KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Gapura Siger atau mahkota pengantin wanita Suku Lampung terpasang, Bandar Lampung, Lampung, Minggu (22/3/2015). Walikota Bandar Lampung Herman HN melalui Perwali mengharuskan semua gedung di Bandar Lampung memasang siger. Pemasangan dilakukan agar warga Lampung tidak melupakan adat istiadat.
Fakta Singkat
Ibu Kota
Bandar Lampung
Hari Jadi
18 Maret 1964 (Perda Provinsi Lampung No. 5/2006)
Dasar Hukum
Undang-Undang No. 14/1964
Luas Wilayah
34.623,80 km2
Jumlah Penduduk
9.176.546 jiwa (2022)
Pasangan Kepala Daerah
Gubernur Arinal Djunaidi
Wakil Gubernur Chusnunia Chalim
Lampung adalah provinsi paling selatan di Pulau Sumatera. Daerah yang kini dihuni sekitar 8,03 juta jiwa ini amat strategis karena menjadi pintu gerbang lintas Jawa-Sumatera.
Lampung dulu satu di antara empat keresidenan dalam daerah Provinsi Sumatera Selatan. Daerah Lampung terbentuk sebagai provinsi berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 3 Tahun 1964 yang kemudian menjadi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1964.
Kota Bandarlampung adalah ibu kota Provinsi Lampung sekaligus pusat aktivitas pemerintahan, pendidikan, sosial ekonomi, politik, dan budaya masyarakat Lampung. Kota ini adalah gabungan dua kota tua, Tanjungkarang dan Telukbetung.
Provinsi yang memiliki moto “Sang Bumi Ruwa Jurai” (Satu Bumi Dua Jiwa) memperingati hari jadinya setiap tanggal 18 Maret. Hari jadi Provinsi Lampung tersebut ditetapkan melalui Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 5 Tahun 2006.
Penetapan tanggal 18 Maret 1964 sebagai hari jadi provinsi itu berbarengan dengan dilaksanakannya serah terima pemerintahan dari Gubernur/Ketua DPRGR Daerah Tingkat I Sumatera Selatan kepada Kusno Dhanupojo yang ditunjuk sebagai Penjabat Gubernur/Ketua DPRGR Daerah Tingkat I Lampung.
Dengan luas wilayah 34.623,80 kilometer persegi, provinsi ini memiliki potensi besar di bidang pertanian, industri, pertambangan, energi, dan pariwisata.
Sejarah pembentukan
Jejak peradaban masa lampau di daerah Lampung setidaknya tersebar di 16 titik situs permukiman kuno, mulai dari wilayah Liwa ke selatan hingga ke kawasan Teluk di Tanggamus seperti disebut dalam tulisan berjudul “Jejak-Jejak Permukiman Kuno di Kawasan Teluk Semangka, Provinsi Lampung”.
Di wilayah tersebut, ditemukan dua prasasti, yaitu Tanjung Raya dan Hujung Langit yang diperkirakan telah ada sejak tahun 10 Masehi. Selain itu, ditemukan pula struktur tatanan batu yang diduga sebagai bangunan suci di sekitar prasasti Hujung Langit.
Adapun untuk peninggalan zaman Megalitikum, berupa batu datar dan batu bergores, serta tiga toponim permukiman kuno lainnya di Bandar Negeri Suoh dan Suoh, wilayah perbatasan antara Lampung Barat dan Tanggamus.
Para arkeolog menemukan pula Menhir, yaitu batu besar untuk keperluan religius/pemujaan, di Pugungharjo, Lampung, Punden Berundak (batu bersusun untuk pemujaan leluhur), dan bejana perunggu peninggalan budaya Dongson.
Kerajaan pertama yang berkuasa di Lampung adalah Kerajaan Tulang Bawang seperti disebut dalam buku Sejarah Daerah Lampung. Kerajaan ini berkedudukan di Lampung Utara dan diperkirakan berdiri sekitar abad ke-7.
Asal muasal nama Tulang Bawang diperkirakan berasal dari orang-orang China yang menyebutkan kata “Tolang”, “Pho-Wang”, “Molo-Che”, “Kamboja”, dan “Campa”. Terbentuk nama Kerajaan Tulang Bawang diperkirakan dari kata “Tolang” dan “Pho-Wang”.
Pusat kerajaan ini diperkirakan terletak di Pedada, Lampung Utara. Namun, bukti-bukti fisik istana kerajaan Tulang Bawang belum ditemukan karena atap kerajaan yang terbuat dari ijuk atau bahan lainnya yang tidak dapat bertahan dimakan waktu.
Kerajaan Tulang Bawang kemudian digantikan oleh Kerajaan Sriwijaya pada tahun 683 Masehi sebagaimana Sriwijaya menguasai kerajaan-kerajaan lainnya di Indonesia bagian Barat, termasuk Lampung.
Berdasarkan prasasti Palas Pasemah yang ditemukan di Lampung Selatan dan diterjemahkan oleh Drs. Buchori, seorang arkeolog Indonesia pada tahun 1968, wilayah Lampung dijadikan basis Kerajaan Sriwijaya untuk menguasai Pulau Jawa.
Pada masa Kerajaan Sriwijaya, ditemukan pula prasasti Ulu Bulu di Kecamatan Wonosobo, Lampung Selatan. Prasasti Ulu Bulu menggunakan bahasa Melayu Kuno dan Jawa Kuno yang berasal dari abad ke-10 hingga ke-12 Masehi.
