 1953, Samarinda menjadi ibu kota Daerah Istimewa Kutai berdasar UU Darurat Nomor 3 Tahun 1953.

Tahun 1957, Samarinda menjadi ibu kota Provinsi Kalimantan Timur berdasar UU 25/1956. Tahun 1959, Samarinda menjadi kotapraja berdasar UU 27/1959. Tahun 1965, Samarinda menjadi kotamadya berdasar UU 18/1965. Tahun 1999, Samarinda menjadi kota berdasar UU 22/1999.

KOMPAS/ALOYSIUS BUDI KURNIAWAN

Anak-anak bermain di depan bangunan cagar budaya Masjid Shirathal Mustaqiem yang dibangun dari kayu ulin, Selasa (12/4/2022) di Jalan Pangeran Bendahara, Kelurahan Masjid, Kecamatan Samarinda Seberang, Kota Samarinda, Kalimantan Timur. Masjid ini dibangun tahun 1881 dan diresmikan oleh Raja Kutai Kartanegara Sultan Adji Mohammad Sulaiman pada 18 Februari 1894.

Geografis

Kota Samarinda terletak di antara 0°21’81″ – 1°09’16” Lintang Selatan dan 116°15’16″ – 117°24’16” Bujur Timur. Merujuk lokasinya, Kota Samarinda dilalui oleh garis ekuator atau garis khatulistiwa yang terletak pada garis lintang 0°. Wilayahnya dikelilingi dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Kutai Kartanegara.

Dengan luas wilayah sebesar 718,23 km², Kota Samarinda merupakan wilayah terkecil ketiga di Provinsi Kalimantan Timur setelah Kota Bontang dan Kota Balikpapan. Luas wilayah Kota Samarinda hanya sebesar 0,56 persen dari luas Provinsi Kalimantan Timur. Kota ini juga dilalui oleh sungai terbesar kedua di Pulau Kalimantan, Sungai Mahakam.

Wilayah Samarinda terdiri atas daerah perkotaan dan daerah pedesaan. Bagian utara dari wilayah tersebut merupakan dataran tinggi dengan ketinggian 10 sampai 40 m. Sedangkan di bagian timur terdapat dataran tinggi sekitar 10 m yang membujur dari utara ke selatan, dipisahkan oleh Sungai Mahakam. Ketinggian mencapai puncaknya di Bukit Selili dengan ketinggian 100 meter.

Di sebelah selatan Sungai Mahakam terdapat Gunung Segiri dengan ketinggian 120 meter. Di bagian utara Sungai Mahakam dataran tinggi terus berlanjut sepanjang kurang lebih 5 kilometer dengan ketinggian antara 10–40 meter. Hamparan dataran rendah hanya terdapat di sebelah selatan, dengan ketinggian kurang-lebih dua meter dari pemukaan laut.

Kota Samarinda beriklim tropis basah, hujan sepanjang tahun. Temperatur udara antara 22°C — 32°C dengan curah hujan rata-rata per tahun 2.345 mm, sedangkan kelembaban udara rata-rata 81,4 persen. Sesuai dengan kondisi iklim di Kota Samarinda yang tergolong dalam tipe iklim tropika humida, maka jenis-jenis tanah yang terdapat di daerah ini pun tergolong ke dalam tanah yang bereaksi masam.

Kota Samarinda memiliki banyak sungai. Setidaknya ada 27 sungai yang mengalir di dalam Kota Samarinda dan tersebar di beberapa kecamatan dan kelurahan.

Hingga kini, Samarinda masih menghadapi tantangan banjir. Dari 10 kecamatan di Samarinda, hanya satu kecamatan yang bebas banjir, yaitu Kecamatan Sambutan. Berada di wilayah hilir sungai dan beberapa wilayah lebih rendah dari permukaan sungai, Samarinda memiliki tingkat risiko banjir pada level tinggi.

KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO

Ponton pengangkut batu bara dari daerah hulu menyusuri Sungai Mahakam yang membelah Kota Samarinda, Kalimantan Timur, Rabu (25/12/2019). Sungai Mahakam yang panjangnya mencapai lebih dari 900 kilometer ini memiliki peranan penting dalam kehidupan masyarakat di sekitarnya sebagai sumber air, potensi perikanan, dan prasarana transportasi.

