KOMPAS/WAWAN H PRABOWO
Presiden Joko Widodo berfoto bersama sejumlah menteri, tokoh masyarakat, panitia, serta pengisi acara Perayaan Imlek Nasional 2020 di Indonesia Convention Exhibition, Tangerang, Banten, Kamis (30/1/2020). Acara yang mengambil tema “Bersatu untuk Indonesia Maju” itu menjadi momentum untuk terus merawat dan memperkuat Indonesia sebagai bangsa yang beragam.
Artikel Terkait
Pergantian tahun penanggalan China ini mengakar menjadi sebuah tradisi bagi masyarakat keturunan Tionghoa. Pergantian tahun yang ditandai dengan pergantian tanda zodiak, sering juga disebut shio, diyakini akan menentukan kehidupan selama setahun berjalan. Untuk itu, bagi mereka yang merayakan, Imlek tentunya akan disambut dengan segala macam persiapan. Vihara dan kelenteng sebagai tempat ibadah mulai berbenah, hidangan makanan khas Imlek mulai disiapkan, sampai amplop angpau yang akan dibagikan saat berkumpul bersama keluarga juga disediakan.
Pada masa Orde Baru, Pemerintah membatasi berbagai aktivitas kebudayaan dan tradisi China termasuk perayaan Imlek. Lewat Instruksi Presiden (Inpres) No 14 Tahun 1967 Pemerintah melarang dilakukannya secara terbuka segala bentuk kegiatan agama, kepercayaan dan adat istiadat China. Pemerintah meragukan nasionalisme keturunan Tionghoa. Meski umumnya sudah turun temurun tinggal di Indonesia, mereka dicurigai secara politis masih berorientasi ke Republik Rakyat China (RRC) khususnya Partai Komunis China (PKC). Partai ini dituding telah ikut membesarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan punya andil dalam gerakan pemberontakan G-30-S/PKI tahun 1965. (Tiga Dasawarsa, Sang Naga Hanya Tidur, Kompas, 5 Februari 2000).
Pada era reformasi, Presiden Abdurrahman Wahid mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) No 6 Tahun 2000 yang mencabut Instruksi Presiden (Inpres) No 14 Tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan dan Adat Istiadat China. Umat Konghucu diperbolehkan menyelenggarakan kegiatan keagamaan, kepercayaan dan adat istiadat China tanpa harus meminta izin khusus sebagaimana yang berlaku sebelumnya. (Keppres No 6 Tahun 2000: Prosesi Keagamaan dan Adat Cina tak Perlu Izin Khusus, Kompas, 19 Januari 2000). Selanjutnya, perayaan Imlek semakin lebih terbuka dengan ditetapkannya tahun baru tersebut sebagai hari libur fakultatif oleh Pemerintah.
Pada masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri, Tahun Baru Imlek ditetapkan sebagai hari nasional. Dengan demikian, Imlek otomatis menjadi hari libur nasional. Menurut Megawati, ikut merayakan Tahun Baru Imlek memberikan kebahagiaan yang tidak bedanya seperti ketika merayakan Idul Fitri bersama umat Islam dan Natal bersama umat Nasrani. Sejak awal Bapak Bangsa menyadari keberagaman dan kebhinekaan bangsa ini. Tugas dari generasi penerus untuk melanjutkan cita-cita para pendiri negara untuk mewujudkan sebuah negara modern dengan mengakui, menerima, dan sikap saling menghormati segala perbedaan yang ada. (Presiden Tetapkan Imlek Hari Nasional, Kompas, 18 Februari 2002 halaman 1).
Sejak itu, Tahun Baru Imlek dirayakan secara nasional di seluruh penjuru negeri. Ritual upacara adat dan doa bersama dilakukan dengan khidmat dan tak ketinggalan pula atraksi, karnaval, pawai budaya, diselenggarakan di berbagai kota dengan meriah.
