KOMPAS/DAHONO FITRIANTO
Pemandangan Pulau Maitara dan Pulau Tidore yang terabadikan di lembaran uang kertas pecahan Rp 1.000, seperti terlihat di pantai selatan Pulau Ternate ini, Kamis (4/6/2015).
Fakta Singkat
Hari Jadi
12 April 1108
Dasar Hukum
Undang-Undang No. 1/2003
Luas Wilayah
1.550,37 km2
Jumlah Penduduk
116.149 jiwa (2021)
Kepala Daerah
Wali Kota Captain Ali Ibrahim
Wakil Wali Kota Muammad Sinen
Kota Tidore Kepulauan merupakan salah satu kota di Provinsi Maluku Utara. Kota ini merupakan wilayah hasil pemekaran dari Kabupaten Halmahera Tengah sebagai kabupaten induk berdasarkan UU 1/2003 yang diresmikan pada tanggal 31 Mei 2003.
Di wilayah Tidore Kepulauan ini, terdapat Sofifi yang ditetapkan sebagai ibu kota sejak tahun 1999 berdasarkan UU 46/1999 tentang Pembentukan Provinsi Maluku Utara, Kabupaten Buru, dan Kabupaten Maluku Tenggara Barat.
Kelurahan Sofifi merupakan bagian wilayah administrasi Kecamatan Oba Utara, Kota Tidore Kepulauan. Pemindahan aktivitas pemerintahan sejak pembentukan Provinsi Maluku Utara dari Ternate sebagai ibu kota transisional ke Sofifi sebagai ibu kota definitif, terlaksana secara bertahap hingga 4 Agustus 2010.
Hari jadi Kota Tidore Kepulauan berkaitan dengan Kesultanan Tidore yang diyakini mulai menjalankan pemerintahan di daerah tersebut pada 12 April 1108. Itu berarti, Tidore baru saja merayakan ulang tahun ke-914 tahun 2022 ini.
Kota yang bersemboyan “Toma Loa Se Banari” ini memiliki luas wilayah 1.550,37 kilometer persegi yang menjadikannya kota terluas ketiga di Indonesia setelah Kota Palangka Raya dan Kota Dumai. Secara administratif, kota ini terdiri dari delapan kecamatan dan 90 desa/kelurahan. Kota Tidore Kepulau dipimpin oleh Wali Kota Captain Ali Ibrahim dan Wakil Wali Kota Muhammad Sinen (2020-2024).
Sejarah mencatat Tidore telah terkenal sejak zaman kolonial karena rempah-rempahnya, yaitu cengkeh dan pala. Kekayaan rempah-rempah yang berlimpah membuat banyak orang dari belahan dunia untuk berkunjung bahkan melakukan aksi monopoli dan penjajahan.
Karena itu pula, di kota ini banyak dijumpai peninggalan sejarah, di antaranya Benteng Tore peninggalan Portugis akhir 1500-an dan Benteng Tahula, jejak Spanyol yang dibangun awal 1600-an.
Di masa lampau, Tidore lekat dengan Kesultanan Tidore yang kekuasaanya membentang mulai dari Papua sampai ke Seram (Maluku). Di samping itu, Tidore termasuk ke dalam wilayah Moluku Kie Raha, dimana di tempat itu berdiri empat daerah kesultanan. Tiga kesultanan lainnya adalah Ternate, Makian, dan Moti. Sebagai sebuah daerah kesultanan, Moluku Kie Raha juga sering disebut dengan Jazirah Al-Mulk yang artinya tanah para raja.
Sejarah
Dalam buku “Asal-Usul Kota-Kota di Indonesia Tempo Doeloe” yang ditulis oleh Zaenuddin HM disebutkan awalnya Tidore dikenal dengan nama Kie Duko, yang berarti pulau yang bergunung api. Penamaan ini sesuai dengan kondisi topografi Tidore yang memiliki gunung api bahkan tertinggi di gugusan kepulauan Maluku yang mereka namakan Gunung Marijang. Saat ini, gunung Marijang sudah tidak aktif lagi.
Nama Tidore berasal dari gabungan dua rangkaian kata bahasa Tidore dan Arab dialek Irak, yaitu To ado re, artinya, ‘aku telah sampai’ dan bahasa Arab dialek Irak Anta Thadore yang berarti ‘engkau datang’. Penggabungan dua rangkaian kata ini untuk menghormati jasa Syekh Yakub, utusan dari kerajaan Abbasiyah, Irak yang berhasil mendamaikan perseteruan dua suku di daerah tersebut.
