Paparan Topik | Perpustakaan

Eksistensi Pustakawan di Era Digital

Hari Pustakawan Nasional diperingati setiap 7 Juli. Peringatan ini menjadi momentum pustakawan semakin berkembang mengikuti zaman dan mempunyai peran aktif dalam transfer ilmu pengetahuan serta meningkatkan minat literasi masyarakat Indonesia.

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Pustakawan melakukan penataan bahan pustaka (shelving) di Perpustakaan Umum Daerah Jakarta Selatan, Gandaria, Jakarta, Rabu (27/10/2021). Perpustaakaan Umum di Ibu Kota mulai melayani baca di tempat sejak Senin (25/10/2021). Pembukaan perpustakaan umum itu seiring dengan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 2 di Ibu Kota. Namun pengunjung dibatasi 50 persen dari kapasitas perpustakaan.

Fakta Singkat

  • Hari Pustakawan Nasional diperingati setiap 7 Juli, bertepatan dengan momentum terbentuknya Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI) pada tanggal 7 Juli 1973.
  • Tugas pokok pustakawan adalah melaksanakan kegiatan di bidang kepustakawanan yang meliputi penyelenggaraan pengelolaan perpustakaan, pelayanan perpustakaan, dan pengembangan sistem kepustakawanan.
  • UU Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengakui pustakawan sebagai salah satu tenaga kependidikan.
  • Pada tahun 2023, Indonesia masih kekurangan 439.680 pustakawan.
  • Berdasarkan standar International Federation of Library Associations and Institutions (IFLA), rasio ketercukupan tenaga perpustakaan umum adalah 1:2.500, artinya maksimal 1 orang tenaga perpustakaan melayani 2.500 orang. Adapun di Indonesia, secara nasional 1 tenaga perpustakaan melayani 21.668 orang.

Hari Pustakawan Nasional diperingati setiap 7 Juli di Indonesia. Peringatan ini sudah dilakukan sejak tahun 1990, setelah dicanangkan oleh Perpustakaan Nasional Indonesia. Tanggal peringatannya bertepan dengan momentum terbentuknya Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI) yang menjadi wadah organisasi para pustakawan.

IPI resmi terbentuk dalam Kongres Pustakawan Indonesia yang berlangsung pada tanggal 5 sampai 7 Juli 1973 di Ciawi, Bogor. Tujuan dari pendirian IPI adalah untuk meningkatkan profesionalisme pustakawan Indonesia.

Meski demikian, IPI bukanlah organisasi pustakawan yang pertama di Indonesia. Merujuk artikel Kompas, (12/6/1980), berjudul “Kongres Ikatan Pustakawan Indonesia II”, keberadaan organisasi pustakawan di Indonesia sudah ada sejak tahun 1954. Namun, namanya berganti-ganti, seperti Asosiasi Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi Indonesia (APADI), Persatuan Perpustakaan Arsip dan Dokumentasi Indonesia (PAPADI), dan Himpunan Pustakawan Chucus Indonesia (HPCI). Kemudian sejak 1973 sampai sekarang berfusi menjadi IPI.

Peringatan Hari Pustakawan Nasional menjadi hari penting bagi profesi pustakawan. Peringatan ini diharapkan menjadi momentum pustakawan semakin berkembang mengikuti zaman dan mempunyai peran aktif dalam transfer ilmu penetahuan serta meningkatkan minat literasi masyarakat Indonesia. Terus berdaya dan bermanfaat di tengah masyarakat.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO

Murid SD Negeri Serayu mendapat penjelasan dari pustakawan saat mendatangi Perpustakaan Kota Yogyakarta di Kecamatan Gondokusuman, Kota Yogyakarta, Rabu (14/9/2022). Perpustakaan Kota Yogyakarta setiap hari dikunjungi sekitar 150 hingga 200 orang pengunjung. 

Siapa itu Pustakawan?

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, disebutkan bahwa pustakawan adalah orang yang bergerak dalam bidang ilmu perpustakaan; ahli perpustakaan. Sedangkan dalam UU No. 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, bab I pasal 3 menjelaskan, pustakawan adalah seseorang yang memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan dan/atau pelatihan kepustakawanan serta mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan pengelolaan dan pelayanan perpustakaan.

Adapun tugas pokok pustakawan adalah melaksanakan kegiatan di bidang kepustakawanan yang meliputi penyelenggaraan pengelolaan perpustakaan, pelayanan perpustakaan, dan pengembangan sistem kepustakawanan.