Berikut perayaan Imlek di Indonesia dari masa ke masa yang terangkum berdasar Arsip Kompas:
- 24 Januari 1968
Ketua Umum Dewan Wihara Indonesia Pusat, Suradji Ariakertawidjaja, mengumumkan untuk menyambut Tahun Baru Imlek diperkenankan melakukan sembahyang di lingkungan wihara dan rumah sendiri, atas persetujuan pemerintah DKI Jakarta dan Pengawas Aliran-aliran Kepercayaan Masyarakat (PAKEM).
Sembahjang Imlek Diidjinkan (Kompas, 26 Januari 1968 halaman 2
- 25 Januari 1971
Gubernur DKI Jakarta mengumumkan masyarakat diperbolehkan menyalakan petasan atau kembang api pada perayaan Tahun Baru Imlek selama dua hari pada tanggal 27 dan 28 Januari 1971.
Boleh Pasang Petasan (Kompas, 26 Januari 1971 halaman 1)
- 1972
Pada perayaan Imlek 15 Februari 1972, Gubernur Jawa Tengah, Moenadi, mengizinkan masyarakat memasang dan menyalakan petasan pada 14-16 Februari 1972, sedangkan penjualannya dibatasi dari tanggal 10-16 Februari 1972.
Djawa Tengah Boleh Mertjonan (Kompas, 15 Februari 1972 halaman 2)
Gubernur DKI Jakarta mengumuman masyarakat ibu kota boleh menyalakan petasan selama tiga hari dimulai dari satu hari sebelum perayaan dan berakhir pada satu hari setelah perayaan Imlek. Imlek Tahun 1973 jatuh pada tanggal 3 Februari 1973.
Petasan Pada Tahun Baru dan Imlek (Kompas, 12 Desember 1972 halaman 3)
- 3 Februari 1973
Perayaan Tahun Baru Imlek lebih ramai dari tahun sebelumnya, akan tetapi belum kembali seperti pada tahun-tahun sebelum G30S/PKI bahkan diramalkan keramaian Imlek seperti itu tidak akan terulang lagi. Hal ini disebabkan oleh keengganan dan pengaruh pendidikan dan kebudayaan Indonesia terhadap generasi muda.
Imlek Tahun Ini Tenang2 Saja (Kompas, 6 Februari 1973 halaman 2)
KOMPAS/KARTONO RYADI
Suasana di Vihara Dharma Bakti, Jalan Kemenangan III (Petak Sembilan), Jakarta Barat, hari Jumat (26/1/1990) malam. Warga yang merayakan Tahun Baru Imlek memadati halaman Vihara untuk menyalakan lilin dan shio (alat sembahyang), untuk memohon keberuntungan dan kebahagiaan.
- 1993
Dirjen Bimbingan Masyarakat Hindu dan Buddha Departemen Agama, I Gusti Agung Gde Putra, menyatakan Tahun Baru Imlek dilarang dirayakan di vihara karena Tahun Baru Imlek bukan termasuk salah satu hari raya agama Buddha. Pengumuman itu ditujukan kepada Ketua Dewan Pimpinan Pusat Perwalian Umat Buddha Indonesia.
Perayaan Tahun Baru Imlek Dilarang Dirayakan Di Vihara (Kompas, 23 Januari 1993 halaman 5)
- 15 Februari 1999
Sejumlah vihara menghindari kegiatan menyambut Imlek secara mencolok. Pengelola vihara memutuskan untuk tidak menyalakan ratusan lilin besar di pelataran sebagaimana biasanya. Sebagian besar warga etnis Tionghoa diliputi rasa khawatir akan keamanan mereka dalam menyambut Imlek.
