Lembaga

Komite Olahraga Nasional Indonesia

KONI memiliki tugas pokok merencanakan, mengkoordinasikan dan melaksanakan pembinaan dan peningkatan prestasi atlet, kinerja wasit, pelatih dan manajer untuk mewujudkan prestasi keolahragaan nasional menuju prestasi internasional.

Fakta Singkat

Dibentuk
15 Oktober 1938
(sebelumnya bernama ISI dan PORI)

Ketua Umum Pertama
Widodo Sastrodiningrat (1946)
(Ketua Umum PORI)

Ketua Umum
Marciano Norman (2019 – sekarang)

Visi:
Menjadikan KONI sebagai organisasi yang independen dan profesional untuk membangun prestasi olahraga nasional guna mengangkat harkat dan martabat bangsa Indonesia

Anggaran:
Rp 50,2 miliar (Ikhtisar Laporan Keuangan Kemenkeu 2018)

Jumlah Induk Organisasi Nasional:
36 Induk Organisasi Olahraga tingkat nasional

Sejarah

KOMPAS/IAN SITUMORANG

Gedung KONI Pusat dan perkampungan atlet di Senayan menjadi sepi (4/12/1981) ditinggalkan penghuninya yang sedang berjuang di SEA Games XI Manila 1981.

Perjalanan panjang pembinaan olahraga di Indonesia sudah dilakukan sebelum Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Sejak tahun 1938, pemuda-pemuda Indonesia mendirikan Ikatan Sport Indonesia (ISI) yang berbentuk federasi. Pada masa awal didirikan, ISI beranggotakan Perserikatan Sepak Bola Indonesia (PSSI), Perserikatan Lawn Tenis Indonesia/Tenis Lapangan (Pelti), dan Perserikatan Bola Keranjang Seluruh Indonesia.

Dalam laman KONI disebutkan, ISI merupakan kelanjutan dari semangat perikatan sport Indonesia yang dikenal dengan Sportbond. ISI berusaha menghimpun kekuatan seluruh insan olahraga yang secara umum belum memiliki organisasi, namun sudah memulai berkomunikasi dengan Komite Olimpiade Asia.

Setiap tahun, ISI melakukan penyelenggaraan Sport Week sehingga membangkitkan persatuan serta persaudaraan masyarakat olahraga. ISI juga menunjukan jati diri bangsa Indonesia lewat pertunjukan olahraga yang melibatkan berbagai cabang olahraga dan eksis hingga saat ini.

ISI menjadikan kegiatan Pekan Olahraga (Sport Week) sebagai instrumen persatuan sehingga memenuhi kaidah perjuangan atau sebagai alat perjuangan. Organisasi ISI sebenarnya merupakan sarana untuk melakukan perjuangan bangsa Indonesia agar dihargai sebagai bangsa oleh Pemerintah Kolonial Belanda saat itu, baik dari aspek olahraga maupun pergerakan nasional, karena pendiri organisasi ini adalah Voolksrad (Dewan Perwakilan Rakyat Masa Pemerintah Kolonial).

Lima belas Oktober 1938 dikukuhkan sebagai tanggal berdirinya ISI sebagai organisasi olahraga yang mewadahi seluruh aspirasi perkumpulan olahraga. Tanggal tersebut juga merupakan momentum sejarah perjuangan bangsa Indoneisa lewat olahraga dengan menyelenggarakan pertandingan multi event.

Semangat membangkitkan olahraga digelorakan lagi setahun setelah Indonesia merdeka yakni pada 1946. Saat itu, Persatuan Olahraga Republik Indonesia (PORI) yang merupakan badan olahraga yang bersifat nasional dan Komite Olimpiade Republik Indonesia (KORI) dibentuk. Para pemimpin olahraga mantan pengurus ISI dan organisasi olahraga lainnya memberntuk PORI dan KORI pada Kongres Olahraga I di Surakarta.

Dua tahun kemudian dilaksanakan penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) I di Surakarta pada tanggal 9 September tahun 1948. Kemudian, PORI dan KORI membentuk delegasi untuk menghadiri Olympic Games XIV di London, namun gagal karena situasi politik di tanah air belum memungkinkan.

