Daerah

Provinsi Banten: Aglomerasi Perekonomian di Tanah Jawara

Berada di ujung barat Pulau Jawa, Provinsi Banten memiliki posisi strategis dari segi jalur perdagangan dan wilayah pendukung ibu kota. Tak hanya penghubung utama jalur perdagangan Sumatera-Jawa, provinsi ini juga menjadi lokasi aglomerasi perekonomian dan dekat dengan Ibu Kota Jakarta.

Fakta Singkat

Ibukota
Kota Serang

Berdiri
4 Oktober 2000

Dasar Hukum
Undang-Undang No.23/2000

Luas Wilayah
9.662,92 km2

Jumlah Penduduk
12.251.985 (2022)

Kepala Daerah
Penjabat Gubernur Al Muktabar

Instansti terkait
Pemerintah Provinsi Banten

Provinsi Banten resmi dibentuk menjadi provinsi ke-30 sejak tahun 2000 melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000. Jauh sebelumnya, Banten merupakan suatu keresidenan yang menjadi bagian dari Provinsi Jawa Barat. Pusat pemerintahannya berada di Kota Serang.

Luas wilayah Banten terhitung kecil dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia. Dengan luas 9.662,92 kilometer persegi atau sekitar 0,51 persen dari luas daratan Indonesia, Banten adalah provinsi terkecil kelima di Indonesia setelah Kepulauan Riau (0,43 persen), Bali (0,30 persen), DI Yogyakarta (0,16 persen), dan DKI Jakarta (0,03 persen). Populasi penduduknya mencapai 12,25 juta jiwa pada 2022.

Banten saat ini menjadi salah satu kawasan pariwisata dan industri andalan di Indonesia. Sektor pariwisata dan industri itu tersebar di wilayah Serang, Pandeglang, Cilegon, dan Tangerang.

Selain itu, di Banten terdapat pabrik baja terbesar, yaitu Krakatau Steel yang berdiri sejak tahun 1966 di Kota Cilegon yang menjadi cikal bakal pertumbuhan industri baru serta perkembangan pelabuhan di Banten.

Dengan berkembangnya pertumbuhan industri, Banten menjadi wilayah dengan perekonomian daerah yang maju. Tak hanya itu, infrastruktur pendukung yang memadai juga menjadikan Banten sebagai tujuan utama investasi dalam negeri.

Provinsi berpenduduk 12,25 juta jiwa ini dikenal pula dengan julukan sebagai Tanah Jawara. Banten adalah gudangnya jawara atau pendekar yang jago ilmu bela diri. Kemunculan jawara sudah ada sejak abad ke-19 Masehi. Peran para jawara mulai diakui saat masa akhir keruntuhan Kesultanan Banten.

KOMPAS/SUSI IVVATY

Peninggalan bangunan di bekas Keraton Kaibon di Desa Kasunyatan, Kecamatan Kasemen, Kabupaten Serang. Keraton ini dihancurkan oleh Pemerintah Hindia-Belanda pada tahun 1832.

Sejarah pembentukan

Dua hari setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, Pemerintah Republik Indonesia di Jakarta berhasil menetapkan 12 kementerian. Pada hari yang sama, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) membentuk delapan provinsi yang dikepalai seorang gubernur. Provinsi membawahi keresidenan yang dikepalai seorang residen. Banten termasuk keresidenan Provinsi Jawa Barat. Keresidenan Banten meliputi tiga kabupaten, yaitu Serang, Lebak, dan Pandeglang.

Belanda masih belum mengakui kemerdekaan Indonesia hingga tahun 1949. Pada 17 Desember 1949 melalui diplomasi meja bundar, titik temu dapat terwujud. Salah satu hasilnya adalah Republik Indonesia Serikat (RIS), dan Banten masuk dalam negara Pasundan.

Pada April 1950 muncul kesepakatan semua bekas negara RIS kembali bergabung dalam Republik Indonesia. Ini merupakan titik awal terbentuknya Provinsi Jawa Barat yang membawahi Banten, berdasarkan Undang-Undang No.11 Tahun 1950. Provinsi Jawa Barat meliputi lima keresidenan, yaitu Jakarta, Bogor, Banten, Priangan, dan Cirebon.