Pada masa Kerajaan Sriwijaya juga berkembang agama Hindu. Hal itu dibuktikan dengan penemuan beberapa arca, yakni Arca Lembu Nandi, Arca Ular, Arca Orang, Arca Gajah, dan Arca Ganesya. Arca-arca tersebut dipastikan merupakan peninggalan Hindu di Lampung.
Pada tahun 1365, Lampung menjadi wilayah kekuasaan Kerajaan Majapahit. Simbol berdirinya Majapahit di Lampung adalah dengan didirikannya patung Prajnyaparamita yang merupakan lambang permaisuri Kerajaan Majapahit. Peninggalan lainnya berupa arca, bangunan peninggalan kerajaan, dan nama-nama yang masih digunakan sampai sekarang seperti Belambangan Umpu, Jabung, Kuripan, dan Ganggu.
Kerajaan Majapahit kemudian digantikan oleh Kesultanan Banten (1500–1800 Masehi). Pada masa Kesultanan Banten, terkenal seorang wali sembilan bernama Fatahillah yang menyebarkan ajaran agama Islam di Lampung, sehingga agama Islam tersebar luas di daerah ini.
Penyebaran agama Islam di tanah Lampung dibuktikan dengan penemuan nisan di Kampung Muara Batang, Kecamatan Palas, Lampung Selatan pada tahun 1971. Batu nisan ini mempunyai bentuk dan motif yang sama dengan batu nisan Sultan Malik ashShaleh di Pasai.
KOMPAS/ANGGER PUTRANTO
Pengunjung menikmati panorama Punden 6 sebagai Punden Berundak terbesar di kompleks Taman Purbakala Pugung Raharjo, Lampung Timur, Selasa (10/1/2017). Taman Purbakala Pugung Raharjo merupakan situs cagar budaya yang menyimpan jejak peradaban dari jaman Prasejarah, Hindu-Budha, dan Islam.
Ketika berada di bawah pimpinan Sultan Agung Tirtayasa (1651–1683), Banten berhasil menjadi pusat perdagangan yang mampu menyaingi Kongsi Dagang Hindia Belanda (VOC) di perairan Jawa, Sumatra dan Maluku. Dalam upaya meluaskan wilayah kekuasaan Banten, Sultan Agung mendapat hambatan dari VOC yang bercokol di Batavia. Putra Sultan Agung Tirtayasa yang bernama Sultan Haji diserahi tugas untuk menggantikan kedudukan mahkota kesultanan Banten.
Dengan kejayaan Sultan Banten pada saat itu, VOC menjadi tidak senang dan berusaha untuk menguasai kesultanan Banten. Usaha VOC ini berhasil dengan jalan membujuk Sultan Haji sehingga berselisih paham dengan ayahnya Sultan Agung Tirtayasa. Dalam perlawanan menghadapi ayahnya sendiri, Sultan Haji meminta bantuan VOC dan sebagai imbalannya Sultan Haji akan menyerahkan penguasaan atas daerah Lampung kepada VOC. Akhirnya, pada tanggal 7 April 1682, Sultan Agung Tirtayasa disingkirkan dan Sultan Haji dinobatkan menjadi Sultan Banten.
Dari perundingan antara VOC dengan Sultan Haji, dihasilkan sebuah piagam dari Sultan Haji tertanggal 27 Agustus 1682 yang isinya, antara lain, menyebutkan sejak saat itu pengawasan perdagangan rempah-rempah atas daerah Lampung diserahkan oleh Sultan Banten kepada VOC sekaligus memperoleh monopoli perdagangan di daerah Lampung.
Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, Belanda membentuk batas-batas administratif yang tertulis dalam Staatsblad 1824 No. 27, antara lain, bagian utara berbatasan dengan Palembang, bagian timur dengan Laut Jawa, bagian selatan dengan Selat Sunda, bagian barat dengan Keresidenan Bengkulu dan Keresidenan Palembang. Belanda juga menerbitkan Staatsblad tahun 1923 No. 6 yang menyebutkan wilayah Lampung terbagi atas enam wilayah, yaitu Telukbetung, Kalianda, Kota Agung, Tulangbawang, Seputih, dan Sekampung.
Pada tahun 1942, kekuasaan Belanda jatuh ke tangan Jepang. Lampung lalu dijadikan keresidenan yang dikepalai oleh seorang residen militer (Syukocan). Kolonel Kurita yang yang dibantu oleh seorang Kepala Kepolisian bernama Subakihara.
Di bawah wilayah keresidenan, terdapat kabupaten (Guncho) yang dijabat oleh orang Indonesia asli. Di bawah kabupaten terdapat wilayah kecamatan yang disebut Fuku Guncho. Di bawah kecamatan adalah desa/kampung yang oleh Jepang disebut Ku. Kemudian kepala kampung disebut Soncho.
Jepang pada masa pemerintahannya fokus kepada pertahanan dan militer, sedangkan area perdagangan dikuasai penuh oleh pemerintah Jepang sehingga jalur perdagangan dijaga ketat. Sejak pertengahan April 1942, Jepang melalui polisi rahasianya yang disebut Kempetai, melakukan tindakan tegas terhadap siapa saja yang melanggar aturan Jepang.
Ketika Jepang menyerah kepada sekutu dan Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, rakyat Lampung berusaha mengusir tentara Jepang dengan cara membentuk pasukan kesatuan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) di bawah Resimen III.
Pasukan TKR dilantik pada tanggal 25 Desember 1945 oleh Panglima Sumatera Jenderal Mayor R Harjowardoyo dengan Letkol Iwan Supardi sebagai komandan Resimen Ill Lampung Divisi I. Pertempuran dalam rangka mengusir tentara Jepang akhirnya dimenangkan oleh rakyat Lampung.