Lebih lanjut Putu Laxman Pendit, sebagaimana dikutip oleh A.C. Sungkana Hadi, menjelaskan bahwa tugas dan fungsi pustakawan, antara lain, adalah mendukung dan memastikan kelancaran proses pembentukan pengetahuan lewat layanan-layanan informasi yang diberikannya. Oleh karena itu, pustakawan harus mampu menentukan jenis-jenis informasi yang sesuai dengan kebutuhan penggunanya untuk meningkatkan pengetahuannya.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengakui pustakawan sebagai salah satu tenaga kependidikan. Dengan demikian, pustakawan juga memiliki tanggung jawab untuk ikut berperan dalam meningkatkan pengetahuan dan kecerdasan masyarakat melalui pengelolaan dan penyediaan layanan informasi di perpustakaan, pusat dokumentasi, atau pusat informasi.

Sementara, perpustakaan merupakan suatu lembaga dan tempat yang bergerak dalam bidang informasi, mulai menghimpun, mengolah sampai pada penyebaran informasi tersebut. Perpustakaan sebagai salah satu penyedia informasi mempunyai tugas penting, yakni sebagai tempat memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, hingga rekreasi para pengguna perpustakaan.

Salah satu yang menentukan berhasil atau tidaknya dalam menjalankan fungsi perpustakaan tergantung kepada kemampuan para pustakawan. Pustakawan mempunyai peran yang penting dalam mewujudkan semua kegiatan yang terdapat di perpustakaan.

KOMPAS/RIZA FATHONI 

Suasana ruangan Pusat Jasa Perpustakaan dan Informasi di Perpustakaan Nasional RI, Jakarta, Kamis (27/4/2023). Pengunjung Perpusnas meningkat saat hari pertama pembukaan pelayanan setelah cuti bersama libur Lebaran. Selain itu anak-anak sekolah yang masih libur juga menjadi salah satu faktor tingginya kunjungan ke Perpusnas. 

Eksistensi Pustakawan

Sebagai bagian penggerak transfer pengetahuan dan pengayom budaya literasi, pustakawan memiliki peran yang sangat vital bagi masa depan sebuah bangsa. Sayangnya, di Indonesia, keberadaan pustakawan dapat dikatakan masih termarjinalkan.

Tidak seperti profesi lain, misalnya dokter, arsitek, atau polisi, profesi sebagai pustakawan masih kurang populer, bahkan dipandang sebelah mata. Pekerjaan pustakawan kerap dianggap sebagai pekerjaan yang membosankan, identik dengan kutu buku, menata buku, dan membersihkan debu yang menempel di rak-rak buku.

Hal-hal tersebut pun mempengaruhi minat untuk menggeluti profesi sebagai pustakawan. Tidak banyak perguruan tinggi yang membuka jurusan atau program studi perpustakaan. Kalaupun ada, peminatnya tidak sebanyak program studi lain. Alhasil, Indonesia mengalami kekurangan sumber daya manusia di bidang perpustakaan.

Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi X DPR RI dengan Perpusnas, Selasa (4/4/2023), Kepala Perpustakaan Nasional (Perpusnas) Muhammad Syarif Bando menyebut, Indonesia masih kekurangan 439.680 pustakawan. Kekurangan pustakawan itu terjadi di semua jenis perpustakaan, yaitu perpustakaan umum dan khusus, sekolah negeri maupun swasta, serta perguruan tinggi.

Merujuk Rencana Strategis Perpustakaan Nasional Tahun 2020-2024, dari hasil sensus diketahui bahwa secara nasional 1 tenaga perpustakaan melayani 21.668 orang. Jumlah ini sangat tidak ideal, jauh dari standar yang telah ditentukan. Berdasarkan standar International Federation of Library Associations and Institutions (IFLA), rasio ketercukupan tenaga perpustakaan umum adalah 1:2.500, artinya maksimal 1 orang tenaga perpustakaan melayani 2.500 orang.

Grafik:

 

INFOGRAFIK: ALBERTUS ERWIN SUSANTO

Berdasarkan hasil sensus, tidak ada satupun provinsi di Indonesia yang mencapai kondisi ideal dalam hal ketercukupan tenaga perpustakaan. Bahkan, di DKI Jakarta, 1 tenaga perpustakaan harus melayani hingga 81.391 orang.

