KOMPAS/Kartono Ryadi
Pada masanya becak pernah menjadi alat transportasi andalan warga Ibu Kota. Tampak angkutan roda tiga yang dikayuh tenaga manusia itu pada tahun 1971 lalu lalang mengantar penumpang di jalan utama di Jakarta.
Keberadaan becak sebagai alat transportasi di Jakarta sudah ada sejak tahun 1930-an. Kala itu, becak bebas wara-wiri di jalan-jalan utama dan jumlahnya kian tahun kian bertambah.
Pada tahun 1970-an, Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin mulai menertibkan becak. Bang Ali yang saat itu merasa jumlah becak di Jakarta sudah terlalu banyak, kemudian melarang produksi becak dan memasukkan becak ke Ibu Kota Jakarta. Atas kebijakannya, jumlah becak yang waktu itu berjumlah sekitar 100.000-an berkurang menjadi sekitar 30.000-an.
Pengaturan tentang becak terus berlanjut pada era gubernur-gubernur berikutnya. Bahkan, pada era Gubernur Wiyogo Atmodarminto, sekitar tahun 1988, becak dilarang beroperasi. Becak yang terkena razia dibuang ke laut sebagai rumpon. Menurut Wiyogo, berdasarkan perda, becak bukan angkutan umum dan merupakan perwujudan dari penghisapan manusia atas manusia lainnya.
Meskipun ada larangan dan di jalan sering terjadi kucing-kucingan dengan petugas satpol PP yang merazia, becak belum sepenuhnya hilang dari Ibu Kota, alat transportasi yang dikayuh oleh tenaga manusia itu masih beroperasi di pinggiran-pinggiran kota dan depan-depan perumahan.
Pada zamannya, di mana moda transportasi modern belum banyak, becak menjadi andalan warga Jakarta sebagai alat transportasi jarak dekat. Mereka mangkal di lokasi-lokasi strategis, seperti, halte bus, depan rumah sakit, sekolah, pasar, dan lain sebagainya. Penumpang bisa langsung menawar ongkos yang ditawarkan para tukang becak. Bahkan, tidak sedikit sebuah keluarga mengandalkan jasa abang tukang becak untuk mobilitas sehari-harinya.
KOMPAS/Hadi
Becak-becak di Jalan Kebon Sirih, Jakarta di belakang Departemen Agama. berbaris rapi menunggu penumpang (7/2/1972). Mereka antre mengangkut penumbang. Jika yang depan dapat penumpang, kemudian becak yang belakang maju.
KOMPAS/Dudy Sudibyo
Lebih dari 30 becak mangkal di mulut Jalan Musium, Jalan Merdeka Barat, tepat dibawah lampu lalulintas penyeberangan menunggu penumpang dari Jakarta Fair maupun Air Mancur menari Monas (1/7/1980). Beberapa tahun sebelumnya jalan protokol ini pernah dinyatakan sebagai daerah bebas becak (DBB) selama 24 jam.
KOMPAS/Kartono Ryadi
Pada masanya becak juga beroperasi di perkampungan-perkampungan di Jakarta. Foto Maret 1978.
|KOMPAS/Moch S Hendrowijono
Beberapa becak mangkal di ujung jalan Hotel Indonesia (10/6/1982). Becak yang dianggap mangkal semaunya itu menjengkelkan gubernur yang berkuasa saat itu.
KOMPAS/Kartono Ryadi
Para tukang becak tak jarang dimanfaatkan untuk mendulang suara partai politik. Tampak para tukang becak ikut kampanye salah satu parpol peserta pemilu tahun 1977.
KOMPAS/Oemar Samsuri
Sebagian dari 2.500 becak yang terjaring razia menggunung di dekat simpang empat by pass, Rawamangun, Jakarta Timur (5/5/1976). Keberadaan becak sejak tahun 1970-an sudah dikurangi dan benar-benar dilarang dilarang pada akhir dekade 1980-an.
KOMPAS/Maria Hartiningsih
Profil tukang becak yang beroperasi di kawasan perumahan di Jakarta, tahun 1990.
Foto lainnya dapat diakses melalui https://data.kompas.id/.
Klik foto untuk melihat sumber.