Kronologi | Hari Film Nasional

Jejak Sutradara Terbaik Indonesia

Sejarah mencatat sutradara Indonesia tidak kalah dalam pembuatan film, mereka mendapat apresiasi atas karya filmnya berupa penghargaan dari dalam dan luar negeri.

Slamet Rahardjo Djarot, sutradara. Film Kembang Kertas, meraih gelar film terbaik pilihan dewan juri Festival Film Indonesia (FFI) 85 di Bandung (10/8/1985). Selain film terbaik, film ini juga memenangkan empat Citra lainnya untuk editing (B Beny MS), skenario (Putu Wijaya), Sutradara (Slamet Rahardjo), tata suara (Zakaria Rasyid).

Dalam industri film Indonesia, Usmar Ismail adalah sutradara pertama yang memproduksi film Indonesia dengan semua kru orang Indonesia lewat film Darah dan Doa pada tahun 1950 melalui Perfini (Perusahaan Filn Nasional Indonesia). Tahun tersebut menjadi tonggak penting sejarah perfilman Indonesia, karena sebelumnya pembuatan film lebih banyak di dominasi oleh warga negara asing yang ada di Indonesia.

Hingga tahun 60-an hingga 70-an, sutradara Indonesia terbagi atas dua kubu. Yang pertama sutradara yang memandang film sebagai hasil karya seni dan harus memiliki nilai artistik, sehingga sutradara jenis ini bisa melahirkan film yang berkualitas dan komersial. Sedangkan sutradara jenis kedua adalah sutradara yang mengutamakan unsur komersial, dan cenderung membuat film berdasarkan kehendak produser yang menginginkan film sesuai dengan keinginan pasar. Usmar Ismail, Teguh Karya, Sjumandjaja, Arifin C Noer, dan Slamet Rahardjo adalah sutradara yang memproduksi film berkualitas dan juga komersial. Beberapa dari mereka mendapat apresiasi sebagai sutradara terbaik dalam Festival Film Indonesia yang mulai diselenggarakan sejak tahun 1955.

Pada masa sebelum reformasi, sesuai dengan peraturan Departemen Penerangan, untuk menjadi sutradara, seseorang harus lebih dulu menjadi penulis naskah, kemudian pencatat adegan, lalu asisten sutradara 4 kali, baru bisa menjadi sutradara. Peraturan ini menjadi hambatan regenerasi sutradara dan membuat generation gap saat itu.

Di tengah kelesuan industri film pada tahun 1990-an, empat orang sutradara muda yaitu Mira Lesmana, Riri Riza, Rizal Mantovani, dan Nan Triveni Achnas membuat film secara diam-diam, dan menghasilkan film Kuldesak pada tahun 1998 yang menjadi awal kebangkitan industri film Indonesia. Kemudian tahun 1999, Departemen Penerangan dibubarkan oleh Presiden Abdurrahman Wahid, sehingga peraturan jenjang untuk menjadi seorang sutradara menjadi tidak ada. Hal ini semakin membuka peluang sutradara muda berkiprah dalam industri film Indonesia. Setelah duo produser-sutradara Mira Lesmana dan Riri Riza, mulai bermunculan sutradara muda dengan film-film berkualitas yang menghasilkan film baru dengan berbagai inovasi dan kreativitas ide di dalamnya.

Berikut sutradara-sutradara Indonesia yang mendapatkan penghargaan baik di dalam negeri maupun di luar negeri, yang terekam dalam arsip Kompas.

KOMPAS/EDDY HASBY

Teguh Karya

1. Teguh Karya/Liem Tjoan Hok/Steve Liem (22 September 1934 — 11 Desember 2001)

Penghargaan:

  • Festival Film Indonesia 1973: Penyutradaraan Terbaik lewat film Cinta Pertama
  • Festival Film Indonesia 1975: Penyutradaraan Terbaik lewat film Ranjang Pengantin
  • Festival Film Indonesia 1979: Penyutradaraan Terbaik lewat film November 1828
  • Festival Film Indonesia 1983: Penyutradaraan Terbaik lewat film Di Balik Kelambu
  • Festival Film Indonesia 1986: Penyutradaraan Terbaik lewat film Ibunda
  • Festival Film Asia Pasifik 1986 di Seoul: Film Terbaik lewat film Doea Tanda Mata
  • Festival Film Indonesia 1989: Penyutradaraan Terbaik lewat film Pacar Ketinggalan Kereta
  • Anugerah Seni ASEAN Bidang Pertunjukan 1993
  • Festival Film Kine Klub (FFKK) 2000: Tokoh Legendaris Perfilman Indonesia
  • Festival Film Asia Pasifik (FFAP) 2001: Life Time Achievement