Setelah kemerdekaan, Lampung masih tergabung dalam Provinsi Sumatera Selatan berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1959. Kemudian Lampung ditetapkan menjadi daerah tingkat I berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 1964. Perppu itu kemudian menjadi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1964.
Geografis
Provinsi Lampung terletak antara 105°45′ – 103°48′ Bujur Timur dan 3°45′ – 6°45′ Lintang Selatan. Di sebelah selatan, provinsi ini berbatasan dengan Selat Sunda, di sebelah utara berbatasan dengan Sumatera Selatan dan Bengkulu, di bagian timur berbatasan dengan Laut Jawa dan di bagian barat berbatasan dengan Samudera Hindia.
Letaknya yang berbatasan dengan wilayah perairan menjadikan wilayah Lampung sebagai daerah strategis untuk pelayaran dan perdagangan jalur laut ke benua Asia Selatan, Timur Tengah, Afrika dan Eropa.
Wilayah Lampung seluas 34.623,80 kilometer persegi atau setara dengan 1,8 persen dari luas Indonesia. Provinsi ini memiliki 136 pulau, terbanyak terdapat di Kabupaten Tanggamus, yakni 76 pulau.
Beberapa pulau di Lampung, antara lain, Pulau Darot, Pulau Legundi, Pulau Tegal, Pulau Sebuku, Pulau Ketagian, Pulau Sebesi, Pulau Poahawang, Pulau Krakatau, Pulau Putus, dan Pulau Tabuan. Ada juga Pulau Tampang dan Pulau Pisang di Kabupaten Lampung Barat.
Topografi Provinsi Lampung terdiri dari bukit-bukit dan dataran rendah. Bagian barat dan selatan Provinsi Lampung merupakan wilayah perbukitan yang masih menjadi jalur Bukit Barisan di Pulau Sumatra.
Provinsi ini memiliki luas hutan 1.004.735 juta hektare yang terdiri dari kawasan suaka alam dan pelestarian (462.030 hektare), kawasan hutan lindung (317.615 hektare), kawasan hutan produksi terbatas (33 .358 hektare), dan kawasan hutan produksi tetap (191.732 hektare).
Daerah ini terdapat pula dua taman nasional, yaitu Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBK) dan Taman Nasional Way Kambas (TNWK). Taman Nasional Bukit Barisan Selatan merupakan rangkaian pegunungan Bukit Barisan Selatan, yang dikenal keberadaannya sebagai salah satu taman nasional dengan sisa ekosistem hutan dataran rendah yang cukup luas di Indonesia. Adapun Taman Nasional Way Kambas menjadi salah satu pusat pelatihan gajah di Sumatera yang kini berubah fungsi menjadi pusat konservasi gajah dengan luas area mencapai 1.300 kilometer persegi.
Lampung mempunyai tiga gunung, yaitu Gunung Pesagi di Sekala Brak, Lampung Barat, Gunung Tanggamus di Kotaagung, Tanggamus, dan Gunung Tangkit Tebak di Sumberjaya, Lampung Barat.
Daerah Lampung termasuk daerah rawan bencana alam, terutama tanah longsor dan gempa bumi. Sebagian besar wilayah lampung terbentuk dari material vulkanik muda dan berada di antara dua lempeng besar, yakni IndoAustralia dan lempeng Eurasia.
KOMPAS/ANGGER PUTRANTO
Sejumlah mahout (pawang) menunggangi gajah dalam patroli penghalauan gajah liar di Seksi II Tegal Yoso, Taman Nasional Way Kambas Lampung Timur, Kamis (17/3/2016). Gajah-gajah Patroli bertugas menggiring gajah liar agar tidak memasuki perkampungan dan perladangan milik warga.
Pemerintahan
Sejak awal pendiriannya pada tahun 1964, Provinsi Lampung telah dipimpin oleh 14 tokoh baik gubernur maupun pejabat gubernur. Gubernur pertama Provinsi Lampung adalah Kusno Danupoyo. Masa jabatannya hanya sekitar dua tahun. Pada tahun 1966, Kusno mengundurkan diri dari jabatan gubernur.
Setelah Kusno Danupoyo mengundurkan diri, Zainal Abidin Pagar Alam diangkat sebagai pejabat gubernur dari Juli 1966 hingga April 1967. Pada tanggal 5 April 1967, Zainal Abidin resmi diangkat menjadi gubernur Lampung kedua selama lima tahun sampai dengan 5 April 1972. Setelahnya, dari tahun 1972–1973, ia kembali menduduki jabatan sebagai pejabat gubernur Lampung.
Gubernur Lampung ketiga adalah R Sutiyoso dengan masa jabatan dari tahun 1973–1978. Kemudian, dilanjutkan oleh Yasir Hadibroto yang menjabat selama 10 tahun dari tahun 1978 sampai dengan 1988. Selanjutnya, Poedjono Pranyoto menjabat gubernur Lampung selama dua periode, yaitu tahun 1988–1993 dan 1993–1997.
Oemarsono kemudian melanjutkan sebagai Gubernur Lampung berikutnya (1 Oktober 1997 – 5 Februari 1998 dan 5 Februari 1998 – 5 Februari 2003. Tursandi Alwi diangkat menjadi Penjabat Gubernur Lampung dari 5 Februari 2003 sampai dengan 2 Juni 2004.