Vihara Sambut Imlek Secara Sederhana (Kompas, 16 Februari 1999 halaman 3)
KOMPAS/ARBAIN RAMBEY
Pertunjukan barongsay yang memikat menjadi atraksi utama syukuran Tahun Baru Imlek 2551 dan Kepedulian Sosial Umat Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (Matakin) di Balai Sudirman, Jakarta, Kamis (17/2/2000) malam. Acara ini dihadiri Presiden Abdurrahman Wahid, Ibu Negara Ny Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid, Wapres Megawati Soekarnoputri dan suami Taufik Kiemas, Ketua MPR Amien Rais, dan beberapa pejabat negara lain.
- 18 Januari 2000
Presiden Abdurrahman Wahid mengeluarkan Keputusan Presiden No 6 Tahun 2000 yang mencabut Instruksi Presiden No 14 Tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan dan Adat Istiadat Cina. Dalam keppres tersebut, umat Konghucu diperbolehkan menyelenggarakan kegiatan keagamaan, kepercayaan dan adat istiadat Cina tanpa harus meminta izin khusus sebagaimana yang berlaku selama ini.
Keppres No 6 Tahun 2000: Prosesi Keagamaan dan Adat Cina tak Perlu Izin Khusus (Kompas, 19 Januari 2000 halaman 6)
- 17 Februari 2000
Presiden Abdurrahman Wahid mengatakan, untuk mengetahui sebuah agama atau tidak, bukan urusan pemerintah sebab yang menghidupkan agama adalah hati manusia, bukan jaminan negara. Sehingga sebenarnya pengakuan negara terhadap suatu agama merupakan kekeliruan.
Syukuran Tahun Baru Imlek 2551: Agama Tetap Hidup Tanpa Pengakuan Negara (Kompas, 19 Februari 2000 halaman 6)
- 22 Januari 2001
Pemerintah menetapkan Hari Raya dan Tahun Baru Imlek menjadi hari libur fakultatif. Artinya, bagi pelajar dan pegawai yang merayakan Imlek boleh libur. Jika mereka tidak masuk sekolah atau kantor, maka mereka tidak bisa dinilai mangkir. Penetapan itu berdasar Surat Keputusan Menteri Agama RI Nomor 13 Tahun 2001 tanggal 19 Januari 2001, Keppres kemudian diserahkan kepada Ketua Yayasan Lestari Kebudayaan Tionghoa Indonesia (YLKTI) Suhu Acai di Jakarta.
Imlek Jadi Hari Libur Fakultatif (Kompas, 23 Januari 2001 halaman 6)
- 28 Januari 2001
Presiden Abdurrahman Wahid menyatakan, umat Khonghucu mendapat hak dan perlakuan yang sama dengan penganut agama lain di Indonesia. Bila di masa lalu agama Khonghucu banyak mendapatkan perlakuan tidak adil, maka dengan Keputusan Presiden No 6 Tahun 2000, semua perlakuan tidak adil itu sudah seharusnya dihentikan secara tuntas.
Presiden: Umat Khonghucu Mendapat Hak dan Perlakuan yang Sama (Kompas, 29 Januari 2001 halaman 6)
- 17 Februari 2002
Presiden Megawati Soekarnoputri menetapkan Tahun Baru Imlek sebagai hari nasional. Dengan penetapan itu, peringatan Tahun Baru Imlek tahun depan otomatis menjadi hari libur nasional.
Presiden Tetapkan Imlek Hari Nasional (Kompas, 18 Februari 2002 halaman 1)
KOMPAS/WAWAN H PRABOWO
Anggota keluarga besar Tjia dan Tjoa menikmati santapan khas Imlek di Hartawan, di Perumahan Vila Duta, Bogor, Jawa Barat, Kamis (30/1/2014). Kegiatan tahunan menyambut malam Imlek tersebut diikuti oleh anggota keluarga dari berbagai daerah.
- 13 Februari 2005
Dalam Perayaan Tahun Baru Imlek 2556 tingkat nasional di Balai Sudirman, Jakarta, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan, para penganut Konghucu tidak perlu ragu-ragu menjalankan ibadah menurut ajaran agamanya. Kebebasan bagi warga negara Indonesia yang beragama Konghucu untuk menjalankan ibadah menurut ajaran agamanya dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945.