Sumber:

“Profil Sutradara Indonesia Terbaik 1973: Teko Indah yang Tak Berpihak” (Kompas, 6 Mei 1974, halaman 4)

“Festival Film Indonesia ’75 Medan: ‘Senyum’ Film Terbaik, ‘Ranjang’ Raih 5 Piala Citra” (Kompas, 1 Mei 1975, halaman 1)

“Sukarno M. Noor dan Christine Hakim terpilih sebagai aktor/aktris terbaik FFI 1979” (Kompas, 13 Mei 1979, halaman 1)

““Doea Tanda Mata” ke London” (Kompas, 21 September 1986, halaman 6)

“Teguh Karya, Hidup untuk Orang Lain *Box” (Kompas 22 September 1998, halaman 12)

“Jangan Pernah Lupakan Teguh Karya * Box” (Kompas, 12 Januari 2000, halaman 12)

“Pemeran utama terbaik: ‘Citra’ ke empat Christine Hakim + ‘Di balik Kelambu’ film terbaik” (Kompas, 22 Mei 1983, halaman 1)

“Pemenang FFI 86: Deddy Mizwar raih dua citra * ‘Ibunda’ meraih rekor tersendiri” (Kompas, 5 Agustus 1986, halaman 1)

”Pacar Ketinggalan Kereta’ Rebut 8 Citra” (Kompas, 12 November 1989, halaman 1)

“Daun di Atas Bantal, Film Terbaik FFKK 2000” (Kompas, 28 Februari 2000, halaman 9)

“Sutradara Film Teguh Karya Terima Penghargaan” (Kompas, 17 Oktober 2001, halaman 9)

“Teguh Karya Telah Tiada” (Kompas, 12 Desember 2002, halaman 1)

Teguh Karya meraih Piala Citra sebagai Sutradara Terbaik Festival Film Indonesia 1989 dalam film Pacar Ketinggalan Kereta yang juga mendapat penghargaan Film Terbaik FFI 1989.

KOMPAS/DUDY SUDIBYO

Sjumandjaja

2. Sjumandjaja (1933 — 19 Juli 1985)

Penghargaan:

  • Festival Film Asia 1974 di Taiwan: Penyutradaraan Gemilang
  • Festival Film Indonesia 1977: Penyutradaraan Terbaik lewat film Si Doel Anak Modern
  • Festival Film Indonesia 1984: Penyutradaraan Terbaik lewat film Budak Nafsu

Sumber:

“Indonesia terima banyak penghargaan pada ‘Festival Film Asia'” (Kompas, 17 Juni 1974, halaman 1)

“Keputusan Dewan juri FFI 1977 tidak ada film terbaik” (Kompas, 3 Maret 1977, halaman 1)

“Hasil FFI 84: Untuk Kedua Kalinya Tidak Ada Film Terbaik * Meriem Bellina dan El Manik Aktor-Aktris Terbaik” (Kompas, 9 Agustus 1984, halaman 1)

KOMPAS/JB SURATNO

Arifin C Noer

3. Arifin C Noer (10 Maret 1941 — 28 Mei 1995)

Penghargaan:

  • Anugerah Seni 1971 dari pemerintah Republik Indonesia
  • Festival Film Asia 1972: Piala Golden Harvest lewat film Pemberang
  • Festival Film Indonesia 1973: Penulis Skenario Terbaik lewat film Rio Anakku
  • Festival Film Indonesia 1974: Penulis Skenario Terbaik lewat film Melawan Badai
  • Festival Film Indonesia 1982: Penyutradaraan Terbaik lewat film Serangan Fajar
  • Festival Film Indonesia 1984: Penulis Skenario Terbaik lewat film Penghianatan G-30-S PKI
  • Forum Film Bandung 1989: Sutradara Terpuji & Skenario Terpuji lewat film Djakarta 66
  • Penghargaan S.E.A. Write Awards 1990 dari Kerajaan Thailand
  • Festival Film Indonesia 1990: Penulis Skenario Terbaik & Penyutradaraan Terbaik lewat film Taksi
  • Festival Sinetron Indonesia 1995: Piala Vidia
  • Pyongyang Film Festival of Non-aligned and Other Developing Countries 1992: Penyutradaraan Terbaik lewat film Taksi

Sumber:

““Kapal-Kapal” Arifin C Noer Akan DIterbitkan Oxford University Press” (Kompas, 13 Juni 1972, halaman 2)

