Foto | Hari Guru

Guru di Daerah Terpencil

Potret para guru yang mengabdi di sekolah daerah-daerah terpencil yang jauh dari kota

Pekerjaan seorang guru di Indonesia adalah sebuah pengabdian, terlebih yang mengajar di daerah-daerah terpencil dengan sarana pendidikan yang memprihatinkan dan perhatian kepada kesejahteraan guru masih minim.

Kini peningkatan kesejahteraan guru dan sarana pendidikan sedikit demi sedikit terus ditingkatkan pemerintah agar kualitas pendidikan menjadi lebih baik.

Arsip Kompas menampilkan beberapa foto kepada pembaca tentang guru-guru yang mengabdi di daerah terpencil sejak beberapa dekade lalu sampai saat ini.

KOMPAS/RAKA SANTERI

Seorang guru tengah mengajar di SD Inpres di daerah transmigrasi Tulang Bawang, Lampung tahun 1981. Lokasi transmigrasi Tulang Bawang terletak sekitar 115 km dari Kotabumi, Ibukota Kabupaten Lampung Utara.

KOMPAS/ SJAMSUL KAHAR

KOMPAS, 20 Maret 1984

Ismail Husin sudah tujuh belas tahun menjadi guru satu-satunya di daerah terpencil Keunekai We 20 km dari Sabang di Pulau We. Dia pula merangkap menjadi Kepala Sekolah dan pesuruh. Ia mengurus 123 murid SD dengan enam lokal sendirian.

KOMPAS/ZAILI ASRIL

KOMPAS/IBRAHIMSYAH RAHMAN

Foto kiri: Nyonya Hutahuruk (kanan) dan Nona Siregar adalah kepala sekolah dan guru partikelir di SD Inpres yang sudah selesai sejak tahun 1984, tapi belum digunakan pemerintah. Penduduk Desa Balam, Kecamatan Kubu, Bengkalis, Riau memanfaatkan sekolah itu secara swadaya. Mereka beriuran menggaji guru-guru yang mengajar di sekolah itu. (Kompas, 14 Oktober 1987).

Foto atas: guru di SD Negeri 001 di Kecamatan Muarajawa, Kutai, Kalimantan Timur yang mengajar di kelas, dimana muridnya semakin lama semakin berkurang. (Kompas, 3 Februari 1991)

KOMPAS/NADJMUDDIN OEMAR

KOMPAS, 18 Juli 1994

Para siswa SD Pameu, Aceh Tengah belajar menari di bawah bimbingan guru T Alamsyah, walau yang bersangkutan mengaku tak bisa menari.

KOMPAS/AMIR SODIKIN

KOMPAS, 26 Mei 2003

Ruslanudin, guru di SDN Muara Tanuhi, Loksado Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan, menunjukkan koleksi buku perpustakaan yang jumlahnya terbatas, itu pun banyak yang telah rusak. Hingga kini tidak ada sumbangan buku-buku bacaan untuk sekolah di pedalaman sehingga para guru terpaksa menyalinkan isi buku bacaan di papan tulis.

KOMPAS/KENEDI NURHAN 

KOMPAS, 15 Mei 2006

Hannah Mallo (27) bersama peserta didiknya di Desa Langda, Kabupaten Yahukimo, Papua, akhir April lalu. Meski tidak tamat SD, ia dilatih oleh SIL Internasional-Indonesia menjadi tutor program pemberantasan buta huruf di desa yang berada di lereng Pegunungan Jayawijaya tersebut.

KOMPAS/B JOSIE SUSILO HARDIANTO

KOMPAS, 24 Agustus 2007

Agnes Edowai, Guru SD Inpres Bomomani tengah membetulkan kancing celana seorang muridnya sebelum mengikuti upacara bendera di lapangan Distrik Mapia, Kabupaten Nabire, (17/8/2007)

KOMPAS/SAMUEL OKTORA

KOMPAS, 5 Oktober 2007

Guarda Nona, guru honorer kelas I di SD kaki Dusun Hepang, Desa Nenbura, Kecamatan Doreng, Kabupaten Sikka, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT). Gambar diambil 8 September 2007.

KOMPAS/LASTI KURNIA 

Kompas, 10 April 2008

Yadi, guru olahraga di SDN Cikaret, Kecamatan Surade, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat mengawasi kegiatan belajar-mengajar murid-muridnya. Meskipun hanya mendapat honor sekitar Rp 100.000 per bulan, dia mengajar dengan penuh tanggung jawab.

KOMPAS/KORNELIS KEWA AMA

KOMPAS, 11 Juni 2015

Yehezkiel Kase, guru matematika dan Kepala Sekolah SD Inpres Munu, Kecamatan Oebeba, Kupang, NTT. Dia adalah guru teladan tingkat Provinsi NTT 2001 dan 2009.

KOMPAS/PRIYOMBODO

KOMPAS, 6 Maret 2019

Yansen, guru SD YPPK St Agustinus, mengajar siswa kelas 1 SD tersebut di Manasari, Distrik Mimika Timur Jauh, Kabupaten Mimika, Papua, (4/3/2019). Masih banyak anak di Papua yang tidak dapat mengenyam bangku pendidikan karena harus mengikuti orangtua mereka bekerja.