Paparan Topik | Bahan Pokok

Komoditas Gula: Sejarah, Manfaat, Produsen Dunia, Produksi, dan Impor

Gula merupakan salah satu komoditas tertua yang banyak diperdagangkan di dunia. Gula sebagai sukrosa sebagian besar diperoleh dari tanaman tebu (saccharum officinarum). Para ahli sejarah menyebutkan gula sudah dikenal oleh orang-orang di Polinesia sejak ribuan tahun lalu.

KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO

Pedagang membungkus gula pasir untuk dijual kembali di Pasar Senen, Jakarta Pusat, Rabu (17/3/2020). Badan Pusat Statistik mencatat nilai impor gula sepanjang Januari-Februari 2021 mencapai 481,7 juta dollar AS. Angka ini 99,38 persen lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Gula diimpor antara lain dari Australia, Brasil, dan India.

Fakta Singkat

  • Gula pasir atau gula tebu dihasilkan dari pengolahan batang tebu (saccharum officinarum)
  • Indonesia pernah menjadi produsen gula utama dunia sebelum perang dunia kedua
  • Sejarah industri gula di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari praktik kolonialisme
  • Sejak masa kemerdekaan pada 1951 banyak pabrik gula warisan Belanda dinasionalisasi dan tersisa 30 pabrik aktif.
  • Penghasil gula terbesar dunia saat ini adalah Brasil, India, Pakistan, Thailand, dan Tiongkok
  • Selain penghasil gula terbesar, Brasil juga merupakan penghasil tebu terbesar di dunia.
  •  Brasil menghasilkan tebu sebesar 757,1 juta ton pada 2020. Sementara menurut data FAO, Indonesia memproduksi tebu sebesar 28,9 juta ton.
  • Produksi gula nasional sebesar 2,35 juta ton pada 2021 yang terdiri dari produksi pabrik gula BUMN sebesar 1,06 juta ton dan pabrik gula swasta sebesar 1,29 juta ton.
  • Produksi gula dalam negeri tak mampu memenuhi kebutuhan gula nasional yang diperkirakan tiap tahun mencapai 6,5 juta ton

Gula dari tanaman tebu dikenal sebagai gula tebu atau gula pasir. Gula pasir kebanyakan dipasarkan dalam bentuk kristal curah dan sebagian kecil dalam bentuk bongkahan yang disebut gula batu.

Tidak ada catatan atau bukti arkeologi yang menunjukan kapan dan siapa yang pertama kali menanam tebu sebagai bahan dasar pembuatan gula. Akan tetapi, para ahli menyebutkan gula sudah dikenal oleh orang-orang di Polinesia sejak ribuan tahun lalu dari tanaman tebu. Tanaman tersebut hanya dapat tumbuh di daerah beriklim tropis dan termasuk jenis rumput-rumputan.

Tebu diduga pertama kali dibudidayakan di Papua Nugini. Kala itu ditemukan bahwa penduduk New Guinea (saat ini Papua Nugini) mengunyah tebu mentah untuk menikmati manisnya. Kemudian, tebu dikirim ke Filipina dan India. Praktik budidaya tebu tersebar di seluruh Asia Tenggara, China, dan India melalui perdagangan lintas laut.

Diperkirakan sekitar tahun 600 SM, masyarakat India di bawah Dinasti Gupta mulai memeras tebu dan mengolahnya menjadi kristal yang kini disebut sebagai gula pasir atau gula tebu. Di masa tersebut tebu dan gula sangat dilindungi dan dijaga ketat dan tidak semua orang bisa merasakan kelezatannya.

Barulah ketika penguasa Kekaisaran Achaemenid Persia Darius I menginvasi India pada 510 SM, teknologi pembuatan gula dibawa dan mereka mulai memproduksi gula mereka sendiri. Semenjak abad ke-7 sesudah Masehi, para pedagang dari Arab dan Asia mulai membawa gula sebagai barang dagangan mereka dari Persia. Gula dibawa ke kawasan China, Yunani dan Romawi serta berbagai daerah lain di dunia.