Dinamika politik nasional pada 1950–1960 mempengaruhi dinamika tata daerah di Banten. Muncul keinginan di kalangan elite masyarakat Banten untuk menjadikan Banten sebagai provinsi sendiri. Dalam buku Banten dalam Pergumulan Sejarah: Sultan, Ulama, Jawara karya Nina H. Lubis, dikisahkan perjuangan rakyat Banten tersebut telah berlangsung sejak tahun 1953, saat Aceh dan Yogyakarta mendapat status daerah istimewa.

Masyarakat Banten saat itu beranggapan, status istimewa patut diberikan kepada mereka karena rakyat Banten tak pernah menyerah kepada Belanda, pernah berdiri sendiri saat diblokade Belanda, dan pernah mengeluarkan mata uang sendiri pada tahun 1949. Namun, keinginan mereka tak pernah mendapat tanggapan serius dari pemerintah.

Tahun 1963, untuk pertama kalinya dibentuk panitia Pembentukan Provinsi Banten (PPB). Panitia ini menghadap Menteri Dalam Negeri dan mengajukan permohonan agar daerahnya menjadi provinsi. Pada 25 Oktober 1970, diselenggarakan Sidang Pleno Musyawarah Besar Banten yang mengesahkan Presidium Panitia Pusat Provinsi Banten.

Namun, perjuangan untuk membentuk Provinsi Banten dan terpisah dari Jawa Barat tidak mudah dan cepat. Selama masa Orde Baru, harapan tersebut belum terwujud.

Memasuki masa reformasi, perjuangan masyarakat Banten untuk menjadi provinsi muncul kembali. Pada 18 Juli 1999, perjuangan itu ditandai dengan Deklarasi Rakyat Banten di Alun-alun Serang. Disusul kemudian dengan penyusunan Pedoman Dasar serta Rencana Kerja dan Rekomendasi Komite Pembentukan Provinsi Banten oleh Badan Pekerja Komite Panitia Provinsi Banten.

Perjuangan itu akhirnya memberikan hasil ketika pada 4 Oktober 2000, melalui rapat paripurna, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pembentukan Provinsi Banten menjadi UU Nomor 23 Tahun 2000.

Undang-undang itu ditandatangani pada 17 Oktober 2000 oleh Presiden Abdurrahman Wahid. Sebulan setelah itu, tepatnya 18 November 2000, Provinsi Banten diresmikan menjadi provinsi ke-30 di Indonesia.

Peresmian ini ditandai pula dengan pelantikan pejabat gubernur Hakamudin Djamal. Baru pada 11 Januari 2002, Banten memiliki gubernur dan wakil gubernur. Saat itu, Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno melantik Djoko Munandar menjadi gubernur dan Ratu Atut Chosiyah menjadi wakil gubernur.

Geografis

Provinsi Banten terletak di ujung barat Pulau Jawa. Di sebelah utara, wilayah Banten berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah barat dengan Selat Sunda, dan di bagian selatan berbatasan dengan Samudera Hindia. Letak astronomisnya antara 105º1’11” — 106º7’12” BT dan 5º7’50” — 7º1’1″ LS.

Kondisi topografi wilayah Banten umumnya dataran rendah, dengan ketinggian antara 0–200 mdpl yang terletak di daerah Kota Cilegon, Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Kabupaten Pandeglang, dan sebagian besar wilayah Kabupaten Serang.

Daerah Lebak Tengah, sebagian kecil Kabupaten Serang, dan Kabupaten Pandeglang memiliki ketinggian berkisar 201–2.000 mdpl. Sedangkan daerah Lebak Timur memiliki ketinggian 501–2.000 mdpl yang terdapat di sekitar puncak Gunung Sanggabuana dan Gunung Halimun.

Secara geografis, Banten merupakan jalur pertemuan perdagangan dari timur Indonesia dengan daerah Sumatera. Banten memiliki jalur laut internasional yang potensial di Selat Sunda yang merupakan jalur yang dapat dilalui kapal laut besar yang menghubungkan Samudera Hindia dan Asia Timur. Daerah ini juga pintu gerbang masuk Indonesia lewat udara.

Pemerintahan

Provinsi Banten berdiri berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000. Provinsi Banten terdiri dari 4 kota, 4 kabupaten, 154 kecamatan, 262 kelurahan dan 1.273 desa. Secara administratif, terbagi atas 4 Kabupaten dan 4 Kota, yaitu Kabupaten Serang, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Tangerang, Kota Serang, Kota Tangerang Selatan, Kota Tangerang, dan Kota Cilegon.