“Arifin C Noer” (Kompas, 20 Januari 1980, halaman 1)

“Hasil FFI 1982: “Serangan Fajar” terpilih film terbaik” (Kompas, 15 Agustus 1982, halaman 1)

“Penyerahan Penghargaan FFB” (Kompas, 19 Juni 1989, halaman 6)

“Taksi Film Terbaik, Raih 6 citra * Meriem Bellina – Rano Karno Pemain Terbaik: FFI ’90 umumkan” (Kompas, 12 November 1990, halaman 1)

“Film “Cinta dalam Sepotong Roti” tidak Jadi Diputar di Pyongyang” (Kompas, 26 Sep 1992, halaman 12)

KOMPAS/G SINDHUNATA

Arifin C Noer, sutradara teater dan film sedang menyelesaikan pembuatan film Serangan Fajar di Yogyakarta. Untuk mengerjakan film produksi PPFN ini, Arifin C Noer menggunakan sekitar 10.000 peran pembantu. Salah satu lokasi untuk syuting adalah Gedung Agung, (Istana Presiden) di Yogyakarta.

KOMPAS/IWAN SETIYAWAN

Slamet Rahardjo

4. Slamet Rahardjo

Lahir: Serang, 21 Januari 1949

Penghargaan:

  • Festival Film Indonesia 1975: Pemeran Pria Terbaik lewat film Ranjang Pengantin
  • Festival Film Indonesia 1980: Penyutradaraan Terbaik II lewat film Rembulan dan Matahari
  • Festival Film Indonesia 1983: Pemeran Utama Terbaik Pria lewat film Di Balik Kelambu
  • Festival Tiga Benua 1984 di Nantes, Perancis: Special Jury Award lewat film Ponirah Terpidana
  • Festival Film Indonesia 1985: Penyutradaraan Terbaik lewat film Kembang Kertas
  • Festival Film Indonesia 1987: Penyutradaraan Terbaik lewat film Kodrat
  • Festival Tiga Benua 1990 di Nantes, Perancis: Jaques Demy Award lewat Film Langitku Rumahku
  • Festival Film Internasional Berlin 1991 di Jerman: Film terbaik versi juri UNICEF lewat film Langitku Rumahku
  • Forum Film Bandung 1990/1991: Nara Film Terbaik (sutradara terpuji dan penulis skenario terpuji) lewat film Langitku Rumahku
  • Festival Film Internasional Melbourne (Australia) 1991: The Best Children Award lewat film Langitku Rumahku
  • Festival Film Anak-anak Internasional Chicago 1991: Festival Award for Intercultural Understanding lewat film Langitku Rumahku
  • Satya Lencana Kebudayaan dari pemerintah Republik Indonesia tahun 2004
  • Jogya-NETPAC Asian Film Festival 2011: Lifetime Achievement Award
  • ASEAN International Film Festival and Awards 2019: Lifetime Achievement Award

Sumber:

“Festival Film Indonesia ’75 Medan: “Senyum” Film Terbaik, “Ranjang” Raih 5 Piala Citra” (Kompas, 1 Mei 1975, halaman 1)

“Jenny Rachman, Pemain Utama Wanita Terbaik FFI ’80” (Kompas, 28 April 1980, halaman 1)

“Pemeran Utama Terbaik: “Citra” ke empat Christine Hakim +”Di Balik Kelambu” film terbaik” (Kompas, 22 Mei 1983, halaman 1)

“FFI 85 ditutup: Wajah lama tetap mendominasi * Christine Hakim 5 citra, Idris Sardi 6 citra” (Kompas, 11 Agustus 1985, halaman 1)

“”Nagabonar” film terbaik * Raih 7 Piala Citra FFI 87″ (Kompas, 9 Agustus 1987, halaman 1)

“Langitku Raih Hadiah (KOMPAS, 29 November 1990, halaman 1)

“‘Langitku Rumahku’ Rebut Dua Penghargaan” (Kompas, 28 Februari 1991, halaman 1)

“Film “Langitku” dan “Taksi” Menang di FFB” (Kompas, 3 April 1991, halaman 12)

“Film “Langitku Rumahku” Kembali Raih Penghargaan” (Kompas, 22 Oktober 1991, halaman 12)

“‘Langitku Rumahku’ Menang Lagi (Kompas, 26 Oktober 1991, halaman 12)

“Foto: Menerima Tanda Kehormatan” (Kompas, 26 April 2004, halaman 9)

Tokoh perfilman Slamet Rahardjo Djarot (kiri) menerima tanda kehormatan Satya Lencana Kebudayaan dari Presiden Megawati Soekarnoputri, Jumat (23/4/2004), di Istana Negara. Presiden juga memberikan tanda kehormatan yang sama kepada Sofia WD (alm) dan tanda kehormatan Satya Lencana Wira Karya kepada Turino Djunaidy, Njoo Han Siang (alm), dan Soetarto RM (alm).