Sjachroedin Zainal Pagaralam menjabat Gubernur Lampung selama dua periode (2 Juni 2004 – 2 Juli 2008) dengan wakilnya Syamsurya Ryacudu. Syamsurya Ryacudu kemudian menggantikan Sjachroedin Z.P yang mundur untuk mengajukan diri kembali sebagai Gubernur Lampung. Syamsurya menjabat dari tanggal 2 Juli 2008 hingga 2 Juni 2009
Sjachroedin ZP kembali terpilih menjadi Gubernur Lampung pada pemilihan gubernur periode berikutnya. Kali ini, ia berpasangan dengan Joko Umar Said. Masa kepemimpinannya pada periode kedua ini berlangsung dari tanggal 2 Juni 2009 sampai 2 Juni 2014. Ia maju sebagai gubernur dengan didukung oleh PDI-P.
Gubernur berikutnya adalah Muhammad Ridho Ficardo yang terpilih menjadi Gubernur Lampung setelah memenangkan Pemilihan Gubernur tahun 2014. Ia berpasangan dengan Bachtiar Basri. Ia menjabat Gubernur Lampung untuk periode 2014–2019.
Gubernur Lampung saat ini dijabat oleh Arinal Djunaidi dengan wakilnya Chusnunia Chalim. Pasangan Arinal Djunaidi-Chusnunia (Arinal-Nunik) meraih suara terbanyak pada Pemilihan Gubernur Lampung pada tahun 2018. Pasangan yang diusung oleh Partai Golkar, PAN, dan PKB ini meraih 1.548.506 atau 37,78 persen dari 4.179.405 surat suara.
Secara administratif, provinsi ini terdiri atas 13 kabupaten, 2 kota, 228 kecamatan, 205 kelurahan, 2.446 desa, dan 3 Unit Pemukiman Transmigrasi. Ketigabelas kabupaten itu meliputi Kabupaten Lampung Barat, Kabupaten Tanggamus, Kabupaten Lampung Selatan, Kabupaten Lampung Timur, Kabupaten Lampung Tengah, Kabupaten Lampung Utara, Kabupaten Way Kanan, Kabupaten Tulang Bawang, Kabupaten Pesawaran, Kabupaten Pringsewu, Kabupaten Mesuji, Kabupaten Tulang Bawang Barat, dan Kabupaten Pesisir Barat. Adapun dua kota adalah Kota Bandar Lampung dan Kota Metro.
Jumlah Aparatur Sipil Negara (ASN) Provinsi Lampung sebanyak 110.393 orang pada tahun 2022, terdiri atas 61.247 perempuan dan 49.146 laki-laki. Jumlah tersebut menurun jika dibandingkan pada tahun 2021 sebanyak 94.367 orang.
KOMPAS/WAWAN H PRABOWO
Presiden Joko Widodo memimpin kirab upacara pelantikan pasangan Arinal Djunaidi dan Chusnunia Chalim usai sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Lampung masa jabatan 2019-2024 di Istana Negara, Jakarta, Rabu (12/6/2019). Arinal Djunaidi dan Chusnunia Chalim memenangkan Pilkada Lampung 2018. Berdasarkan keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Lampung, Arinal Djunaidi-Chusnunia Chalim unggul atas tiga pasangan lainnya, yakni Herman HN-Sutono, M Ridho Ficardho-Bachtiar Basri dan Mustafa-Ahmad Jajuli.
Politik
Dalam perjalanan politiknya, konstelasi politik di Provinsi Lampung didominasi oleh partai Golkar. Meskipun pada pemilu pertama tahun 1955 Lampung dikuasai partai Islam Masyumi, namun partai berlogo pohon beringin Golkar terus menguasai panggung politik Lampung pada pemilu 1971 hingga 1997 dan kembali unggul pada Pemilu 2004.
Pada Pemilu 1955, Lampung masih menjadi wilayah Sumatera Selatan. Pada Pemilu tersebut, partai bercorak agama masih menjadi kekuatan politik terbesar. Perolehan partai-partai politik bercorak keislaman mampu meraup lebih dari separuh (57 persen) suara. Sementara, kekuatan politik yang bersandarkan pada ideologi nasionalis dan komunis hanya mampu memperoleh sekitar 37 persen suara.
Di antara 31 peserta pemilihan umum (Pemilu) di Lampung, baik partai politik maupun peserta perorangan, Masyumi menjadi pemenang. Tidak kurang 168.414 suara atau 38,7 persen yang diraih. Partai Islam lainnya, Syarikat Islam Indonesia (PSII) menempati peringkat empat, meraih 11,2 persen suara. Nahdlatul Ulama (NU) yang pada wilayah Sumatera bagian tengah cukup diperhitungkan, di wilayah ini hanya mengumpulkan 33.911 pemilih atau 7,8 persen suara.
Pesaing terdekat Masyumi saat itu adalah Partai Nasional Indonesia (PNI) dan Partai Komunis Indonesia (PKI). PNI menduduki peringkat kedua dengan meraih 18,99 persen suara. Sementara PKI di tempat ketiga dengan suara 14 persen. Sisa 17 persen suara tersebar di antara partai dan gerakan politik serta peserta perorangan dengan perolehan yang sampai satu persen.
Memasuki era Orde Baru, afiliasi masyarakat Lampung beralih ke partai Golongan Karya (Golkar). Dominasi Golkar terus menguat dari Pemilu tahun 1971 hingga 1997.