Tak hanya sekedar kekurangan pustakawan, kondisi sumber daya manusia untuk perpustakaan pun secara kualitas masih rendah. Dari jumlah yang ada, yang memiliki kualifikasi pendidikan perpustakaan masih sangat terbatas, dan bahkan ada kecenderungan tenaga perpustakaan yang ada kebanyakan tenaga mutasi yang tidak memiliki kompetensi dibidangnya.

Di sisi lain, kondisi perpustakaan di Indonesia juga belum memadai. Dari 164.610 perpustakaan, hanya 5,7 persen yang sudah terakreditasi A, B, dan C. Sementara 94,3 persen perpustakaan belum terakreditasi.

Grafik:

 

INFOGRAFIK: ALBERTUS ERWIN SUSANTO

Direktur Kebijakan dan Advokasi Federasi Internasional Asosiasi dan Lembaga Perpustakaan (IFLA) Stephen Wyber pada diskusi daring Engaging in IFLA to Strengthen the Future of Libraries oleh Perpustakaan Nasional, Senin (29/8/2022), mengatakan, sebagai lembaga pengelola informasi dan pengetahuan, perpustakaan dapat menyentuh berbagai sektor, misalnya untuk kesehatan, pertanian, hingga inovasi. Perpustakaan bisa jadi mitra esensial untuk menelaah masalah dan menyusun solusi.

KOMPAS/PRIYOMBODO 

Suasana di Perpustakaan Nasional Jakarta, yang. ramai pengunjung, Jumat (27/5/2022). Mahasiswa saat ini dihadapkan pada dilema menggunakan uang kiriman orang tuanya untuk membeli kuota internet atau untuk membeli buku.

Peran perpustakaan juga tercantum di Manifesto Perpustakaan Umum IFLA-UNESCO 2022. Dokumen itu menyebut perpustakaan sebagai daya bagi pendidikan, kebudayaan, inklusi, dan informasi. Perpustakaan juga disebut sebagai agen pembangunan berkelanjutan.

Jumlah pustakawan yang jauh dari ideal ini tentunya akan berdampak pada fungsi perpustakaan yang kurang optimal. Banyak perpustakaan masih dikelola apa adanya, sehingga tidak bisa mendukung transfer informasi dan minat baca masyarakat.

Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, juga telah mengamanatkan bahwa untuk dapat menjalankan fungsinya perpustakaan harus dikelola oleh tenaga perpustakaan yang sesuai dengan Standar Nasional Tenaga Perpustakaan yang mencakup kualifikasi pendidikan, kompetensi, dan sertifikasi.

Semakin ironis mengingat kekurangan pustakawan ini terjadi di tengah budaya literasi siswa Indonesia yang masih rendah sehingga dikhawatirkan memengaruhi daya saing bangsa di masa depan. Hasil Asesmen Nasional 2021 menunjukkan bahwa satu dari dua peserta didik di Indonesia belum mencapai standar kompetensi minimum literasi.

Buruknya tingkat literasi siswa Indonesia juga tergambar dari hasil survei Program for International Student Assessment (PISA) 2018. Survei itu menyebutkan, kemampuan membaca siswa Indonesia berada di urutan ke-71 dari 76 negara (Kompas, 2/3/2023).

Padahal, menurut Syarif, literasi merupakan kedalaman pengetahuan seseorang terhadap seperangkat pengetahuan tertentu yang pada akhirnya bisa diimplementasikan dengan penuh inovasi dan kreativitas yang bisa dipakai dalam kompetisi global.

Dengan demikian, tercukupinya jumlah pustakawan, baik secara kuantitas maupun kualitas sudah seharusnya menjadi salah satu skala prioritas, sesuai dengan haluan negara Indonesia, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.

KOMPAS/RIZA FATHONI 

Murid-murid TK Al-Azhar Syifa Budi Jatibening, Bekasi, Jawa Barat, berkunjung ke Perpustakaan Daerah Provinsi DKI Jakarta, Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (17/10/2018). Kunjungan ini bertujuan untuk mengenalkan buku dan menumbuhkan semangat membaca sejak dini.

Tantangan di Era Digital

Teknologi digital telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan global. Demikian pula pada perpustakaan, beragam kegiatan perpustakaan yang bersifat konvensional kini telah digantikan oleh sistem komputer, seperti pengembangan, pengolahan, penelusuran sampai dengan peminjaman dan pengembalian koleksi perpustakaan dikerjakan dengan sistem komputer yang terintegrasi.