Pemerintahan

Secara resmi, Kotamadya Samarinda lahir pada tanggal 21 Januari 1960. Pada hari itu, dilakukan penandatanganan naskah resmi serah terima dari Sultan Aji Muhammad Parikesit kepada Kapten Soedjono, wali kota pertama Kotamadya Samarinda. Soedjono kemudian menjabat sebagai wali kota selama 20 bulan.

Kapten Soedjono AJ diangkat dengan SK Mendagri tertanggal 1 Januari 1960. Disusul Gubernur Kaltim APT Pranoto yang atas nama Mendagri menerima sumpah jabatan wali kota kepala daerah kotapraja Samarinda pada 20 Januari 1960. Sehari kemudian, serah terima wilayah kotapraja Samarinda antara kepala Daerah Istimewa Kutai kepada wali kota kepala daerah kota praja Samarinda dilakukan. Kapten Soedjono dilantik sebagai wali kota pada 17 Februari 1960 oleh gubernur atas nama Menteri Dalam Negeri.

Selepas kepemimpinan Kapten Soedjono, Kota Samarinda dipimpin oleh Letnan Kolonel Ngoedio selama dua periode (1961–1967). Kemudian diteruskan oleh Muhammad Kadrie Oening yang menjadi pamong pertama dari kalangan sipil. Ia dilantik pada tanggal 8 November 1967 dan menjabat hingga tahun 1980.

Wali Kota Samarinda selanjutnya adalah Anang Hasyim (1980–1985), Letnan Kolonel Infanteri (Purnawirawan) Iswanto Rukin (1985), Abdul Waris Husain (1985–1995), Kolonel Lukman Said (1995–2000), Achmad Amins (2000–2010), Syaharie Jaang (2010–2020), dan Rusmadi Wongso (2021–2026)

Secara administratif, Kota Samarinda terdiri dari 10 kecamatan, 59 desa/kelurahan, dan 1.989 Rukun Tetangga (RT). Kesepuluh kecamatan itu adalah Samarinda Ulu, Samarinda Utara, Samarinda Ilir, Samarinda Seberang, Palaran, Sungai Kunjang, Sambutan, Samarinda Kota, Loa Janan Ilir, dan Sungai Pinang.

Untuk mendukung jalannya pemerintahan, Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang bekerja di dinas/instansi dan kecamatan di Kota Samarinda pada tahun 2020 tercatat sebanyak 7.749 pegawai. Dari jumlah itu, pegawai perempuan sebanyak 4.387 orang sedangkan pegawai laki-laki sebanyak 3.362 orang.

Berdasarkan golongan, sebanyak 4.096 (52,86 persen) pegawai merupakan pegawai golongan III, terdiri dari 2.465 pegawai perempuan dan 1.631 pegawai laki-laki. Sedangkan dari tingkat pendidikan, PNS di Kota Samarinda didominasi oleh lulusan S1 ke atas (58,68 persen), diikuti lulusan SMA/sederajat (22,03 persen).

KOMPAS/LUKAS ADI PRASETYA

Warga menyampaikan hak pilihnya dalam Pilkada Kalimantan Timur 2013, Selasa (10/9/2013), Nampak suasana di TPS 29 Sungai Pinang Dalam, Kota Samarinda. Pilkada Kaltim diikuti tiga pasangan calon.

Politik

Peta perpolitikan di Kota Samarinda dalam tiga pemilihan umum (pemilu) legislatif menunjukkan dinamisnya pilihan rakyat terhadap partai politik.

Pada Pemilu 2009, PDI Perjuangan berhasil meraih kursi terbanyak dengan delapan kursi. Disusul Demokrat dan PKS yang sama-sama meraih enam kursi, PAN lima kursi, Golkar dan Partai Patriot empat kursi, Hanura dan PPP tiga kursi, PBR, dan Pelopor sama-sama memperoleh dua kursi, serta Gerindra, PDK, dan PKB masing-masing meraih satu kursi.

Lima tahun kemudian, pada Pemilu 2014, ada sembilan partai politik yang berhasil menempatkan kadernya di DPRD Kota Samarinda. Dari 45 kursi yang tersedia, giliran Partai Golkar yang berhasil menempatkan dirinya sebagai parpol peraih kursi terbanyak dengan sembilan kursi. Disusul PDI-P meraih delapan kursi, Demokrat enam kursi, Gerindra lima kursi, Nasdem dan Partai Patriot sama-sama meraih empat kursi. Kemudian PKS, PAN, dan Hanura masing-masing meraih tiga kursi.