KOMPAS/PRIYOMBODO

Garin Nugroho

5. Garin Nugroho

Lahir: Yogyakarta, 6 Juni 1961

Penghargaan:

  • Festival Film Asia Pasifik 1992 di Korea Selatan: Sutradara terbaik lewat film Cinta dalam Sepotong Roti
  • Forum Des Jungen Films 1994 di Berlin, Jerman: Film terbaik versi Berliner Zeitung lewat film Surat untuk Bidadari
  • Taormina Film Festival 1994 di Italia: Cariddi D’Oro atau piala emas lewat film Surat untuk Bidadari
  • Penghargaan majalah Horison 1994 lewat film Surat untuk Bidadari
  • Festival Film Internasional Tokyo (FFIT) 1994 di Kyoto, Jepang: Sutradara Muda Terbaik lewat film Surat untuk Bidadari
  • Festival Tiga Benua 1995 di Nantes, Perancis: Award of The City of Nantes lewat film Bulan Tertusuk Ilalang
  • Festival Film Berlin 1996 di Berlin, Jerman: NETPAC Award lewat film Bulan Tertusuk Ilalang
  • Festival Film Asia Tenggara di Kamboja: Penghargaan Apsara Emas lewat film Bulan Tertusuk Ilalang
  • Festival Film Kobe 1998 di Kobe, Jepang: Special Jury Prize lewat film Daun di Atas Bantal
  • Festival Film Internasional Cinemanila 1999: Lino Brocka Award lewat film Daun di Atas Bantal
  • Festival Film Kine Klub (FFKK) 2000: Sutradara Terbaik lewat film Daun di Atas Bantal
  • Festival Film Locarno 2000 di Italia: Silver Video Leopard lewat film Puisi Tak Terkuburkan
  • Festival Film Singapura 2001: FIPRESCI/NETPAC Award lewat film Puisi Tak Terkuburkan
  • Festival Internasional Film Berlin 2003, di Jerman: Special Mention NETPAC Prize lewat film Aku Ingin Menciummu Sekali Saja
  • Festival Tiga Benua 2006 di Nantes, Perancis: Best Score lewat film Opera Jawa
  • Festival Film Singapura 2007: Silver Screen Award lewat film Opera Jawa
  • Asia Pacific Screen Awards 2012: Asia Pacific Screen Award-Best Children’s Feature Film lewat film Laut Bercermin
  • Asia Pacific Screen Awards 2018: Cultural Diversity Award UNESCO lewat film Kucumbu Tubuh Indahku
  • Festival Des 3 Continents 2018: Film Terbaik lewat film Kucumbu Tubuh Indahku
  • Festival Film Tempo 2018: Sutradara Terbaik lewat film Kucumbu Tubuh Indahku
  • Festival Film Internasional Guadalajara 2019: Honorific Mention-Premio Maguey lewat film Kucumbu Tubuh Indahku
  • Festival Film Indonesia 2019: Sutradara Terbaik lewat film Kucumbu Tubuh Indahku

Sumber:

“Garin Nugroho, Keajaiban Cinta” (Kompas, 27 Februari 1994, halaman 16)

“‘Surat untuk Bidadari’ Menang di Italia. *Festival film di Italia” (Kompas, 6 Agustus 1994, halaman 1)

“Garin Mendapat Penghargaan ‘Horison'” (Kompas, 22 Agustus 1994, halaman 5)

“Festival Film Tokyo: Film Garin Raih Hadiah Pertama” (Kompas, 3 Oktober 1994, halaman 1)

“Lebih Jauh Dengan: Garin Nugroho” (Kompas, 9 April 1995, halaman 2)

“Indonesia Langganan Festival Internasional Berlin” (Kompas, 13 Februari 1997, halaman 19)

“Film Garin Menang di Kamboja” (Kompas, 7 April 1997, halaman 10)

“Penghargaan untuk Film ‘Daun di Atas Bantal'” (Kompas, 28 Mei 1998, halaman 9)

“Daun di Atas Bantal, Film Terbaik FFKK 2000” (Kompas, 28 Februari 2000, halaman 9)