Keberadaan dan cikal bakal Kota Tidore tidak bisa dipisahkan dari sejarah Kesultanan Tidore di masa lalu. Kesultanan Tidore adalah kerajaan Islam yang berpusat di wilayah Kota Tidore. Riwayat Kerajaan Tidore kerap dikaitkan dengan saudara kembarnya, yaitu Kesultanan Ternate.
Kesultanan Tidore berdiri sejak Jou Kolano Sahjati naik tahta pada 12 Rabiul Awal 502 H (1108 M). Asal usul Sahjati bisa dirunut dari kisah kedatangan Djafar Noh dari negeri Maghribi di Tidore. Noh kemudian mempersunting seorang gadis setempat, bernama Siti Nursafa. Dari perkawinan itu, lahir empat orang putra dan empat orang putri.
Empat putra tersebut adalah Sahjati (pendiri Kerajaan Tidore), Darajati (pendiri Kesultanan Moti), Kaicil Buka (pendiri Kesultanan Makian), dan Bab Mansur Malamo (pendiri Kesultanan Ternate). Sedangkan empat putrinya adalah Boki Saharnawi yang menurunkan raja-raja Banggai, Boki Sadarnawi yang menurunkan raja-raja Tobungku, Boki Sagarnawi yang menurunkan raja-raja Loloda, dan Boki Cita Dewi yang menurunkan Marsaoli dan Mardike. Kerajaan Tidore merupakan salah satu pilar yang membentuk Kie Raha, yang lainnya adalah Ternate, Makian, dan Moti.
Sejak awal berdirinya hingga raja ke-4, pusat Kerajaan Tidore belum bisa dipastikan. Barulah pada era Jou Kolano Bunga Mabunga Balibung, informasi mengenai pusat Kerajaan Tidore mulai terkuak kendati masih diperdebatkan. Tempat tersebut adalah Balibunga.
Pada 1495, Sultan Ciriliyati naik tahta dan menjadi penguasa Tidore pertama yang memakai gelar sultan. Saat itu, pusat kerajaan berada di Gam Tina. Ketika Sultan Mansur naik tahta pada tahun 1512, ia memindahkan pusat kerajaan dengan mendirikan perkampungan baru di Rum Tidore Utara. Posisi ibu kota baru ini berdekatan dengan Ternate dan diapit oleh Tanjung Mafugogo dan Pulau Maitara. Dengan keadaan laut yang indah dan tenang, lokasi ibu kota baru ini cepat berkembang menjadi pelabuhan yang ramai.
Dalam sejarahnya, terjadi beberapa kali perpindahan ibu kota karena sebab yang beraneka ragam. Pada tahun 1600, ibu kota dipindahkan oleh Sultan Mole Majimo (Alauddin Syah) ke Toloa di selatan Tidore. Perpindahan ini disebabkan meruncingnya hubungan dengan Ternate, sementara posisi ibu kota sangat dekat sehingga rawan mendapat serangan.
Pendapat lain menyebutkan bahwa perpindahan didorong oleh keinginan untuk berdakwah membina komunitas Kolano Tomabanga yang masih animis agar memeluk agama Islam. Perpindahan ibu kota yang terakhir adalah ke Limau Timore di masa Sultan Saifudin (Jou Kota). Limau Timore ini kemudian berganti nama menjadi Soasio hingga saat ini.
KOMPAS/A PONCO ANGGORO
Kedaton (Keraton) Tidore sebagai pusat dari Kesultanan Tidore di Maluku Utara. Foto diambil Januari 2018.
Pada abad ke-16, orang Portugis dan Spanyol datang ke Maluku, termasuk Tidore, untuk mencari rempah-rempah dan memonopoli perdagangan, serta menguasai negeri kepulauan tersebut. Dalam usaha mempertahankan diri, terjadi beberapa kali pertempuran antara kerajaan-kerajaan di Kepulauan Maluku melawan kolonial Portugis dan Spanyol. Ada kalanya Tidore, Ternate, Bacan, dan Jailolo bersekutu sehingga kolonial Eropa mengalami kesulitan untuk menaklukkan Tidore dan kerajaan lainnya.
Sepeninggal Portugis, datang Belanda ke Tidore dengan tujuan untuk memonopoli dan menguasai Tidore demi keuntungan Belanda. Dalam sejarah perjuangan di Tidore, sultan yang dikenal gigih dan sukses melawan Belanda adalah Sultan Nuku (1738-1805). Selama bertahun-tahun, ia berjuang untuk mengusir Belanda dari seluruh kepulauan Maluku, termasuk Ternate, Bacan, dan Jailolo.