Pada Pemilu Legislatif 2019, PDI-P dan Gerindra sama-sama meraih kursi terbanyak, masing-masing delapan kursi. Di urutan berikutnya, Golkar, PKS, dan Demokrat masing-masing meraih lima kursi. Kemudian Nasdem dan PAN sama-sama mendapatkan empat kursi, PKB tiga kursi, PPP dua kursi, dan Hanura satu kursi.

KOMPAS/TRY HARIJONO

Usia lanjut tidak menghalangi warga suku Dayak di Desa Pampang, Samarinda, Kalimantan Timur, ini untuk memberikan suara dalam pemilu, Senin (5/4/2004).

Kependudukan

Kota Samarinda dihuni oleh 827.994 jiwa menurut hasil Sensus Penduduk tahun 2020. Dari jumlah itu, 422.624 jiwa penduduk laki-laki dan 405.370 jiwa penduduk perempuan. Angka rasio jenis kelamin Kota Samarinda sebesar 104,26, yang artinya terdapat 104 penduduk laki-laki di setiap 100 penduduk perempuan.

Laju pertumbuhan penduduk di Kota Samarinda antara tahun 2020–2021 adalah 0,04 persen sehingga diperkirakan jumlah penduduk pada tahun 2021 mencapai sekitar 831.460 jiwa. Sementara itu, kepadatan penduduk Kota Samarinda pada tahun 2020 adalah 1.153 jiwa per kilometer persegi.

Kota Samarinda masih dalam masa bonus demografi karena 70,91 persen penduduknya masih berada di usia produktif (15–64 tahun). Persentase penduduk lansia (65 tahun keatas) sebesar 3,57 persen.

Penduduk terbanyak berada di Kecamatan Sungai Kunjang, yaitu sebanyak 16,13 persen atau lebih dari 133,54 ribu jiwa tinggal dengan kepadatan sebesar 3.103 jiwa/km2. Kecamatan Samarinda Kota merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk paling sedikit, yakni sebesar 31,72 ribu jiwa (3,83 persen) dengan kepadatan 2.852 jiwa/km2.

Di sisi tenaga kerja, penduduk Kota Samarinda lebih banyak bekerja di sektor formal. Menurut data BPS, tercatat sebesar 60,65 persen tenaga kerja yang bekerja di sektor formal dan sisanya 39,35 persen bekerja di sektor informal.

Berdasarkan status pekerjaan, pada tahun 2020 lebih dari separuh tenaga kerja (57,30 persen) merupakan buruh/karyawan/pegawai. Proporsi terbesar kedua, yakni tenaga kerja dengan status berusaha sendiri sebesar 20,16 persen

Kota Samarinda dihuni oleh berbagai macam suku bangsa. Penduduk asli berasal dari suku Banjar, suku Bugis Wajo, dan suku Dayak. Selanjutnya berbagai macam suku mulai berdatangan dan menetap di Kota Samarinda di antaranya adalah suku Banjar, suku Paser, suku Jawa, suku Madura, suku Nusa Tenggara, suku Dayak, Etnis Tionghoa, dan lain-lain.

Mayoritas penduduk Samarinda menganut agama Islam (91,36 persen). Disusul penduduk yang menganut agama Kristen Protestan sebesar 5,6 persen, Katolik 2,47 persen, Budha 0,97 persen, Hindu 0,1 persen, Konghucu 0,03 persen, serta penganut aliran kepercayaan sebesar 0,01 persen.

KOMPAS/SUCIPTO

Para penari perempuan menari dengan anggun di hadapan penonton di lamin adat pamung tawai, rumah adat suku dayak kenyah di Kelurahan Pampang, Kecamatan Samarinda Utara, Samarinda, Kalimantan Timur, Minggu (29/10/2019).

Indeks Pembangunan Manusia
80,76 (2021)

Angka Harapan Hidup 
74,54 tahun (2021)

Harapan Lama Sekolah 
15,09 tahun (2021)

Rata-rata Lama Sekolah 
10,49 tahun (2021)

Pengeluaran per Kapita 
Rp14,58 juta (2021)

Tingkat Pengangguran Terbuka
8,16 persen (2021)

Tingkat Kemiskinan
4,99 persen (2021)

Kesejahteraan

Pembangunan manusia Kota Samarinda meningkat dari waktu ke waktu. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Samarinda pada tahun 2021 tercatat sebesar 80,76. Pencapaian IPM itu masuk kategori “sangat tinggi”.