Pada tahun 1949, dilaksanakan Kongres PORI III, dengan keputusan induk organisasi mendapat hak otonomi dan PORI sebagai badan koordinator. Setahun kemudian pada 1950, PORI berganti nama menjadi Persatuan Olahraga Indonesia dan KORI diubah menjadi Komite Olimpiade Indonesia (KOI).

KOMPAS/MAHFUDIN NIGARA

Apel Kontingen Indonesia ke SEA Games 1981 Manila, dipimpin oleh Ketua Bidang Pembinaan KONI Pusat Gatot Suwagiodi, di gedung KONI Pusat di hadapan Ketua Umum KONI Pusat Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan jajaran pengurus KONI Pusat lainnya (16/11/1981)

Partisipasi dalam kejuaraan

Asian Games I diadakan di New Delhi pada 1951 dan Indonesia menjadi salah satu kontingen yang ikut serta. Namun pada saat itu, dalam masa persiapan tim untuk ke Asian Games terdapat permasalahan tumpang tindih pelaksanaan tugas antara PORI dan KOI.

Pada Kongres PORI-KOI yang bertepatan dengan PON II (21–28 Oktober 1951) di Jakarta, tercapai sebuah kesepakatan agar efisiensi PORI untuk melebur ke KOI yang diketuai oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Pada 1952, KOI mencatat sejarah yakni mendapat pengakuan IOC (Komite Olimpiade Internasional) serta untuk kali pertama Indonesia ikut serta pada Olympic Games XV di Helsinki, Finlandia.

Dalam masa persiapan Asian Games 1962, pemerintah membentuk Dewan Asian Games Indonesia (DAGI) yang bertugas mempersiapkan penyelenggaraan Asian Games IV 1962 di Jakarta. KOI berperan sebagai pembantu DAGI dalam hubungan internasional di bidang olahraga.

Pemerintah membentuk Komando Gerakan Olahraga (KOGOR) pada tahun 1961, tugasnya mempersiapkan pembentukan tim nasional Indonesia. Induk-induk organisasi olahraga sebagai pelaksana teknis cabang olahraga yang bersangkutan. KOGOR dibentuk dan tersebar di setiap daerah tingkat I. KOGOR bertugas menggerakkan olahraga, membina bibit, dan menunjang pembinaan olahraga nasional.

Pada 1962, pemerintah membentuk Departemen Olahraga (Depora) yang dipimpin oleh Menteri Maladi. Pada era Menteri Maladi, digelar Asian Games IV di Jakarta pada tanggal 24 Agustus 1962 – 4 September 1962.

Pada Februari 1963, KOI dikenai sanksi skors oleh IOC karena tidak mengundang Israel dan Taiwan dalam Asian Games IV di Jakarta. Pada Juni 1963, sanksi tersebut dicabut oleh IOC. Pada 10–22 November 1963, GANEFO I diselenggarakan di Jakarta.

KOMPAS/TOTOK POERWANTO

Pelatih-pelatih asing yang diperbantukan pada KONI Pusat guna menangani atlet-atlet SEA Games, sudah mulai bekerja, memperbaiki teknik dan peningkatan fisik. Nampak dalam gambar pelatih Lukianov (Uni Soviet) memberikan petunjuknya pada lifter Bambang Sugiono. (10/11/1977)

Awal mula nama KONI

Pada 25 Desember 1965, dibentuk Sekretariat Bersama Induk-induk Organisasi Cabang Olahraga. Muncul gagasan untuk mengganti Dewan Olahraga Indonesia menjadi Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) sebagai organisasi yang mandiri dan bebas dari pengaruh politik.

Surat Keputusan Presiden Nomor 143A dan 156A tahun 1966 mengukuhkan dibentuknya KONI sebagai pengganti Dewan Olahraga Indonesia (DORI). Badan baru ini tidak dapat berfungsi karena tidak didukung oleh Induk Organisasi Olahraga berkenaan situasi politik pada era tersebut.

Setelah Presiden Soeharto membentuk Kabinet Ampera, yang kemudian membubarkan Depora dan membentuk Direktorat Jenderal Olahraga di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

KONI (baru) dibentuk oleh Induk Organisasi Olahraga pada 31 Desember 1966 yang dipimpin oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan KOI diketuai oleh Sri Paku Alam VIII. KONI dikukuhkan dengan SK Presiden Nomor 57 Tahun 1967.