Pada era digital, menurut Nining Kurniasih dalam artikel “Kualifikasi Pustakawan di Era Digital”, pustakawan harus memiliki sejumlah kualifikasi yang mendukung penggunaan teknologi di perpustakaan untuk meningkatkan kualitas layanan, di antaranya:

  • Kemampuan menjadikan ruang digital sebagai ruang pembelajaran virtual yang efektif.
  • Kemampuan konseptual dan teknis dalam teknologi informasi dan manajemen informasi.
  • Kemampuan berkomunikasi, terutama komunikasi interpersonal dan komunikasi antarbudaya serta komunikasi bermedia komputer/internet mengingat dunia digital menjangkau dunia tanpa batas dengan beragam latar belakang budaya para pengakses layanan informasi.
  • Memahami etika dunia maya dan UU ITE termasuk pendistribusian informasi karena akan selalu berhubungan dengan hak cipta atau hak akan kekayaan intelektual dari sebuah informasi yang ditawarkan.
  • Kemampuan menulis, karena pustakawan digital akan selalu behadapan dengan update data setiap saat, termasuk reportase real-time.
  • Kemampuan bekerja sama. Dunia digital membuka peluang kolaborasi yang lebih luas baik antar perpustakaan maupun antar pustakawan.
  • Kemampuan bahasa, baik bahasa ibu maupun bahasa internasional.
  • Kemampuan dalam organisasi dan distribusi informasi.

Transformasi dari perpustakaan konvensional ke digital ini merupakan tantangan bagi para pustakawan. Merujuk Aat Hidayat dalam artikel berjudul “Rekonstruksi Peran Pustakawan di Era Globalisasi”, ada dua tantangan utama yang dihadapi pustakawan.

Pertama,  pustakawan harus mampu menyelaraskan aneka koleksi yang ada di perpustakaan dengan perkembangan teknologi.

Kedua, pustakawan juga harus bisa menyelenggarakan layanan perpustakaan bagi generasi baru yang semakin familiar dengan penggunaan teknologi informasi, yang menuntut layanan yang serba cepat dan lebih bersikap aktif.

INFOGRAFIK: ALBERTUS ERWIN SUSANTO

Perpustakaan Nasional RI meluncurkan aplikasi iPusnas pada 2016. iPusnas merupakan wujud inovasi perpustakaan digital yang diluncurkan secara gratis oleh Perpustakaan Nasional RI yang memberikan layanan meminjam buku dalam bentuk digital (ebook).

Tak hanya Perpusnas RI, layanan perpustakaan digital juga telah merambah sejumlah perpustakaan daerah (Kompas, 19/05/2022). Di antaranya adalah i-Sumber Membaco yang diluncurkan Pemprov Sumatera Barat dan i-Pekalongankota besutan Pemerintah Kota Pekalongan. 

Saat ini sudah banyak perpustakaan yang sudah berkembang menjadi perpustakaan digital, yang koleksinya dapat diakses secara digital melalui internet, akses publik terbuka selama 24 jam, bisa diakses dari perangkat apa pun dan di mana pun. (LITBANG KOMPAS)

Referensi

Buku

Purwono. 2013. Profesi Pustakawan Menghadapi Tantangan Perubahan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Jurnal
  • Aat Hidayat. “Rekonstruksi Peran Pustakawan di Era Globalisasi”, Libraria 4,No. 2 (2016).
  • Sungkana, A. C. Hadi. “Peran dan Tanggung Jawab Profesional Pustakawan Sebagai Pengelola Sumber Informasi”, Jurnal Pustakawan Indonesia 4, No. 2 (2005).
  • Nining Kurniasih. “Kualifikasi Pustakawan di Era Digital”, Prosiding: Seminar Lokakarya dan Workshop Kepustakawanan Nasional Indonesia. (2015).
Arsip Kompas
  • “Kongres Ikatan Pustakwan Indonesia II”, Kompas, 12 Juni 1980.
  • “Persiapkan Digitalisasi Perpustakaan dengan Matang”, Kompas, 25 Mei 2021.
  • “Peningkatan Kompetensi Pustakawan Dibutuhkan”, Kompas, 19 Mei 2022.
  • “Indonesia Kekurangan Hampir Setengah Juta Pustakawan”, Kompas, 4 April 2023.
Aturan
  • UU Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
  • UU No 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan.
  • Rencana Strategis Perpustakaan Nasional Tahun 2020-2024.