Sejak awal berdiri hingga saat ini, Provinsi Banten dipimpin oleh beberapa gubernur, penjabat gubernur, dan pelaksana tugas gubernur. Tercatat Hakamudin Djamal merupakan pelaksana tugas Gubernur Provinsi Banten pertama yang menjabat. Hakamudin menjabat antara 2000–2002.

Djoko Munandar merupakan Gubernur Banten terpilih pertama melalui Pilgub, berpasangan dengan Ratu Atut Chosiyah. Masa jabatan Djoko Munandar cukup singkat karena terjerat dugaan korupsi Anggaran.

Ratu Atut Chosiyah adalah gubernur wanita pertama yang naik menggantikan Djoko Munandar, setelah sebelumnya menjabat sebagai wakil bupati Banten. Ia kemudian kembali terpilih melalui jalur Pilkada, berpasangan dengan wakilnya Rano Karno.

Pada 2013, Ratu Atut menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi alat kesehatan dan Pilkada Lebak. Ia dinonaktifkan pada 13 Mei 2014, terkait kasus dugaan suap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar terkait penanganan sengketa Pilkada Lebak, Banten.

Rano Karno lalu resmi dilantik sebagai Gubernur Banten oleh Presiden Joko Widodo, di Istana Negara menggantikan Ratu Atut Chosiyah pada 2015. Rano Karno menjabat hingga masa jabatan gubernur yang dipilih melalui jalur Pilkada 2012 itu habis, atau hanya 2 tahun sampai 2017. Wahidin Halim terpilih menggantikan Rano Karno pada Pilkada 2017 dan menjabat hingga 2022.

Selain penjabat gubernur dan gubernur, ada tiga nama yang pernah menjabat sebagai pelaksana tugas gubernur, yaitu Ratu Atut Chosiyah (20 Oktober 2005 — 11 Januari 2007), Rano Karno (9 Mei 2014 — 12 Agustus 2015), dan Nata Irawan (26 Oktober 2016 — 12 Mei 2017).

Sejak 12 Mei 2022, Banten dipimpin oleh Penjabat Gubernur Al Muktabar. Ia dilantik oleh Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Jenderal (Purn) Muhamad Tito Karnavian atas nama Presiden Joko Widodo di Gedung Sasana Bhakti Praja Kemendagri Jl. Merdeka Utara No.7, Jakarta Pusat, Kamis (12/5/2022).

Pelantikan ini seiring dengan habisnya masa jabatan Gubernur Banten Wahidin Halim dan Wakil Gubernur Andika Hazrumy pada 12 Mei 2022. Penjabat Gubernur menjadi pemimpin daerah sementara sampai dilantiknya Kepala Daerah definitif hasil Pilkada Serentak yang akan digelar pada 27 November 2024 nanti.

Politik

Sejak mandiri sebagai provinsi tahun 2000, Provinsi Banten telah melaksanakan empat kali pemilihan umum atau pemilu, yakni Pemilu 2004, Pemilu 2009, Pemilu 2014, dan Pemilu 2019. Selama empat kali pemilu, peta politik di Banten berlangsung secara dinamis.

Pada Pemilu 2004, Partai Golkar menjadi pemenang pemilu legislatif di Banten. Suara yang berhasil diraih sebesar 21,52 persen dari suara sah parpol 4.381.788 suara. Seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Banten dikuasai oleh partai berlambang beringin ini.

Adapun PDI Perjuangan berada di urutan kedua dan meraih 14,04 persen suara. Disusul kemudian partai lainnya, yaitu PKS (11,87 persen), PPP (10,36 persen), Demokrat (8,73 persen), PAN (5,42 persen), PKB (4,33 persen), PBR (4,16 persen), PBB (3,44 persen), dan PKPB (2,84 persen).

Lima tahun berselang, pada Pemilu 2009, peta politik di Banten berubah. Partai Demokrat meraih kemenangan dengan jumlah suara 22,7 persen, disusul kemudian oleh Golkar yang meraih 14,4 persen dan PKS 11,1 persen.

Pada Pemilu 2014, PDI Perjuangan menggeser partai Demokrat sebagai pemenang pileg. Partai Banteng Moncong Putih itu meraih 815.517 suara atau 16,84 persen. Dengan perolehan suara tersebut, PDIP memperoleh 4 kursi di DPR RI pada periode 2014-2019.