Presiden: Jangan Ragu Menjalankan Ajaran Konghucu (Kompas, 14 Februari 2005 halaman 1)
- 4 Februari 2006
Menurut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dalam sambutan Perayaan Tahun Baru Imlek Nasional 2557 di Jakarta Convention Center, bangsa Indonesia telah mengalami perubahan sejak era reformasi. Namun, masih terdengar keluhan dari warga Tionghoa terkait dengan pelayanan administrasi kependudukan, keimigrasian, peribadatan, dan pencatatan perkawinan. Presiden minta pengertian semua pihak bahwa perubahan masih dalam proses penyesuaian diri dan memerlukan waktu.
Bangsa Indonesia Tak Ingin Lagi Diskriminatif * Tak Ada Istilah Agama Diakui atau Tak Diakui Negara (Kompas, 5 Februari 2006 halaman 1)
- 24 Februari 2007
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan komitmen pemerintah yang tidak memberlakukan diskriminasi atas dasar apa pun, apakah itu suku, ras, atau agama. Semua punya hak pelayanan publik yang sama, tidak lagi mengenal warga pribumi atau nonpribumi dan warga asli atau keturunan.
Presiden: Jangan Memfitnah * Tidak Mengenal Lagi Warga Pribumi atau Nonpribumi (Kompas, 25 Februari 2007 halaman 15)
KOMPAS/KORANO NICOLASH LMS
Berdoa kepada Sam Kwan Thay Tie – Ketika para dewa dipanggil Giok Hong Sang Tie ke surga, maka saat itu pula Giok Hong Sang Tie pun mengirim Sam Kwan Thay Tie atau Dewa Pencatat semua permohonan manusia. Tampak sejumlah umat tengah memanjatkan doanya kepada Sam Kwan Thay Tie.
- 17 Februari 2008
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menginstruksikan kepada aparatur pemerintah untuk senantiasa memberikan pelayanan publik yang sama kepada seluruh lapisan masyarakat, termasuk masyarakat Tionghoa.
Tahun Baru Imlek: Presiden: Beri Pelayanan Publik yang Sama (Kompas, 18 Februari 2008 halaman 15)
- 1 Februari 2009
Sambutan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam Perayaan Imlek Nasional 2009 di Jakarta, mengajak warga etnis Tionghoa, umat Konghucu, dan segenap komponen bangsa untuk menggunakan hak pilih secara baik dalam Pemilu 2009.
Gunakanlah Hak Pilih * Presiden Ajak Warga Etnis Tionghoa Sukseskan Pemilu 2009 (Kompas, 2 Februari 2009 halaman 15)
- 20 Februari 2010
Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia memilih tema “Sekali Janji Terucap, Empat Ekor Kuda Tidak Bisa Menariknya Kembali” dalam Perayaan Tahun Baru Imlek Nasional 2010 yang diselenggarakan di Balai Sidang Jakarta. Tema itu sengaja dipilih untuk mengingatkan politisi memenuhi janji-janji mereka yang diumbar pada masa kampanye Pemilu 2009.
Politisi Diminta Penuhi Janji * Presiden dan Wapres Hadiri Perayaan Imlek 2561 (Kompas, 21 Februari 2010 halaman 2)
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Warga memadati kawasan Glodok, Jakarta Barat, untuk menyaksikan karnaval perayaan Cap Go Meh, Minggu (21/2/2016). Karnaval yang kembali digelar setelah terakhir kali pada tahun 1962 tersebut menampilkan arak-arakan joli Toa Pe Kong serta sejumlah atraksi seni budaya.
- 3 Februari 2012
Persaudaraan segenap warga bangsa harus makin kuat dan kokoh, meski terdapat keragaman etnis ataupun keyakinan di antara warga. Dalam keragaman itu, warga perlu terus mengembangkan kehidupan yang rukun, damai, dan penuh toleransi. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan hal itu dalam Perayaan Tahun Baru Imlek 2012, di Jakarta.