Hindia Belanda yang kemudian menjadi Indonesia pernah menjadi produsen gula utama dunia sebelum perang dunia atau pada tahun 1930-an. Setelah usai perang dunia, produksinya tersaingi oleh industri gula baru yang lebih efisien. Kini, penghasil gula terbesar dunia adalah Brasil, India, Pakistan, Thailand, dan Tiongkok.

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Pedagang membungkus gula untuk dijual kembali di Pasar Mede, Jakarta, Selasa (24/6/2014). Sepekan jelang puasa harga-harga kebutuhan pokok masih relatif stabil.

Sejarah

Para ahli sejarah mengungkapkan jika persebaran gula dan tebu semakin meluas seiring dengan berkembangnya kerajaan Romawi di Eropa hingga Asia. Gula pertama kali diketahui tercatat di Inggris pada tahun 1099. Pada masa itu, gula menjadi barang mewah yang sering disebut sebagai emas putih. Pada tahun 1319 di London, harga gula setiap kilogramnya setara dengan upah berbulan-bulan yang diterima pekerja di sana.

Pada tahun 1480, pedagang dari Portugis membawa tebu ke Brasil dan membangun perkebunan tebu di sana. Perkebunan itu kemudian menyebar ke Kawasan Amerika Latin hingga ke Jamaika, Kuba dan daerah sekitarnya.

Kerajaan Belanda juga membawa tebu ke berbagai wilayah jajahannya dan membangun perkebunan tebu di daerah koloninya. Orang Belanda juga membangun pabrik-pabrik tebu di berbagai negara termasuk Indonesia.

Seiring berjalannya waktu, gula menjadi komoditas yang sangat populer. Antara tahun 1710 – 1770 M, gula mewakili 20 persen komoditi yang diekspor ke Eropa. Sampai akhir tahun 1900, gula masih menjadi barang mewah dan hanya bisa dibeli oleh orang-orang kalangan menengah atas. Sampai akhir tahun 1900, gula masih menjadi barang mewah dan hanya bisa dibeli oleh orang-orang kalangan menengah atas.

Menjelang akhir abad, koloni Inggris dan Perancis di Hindia Barat (wilayah kepulauan di Karibia) menghasilkan 80 persen pasokan gula dunia.

Seiring dengan berjalannya waktu dan semakin berkembangnya teknologi industri yang semakin efisien, gula akhirnya bisa diproduksi dengan jumlah melimpah ruah dan harganya pun semakin murah. Alhasil, gula tak lagi menjadi barang mewah dan semua orang baik dari kalangan atas maupun bawah bisa menikmati manisnya gula baik pada makanan, minuman, dan camilan.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO

Pekerja memindahkan tebu di kompleks Pabrik Gula Madukismo, Kecamatan Kasihan, Bantul, DI Yogyakarta, Kamis (26/9/2013). Anomali cuaca pada sejumlah kawasan perkebunan tebu tidak hanya membuat produksi tanaman tebu turun, tetapi juga rendemen gula sehingga dikhawatirkan berdampak pada turunnya produksi gula pada musim giling tahun ini.

Sejarah industri gula di Indonesia

Sejarah gula di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari praktik kolonialisme Belanda dan negara lainnya. Bahkan, bumi nusantara yang dulu bernama Hindia Belanda pernah menjadi wilayah dengan produksi gula terbesar.

Ketika orang-orang Belanda mulai membuka koloni di Pulau Jawa, kebun-kebun tebu monokultur mulai dibuka oleh tuan-tuan tanah pada abad ke-17, pertama di sekitar Batavia, lalu berkembang ke arah timur. Pembuatan gula kristal dari tanaman tebu pertama kali diduga dilakukan di wilayah Banten. Hal tersebut berangkat dari adanya batu silinder di Museum Banten Lama dan lukisan peta Kota Banten tahun 1595. 