Adapun Golkar memperoleh 650.492 suara atau 13,43 persen suara dan mendapatkan jatah 3 kursi di DPR. Di tempat ketiga perolehan suara terbanyak di Banten ditempati oleh Gerindra dengan perolehan suara 641.510 atau sekitar 13,25 persen. Parpol ini mendapatkan jatah 3 kursi DPR RI.

Pada Pemilu 2019, PDI Perjuangan kembali unggul dengan perolehan suara 914.749 atau 15,7 persen. Menyusul setelahnya, Gerindra dengan perolehan 876.588 suara (15,1 persen). Di urutan ketiga, Golkar mendapat 683.558 suara (11,8 persen). Posisi keempat hingga terakhir secara berurutan yaitu, PKS, PKB, PAN, Demokrat, PPP, Nasdem, Berkarya, Perindo, PSI, Hanura, PBB, Garuda, dan PKPI.

Kependudukan

Populasi penduduk Banten 12,25 juta pada 2022 dan terbanyak kelima di Indonesia, setelah Jawa Barat (49,45 juta), Jawa Timur (41,15), Jawa Tengah (37,03 juta) dan Sumatera Utara (15,11 juta). Dibanding empat provinsi tersebut, tingkat pertumbuhan penduduk Banten termasuk tertinggi di Indonesia. Akibatnya, proporsi penduduk Banten terhadap total penduduk Indonesia meningkat dari 4,48 persen pada tahun 2000 menjadi 4,82 persen pada tahun 2019.

Migrasi menjadi salah satu penyebabnya. Sebagian wilayah Banten, yaitu Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan menjadi daerah tujuan migrasi utama di Indonesia, akibat perannya sebagai daerah hinterland bagi DKI Jakarta.

Selain itu, Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang juga merupakan daerah konsentrasi spasial industri pengolahan padat tenaga kerja, sehingga turut memperkuat daya tariknya sebagai daerah tujuan migrasi. Karena itu, penduduk ketiga daerah ini pada tahun 2019 tumbuh pesat, yakni masing-masing mencapai 2,04 persen, 2,93 persen dan 3,04 persen.

Menurut wilayah administrasi, sekitar 7,8 juta orang atau 60,2 persen dari total penduduk Banten terkonsentrasi di wilayah Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang dan Kota Tangerang Selatan yang merupakan daerah tujuan migrasi utama. Kondisi ini berakibat kepada munculnya perbedaan tingkat kepadatan penduduk antarkabupaten atau kota.

Kesejahteraan

Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
73,32 (2022)

Umur Harapan Hidup
70,39 (2022)

Harapan Lama Sekolah 
13,05 tahun (2022)

Rata-rata Lama Sekolah 
9,13 tahun (2022)

Pengeluaran per Kapita
Rp 12,22 juta

Tingkat Pengangguran Terbuka
7,97 persen (Februari 2023)

Penduduk Miskin 
6,17 persen (Maret 2023)

Rasio Gini
0,368 (Maret 2023)

Indeks Pembangunan manusia di Banten mengalami kemajuan dari tahun ke tahun. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Banten tahun 2022 telah mencapai 73,32, atau meningkat 0,60 poin dibandingkan tahun lalu yang sebesar 72,72. Status IPM Banten pada 2022 tersebut termasuk kategori tinggi.

Meningkatnya capaian pembangunan manusia Banten tersebut didorong oleh naiknya kinerja semua dimensi dasar kebutuhan manusia. Umur Harapan Hidup tercatat selama 70,39 tahun.

Di dimensi pendidikan, Harapan Lama Sekolah (HLS) meningkat dari 12,35 tahun (2015) menjadi 13,05 tahun (2022). Dengan kata lain, rata-rata penduduk di Provinsi Banten saat ini belum dapat menyelesaikan jenjang pendidikan SMP.

Rata-Rata Lama Sekolah (RLS) dalam 8 tahun terakhir meningkat dari 8,19 tahun (2014) menjadi 8,93 tahun (2022). Sementara itu, Pengeluaran per Kapita tercatat sebesar Rp 12,22 juta pada tahun 2022.

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Februari 2023 sebesar 7,97 persen, turun sebesar 0,56 persen poin dibandingkan dengan Februari 2022.