Tahun Baru Imlek 2563: Pemerintah Mengayomi Semua Warga Bangsa (Kompas, 4 Februari 2012 halaman 4)
- 8 Februari 2012
Perayaan Cap Go Meh bersama di Jakarta dihadiri oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Presiden mengajak masyarakat etnis Tionghoa, terutama yang bergerak di dunia usaha, untuk peduli kepada sesama warga bangsa. Kepedulian itu salah satunya diwujudkan dengan meningkatkan tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility) secara luas dan berkelanjutan.
Perayaan Cap Go Meh : Tingkatkan Tanggung Jawab Sosial (Kompas, 9 Februari 2012 halaman 4)
- 19 Februari 2013
Rasa malu dalam kehidupan masyarakat dewasa ini makin memudar, tergerus nilai-nilai materialistis, kepentingan sesaat, dan jalan pintas. Ini terlihat dari kasus-kasus korupsi, kongkalikong, kekerasan, fitnah, caci maki, dan pemberitaan yang mengumbar keburukan. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan hal itu dalam Perayaan Imlek Nasional 2013 yang berlangsung di Jakarta Convention Center.
Presiden: Rasa Malu Memudar * Perayaan Imlek Nasional 2564 (Kompas, 20 Februari 2013 halaman 15)
KOMPAS/WISNU WIDIANTORO
Warga berjejal sambil membawa hio saat bersembahyang di Kelenteng Boen Tek Bio, Pasar Lama, Tangerang, Banten, Senin (23/1/2012) dini hari. Perayaan menyambut Imlek 2563 di kelenteng tersebut berlangsung semarak.
- 7 Februari 2014
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam Perayaan Imlek Nasional 2014 menyatakan, perayaan tahun baru Imlek telah menjadi bagian tidak terpisahkan dari bangsa Indonesia. Perayaan Imlek selalu dinantikan dan dirasakan seluruh rakyat Indonesia. Perayaan bertema ”Pemimpin Sejati Berpegang pada Cinta Kasih dan Kebenaran, Bukan pada Keuntungan”.
Presiden: Imlek Dirasakan Rakyat * Dijanjikan Direktorat Jenderal Umat Khonghucu (Kompas, 8 Februari 2014 halaman 15)
- 21 Februari 2016
Atraksi budaya etnis Tionghoa di sepanjang Jalan Hayam Wuruk dan Jalan Gadjah Mada, Jakarta Barat, memeriahkan kirab budaya perayaan Cap Go Meh atau hari ke-15 setelah tahun baru Imlek.
Perayaan Cap Go Meh: Kirab Budaya Pertama Setelah Tahun 1962 (Kompas, 22 Februari 2016 halaman 25)
- 30 Januari 2020
Keberagaman di Tanah Air adalah fakta sekaligus modal bangsa Indonesia untuk mencapai negara maju. Sejarah selama ini telah menunjukkan kontribusi yang positif dari berbagai unsur keberagaman sehingga mampu mengantarkan Indonesia meraih kejayaan di masa datang. Pesan tersebut disampaikan Presiden Joko Widodo dalam pidato Perayaan Imlek Nasional 2020 di Kota Tangerang, Banten.
Perayaan Imlek Nasional: Keberagaman Modal Kemajuan Bangsa (Kompas, 31 Januari 2020 halaman 2)
KOMPAS/STEFANUS OSA TRIYATNA
Eko (kiri) dan Eno masih setia memainkan alat musik tradisional China untuk mengiringi ibadah di sejumlah wihara, seperti pada perayaan tutup tahun, Kamis (1/2/2018) di Wihara Dhanagun, Bogor, Jawa Barat.
Sumber: Arsip KOMPAS
Riset foto: AAN
Editor: Dwi Rustiono