Sepanjang tahun 2015–2017, IPM Kota Samarinda menempati posisi kedua setelah Kota Bontang. Namun pada tahun 2018–2021, IPM Kota Samarinda merupakan yang tertinggi se-Kalimantan Timur.

Dari komponen pembentuknya, angka harapan hidup tercatat selama 74,54 tahun, harapan lama sekolah selama 14,82 tahun, rata-rata lama sekolah selama 10,96 tahun, dan pengeluaran per kapita sebesar Rp13,78 juta.

Pada tahun 2021, tingkat pengangguran terbuka (TPT) Kota Samarinda sebesar 8,16 persen. TPT Samarinda tersebut tertinggi ketiga di Kalimantan Timur setelah Bontang dan Balikpapan. Berdasarkan tingkat pendidikan yang ditamatkan, persentase penduduk yang mengganggur paling tinggi pada penduduk dengan ijazah SMA/Sederajat.

Sementara itu, angka kemiskinan pada tahun 2021 tercatat sebesar 4,99 persen, meningkat jika dibandingkan tahun 2020 sebesar 4,76 persen. Pada tahun 2021, persentase kemiskinan di Samarinda menempati posisi terendah ketiga setelah Kota Balikpapan dan Kota Bontang.

KOMPAS/HARRY SUSILO

Petani memanen kacang tanah di lahan yang berdekatan dengan tambang batubara, seperti terlihat di Kelurahan Makroman, Kecamatan Sambutan, Kota Samarinda, Kalimantan Timur, Minggu (18/11/2018). Sebagian petani di wilayah ini terpaksa beralih dari menanam padi menjadi kacang tanah dan cabai karena sawah mereka tercemar limbah tambang batubara. Selain itu, sumber air untuk pertanian juga banyak yang hilang akibat aktivitas tambang.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) 
Rp451,84 miliar (2020)

Dana Perimbangan 
Rp2,28 triliun (2020)

Pendapatan Lain-lain 
Rp69,69 miliar  (2020)

Pertumbuhan Ekonomi
2,76 persen (2021)

PDRB Harga Berlaku
Rp71,15 triliun (2021)

PDRB per kapita
Rp85,58 juta/tahun (2021)

Ekonomi

Besaran Produk domestik regional bruto (PDRB) Kota Samarinda pada 2021 mencapai Rp71,15 triliun. Dari total PDRB tersebut, tiga sektor, yaitu konstruksi, perdagangan, serta pertambangan dan penggalian, mendominasi aktivitas ekonomi. Ketiga sektor itu mencakup hampir 50 persen dari struktur perekonomian regional.

Sektor lain yang cukup berkontribusi terhadap PDRB Kota Samarinda adalah industri pengolahan (7,47 persen), transportasi dan pergudangan (7,40 persen), serta jasa keuangan dan asuransi (7,32 persen)

Sektor konstruksi masih menjadi penggerak utama perekonomian di Kota Samarinda. Sektor ini menyumbang 20,75 persen dari total PDRB Samarinda dan menyerap tenaga kerja sebesar 7,49 persen dari total tenaga kerja di Samarinda.

Sektor perdagangan selalu menyumbang lebih dari 15 persen dan menempati peringkat ke dua dalam perekonomian di Samarinda. Pada tahun 2021, kontribusi sektor ini mencapai 16,62 persen. Sektor perdagangan juga merupakan lapangan usaha yang paling banyak menyerap tenaga kerja, yakni 35,69 persen dari tenaga kerja di Samarinda.

Perkembangan usaha perdagangan di wilayah Kota Samarinda juga ditunjukkan oleh banyaknya penerbitan izin usaha. Sepanjang tahun 2020, izin usaha perdagangan yang diterbitkan oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Samarinda sebanyak 14.755 izin usaha.

Di ibu kota Kalimantan Timur ini, terdapat banyak pusat perbelanjaan dan hiburan, misalnya mal berskala nasional seperti Samarinda Central. Ada pula Plaza Mulia, Mall Lembuswana dan Samarinda Square, yang disebut-sebut sebagai pusat perbelanjaan serta pertokoan terlengkap.

Sektor pertambangan juga masih menjadi salah satu sektor penting di Kota Samarinda. Dari tahun 2013 hingga 2021, peranan sektor pertambangan dalam perekonomian Kota Samarinda selalu berada di posisi tiga terbesar. Pada tahun 2021, sektor pertambangan dan penggalian menyumbang sebesar 12,51 persen terhadap PDRB Kota Samarinda.