Setelah  tahun 1862, model pertanian di Jawa juga mulai dikembangkan di luar Jawa. Dari tahun 1870 sampai akhir abad ke-19, Jawa secara konsisten merupakan produsen sekaligus eksportir gula tebu terbesar kedua di dunia setelah Kuba.  Kegiatan ekspor gula dari Hindia Belanda tercatat dilakukan di Batavia oleh VOC.

Tingginya ekpsor gula dari Jawa tak bisa lebas dari pembukaan kebun tebu secara masif dilakukan saat kebijakan sistem tanam paksa diberlakukan yakni Tahun 1830 – 1870. Imbasnya gula menjadi motor penggerak masuknya pundi-pundi keuntungan ke kas negara kolonial.

Pada tahun 1835, banyak pabrik gula yang dibangun di Jawa antara lain di Buduran, Waru, Karang Bong. Tiga tahun berselang, didirikan juga pabrik di daerah Candi, Watutulis, Balong Bendo, dan Gedek.

Setelah sistem tanam paksa digantikan oleh kebijakan agraris wet di tahun 1870, pihak swasta ikut masuk ke dalam industri gula. Sehingga produksi gula meningkat pesat. Pada periode 1900 -1930, industri gula di tanah Jawa mengalami puncak kejayaannya. Tercatat di tahun 1929 setidaknya 179 pabrik pengolahan sudah berdiri dengan produksi gula mencapai 2,9 juta ton per tahun.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO

Lokomotif mendorong lori pengangkut tebu memasuki Pabrik Gula Madukismo, Bantul, DI Yogyakarta, Jumat (3/5/2019). Sejumlah pabrik gula di Pulau Jawa telah memulai masa giling mereka dengan menyerap tebu dari petani.

Pada periode tahun 1900-1930, Cina, Jepang, Hongkong, dan India menjadi tujuan utama ekspor gula Indonesia yang pertumbuhannya begitu cepat karena menggunakan teknologi terbaru untuk meningkatkan hasil produksi.

Pada tahun 1900, Jawa telah memiliki teknologi yang sangat maju dan terintegrasi dengan ekonomi luar. Kemajuan teknologi dari revolusi industri telah diaplikasikan untuk membentuk jaringan transportasi (biasanya menggunakan kereta lori) dan komunikasi pabrik gula. Dengan pengaplikasian teknologi ini, distribusi dan pengolahan gula pun semakin efektif.

Industri gula Jawa mulai mengalami kemunduran karena krisis malaise yang mulai terjadi 1929-1939. Ekspor gula dari Hindia Belanda di pasar dunia pun semakin menurun, menyusul negara-negara yang dulunya menjadi tujuan ekspor gula seperti Cina dan India, mulai memproduksi gula secara mandiri.

Seusai Perang Dunia II, industri gula di Indonesia mulai diambil alih oleh pemerintah. Sejak masa kemerdekaan tepatnya tahun 1951 banyak pabrik gula warisan Belanda dinasionalisasi dan tersisa 30 pabrik aktif.  Tahun 1950-an Indonesia masih menjadi eksportir gula.  

Setelah Orde Baru, banyak pabrik gula yang tutup. Sejak 1967 hingga sekarang Indonesia menjadi importir gula. Hal itu terjadi karena minimnya riset pergulaan, pabrik-pabrik gula di Jawa yang ketinggalan teknologi, tingginya tingkat konsumsi, serta kurangnya investor untuk pembukaan lahan tebu di luar Jawa.

Proses pembuatan gula

Gula pasir atau gula tebu dihasilkan dari pengolahan batang tebu di pabrik gula. Sebelum masuk proses pengolahan batang tebu dipilah dan dipilih berdasarkan kriteria bersih, matang, dan segar.

Kemudian batang tebu dihancurkan dengan cara digiling dan diperas, sarinya dikumpulkan dan disaring yang hasilnya disebut nira. Untuk mendapatkan hasil nira yang maksimal biasanya batang tebu digiling dan diperas berkali-kali sekitar 10 kali.