“Puisi tak Terkuburkan Raih Penghargaan” (Kompas, 16 Agustus 2000, halaman 9)

“Film Garin Dapat Penghargaan di Berlin” (Kompas, 18 Februari 2003, halaman 9)

“Nama & Peristiwa: Garin Nugroho – Penghargaan untuk ‘Opera Jawa'” (Kompas, 1 Mei 2007, halaman 32)

“Persona: Upacara Digital – Garin Nugroho” (Kompas, 18 September 2011, halaman 23)

“Nama & Peristiwa: Garin Nugroho – Paling Berkesan” (Kompas, 10 Desember 2018, halaman 32)

“FFI 2019: Deklarasi Kemerdekaan Karya” (Kompas, 15 Desember 2019, halaman 15)

KOMPAS/ARYA GUNAWAN

Film Surat untuk Bidadari karya Garin Nugroho (tengah) meraih hadiah pertama dalam seksi kompetisi sutradara muda Festival Film Internasional Tokyo (FFIT) ke-7 yang berlangsung di Kyoto (2/10/1994). Pemenang kedua dan ketiga di seksi ini berturut-turut adalah film Perancis Amateur (karya Hal Hartley) dan Fresh (sutradara Boaz Yakin, AS).

KOMPAS/IRENE SARWINDANINGRUM

Riri Riza

6. Riri Riza (Muhammad Rivai Riza)

Lahir: Makassar, 2 Oktober 1970

Penghargaan:

  • Festival Film Asia Pasifik 2000: Special Jury Award lewat film Petualangan Sherina
  • Festival Film Singapura 2002: Singapore Film Commission Young Cinema Award dan Film Terbaik versi dewan juri Netpac/Fipresci lewat film Eliana, Eliana
  • Vancouver International Film Festival 2002: Dragons and Tigers Awards-Special Mention lewat film Eliana, Eliana
  • Festival Film Asia Pasifik 2006 di Taipei: Special Jury Awards lewat film Gie
  • Festival Film Singapura 2006: Special Jury Prize & Young Cinema Award lewat film Gie
  • Festival Film Bandung 2009: Sutradara Terpuji lewat film Laskar Pelangi
  • Festival Film Hong Kong 2009: SIGNIS Award lewat film Laskar Pelangi
  • Festival Film Singapura 2010: NETPAC Critics Award lewat film Sang Pemimpi
  • Festival Film Indonesia 2011: Piala Citra Special Award lewat film Kuldesak
  • ASEAN International Film Festival and Award 2013: Sutradara Terbaik lewat film Atambua 39 Derajat Celcius
  • Vesoul Film Festival 2013 di Perancis: INALCO Jury Award lewat film Atambua 39 Derajat Celcius
  • Festival Film Indonesia 2016: Sutradara Terbaik lewat film Athirah

Sumber:

“‘Eliana, Eliana’: Masih Ada Cinta di Jakarta” (Kompas, 16 Juni 2002, halaman 1)

“Festival Film Bandung: ‘Laskar Pelangi’ Berjaya” (Kompas, 26 April 2009, halaman 15)

“Nama & Peristiwa: Riri Riza-Film Gie Mendapat Penghargaan Special Jury Prize dalam Festival Film Singapura” (Kompas, 30 April 2006, halaman 32)

“Catatan dari Festival Film Internasional Singapura Ke-15 * Realitas Kontemporer Indonesia” (Kompas, 28 Apr 2002, halaman 19)

“Nama dan Peristiwa: Penghargaan untuk Film ‘Gie'” (Kompas, 27 November 2006, halaman 16)

“Budaya Patungan: Bergerilya Mewujudkan Karya Idaman” (Kompas, 12 Mei 2013, halaman 13)

KOMPAS/ILHAM KHOIRI

Para pemain dan kru film di bawah arahan sutradara Riri Riza sedang mengambil gambar adegan film Sang Pemimpi di tanah kosong bekas galian timah di Gantong, Belitung Timur, Kepulauan Bangka Belitung (25/3/2010).