Perjuangan tersebut membuahkan hasil dengan menyerahnya Belanda pada Sultan Nuku pada 21 Juni 1801. Dengan demikian, Ternate, Tidore, Bacan, dan Jailolo kembali merdeka dari kekuasaan asing. Inggris yang ikut membantu Tidore dalam mengusir Belanda kemudian diberi kebebasan untuk menguasai Ambon dan Banda serta mengadakan perjanjian damai dengan Sultan Nuku sehingga relasi antara kedua belah pihak berjalan harmonis.
Di masa Sultan Nuku inilah, Tidore mencapai masa kegemilangan dan menjadi kerajaan besar yang disegani di seluruh kawasan ini, termasuk oleh kolonial Eropa. Di masa Sultan Nuku pula, Tidore berkuasa hingga ke Kepulauan Pasifik.
Menurut catatan sejarah Tidore, Sultan Nuku datang dan memberi nama pulau-pulau yang dikuasainya, dari Mikronesia, Melanesia, hingga Kepulauan Solomon. Nama-nama pulau yang msih memakai nama Nuku hingga saat ini adalah Nuku Hifa, Nuku Oro, Nuku Maboro, Nuku Nau, Nuku Laelae, Nuku Fetau, dan Nuku Nono.
Setelah kemerdekaan Republik Indonesia, perjalanan Tidore menjadi pemerintahan yang mandiri telah melalui jalan panjang. Awalnya Tidore ditetapkan sebagai ibu kota Kabupaten Halmahera Tengah berdasarkan UU 6/1990 tentang pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Halmahera Tengah yang diresmikan oleh Mendagri atas nama Presiden RI pada tanggal 31 Oktober 1990.
Tiga belas tahun berselang, Tidore Kepulauan menjadi kota yang mandiri berdasarkan UU 1/2003 yang diresmikan oleh Mendagri atas nama Presiden RI pada tanggal 31 Mei 2003 sekaligus melantik M. Nur Jauhari sebagai Penjabat Wali Kota Tidore Kepulauan yang pertama.
Artikel Terkait
Geografis
Secara geografis, letak wilayah Kota Tidore Kepulauan berada pada batas astronomis 00-200 Lintang Utara dan pada posisi 1270-127,450 Bagian Timur. Kota Tidore Kepulauan memiliki total luas wilayah 13.862,86 km2 dengan daratan 9.116,36 km2.
Wilayah Kota Tidore Kepulauan berbatasan dengan Kabupaten Halmahera Barat di sebelah utara, Kabupaten Halmahera Selatan di sebelah selatan, Kabupaten Halmahera Timur dan Kabupaten Halmahera Tengah di sebelah timur, dan Kota Ternate di sebelah barat.
Kota Tidore Kepulauan memiliki 12 pulau yang membentang dari utara hingga selatan. Keduabelas pulau tersebut adalah Pulau Tidore, Pulau Mare, Pulau Maitara, sebagian Pulau Halmahera, Pulau Failonga, Pulau Sibu, Pulau Woda, Pulau Raja, Pulau Guratu, Pulau Tameng, Pulau Joji, dan Pulau Taba. Namun dari 12 pulau yang ada, hanya empat pulau yang dihuni oleh penduduk, yaitu Pulau Tidore, Pulau Mare, Pulau Maitara, dan Pulau Halmahera.
Dilihat dari Topografi tiap pulau, hanya Pulau Tidore yang memiliki topografi yang agak curam dibandingkan dengan tiga gugusan pulau terdekat. Daerah-daerah yang mempunyai topografi datar sampai landai di Pulau Tidore dapat ditemui di Kelurahan Dowora, sebagian Kelurahan Indonesiana, Rum, Ome dan beberapa kelurahan yang mempunyai topografi datar. Lahan di wilayah Kota Tidore Kepulauan didominasi oleh perbukitan tektotik.
Keadaan iklim di wilayah Tidore Kepulauan berbeda dari bulan ke bulan. Puncak intensitas hujan baik di Pulau Tidore maupun Pulau Halmahera terjadi pada Juni. Sedangkan, pada November, hampir tidak ada hari hujan dalam sebulan.
Artikel Terkait
Pemerintahan
Ketika statusnya ditingkatkan menjadi kota, Kota Tidore Kepulauan dipimpin oleh Penjabat Walikota M. Nur Djauhari (2003), dan estafet kepemimpinan dilanjutkan oleh Penjabat Mahmud Adrias (2005).
Dalam Pilkada Kota Tidore Kepulauan pertama 2005, Achmad Mahifa terpilih sebagai wali kota pertama untuk periode 2005-2010. Ia berpasangan dengan Wakil Wali Kota Salahuddin Adrias. Achmad Mahifa kembali terpilih pada periode kedua 2010-2015. Kali ini, ia berpasangan dengan Wakil Wali Kota Hamid Muhammad.