Selanjutnya cairan yang terbentuk kemudian ditambahkan bahan tambahan (biasanya menggunakan kalsium oksida) untuk memisahkan ketidakmurnian, campuran tersebut kemudian dipisahkan lagi dengan belerang dioksida atau kalsium dioksida.

Campuran yang terbentuk itu kemudian dididihkan. Endapan dan sampah yang mengambang kemudian dapat kembali dipisahkan. Sebuah mesin sentrifugal juga dapat digunakan pada proses putaran yang melakukan pemisahan fasa padat (gula) dan fasa cair (mesquite). Setelah cukup murni, cairan didinginkan dan dikristalkan (biasanya sambil diaduk) untuk memproduksi gula yang dapat dituang ke cetakan.

Gula batu adalah gula tebu yang tidak melalui tahap kristalisasi. Gula kotak atau blok adalah gula kristal lembut yang dipres dalam bentuk dadu. Gula mentah (raw sugar) adalah gula kristal yang dibuat tanpa melalui proses pemutihan dengan belerang. Warnanya agak kecokelatan karena masih mengandung molase, tetapi sekarang gula batu sudah bersih dalam pembuatannya sehingga gula batu yang berwarna cokelat sudah tidak ada lagi.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO

Buruh perempuan mengangkut bibit tebu di Desa Balecatur, Gamping, Sleman, DI Yogyakarta, Rabu (6/12/2017). Tebu hasil panen dari bibit tersebut kelak dijual ke Pabrik Gula Madukismo di Bantul, DI Yogyakarta. Pasokan tebu dari petani masih menjadi salah satu faktor utama penentu keberlangsungan operasional sejumlah pabrik gula di Pulau Jawa.

Manfaat gula

Gula putih sebanyak 15 gram atau setara dengan 1 sendok makan besar, mengandung energi sebesar 60,8 kalori, karbohidrat 15 gram, kalium 0,3 mg, dan kalsium 0,2 mg. Gula putih tidak mengandung protein, lemak, zat besi dan vitamin-vitamin yang dibutuhkan dalam tubuh.

Meski sebagian masyarakat menghindari konsumsi gula pasir, komoditas yang rasanya manis ini sebenarnya bukan sesuatu yang harus dihindari, karena tubuh sangat membutuhkannya. Masyarakat yang menghindari gula biasanya terkait kesehatan karena mengkonsumsi gula berlebih akan menyebabkan penyakit dan meningkatkan resiko kematian.

Secara umum, manfaat gula memberikan energi untuk proses fisiologis tubuh terutama untuk respirasi irama jantung, memperbaiki regulasi suhu tubuh, membantu fungsi otak meningkat, meredakan stress, meningkatkan kekebalan tumbuh, mengatasi gangguan tenggorokan, dan gangguan pencernaan, serta menghilangkan nyeri.

Tanpa gula, organ di dalam tubuh, terutama otak, tidak akan dapat bekerja secara normal. Gula akan membantu fungsi otak meningkat sehingga otak tidak lamban dalam berpikir dan konsentrasi.

Setidaknya ada empat manfaat utama mengonsumsi gula. Manfaat pertama adalah untuk memberikan tambahan energi. Gula pasir merupakan sumber sukrosa yang mengandung molekul fruktosa dan molekul glukosa. Glukosa yang berasal dari pemecahan gula itu merupakan sumber utama energi.

Setelah tubuh memecah molekul, selanjutnya hormon insulin membantu mengangkut glukosa ke sel kemudian melalui proses metabolisme diubah menjadi energi. Tanpa glukosa, tubuh tidak akan memiliki stamina untuk beraktivitas banyak.