KONI adalah badan mandiri dan nonpemerintah, artinya kegiatan olahraga kembali kepada masyarakat. KONI berperan sebagai mitra yang membantu pemerintah di bidang olahraga, tidak dikendalikan kelompok kekuasaan dan bebas dari kepentingan politik.

KONI dan KOI bergabung menjadi satu dengan alasan efisiensi pada 1978, pengurusnya sama namun fungsi yang berbeda. KONI melakukan pembinaan di dalam negeri, KOI melakukan kegiatan dalam hubungan luar negeri. Ketua Umum KONI sekaligus Ketua KOI adalah Sri Sultan HB IX.

Selama kurun waktu 1978–2004 tidak banyak momentum yang mengubah konstelasi kelembagaan KONI. Dalam laman KONI tidak dipaparkan perubahan apa saja yang terjadi pada kelembagaan KONI pada periode waktu tersebut.

KOMPAS/SYAHNAN RANGKUTI

Insan olahraga Indonesia ternyata begitu gampang berubah pendapat dalam masalah mutasi atlet. Pada Raparnas KONI Pusat di Bali (21/02/2006), semula program mutasi atlet 2,5 tahun menjelang PON mendapat dukungan mayoritas, namun dalam sekejap dukungan itu langsung runtuh dan kalah demi memuluskan niat Kaltim sebagai tuan rumah PON 2008.

Era undang-undang baru

Memasuki 2005, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional dan melakukan reorganisasi KONI menjadi KON dan KOI. KON melakukan pembinaan dalam negeri dan penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional, sementara KOI melakukan kegiatan pengiriman atlet ke luar negeri dan penyelenggara pekan olahraga internasional di Indonesia.

Kemudian pada 2007, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 16, 17, dan 18 Tahun 2007 sebagai peraturan pelaksanaan UU No. 3 Tahun 2005. KONI juga menyelenggarakan Musyawarah Olahraga Nasional Luar Biasa (Munaslub), yang salah satu hasilnya yakni mengesahkan Anggaran Dasar KONI dan KOI. Rita Subowo terpilih sebagai Ketua Umum KONI dan KOI masa periode 2007–2011.

Dalam rakor KONI di Surabaya pada 2010, seluruh peserta KONI tingkat provinsi merekomendasikan pembentukan Pokja Amandemen UU No. 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional dan merekomendasikan penyatuan KONI dan KOI.

Pada Musyawarah Olahraga Nasional KONI di NTB, Tono Suratman terpilih sebagai Ketua Umum KONI Pusat. Tono menjabat sebagai Ketua Umum KONI hingga 2019.

Pada 2012, dalam Rapat Anggota Tahunan, KONI memutuskan perlu adanya penyempurnaan AD/ART KONI. Maka, dibentuk Pokja dari unsur KONI Pusat, KONI DKI Jaya, Kalbar, Sultra, PB Perbakin, dan PB IKASI. Pada Desember 2012, dalam forum Musyawarah Olahraga Nasional di Balikpapan, KONI merekomendasikan perlunya pemerintah menetapkan aturan untuk KONI yang implementatif sebagai satu-satunya wabah organisasi dalam mencapai prestasi nasional menuju prestasi internasional.

Pada Musornas KONI 2 Juli 2019, Marciano Norman secara aklamasi terpilih sebagai Ketua Umum KONI Pusat periode 2019–2003.

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Ketua Umum Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Letjen. (Purn) Marciano Norman (kanan) memukul gong disaksikan Deputi IV Menpora Yuni Poerwati (kedua dari kanan), Plt Ketua Umum PSSI Iwan Budianto (kedua dari kiri), dan Delegasi FIFA Sanjeevan Balasingam (kiri) saat membuka Kongres Luar Biasa Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) yang digelar di Hotel Mercure Ancol, Jakarta, Sabtu (27/7/2019). Selain membahas statuta PSSI, Konggres Luar Biasa yang berlangsung tertutup ini juga melakukan penetapan Komite Pemilihan (KP) dan Komite Banding Pemilihan (KBP).