Geliat industri, perdagangan, dan pertambangan membuat perekonomian Kota Samarinda ini tumbuh di atas pertumbuhan ekonomi Provinsi Kaltim. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2021, laju perekonomian Kota Samarinda naik ke angka 2,67 persen di atas pertumbuhan ekonomi Kaltim yang sebesar 2,48 persen.

KOMPAS/PRIYOMBODO

Foto udara ruas jalan tol Balikpapan-Samarinda di gerbang tol Samboja, Sungai Merdeka, Samboja, Kabupaten Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur, Selasa (9/3/2021). Ruas tol yang telah beroperasi penuh sejak tahun 2020 ini nantinya menjadi infrastruktur pendukung bagi rencana pembangunan ibu kota negara baru di Kalimantan Timur.

Di sisi keuangan daerah, realisasi pendapatan daerah Kota Samarinda pada tahun 2020 tercatat sebesar Rp2,81 triliun. Proporsi terbesar masih bersumber dari pendapatan transfer sebesar 81,44 persen. Sedangkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) menyumbang sebesar 16,08 persen terhadap pendapatan daerah Kota Samarinda. Sedangkan lain-lain pendapatan yang sah sebesar 2,48 persen.

Di sektor pariwisata, Kota Samarinda memiliki beragam tempat wisata. Beberapa destinasi wisata adalah air terjun Tanah Merah, air terjun Berambai, Kebun raya Unmul Samarinda, Taman Tepian Mahakam, dan Desa Budaya Pampang atraksi budaya suku Dayak Kenyah.

BPS Kota Samarinda mencatat pada tahun 2020 di Kota Samarinda terdapat 87 fasilitas akomodasi yang terbagi ke dalam 16 hotel berbintang dan 71 hotel/ penginapan non bintang. Total seluruh kamar yang dimiliki, yaitu 3.213 kamar dengan 4.727 tempat tidur.

Adapun jumlah wisatawan yang berkunjung setiap bulan ke Kota Samarinda tahun 2020 berfluktuasi dan masih didominasi oleh wisatawan domestik. Jumlah kunjungan wisatawan tertinggi terjadi pada bulan Juni mencapai 63.674 orang dan paling rendah pada bulan April, yaitu 1.050 orang.

KOMPAS/IWAN SETIYAWAN

Satwa Koleksi Kebun Raya Samarinda – Seekor orangutan bermain di kandangnya di Kebun Raya Samarindda di luar Kota Samarinda, Kalimantan Timur, Kamis (3/10/2013). Kebun yang awalnya merupakan kebun dan laboratorium penelitian Universitas Mulawarman kini dikembangkan menjadi tempat wisata alam. Beberapa koleksi satwa yang ada merupakan satwa sitaan yang sebelumnya menjadi piaraan warga.

Referensi

Arsip Berita Kompas
  • “Hari Jadi Kota Samarinda”, Kompas, 14 September 1987, hlm. 09
  • “Kota Samarinda *Otonomi Daerah”, Kompas, 26 Oktober 2002, hlm. 08
  • “Mengubah Kampung Besar, Mengejar PAD *Otonomi Daerah”, Kompas, 26 Oktober 2002, hlm. 08
  • “Kota Samarinda: Ruang Publik Mulai Tumbuh * Indeks Kota Cerdas Indonesia 2015”, Kompas, 05 Juni 2015, hlm. 22
  • “Strategi Pemerintahan: Memperindah Wajah Kota * Indeks Kota Cerdas Indonesia 2015”, Kompas, 05 Juni 2015, hlm. 22
  • “Kini dan Nanti, Problema Kota Penyangga Ibu Kota Negara”, Kompas, 06 April 2021, hlm. B
Buku dan Jurnal
  • Zaenuddin, HM. 2013. Asal-Usul Kota-Kota di Indonesia Tempo Doeloe. Jakarta: Change
  • Ars, Moh. Nur, Yunus Rasyid, dan Hasyim Achmad. 1986. Sejarah Kota Samarinda. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional
Aturan Pendukung
  • UU Darurat No. 3 Tahun 1953 tentang Pembentukan (Resmi) Daerah Otonom Kabupaten/Daerah Istimewa Tingkat Kabupaten dan Kota Besar dalam Lingkungan Propinsi Kalimantan
  • UU 25/1956 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Otonom Propisi Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur
  • UU 27/1959 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 3 Tahun 1953 tentang Perpanjangan Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan
  • UU 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah
  • UU 32/2004 tentang Pemerintah Daerah

Editor
Topan Yuniarto