Pada Pemilu 1971, Golkar meraih 71,8 persen suara dari 1.211.124 pemilih pemilu. Partai-partai Islam secara akumulatif hanya meraih 22 persen sementara partai Nasionalis dan Kristen 6,1 persen.
Keunggulan Golkar terus dipertahankan kendati sempat mengalami penurunan pada Pemilu tahun 1977 dan 1982. Pada Pemilu 1982, partai berlambang beringin itu hanya meraih 59,4 persen. Sebaliknya, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) meningkatkan perolehan suaranya hingga lebih dari 30 persen.
Pukulan balik terhadap perolehan suara PPP terjadi saat Pemilu 1987. Tidak diperbolehkannya lagi PPP memakai asas Islam serta diubahnya lambang ka’bah menjadi Bintang serta gerakan NU kembali ke khitah 1926 menyebabkan perolehan PPP melorot tinggal 7,3 persen suara, hampir sama dengan PDI yang meraih 5,6 persen.
Tidak hanya itu, kondisi PPP selepas Pemilu 1987 terus menurun. Pada Pemilu 1992 suara PPP hanya 3,7 persen sedangkan PDI 5,8 persen. Sebaliknya, Golkar kian menguat dengan meraup 90,5 persen suara pemilih. Kondisi itu mencapai puncaknya pada Pemilu 1997, saat Golkar memperoleh 93,2 persen.
KOMPAS/OEMAR SAMSURI
Ketua Umum DPP Golkar, Sudharmono, mengawali tampil kampanye di Bandarlampung serta Metro, ibu kota Lampung Utara, hari Rabu (25/3/1987). Di Bandarlampung, sekitar 7.500 warga Golkar tumpah ruah di GOR Saburai menyambutnya. Sedang di lapangan Kampus Metro, sekitar 10.000 warga Golkar mengelu-elukan. Pada pidato kampanyenya, Sudharmono menegaskan, Golkar tidak mengklaim hasil pembangunan hanya karya Golkar, tapi hasil kerja rakyat Indonesia seluruhnya. “Golkar tidak punya arti apa-apa tanpa dukungan rakyat,” tegasnya.
Pada era Reformasi, citra Golkar merosot di mata pemilih seiring munculnya banyak partai dan dinamika politik pada masa itu. Dalam Pemilu 1999, PDI Perjuangan (PDI-P) meraih kemenangan dengan meraup 40,2 persen suara. Jumlah ini membalikkan kondisi dari pemilu-pemilu sebelumnya di mana perolehan PDI-P tak mencapai angka 2 persen.
Golkar harus puas di posisi kedua dengan perolehan suara 19 persen. Kemudian disusul oleh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dengan perolehan suara 11,8 persen, PPP memperoleh suara 8,1 persen, dan Partai Amanat Nasional (PAN) memperoleh suara 5,3 persen.
Meskipun posisi Golkar sempat tergeser pada Pemilu 1999, Golkar kembali meraih kemenangan di Lampung pada Pemilu 2004. Golkar berhasil meraup 21,62 persen suara. Disusul oleh PDI-P dengan meraih 18,93 persen suara. Dengan perolehan suara seperti itu, Golkar menguasai 7 kabupaten/kota sedangkan PDI-P menguasai 3 kabupaten.
Adapun PKS berada di peringkat ketiga dengan meraih 8,14 persen suara dan berturut-turut Demokrat (8,14 persen), PAN (7 persen), PPP (6 persen), PKB (5 persen), dan partai-partai lainnya.
Pada Pemilu 2009, Golkar tak lagi menjuarai panggung politik Lampung, bahkan hingga Pemilu terakhir tahun 2019. Pada Pemilu 2009, Partai Demokrat justru tampil sebagai penguasa baru di Lampung. Demokrat berhasil meraup 20,7 persen suara. Demokrat juga berhasil menguasai delapan dari 11 kabupaten dan kota di Lampung.
PDI-P menempati posisi kedua dengan meraih 12,8 persen. Pencapaian tersebut jauh menurun jika dibandingkan dengan Pemilu 2004 lalu, di mana partai ini mampu mendulang hingga 18,9 persen suara. Di antara daerah penguasaan PDI-P, hanya Kabupaten Lampung Barat, wilayah basis pemilih fanatis PDI-P, yang masih terpertahankan.
Adapun Partai Golkar harus puas di posisi ketiga dengan meraih 12 persen suara, turun jauh jika dibandingkan dengan perolehan suara pada Pemilu 2004 sebesar 21,6 persen suara. Golkar hanya menang di wilayah Tulang Bawang.
Selain ketiga kekuatan politik besar di Lampung tersebut, berturut-turut PAN (12,2 persen), PKS (8,2 persen), Hanura (4,6 persen), Gerindra (4,5 persen), PKB (4 persen), PPP (3 persen), PBB (2 persen), dan PKPI (1 persen).
Pada Pemilu 2014, PDI-P kembali memenangkan suara pemilih di Lampung. Partai berlambang banteng bermoncong putih ini memperoleh 711.346 suara (17,52 persen) dari total 4.059.500 suara sah. Gerindra menyusul di urutan kedua dengan 538.643 suara (13,27 persen) dan di urutan ketiga diraih oleh Demokrat dengan meraup 470.792 suara (11,60 persen),
Selain ketiga partai tersebut, disusul Golkar memperoleh 464.318 suara (11,44 persen), dan PAN memperoleh 421.464 suara (10,38 persen). Sedangkan partai-partai lainnya meraih suara di bawah 10 persen, yaitu PKS (8,69 persen), PKB (8,22 persen), Nasem (7,50 persen), Hanura (5,72 persen), PPP (3,65 persen), PBB (1,12 persen), dan PKPI (0,89 persen).