KOMPAS/ALIF ICHWAN

Nan Triveni Achnas

7. Nan Triveni Achnas

Lahir: Singapura, 14 Januari 1963

Penghargaan:

  • Festival ASEAN di Tokyo 1992: Grand Prix The ASEAN Young Cinema Festival lewat film Hanya Satu Hari
  • Festival Film Asia Pasifik 2001: Special Jury Award lewat film Pasir Berbisik
  • Seattle International Film Festival 2002: Asian Trade Winds Special Jury Prize lewat film Pasir Berbisik
  • Oslo Films frm the South Festival 2002: FIPRESCI Prize lewat film Pasir Berbisik
  • Brisbane International Film Festival 2002: Netpac Award-Special Mention lewat film Pasir Berbisik
  • Festival Film Internasional Karlovy Vary 2008 di Ceko: Special Jury Prize lewat film The Photograph
  • Goldern Horse Film Festival 2008 di Ceko: NETPAC Award lewat film The Photograph
  • Festival Film Indonesia 2011: Piala Citra Special Award lewat film Kuldesak

Sumber:

“Film Nan Triveni Menang di Jepang” (Kompas, 14 Oktober 1992, halaman 12)

“Film: Penghargaan di Karlovy Vary untuk ‘The Photograph'” (Kompas, 15 Jul 2008, halaman 12)

KOMPAS/WAWAN H PRABOWO

Nia Dinata

8. Nia Dinata (Nurkurniati Aisyah Dewi)

Lahir: Jakarta, 4 Maret 1969

Penghargaan:

  • Festival Film Asia Pasific 2002 di Seoul, Korea Selatan: Best Promising New Director & Best Art Director lewat film Cau Bau Kan
  • Festival Film Indonesia 2004: Film Terbaik lewat film Arisan!
  • Festival Film Internasional Hawaii 2006: Halekulani Goldern Orchid Award for Narrative Feature lewat film Berbagi Suami
  • Festival Film Independen Brussels 2007 di Belgia: Sutradara Terbaik lewat film Berbagi Suami

Sumber:

“Persona: Nia Dinata” (Kompas, 13 Februari 2005, halaman 16)

“Nama & Peristiwa: Nia Dinata – Sutradara Terbaik” (Kompas, 14 November 2007, halaman 32)

KOMPAS/LASTI KURNIA

Rudi Soedjarwo

9. Rudi Soedjarwo

Lahir: Bogor, 9 November 1971

Penghargaan:

  • Forum Film Bandung 2002: Sutradara Terpuji lewat film Ada Apa dengan Cinta?
  • Festival Film Indonesia 2004: Sutradara Terbaik lewat film Ada Apa dengan Cinta?
  • Festival Film Internasional Jakarta 2006: Sutradara Indonesia Terbaik lewat film 9 Naga

Sumber:

“Dari Forum Film Bandung: ‘Ada Apa dengan Cinta?’ Film Terpuji Tahun Ini” (Kompas, 3 April 2002, halaman 9)

“‘Arisan!’ Film Terbaik FFI 2004” (Kompas, 12 Desember 2004, halaman 1)

KOMPAS/IDHA SARASWATI WAHYU SEJATI

Hanung Bramantyo

10. Hanung Bramantyo

Lahir: Yogyakarta, 1 Oktober 1974

Penghargaan:

  • Bronze 11th Cairo International Film Festival (CIFF): Juara III Category TV Program di Mesir lewat film Tingkling Glass
  • Festival Film Indonesia 2005: Sutradara Terbaik lewat film Brownies
  • Festival Film Indonesia 2007: Sutradara Terbaik lewat film Get Married
  • Festival Film Bandung 2008: Sutradara Terpuji lewat film Ayat-Ayat Cinta
  • Festival Film Bandung 2011: Sutradara Terpuji lewat film Sang Pencerah
  • Festival Film Bandung 2020: Sutradara Terpuji lewat film Bumi Manusia

Sumber:

“Festival Film Indonesia: ‘Gie’ Film Terbaik” (Kompas, 16 Desember 2005, halaman 1)

“Film: Nagabonar Jadi 2 Film Terbaik FFI 2007” (Kompas, 15 Desember 2007, halaman 1)

“Film: ‘Ayat-ayat Cinta’ Film Terpuji FFB 2008” (Kompas, 30 April 2008, halaman 12)

“Kompas Kita: Hanung Bramantyo – Film Indonesia ‘Dibunuh’ Pemerintahnya Sendiri” (Kompas, 21 Desember 2010, halaman 33)

“Festival Film Bandung: ‘Sang Pencerah’ Borong Penghargaan” (Kompas, 9 Mei 2011, halaman 12)

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Hanung Bramantyo terpilih sebagai sutradara terpuji dalam Festival Film Bandung 2008 lewat film Ayat-Ayat Cinta. Film itu berhasil menyisihkan 55 film yang dinilai dalam FFB yang ke-21 di Bandung (29/4/2008).