Pada Februari 2023, TPT laki-laki sebesar 7,70 persen, lebih rendah dibanding TPT perempuan yang sebesar 8,43 persen. TPT laki-laki dan perempuan mengalami penurunan masing-masing sebesar 0,49 persen poin dan 0,72 persen poin jika dibandingkan Februari 2022.

Penyumbang TPT terbesar dilihat dari tingkat pendidikan berasal dari lulusan SMA sebanyak 12,63 persen. Disusul kemudian lulusan SMK sebanyak 10,62 persen, dan lulusan Diploma sebesar 8,76 persen.

Jumlah penduduk miskin di Banten pada Maret 2023 sebesar 6,17 persen atau 826,13 ribu orang, menurun 3,53 ribu orang terhadap September 2022.

Persentase penduduk miskin perkotaan pada September 2022 sebesar 5,89 persen, naik menjadi 6,00 persen pada Maret 2023. Sementara persentase penduduk miskin perdesaan pada September 2022 sebesar 7,29 persen, turun menjadi 6,79 persen pada Maret 2023.

Pada Maret 2023, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Provinsi Banten yang diukur oleh Rasio Gini adalah sebesar 0,368. Angka ini menurun 0,009 poin dibandingkan Rasio Gini September 2022 dan meningkat terhadap Gini Rasio Maret 2022 sebesar 0,001.

Rasio Gini di daerah perkotaan pada Maret 2023 tercatat sebesar 0,372, turun dibanding Gini Ratio September 2022 yang sebesar 0,384 dan naik dibanding Rasio Gini Maret 2022 yang sebesar 0,367.

Ekonomi

Pendapatan Asli Daerah (PAD) 
Rp 8,20 triliun (2022)

Dana Perimbangan
Rp 2,99 triliun (2022)

Pendapatan Lain yang Sah
Rp 32,14 miliar (2022)

Pertumbuhan Ekonomi
5,03 persen (2022)

Total PDRB (ADHB)
Rp 747,25 triliun

PDRB per Kapita
Rp 60,99 juta/tahun (2022)

Inflasi
5,08 persen (2022)

Nilai ekspor
14,09 miliar dolar AS (2022)

Nilai impor
18,16 miliar dolar AS (2022)

Sejak otonom 23 tahun lalu,  Provinsi Banten tumbuh pesat. Salah satunya tampak dari laju pertumbuhan ekonomi yang berada dalam rentang antara 4 hingga 6 persen.

Tahun 2022 pertumbuhan ekonomi Banten mencapai 5,03 persen. Angka pertumbuhan tersebut berada di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional, 5,02 persen. Tahun sebelumnya 2021, pertumbuhan ekonomi Banten mencapai 4,49 persen.

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Banten pada 2022 tercatat senilai Rp 747,25 triliun, meningkat dari posisi 2021 sebesar Rp 665,89 triliun. Adapun PDRB per kapita Provinsi Banten pada 2022 mencapai Rp 60,99 juta, meningkat jika dibandingkan tahun 2021 sebesar Rp 55,21 juta.

Perputaran roda ekonomi di Provinsi Banten terbesar didukung oleh sektor industri. Hal itu tampak dari lima besar sektor penopang PDRB Provinsi Banten pada 2022, yaitu industri pengolahan (30,47 persen), perdagangan besar dan eceran, dan reparasi mobil dan sepeda motor (12,21 persen), konstruksi (12,21 persen), transportasi dan pergudangan (9,52 persen), dan real estate (8,07 persen).

Banten memiliki 21 kawasan industri dengan produk manufaktur unggulan, yaitu baja, petrokimia, alas kaki, elektronik, semen, dan makanan. Berjalannya industri di Provinsi Banten didukung oleh keberadaan beberapa pusat perdagangan tradisional dan modern, serta infrastruktur jalur transportasi seperti Bandara Internasional Soekarno Hatta, Pelabuhan Merak, dan Jalan Tol Jakarta-Merak.

Aktivitas ekonomi lebih dominan terjadi di wilayah kabupaten dan kota yang terletak di wilayah utara yang dipicu oleh perkembangan industri. Aktivitas ekonomi modern hanya terjadi di wilayah utara terutama di Kota Cilegon, Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang. Sedangkan di wilayah selatan masih berpusat pada kegiatan ekonomi sektor primer pertanian dan pertambangan.