Terakhir pada Pemilu 2019, PDI-P masih meraih kemenangan dengan meraih 887.416 suara atau 20,4 persen. Golkar menempati urutan kedua dengan perolehan 509.014 suara (11,7 persen). Menyusul Demokrat di posisi ketiga dengan memperoleh 491.586 suara (11,3 persen), dan Gerindra memperoleh 488.478 suara (11,2 persen).
Sementara partai lainnya memperoleh suara di bawah 10 persen, yakni PKB (9,9 persen), Nasdem (8,4 persen), PKS (7,8 persen), PAN (7,7 persen), Perindo (3 persen), PPP (2,5 persen), Berkarya (2,1 persen), PSI (1,3 persen), Hanura (0,9 persen), PBB (0,3 persen), dan PKPI (0,2 persen).
Kependudukan
Sesuai dengan lambangnya “Sang Bumi Ruwa Jurai”, Provinsi Lampung dihuni oleh aneka suku. “Sang Bumi” berarti rumah tangga agung berbilik-bilik. “Rawa Jurai” berarti dua unsur golongan masyarakat yang mendiaminya, asli dan pendatang.
Merunut sejarahnya, sudah sejak lama daerah ini seolah-olah daerah Jawa bagian utara, karena penduduknya lebih banyak pendatang dari Jawa dibanding penduduk asli. Dengan penduduk 8.036.000 juta jiwa, hampir 65 persen penduduk Lampung berasal dari suku Jawa. Sedangkan penduduk asli Lampung hanya sekitar 13,56 persen. Disusul suku Sunda 9,61 persen dan etnis dari Sumatra Selatan 5,40 persen
Selama berabad-abad, Lampung boleh dikatakan daerah “tidak bertuan”. Itu sebabnya, mulai tahun 1905, penduduk Jawa banyak yang mengikuti program “kolonisasi” (transmigrasi) ke Lampung untuk bekerja di kebun-kebun milik penjajah.
Identitas Lampung adalah sebagai daerah penerima transmigran tertua. Mayoritas penduduk eks transmigran itu memang dari suku Jawa. Hingga nama-nama desa atau perkampungan banyak mengadopsi nama tempat-tempat di Jawa, terutama Jawa Tengah. Itu sebabnya Lampung terkadang dijuluki “Jawa Utara”.
Sebagian kecil lagi warga eks transmigran dari Bali, serta pendatang dari berbagai daerah lain di Nusantara ini. Warga transmigran umumnya ditempatkan di wilayah timur dan utara dan sedikit ditempatkan di selatan, barat dan tengah.
Penduduk asli Lampung terdiri dari beberapa suku, di antaranya Lampung Peminggir, Lampung Menggala, Lampung Abung, Lampung Pubian, dan Lampung Sungkai. Orang Lampung (asli) konon berasal dari Skala Brak, yaitu suatu tempat yang sekarang merupakan bagian wilayah Kecamatan Belau, Lampung Utara. Dari sinilah, mereka menyebar ke seluruh pelosok daerah Lampung, hingga kemudian berbaur dengan pendatang.
Menurut data Kemendikbud, terdapat empat dialek di Lampung, yakni dialek Abung, dialek Pesisir, dialek Pubian, dan dialek Komering.
Mayoritas masyarakat Provinsi Lampung memeluk agama Islam (93,55 persen), Kristen Protestan (2,32 persen), Hindu (1,63 persen), Katolik (1,62 persen), Buddha (0,87 persen), hingga Konghucu (0,01 persen).
Mayoritas penduduk Provinsi Lampung bekerja di sektor pertanian. Masyarakat yang tinggal jauh dari pesisir banyak mengembangkan perkebunan kopi, jagung, tebu, kakao, padi, karet, kelapa sawit, dan lainnya.
KOMPAS/MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
Pejalan kaki melintasi bola besi yang berada di kompleks Museum Transmigrasi di Desa Bagelen, Kecamatan Gedong Tataan, Kabupaten Pesawaran, Lampung, Kamis (5/4/2018). Bola besi itu merupakan alat yang digunakan para kolonis atau transmigran untuk membuka hutan-hutan menjadi pemukiman dan lahan perkebunan.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
70,45 (2022)
Umur Harapan Hidup
70,99 tahun (2022)
Harapan Lama Sekolah
12,74 tahun (2022)
Rata-rata Lama Sekolah
8,18 tahun (2022)
Pengeluaran per Kapita
Rp 10,336 juta (2022)
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
4,52 persen (2022)
Tingkat Kemiskinan
11,57 persen (2022)
Rasio Gini
0,313 (September 2022)
Kesejahteraan
Pembangunan manusia di Provinsi Lampung terus mengalami kemajuan. Pada tahun 2022, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Lampung mencapai 70,45, tumbuh sebesar 0,80 persen dibandingkan tahun 2021, yakni 69,90. IPM Lampung itu berada dalam status “tinggi”. Dibanding provinsi lain di Pulau Sumatera, IPM Lampung masih terhitung terendah.
Dilihat pada komponen IPM, angka harapan hidup pada tahun 2022 mencapai 70,99 tahun, meningkat jika dibandingkan angka harapan hidup tahun 2021, yakni 70,18 tahun. Wilayah dengan UHH tertinggi adalah Kota Metro mencapai 71,88 tahun, sedangkan terendah di Lampung Barat yakni 67,90 tahun.
Di bidang pendidikan, harapan lama sekolah (HLS) Provinsi Lampung tahun 2022 yakni 12,74 tahun, naik tipis jika dibandingkan tahun 2021 selama 12,73 tahun. Wilayah dengan HLS terlama adalah Kota Metro, yakni 14,76 tahun.
Rata-rata lama sekolah (RLS) Lampung pada tahun 2022 tercatat selama 8,18 tahun, meningkat jika dibandingkan tahun 2021, yakni 8,08 tahun. Wilayah dengan RLS terlama adalah Kota Metro, yakni 10,98 tahun.
Adapun pengeluaran per Kapita disesuaikan pada tahun 2022 tercatat sebesar Rp 10,336 juta, meningkat Rp 298 ribu dibandingkan pengeluaran tahun sebelumnya.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Provinsi Lampung pada Agustus 2022 sebesar 4,52 persen, turun sebesar 0,15 poin bila dibandingkan Agustus 2021 (4,67 persen).
Penduduk miskin di Provinsi Lampung sejak tahun 2015 hingga 2022 terus menurun kecuali tahun 2016 dan 2021. Tahun 2015, jumlah penduduk miskin Lampung masih sebanyak 1,163 juta orang atau 14,35 persen, turun menjadi 1,002 juta orang atau 11,57 persen pada 2022. Angka kemiskinan Lampung tersebut masih di atas angka kemiskinan nasional (9,57 persen).
Adapun tingkat ketimpangan atau gini ratio Lampung pada September 2022 sebesar 0,313. Angka ini turun tipis jika dibandingkan September 2018 sebesar 0,314.
KOMPAS/ANGGER PUTRANTO
Suasana belajar anak-anak Pulau Tegal, Kabupaten Pesawaran, Lampung pada 16/3/2014. Sedikitnya 26 anak Pulau tegal dari umur 6 tahun hingga 15 belajar di sekolah informal. Mereka baru saja mendapat sumbangan seragam, tas, dan sepatu.
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Rp3,67 triliun (2022)
Dana Perimbangan
Rp3,24 triliun (2022)
Lain-lain Pendapatan yang Sah
Rp 39,71 miliar (2022)
Pertumbuhan Ekonomi
4,28 persen (2022)
PDRB per kapita
Rp 45,12 juta/tahun (2022)
Inflasi
5,51 persen (2019)
Nilai Ekspor
5,61 miliar dolar AS (2022)
Nilai Impor
2,53 miliar dolar AS (2022)
Ekonomi
Produk Domestik Regional Bruto (PRDB) Provinsi Lampung atas dasar harga berlaku tahun 2022 tercatat Rp 414,13 triliun, meningkat Rp 42,94 triliun jika dibandingkan dengan PDRB tahun 2021, yakni Rp 371,19 triliun.
Struktur perekonomian Provinsi Lampung menurut lapangan usaha tahun 2022 masih didominasi oleh sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan (27,90 persen), industri pengolahan (18,55 persen), serta perdagangan besar dan eceran: reparasi mobil dan sepeda motor (13,20 persen).
Di sektor pertanian, Lampung memiliki sumber daya alam (SDA) cukup besar dan melimpah, di antaranya padi (peringkat 7 Nasional), jagung (penghasil nomor 3 Nasional), ubikayu (nomor 1 Nasional), tebu (nomor 2 Nasional) serta beberapa komoditas lainnya seperti kopi, lada, kakao, kelapa sawit, karet, sapi potong, dan ternak kambing.
Untuk sektor industri pengolahan, provinsi ini memiliki 88.877 usaha yang terdiri dari 88.526 usaha mikro, kecil dan 351 usaha menengah dan besar pada tahun 2020. Tenaga kerja yang terserap di industri ini sebanyak 253.118 orang.
Laju perekonomian Provinsi Lampung dalam satu dekade terakhir selalu berada di atas laju perekonomian nasional. Laju perekonomian tertinggi terjadi pada tahun 2015, yakni 5,98 persen. Sedangkan laju perekonomian terendah terjadi ktika pandemi Covid-19 merebak di tanah air pada tahun 2020, yakni terkontraksi hingga 1,67 persen.
Nilai ekspor Provinsi Lampung pada 2022 mencapai 5,61 miliar dolar AS. Komoditas ekspor utama, antara lain, lemak dan minyak hewan/nabati, kopi, teh, dan rempah-rempahan, batu bara, olahan buah dan sayur, bubur kayu, dan produk kimia. Adapun negara tujuan ekspor, antara lain, Amerika, China, India, Korea Selatan, Filipina, Jepang, Belanda, Italia, dan Afrika.
Nilai impor pada 2022 tercatat 2,53 miliar dolar AS. Komoditas impor utama, yaitu gula dan produk olahan, binatang hidup, biji-bijian berminyak, mesin dan nuklir reaktor, pupuk, dan bahan kimia organik. Adapun negara importir utamanya, antara lain, Nigeria, Australia, Angola, Thailand, China, Amerika Serikat, Jepang, Amerika Latin, Malaysia, dan Afrika.
Provinsi Lampung memiliki Pelabuhan utama bernama Pelabuhan Panjang dan Pelabuhan Bakauheni serta pelabuhan nelayan seperti Pasar Ikan (Telukbetung), Tarahan, dan Kalianda di Teluk Lampung. Bandar Udara utama adalah “Radin Inten II”, yaitu nama baru dari “Branti”, dan tiga Bandar Udara perintis, yaitu Bandar Udara Mohammad Taufik Kiemas di Krui, Pesisir Barat, Bandar Udara Gatot Soebroto di Kabupaten Way Kanan dan Lapangan terbang AURI terdapat di Menggala yang bernama Astra Ksetra.