KOMPAS/YUNIADHI AGUNG

Ifa Isfansyah

11. Ifa Isfansyah

Lahir: Yogyakarta, 16 Desember 1979

Penghargaan:

  • Jogja-Netpac Asian Film Festival 2006: Film Pendek Favorit lewat film Harap Tenang Ada Ujian
  • Festival Film Indonesia 2006: Film Pendek Terbaik lewat film Harap Tenang Ada Ujian
  • Festival Film Pendek Konfiden 2006: Film Terbaik lewat lewat film Harap Tenang Ada Ujian
  • Festival Film Indonesia 2011: Sutradara Terbaik lewat film Sang Penari
  • Festival Film Indonesia 2015: Film Terbaik lewat film Siti
  • Asia Pacific Screen Awards 2017: Best Youth Feature Film lewat film Sekala Niskala
  • Festival Film Indonesia 2019: Film Terbaik lewat film Kucumbu Tubuh Indahku

Sumber:

“Sosok: Idealisme Ifa Hidupkan Dunia Film Yogyakarta” (Kompas Jogja, 15 Agustus 2006, halaman 8)

“Film Pendek Terbaik: Ifa Isfansyah Tidak Kembalikan Piala Citra” (Kompas, 9 Januari 2007, halaman 1)

“‘Sang Penari’ Terbaik FFI * Panitia Bisa Jemput Bola untuk Film Berkualitas” (Kompas, 12 Desember 2011, halaman 12)

KOMPAS/YUNIADHI AGUNG

Mouly Surya

12. Mouly Surya (Nursita Mouly Surya)

Lahir: Jakarta, 10 September 1980

Penghargaan:

  • Festival Film Indonesia 2008: Sutradara Terbaik lewat film Fiksi.
  • Jakarta International Festival 2008: Sutradara Terbaik lewat film Fiksi.
  • International Film Festival of Rotterdam 2013: Film Asia Terbaik NETPAC Award lewat film What They Don’t Talk About When They Talk About Love
  • Las Palmas Gran Canaria Film Festival Spanyol 2013: Sutradara Pendatang Baru Terbaik lewat film What They Don’t Talk About When They Talk About Love
  • Akademi Film Indonesia 2014: Sutradara Pendatang Baru Terbaik lewat film What They Don’t Talk About When They Talk About Love
  • International du Film de Feremes de Sale Maroko: Skenario Terbaik lewat film Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak
  • Tokyo Filmex 2017: Penghargaan Utama lewat film Marlina: Si Pembunuh dalam Empat Babak
  • Jogja-NETPAC Asian Film Festival 2017: Special Mention Asian Features Competition lewat film Marlina: Si Pembunuh dalam Empat Babak
  • Five Flavours Asian Film Festival 2018: NETPAC Jury Award lewat Marlina: Si Pembunuh dalam Empat Babak
  • Festival Film Indonesia 2018: Sutradara terbaik lewat film Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak

Sumber:

“FFI 2008: Kemenangan Generasi Muda Film” (Kompas, 13 Desember 2008, halaman 1)

“Figur: Pintu-pintu Mouly” (Kompas, 8 Oktober 2017, halaman 17)

“Nama & Peristiwa: Mouly Surya – Kultur Sumba” (Kompas, 25 Novemer 2017, halaman 32)

“Penghargaan: Film Indonesia Sarat Pesan Keberagaman” (Kompas, 28 November 2017, halaman 12)

“Piala Citra 2018: Literasi Film bagi Masyarakat Dipacu” (Kompas, 11 Desember 2018, halaman 10)

KOMPAS/YUNIADHI AGUNG

Mouly Surya, yang menyutradarai film Fiksi , meraih penghargaan Sutradara Terbaik dalam Festival Film Indonesia 2008 di Bandung, Jawa Barat, Jumat (12/12/2008). Fiksi juga terpilih sebagai Film Terbaik, Skenario Terbaik, dan Tata Suara Terbaik.

KOMPAS/WISNU WIDIANTORO

Joko Anwar

13. Joko Anwar

Lahir: Medan, 3 Januari 1976

Penghargaan:

  • Festival Film Indonesia 2008: Skenario Terbaik lewat film Fiksi.
  • New York Asian Film Festival 2008: Best Visual Achievement lewat film Kala
  • Punchon International Fantastic Film Festival 2009: Best Film lewat film Pintu Terlarang
  • Molins Film Festival 2012: Jury Prize-Best Director lewat film Modus Anomali
  • Jogja-NETPAC Asian Film Festival 2015: Geber Award lewat film A Copy of My Mind
  • Festival Film Indonesia 2015: Sutradara Terbaik lewat film A Copy of My Mind
  • Asian TV Awards 2016: Best Direction lewat film serial Halfworlds
  • Citra Pariwara 2017: Best Director, Silver Awards lewat film Craft
  • Festival Film Indonesia 2020: Sutradara Terbaik lewat film Perempuan Tanah Jahanam