Peran memajukan olahraga

Potensi sumber daya olahraga Indonesia sangat besar. Indonesia memiliki 72 cabang olahraga di tiap KONI Provinsi dan tingkat kabupaten/kota. Namun, Indonesia belum bisa sepenuhnya mengelola potensi industri olahraga dengan baik dan tepat.

Industri olahraga dapat berbentuk sarana, prasarana dan jasa seperti dalam Pasal 79 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional. Pasal 80 pada UU tersebut mengamanatkan pemerintah untuk memberikan kemudahan dan fasilitasi industri olahraga, baik dalam pembinaan maupun kemitraan.

Pentingnya dilakukan pengembangan sport science (ilmu pengetahuan untuk memaksimalkan prestasi olahraga) sebab berkaitan erat dengan industri olahraga. Perkembangan sport science memiliki dampak pada pengembangan sarana, alat serta pendukung lainnya agar tingkatkan kualitas pembinaan olahraga prestasi lebih baik. KONI Pusat selalu berkoordinasi dengan Kemenpora untuk mendukung prestasi dan industri olahraga.

KOMPAS/DANU KUSWORO

Ketua Umum KONI Pusat Agum Gumelar (periode 2003–2007) secara simbolis memberikan penghargaan berupa uang kepada peraih medali emas Asian Games XV Qatar, Ryan Leonard Lalisang, Kamis (21/12/2006) di Gedung KONI Pusat, Jakarta.

Regulasi

Pembentukan KONI didasarkan pada UU No. 3 tahun 2005 Pasal 36 dan 37. Dalam pasal 36 disebutkan: “Induk organisasi cabang olahraga membentuk suatu komite olahraga nasional yang bersifat mandiri. Komite Olahraga Nasional membantu pemerintah membuat kebijakan nasional dalam bidang pengelolaan, pembinaan, dan pengembangan olahraga prestasi pada tingkat nasional.”

Sementara, dalam pasal 37 disebutkan: “Pengelolaan olahraga pada tingkat provinsi dilakukan oleh pemerintah provinsi dengan dibantu oleh komite olahraga provinsi. Komite olahraga provinsi dibentuk oleh induk organisasi cabang olahraga provinsi dan bersifat mandiri.”

KOMPAS/DANU KUSWORO

Ketua Umum KONI Pusat Rita Subowo (periode 2007–2011) berbincang dengan pasangan Vita Marissa/Lilyana Natsir dan dalam kunjungan di Pelatnas Bulu Tangkis di Cipayung, Senin (6/8/2007).

Organisasi

  • Ketua Umum KONI
  • Wakil Ketua Umum Bidang Pembinaan Prestasi, Sport Science dan Iptek
  • Wakil Ketua Umum II Bidang Organisasi, Litbang, Hukum
  • Wakil Ketua Umum III Bidang Kerjasama Dalam Negeri Antarlembaga, Pulahta, Perencanaan Anggaran
  • Wakil Ketua Umum IV Bidang Kerjasama Luar Negeri, Media dan Humas
  • Wakil Ketua Umum V Bidang Mobilisasi Sumber Daya dan Kesejahteraan Pelaku Olahraga
  • Sekretari Jenderal
  • Bendahara Umum
  • Internal Audit
  • Ketua Bidang Pembinaan Prestasi
  • Ketua Bidang Organisasi
  • Ketua Bidang Sport Science dan Iptek
  • Ketua Bidang Pendidikan dan Penataran
  • Ketua Bidang Penelitian dan Pengembangan
  • Ketua Bidang Penelitian dan Pengelolaan Data
  • Ketua Bidang Kesejahteraan Pelaku Olahraga
  • Ketua Bidang Perencanaan Program Anggaran
  • Ketua Bidang Media dan Humas
  • Ketua Bidang Mobilisasi Sumber Daya
  • Ketua Bidang Kerjasama Dalam Negeri
  • Ketua Bidang Kerjasama Luar Negeri
  • Ketua Bidang Pembinaan Hukum Olahraga
  • Kepala Sekretariat Umum

Anggaran

Dalam Laporan Bendahara Umum Negara 2018 yang dipublikasikan Kementerian Keuangan pada 2018 disebutkan Anggaran KONI dari APBN sebesar Rp 50,2 miliar.

Referensi

Komite Olahraga Nasional Indonesia

Undang-Undang No. 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional