KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Tari Gambyong memeriahkan resepsi tebu temanten, sebuah tradisi yang menandai dimulainya musim giling tebu di Pabrik Gula Tasimadu, Karanganyar, Jawa Tengah, Jumat (25/4/2008). Pada musim giling tahun ini ditargetkan sebanyak 425.915 ton tebu bisa digiling dengan hasil sebanyak 27.670 ton gula.
Sejumlah pabrik gula yang masih beroperasi, terutama di wilayah Jawa, melakukan upacara ritual setiap akan melakukan proses giling tebu, untuk memproduksi gula kristal.
Mayarakat di sekitar pabrik gula beserta karyawan pabrik melakukan tradisi penyambutan masa giling tebu. Hal tersebut dilakukan sebagai wujud doa agar diberikan keselamatan, kelancaran, dan peningkatan produksi gula kristal yang dihasilkan.
Salah satunya seperti yang dilakukan oleh Pabrik Gula Tasikmadu, Karanganyar, Jawa Tengah yang dilakukan satu tahun sekali menjelang musim giling.
Pabrik Gula Tasikmadu di Karanganyar ini melakukan upacara Cembengan untuk mengawali masa giling tebu. Istilah “Cembengan” sendiri semula merupakan upacara ritual yang dilakukan oleh para pekerja di dalam pabrik gula untuk meminta keselamatan dan hasil produksi yang baik.
Tradisi Cembengan usianya sudah lebih dari setengah abad yang dimulai sejak Sri Sultan Hamengkubuwono IX sampai sekarang masih tetap dilaksanakan. Namun, kini upacara Cembengan telah berubah menjadi pesta rakyat bagi masyarakat di sekitar pabrik gula.
Cembengan menjadi simbol pengharapan hasil panen dan giling yang baik. Cembengan diadakan sejak 1958 atau tiga tahun setelah pabrik berdiri. Seiring waktu, kegiatan yang menyertai Cembengan, seperti pasar malam, wayangan, dan pentas aneka kesenian, dipersingkat jadi tiga hari.
Upacara Cembengan diadopsi dari tradisi China, yakni Cing Bing. Tradisi tersebut merupakan ziarah ke makam luhur menjelang suatu karya besar. Pembuatan gula tebu pada masa lalu selalu melakukan upacara Cing Bing sebelum memproduksi gula.
Upacara Cembengan terbagi menjadi dua prosesi, yakni pemasangan tujuh kepala kerbau dan kirab temanten tebu pada hari berikutnya. Pelaksanaan upacara Cembengan diawali dengan penebangan dua batang tebu yang nantinya dijadikan sebagai pengantin (temanten) dan akan dijadikan tebu pertama untuk digiling.
Rangkaian tradisi tersebut dimulai dengan nyekar (ziarah makam sejumlah wali), wiwitan atau mengambil tebu terbaik yang bakal menjadi “Temanten Tebu”, dan midodareni. Pada malam midodareni, dibacakan kataman Al Quran, selamatan rosulan, dan pentas klenengan tembang Jawa.
Tebu yang dikirab berjumlah 9 batang dengan panjang sekitar 4 meter setiap jenis kelamin. Tiap-tiap pasangan diikat menjadi satu menurut jenisnya. Pasangan pengantin tebu ini diarak menggunakan kereta yang ditarik oleh dua ekor kuda.
Dengan tinggi sekitar 3,5 meter, tebu temanten bersama delapan pasang tebu lain dihias layaknya pengantin akan naik pelaminan. Sepanjang tubuh tebu hingga pangkal daunnya dililit kertas minyak merah dan putih, seperti bendera Indonesia.
Kemudian dilaksanakan ijab dan kabul di masjid dekat pabrik. Prosesinya persis seperti jika ada pasangan manten yang diarak, hanya yang menjadi manten dalam arak-arakan ini bukan manusia, melainkan sepasang tebu yang dirias dan diberi topeng berwajah pria dan wanita. Sepasang tebu manten ini memiliki nama dan berganti tiap tahunnya, mengikuti hari dalam penanggalan Masehi dan penanggalan Jawa.
Setelah para petani menyerahkan tebu secara simbolis kepada pihak pabrik, acara dilanjutkan dengan doa bersama untuk memohon keselamatan. Sepasang pengantin tebu diletakkan di mesin penggiling. Pasangan inilah yang akan digiling pertama kali ketika proses penggilingan tebu dilakukan.
Setelah itu, dilanjutkan dengan meletakkan sesajen di lokasi mesin-mesin produksi giling tebu. Sebanyak 40 sesaji disiapkan, perlambang 40 unit kerja di pabrik, seperti unit gudang alkohol, sulingan, ketel, dan sentral listrik. Kemudian, diletakkan pula sepotong kepala sapi dan kepala kerbau yang melengkapi sesaji.