Sumber:

“Nama & Peristiwa: Joko Anwar-‘Pintu Terlarang'” (Kompas, 22 Agustus 2008, halaman 32)

“FFI 2008: Kemenangan Generasi Muda Film” (Kompas, 13 Desember 2008, halaman 1)

“Festival Film: ‘Pintu Terlarang’ Film Terbaik di Bucheon” (Kompas, 28 Juli 2009, halaman 12)

“Festival Film Indonesia 2015: ‘Siti’, Merayakan Kebebasan Perempuan” (Kompas, 24 November 2015, halaman 1)

“Figur: Zig-zag Joko Anwar” (Kompas, 10 Desember 2017, halaman 17)

“Layar: Musim Semi Industri Film” (Kompas, 24 Maret 2019, halaman 21)

“‘Perempuan Tanah Jahanam’ Film Terbaik” (Kompas, 06 Desember 2020, halaman 15)

KOMPAS/RIZA FATHONI

Sutradara Joko Anwar (kiri) memberi ucapan terima kasih dalam dalam Malam Puncak Festival Film Indonesia (FFI) 2015, di Gedung ICE BSD City, Tangerang, Banten, Senin (23/11/2015). Joko Anwar menyabet sutradara terbaik dalam film “A Copy of My Mind”. FFI 2015 dibagi dalam 21 kategori bagi insan-insan terbaik perfilman nasional.

KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Kamila Andini

14. Kamila Andini

Lahir: Jakarta, 6 Mei 1986

Penghargaan:

  • Festival Film Indonesia 2011: Piala Citra Special Award untuk FFI Newcomers Director lewat film The Mirror Never Lies (Laut Bercermin)
  • Festival Film Indonesia 2011: Cerita Original Terbaik lewat film The Mirror Never Lies
  • Mumbai Film Festival 2011 di India: Bright YoungTalent Award lewat film The Mirror Never Lies
  • Cinemanila International Film Festival 2011: Best Southeast Asian Film Special Mention lewat film The Mirror Never Lies
  • Tokyo International Film Festival 2011: Earth Grand Prix Award dan Special Mention Winds of Asia-Middle East
  • Hong Kong International Film Festival 2012: Pemenang FIPRESCI Prize lewat film The Mirror Never Lies
  • Festival Film Anak-anak Internasional 2013 di China: Sutradara terbaik lewat film The Mirror Never Lies
  • Asia Pacific Screen Awards 2017 di Brisbane, Australia: Pemenang Best Youth Feature Film lewat film The Seen and Unseen (Sekala Niskala)
  • TOKYO FILMeX 2017: Grand Prize (Penghargaan Utama) lewat film The Seen and Unseen
  • Berlin International Film Festival 2018 (Berlinale): Film Panjang Terbaik lewat film Sekala Niskala
  • Adelaide International Film Festival 2018: Pemenang International Feature Fiction Competition lewat film Sekala Niskala

Sumber:

“Nama & Peristiwa: Kamila Andini – Festival Mumbai” (Kompas, 26 Oktober 2011, halaman 32)

“Film: Kamila Andini Dapat Penghargaan Lagi” (Kompas, 31 Oktober 2011, halaman 12)

“Kompas Kita: Kamila Andini – Ingin Terus Membuat Film untuk Indonesia” (Kompas, 3 Januari 2012, halaman 33)

“Langkan: Kamila Sutradara Terbaik Festival Film Anak di China” (Kompas, 17 September 2013, halaman 12)

“Penghargaan: Film Indonesia Sarat Pesan Keberagaman” (Kompas, 28 November 2017, halaman 12)

“Nama & Peristiwa: Kamila Andini – Kemenangan Keragaman” (Kompas, 2 Desember 2017, halaman 32)

“‘Sekala Niskala’, Film Terbaik di Berlinale” (Kompas, 26 Februari 2018, halaman 12)

“Nama & Peristiwa: Kamila Andini – Satu Penghargaan Lagi” (Kompas, 20 Oktober 2018, halaman 32)

Referensi

Buku
  • Siagian, Gayus. 2010. Sejarah Film Indonesia: Masa Kelahiran-Pertumbuhan. Jakarta: Fakultas Film dan Televisi IKJ (FFTV IKJ).