KOMPAS/VINA OKTAVIA
Sejumlah penari dalam acara Peluncuran Kalender Wisata Provinsi Lampung 2020, Minggu (9/2/2020).
Di sektor pariwisata, Lampung memiliki beragam destinasi wisata yang menarik untuk dikunjungi. Setidaknya ada tujuh wisata unggulan di Lampung, yakni Krakatau, Bandar Lampung (Teluk Betung dan Tanjung Karang), Kiluan (laut yang terdapat banyak ikan lumba-lumba di Kabupaten Tanggamus), Bukit Barisan Selatan, Way Kambas, Tanjung Setra, dan Menara Siger.
Teluk Betung dan Tanjung Karang yang sudah khusus digabung dalam satu kesatuan menjadi pusat ibu kota Lampung ini memiliki potensi wisata unggulan, seperti museum yang terletak di tengah kota, sentra kerajinan tapis, sentra penjualan kuliner keripik pisang, dan berbagai sanggar seni.
Referensi
- “Tumbuh dan Berkembang Menjadi wilayah yang Khas”, Kompas, 5 Oktober 1981, hal. 01
- “Catatan dari Lampung (II): Dulu sendirian mengurus transmigrasi”, Kompas, 6 Oktober 1981, hal. 01
- “Catatan dari Lampung (III): Menata kembali pemukiman yang kacau”, Kompas, 7 Oktober 1981, hal. 01
- “Catatan dari Lampung (IV-Habis) * Yatimin: Jangan kami dikecoh!”, Kompas, 9 Oktober 1981, 01
- “Menunggu Tumpahan dari Jawa…. * Laporan dari Lampung”, Kompas, 28 Juli 1994, hal. 01
- “Obsesi Lampung, Distribusi Nasional”, Kompas, 08 November 1996, hal. 1
- “Mengenal Sang Bumi Ruwa Jurai”, Kompas, 19 Maret 1999, hal. 19
- “Lampung yang Tumbuh dalam Keberagaman * Teropong”, Kompas, 10 Mei 2002, hal. 26
- “Peta Politik Pemilihan Umum: Provinsi Lampung *Pemilihan Umum 2004”, Kompas, 09 Februari 2004, hal. 40
- “Rakyat Lampung Dambakan Pemimpin yang Aspiratif * Pemilihan Presiden 2004”, Kompas, 04 Juni 2004, hal. 32
- “Peta Politik: Lampung – Ancaman Perubahan Penguasaan di Ladang Nasionalis”, Kompas, 12 Februari 2009, hal. 08
- “Hasil Pemilu: Lampung * Menggenapi Tradisi Perubahan Politik”, Kompas, 01 Juni 2009, hal. 08
- “Otonomi Daerah Lampung (7-habis): Menengok Kekuatan yang Tertinggal”, Kompas, 03 November 2010, hal. 05
- Diansyah, Arfan. 2019. Prasejarah Indonesia. Medan: Yayasan Kita Menulis.
- Gonggong, Anhar. 1993. Sejarah Perlawanan Terhadap Imperialisme dan Kolonialisme di Daerah Lampung. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
- 2019. “Jejak-Jejak Permukiman Kuno di Kawasan Teluk Semangka, Provinsi Lampung”. Jurnal Kalpataru. Vol. 28 No. 2
- Wijayanti, Mufliha. 2011. “Jejak Kesultanan Banten Di Lampung Abad XVII”. Jurnal Analisis Studi Keislaman Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung. Vol. 11 No. 2
- Masroh, Laelatul. 2015. “Perkebunan dan Perdagangan Lada di Lampung Tahun 1816-1942″. Jurnal Sejarah, Budaya, dan Pengajarannya Universitas Negeri Malang. Vol. 9 No. 1
- Statistik Daerah Provinsi Lampung 2020, Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung
- Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Lampung 2019, Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung
- Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Lampung Menurut Lapangan Usaha 2015-2019, Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung
- Luas Daerah dan Jumlah Pulau Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung, 2019, Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung
- Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsinya (Hektar), 2016-2018, Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung
- Hasil Pendataan Potensi Desa (Podes) 2018, Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung
- Lampung: Miniatur Indonesia, Kementrian Keuangan Republik Indonesia
- Bahasa Daerah Provinsi Lampung, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
- Laporan Perekonomian Provinsi Lampung Agustus 2020, Bank Indonesia
- Buku Data dan Infografik Pemilu DPR RI dan DPD RI 2014, Komisi Pemilihan Umum
- Rekapitulasi KPU: PDI-P Unggul di Dapil I Lampung, Diikuti Demokrat dan Golkar, laman Kompas.com, 13 Mei 2019, hal. 1
- Rekapitulasi KPU: Di Dapil II Lampung, Tiga Besar PDI-P, Golkar, dan Gerindra, laman Kompas.com, 14 Mei 2019, hal. 1
- Lampung, Sai Bumi Ruwa Jurai, laman Kemdikbud
- Undang-undang (UU) Nomor 14 Tahun 1964 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 3 Tahun 1964 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Lampung dengan Mengubah Undang-Undang No. 25 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Sumatera Selatan (Lembaran Negara Tahun 1964 No. 8) Menjadi Undang-Undang
- Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 5 Tahun 2006 tentang Hari Jadi Provinsi Lampung
Penulis
Antonius Purwanto
Kontributor
Theresia Bella Callista
Editor
Ignatius Kristanto