Manfaat konsumsi gula kedua yaitu untuk membantu menyimpan energi dalam tubuh. Setelah glukosa diubah menjadi energi, tubuh akan menyimpan sebagian glukosa sebagai cadangan energi. Cadangan itu nantinya dilepaskan dalam proses yang disebut glikogenesis. Glikogenesis itu memungkinkan tubuh untuk menjalani aktifitas dalam waktu yang lama tanpa makan.

Manfaat konsumsi gula yang ketiga yakni untuk membantu meningkatkan mood. Gula akan mengaktifkan pusat kesenangan di otak dan menyebabkan aliran dopamine sehingga menghasilkan perasaan euphoria atau rasa senang secara langsung. Manfaat konsumsi gula lainnya yaitu untuk memberi nutrisi tambahan bagi tubuh.

Meski demikian, mengonsumsi gula berlebihan bisa berdampak buruk bagi kesehatan. Konsumsi gula berlebih memiliki banyak efek buruk bagi kesehatan antara lain peningkatan berat badan (obesitas), meningkatkan risiko penyakit diabetes, meningkatkan risiko tekanan darah tinggi,  mempercepat masalah kepikunan,  dan mempercepat penuaan. Selain itu, konsumsi gula berlebih juga memicu penyakit tidak menular lainnya seperti kanker, penyakit kardiovaskular, jantung, dan stroke.

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Gula pasir produksi lokal dijual di Carrefour, Lebak Bulus, Jakarta, Selasa (8/7/2014). Menurut data Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA), impor gula Indonesia terus mengalami peningkatan. Pada 1999, impor gula Indonesia sebanyak 1.702 juta ton, sedangkan pada 2013 impor gula naik lebih dari dua kali lipat menjadi 3,785 juta ton. Impor komoditas pangan utama ini makin tidak terkendali.

Produsen Dunia

Berdasarkan data Food and Agriculture (FAO), Brasil merupakan produsen tebu paling banyak di dunia. Pada 2019, Brasil memproduksi sekitar 752 juta metrik ton tebu, hampir dua kali lipat dari India yang tercatat sebagai negara produsen terbesar kedua. Setelah tebu dimurnikan menjadi gula murni, Brasil memproduksi sekitar 30 juta metrik ton gula olahan pada 2019/2020.

Posisi kedua penghasil tebu ditempati oleh India yakni menghasilkan tebu sebesar 370,5 juta ton pada 2020, diikuti oleh China dan Pakistan dengan produksi tebu berturut-turut 108,1 juta ton dan 81 juta ton. Thailand menyusul di posisi keempat dengan produksi tebu 74,9 juta ton.  

Negara yang masuk 10 besar penghasil tebu berikutnya yakni Meskiko di posisi kelima dengan menghasilkan tebu sebesar 53,9 juta ton, dan Amerika Serikat sebesar 32,7 juta ton. Kemudian menyusul Australia, Indonesia serta Guatemala masing-masing 30,2 juta ton, 28,9 juta ton dan 28,3 juta ton.

Produksi tebu di Indonesia masih kalah jauh dari Brasil yang menempati posisi pertama. Tercatat, Brasil menghasilkan tebu sebesar 757,1 juta ton pada 2020. Sementara menurut catatan FAO, Indonesia memproduksi tebu sebesar 28,9 juta ton.

Grafik:

 

Selain penghasil tebu terbesar, Brasil juga merupakan penghasil gula terbesar di dunia. Negara itu mengekspor gula tertinggi yaitu 32,15 juta metrik ton pada tahun 2020/2021. Thailand yang memiliki volume ekspor sekitar 7,3 juta metrik ton gula pada periode yang sama menempati posisi kedua di dunia. Berikutnya yakni India dan Australia masing-masing mengekspor gula sebanyak 6 Juta metrik ton dan 3,34 Juta metrik ton.

Grafik:

Konsumsi dan Impor gula

Konsumsi gula pasir penduduk Indonesia per kapita per minggu mengalami peningkatan sepanjang 2021. Badan Pusat Statistik mencatat konsumsinya mencapai 1,123 kg per kapita per minggu. Konsumsi gula pasir itu lebih tinggi dari tahun sebelumnya yang mencapai 1,105 kg per kapita per minggu.