Sesajen terdiri dari jenang, gecok bakar, telur asin, kinangan, tumpeng, ketupat yang dihiasi dengan kertas. Di samping itu, ada sembilan ekor kerbau yang dipotong dan kepalanya diletakkan di bagian-bagian mesin giling tebu.
Makna pelaksanaan upacara Cembengan sebagai ritual selamatan giling tebu dengan menggunakan sesajen dan doa-doa merupakan simbol dari media komunikasi antara manusia dengan Sang Pencipta. Sebuah tradisi akan tetap dilestarikan jika memiliki nilai dan makna di dalamnya.
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Ritual tebu temanten, salah satu tradisi menandai dimulainya giling tebu, dilakukan di Pabrik Gula Tasikmadu, Karanganyar, Jawa Tengah, Jumat (25/4/2008). Melalui ritual ini, diharapkan target 27.670 ton gula bisa dicapai pada musim giling tahun 2008.
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Pegawai membawa potongan tebu pada ritual tebu penganten di PG Tasikmadu, Karanganyar, Jawa Tengah, Jumat (11/5/2007). Ritual tersebut merupakan tanda dimulainya musim giling secara simbolis.
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Arak-arakan pembawa sesaji menjadi kesatuan rangkaian tradisi selamatan sebelum memulai musim giling tebu atau cembengan di Pabrik Gula Tasikmadu, Karanganyar, Jawa Tengah, Kamis (24/4/2008). Tradisi ini dilakukan untuk memohon kelancaran dan keselamatan saat penggilingan tebu sehingga dicapai hasil yang maksimal.
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Penari Dari Semarak Candra Kirana Solo membawakan fragmen Greget Sondokoro saat berlangsung ritual tebu penganten di PG Tasikmadu, Karanganyar, Jawa Tengah, Jumat (11/5/2007) Fragmen tersebut bercerita tentang dimulainya musim giling tebu pada masa Mangkunegara IV.
KOMPAS/IWAN SETIYAWAN
Kesenian reog mengawali iring-iringan temanten tebu yang diarak keliling kampung sebagai bagian dari tradisi cembengan yang menandai awal musim giling di Pabrik Gula (PG) Tasikmadu, Karanganyar, Jumat (30/4). Tradisi yang rutin dijalankan tiap tahun ini selain untuk mempererat hubungan petani tebu dan pabrik gula juga mendoakan agar msuim giling berjalan lancar.
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Tradisi selamatan sebelum memulai musim giling tebu atau cembengan dilakukan di Pabrik Gula Tasikmadu, Karanganyar, Jawa Tengah, Kamis (24/4/2008). Tradisi ini dilakukan untuk memohon kelancaran dan keselamatan saat penggilingan tebu sehingga dicapai hasil yang maksimal.
KOMPAS/ HERU SRI KUMORO
Tradisi selamatan sebelum memulai musim giling tebu atau cembengan dilakukan di Pabrik Gula Tasikmadu, Karanganyar, Jawa Tengah, Kamis (24/4/2008). Tradisi ini dilakukan untuk memohon kelancaran dan keselamatan saat penggilingan tebu sehingga dicapai hasil yang maksimal.
KOMPAS/SRI REJEKI
Selamatan giling tebu di Pabrik Gula (PG) Tasikmadu.
KOMPAS/SRI REJEKI
Selamatan giling tebu di Pabrik Gula (PG) Tasikmadu.
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Tradisi selamatan sebelum memulai musim giling tebu atau cembengan dilakukan di Pabrik Gula Tasikmadu, Karanganyar, Jawa Tengah, Kamis (24/4/2008). Tradisi ini dilakukan untuk memohon kelancaran dan keselamatan saat penggilingan tebu sehingga dicapai hasil yang maksimal.
KOMPAS/SRI REJEKI
Selamatan giling tebu di Pabrik Gula (PG) Tasikmadu.
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Tradisi selamatan sebelum memulai musim giling tebu atau cembengan dilakukan di Pabrik Gula Tasikmadu, Karanganyar, Jawa Tengah, Kamis (24/4/2008). Tradisi ini dilakukan untuk memohon kelancaran dan keselamatan saat penggilingan tebu sehingga dicapai hasil yang maksimal.
KOMPAS/SUSIE BERINDRA
Pasangan temanten tebu yang bernama Joko Bagus Panilih dan Roro Sri Ayu diikuti 19 pasang tebu pengiring dimasukkan ke mesin penggiling Pabrik Gula Tasikmadu, Karanganyar, Jateng. Upacara temanten tebu ini mengawali musim giling tebu di wilayah Surakarta dan sekitarnya.
Artikel terkait