Sementara, produksi gula kristal putih nasional pada tahun 2020 lalu tercatat sebesar  2.130.719 ton. Sebanyak 1.165.000 ton di antaranya dihasilkan oleh pabrik gula swasta, sedang 966.000 ton sisanya berasal dari pabrik gula BUMN.

Grafik:

 

Setahun berselang, BPS kembali melaporkan produksi gula nasional sebesar 2,35 juta ton pada 2021 yang terdiri dari produksi pabrik gula BUMN sebesar 1,06 juta ton dan pabrik gula swasta sebesar 1,29 juta ton.

Produksi gula dalam negeri itu tak mampu memenuhi kebutuhan gula nasional yang diperkirakan tiap tahun mencapai 6,5 juta ton, yang terdiri dari 3,21 juta ton GKP (gula kristal putih) dan 3,27 juta ton GKR (gula kristal rafinasi) yang digunakan untuk industri, sementara produksi nasional hanya 2,2 juta ton per tahun. Akibatnya, ada defisit gula sebesar 3,8 juta ton yang harus dipenuhi dari impor.

Grafik:

 

Untuk memenuhi kebutuhan gula dalam negeri, pemerintah memutuskan akan mengimpor 4.641.000 ton pada 2023. Volume impor ini terinci atas 991.000 ton gula kristal putih (GKP) untuk konsumsi. Sementara gula kristal rafinasi (GKR) untuk industri makanan dan minuman sebanyak 3,6 juta ton, serta 50.000 ton lagi gula untuk kebutuhan khusus.

Adapun, alokasi impor gula mentah untuk bahan baku gula rafinasi dan konsumsi tahun sebelumnya sebanyak 4,37 juta ton. Rinciannya, alokasi untuk gula kristal rafinasi atau GKR ditetapkan sebanyak 3,48 juta ton, sedangkan gula kristal putih (GKP) untuk konsumsi sebanyak 891,627 ton.

Grafik:

 

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, Indonesia telah mengimpor 5,53 juta ton gula per tahun. Empat negara utama yang memasok kebutuhan gula Indonesia yakni India, Australia, Thailand, dan Brasil. Tahun 2021, Indonesia mengimpor gula dari India sebesar 1, 9 juta ton senilai 857 juta dollar AS, kemudian dari Australia sebanyak 1,3 juta ton atau senilai 582 juta dollar AS, Brasil 1,1 juta ton (482 juta dollar AS), dan Thailand sebanyak 1 juta ton GKP senilai  455 juta dollar AS. (LITBANG KOMPAS)

Referensi

Buku
  • Romantika industri gula, Penulis Noertjahyo, JA, Gramedia Pustaka Utama, 2018
  • Jejak gula: Warisan industri gula di Jawa, Penulis Tandjung, Krisnina Maharani A, Yayasan Warna Warni Indonesia, 2010
  • Gula rasa neoliberalisme: pergumulan empat abad industri gula, Penulis Khudori, LP3ES, 2005
Arsip Kompas
  • Pahitnya Rasa Gula, KOMPAS, 4 September 2008, halaman: 6
  • Revitalisasi Pabrik: Musim Tebu Berakhir di Gondang Baru, KOMPAS, 23 Oktober 2009 Halaman: 48
  • Eksportir: Memutar Roda Nasib Industri Gula Nasional, KOMPAS, 30 Oktober 2009, Halaman: 42
  • Pabrik Gula Dibangun Pertama Kali Selama 30 Tahun Terakhir, KOMPAS, 24 Juli 2013 Halaman: 20
  • Komoditas Gula: Rasa Tebu Kini Tak Lagi Manis, KOMPAS, 15 Mei 2017, Halaman: 01
  • Industri Gula: Kembangkan Wisata Pabrik Tebu di Jatim, KOMPAS, 09 Januari 2018, Halaman: 22