Kemudian estafet kepemimpinan di Tidore Kepulauan diteruskan oleh Ali Ibrahim selama periode (2016-2021, 2021-2024). Baik periode pertama dan kedua kepemimpinan sebagai wali kota, Ali Ibrahim didampingi oleh Muhammad Sinen.
Secara administratif, Kota Tidore Kepulauan terdiri dari delapan kecamatan dan 90 desa/kelurahan. Kedelapan kecamatan tersebut adalah Kecamatan Tidore Selatan, Kecamatan Tidore, Kecamatan Oba, Kecamatan Oba Utara, Kecamatan Tidore Utara, Kecamatan Tidore Timur, Kecamatan Oba Selatan, dan Kecamatan Oba Tengah.
Untuk mendukung jalannya pemerintahan, Pemerintah Kota Tidore didukung oleh 3.678 pegawai negeri sipil (PNS), yang terdiri dengan 1.420 PNS laki-laki dan 2.258 PNS perempuan. Dari tingkat pendidikan, PNS terbanyak berpendidikan tingkat sarjana ke atas yakni sebanyak 2.676 PNS.
KOMPAS/FRANSISKUS PATI HERIN
Para PNS yang bekerja di 54 satuan kerja perangkat daerah Provinsi Maluku Utara pulang pergi setiap menggunakan Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan dari Ternate ke Ibu Kota Provinsi Maluku Utara Sofifi yang berada di Pulau Halmahera, seperti yang terpantau Selasa (3/6/2014). Jumlah mereka sekitar 3.000 orang.
Artikel Terkait
Politik
Peta perpolitikan di Kota Tidore Kepulauan dalam tiga pemilihan umum (pemilu) legislatif memperlihatkan dinamisnya pilihan rakyat. Hal itu tercermin dari perolehan kursi partai politik (parpol) di DPRD Kota Tidore Kepulauan.
Pada Pemilu Legislatif 2009, Golkar meraih kursi terbanyak dengan perolehan empat kursi. Kemudian disusul PDI Perjuangan tiga kursi. Sementara PAN dan PPP meraih dua kursi sedangkan PNI Marhaenisme, PBB, PDK, Demokrat, PKS, PBR, Partai Kedaulatan, Partai Karya Peduli Bangsa, dan Partai Demokrasi Pembaharuan masing-masing memperoleh satu kursi.
Di Pemilu Legislatif 2014, Golkar meraih empat kursi, disusul PDI Perjuangan, Nasdem, dan Demokrat sama-sama meraih tiga kursi. Kemudian PAN, Gerindra, PBB, PPP, dan PKB masing-masing memperoleh dua kursi. Sedangkan PKS dan Hanura meraih satu kursi.
Di Pemilu Legislatif 2019, PDI Perjuangan mendominasi perolehan kursi dengan meraih delapan kursi dari 25 kursi DPRD Kota Tidore Kepulauan. Disusul Nasdem, PAN, dan PKB sama-sama meraih tiga kursi. Sementara Demokrat, Golkar, dan PKS masing-masing meraih dua kursi, sedangkan Hanura dan Perindo masing-masing meraih satu kursi.
Artikel Terkait
Kependudukan
Kota Tidore Kepulauan dihuni oleh 116.149 jiwa (2021) yang terdiri dari 58.762 laki-laki dan 57.387 perempuan. Rasio jenis kelamin sebesar 101. Artinya, setiap 100 penduduk perempuan, ada sebanyak 101 penduduk laki-laki.
Laju pertumbuhan penduduk di Kota Tidore Kepulauan didominasi oleh migrasi penduduk antar daerah yang datang ke wilayah ini, terutama dari wilayah Sulawesi, Jawa dan Sumatera.
Suku Tidore merupakan salah satu suku bangsa di Provinsi Maluku Utara. Ras asli dari suku Tidore adalah Melanesia. Agama yang dianut oleh suku Tidore adalah Islam, sehingga di Tidore banyak terdapat masjid dan surau. Hal ini membuktikan kalau peradaban Islam sangat pesat di Tidore.
Mereka juga punya rumah adat bernama Fola Sowohi. Kata Fola Sowohi, berasal dari kata Fola dan Sowohi. Kata Fola berasal dari bahasa Tidore, yang berarti rumah, sedangkan Sowohi berarti tuan rumah. Atap rumah adat ini terbuat dari rumbia yang konstruksi bangunannya melambangkan kekayaan budaya suku Tidore.
Kebudayaan Kota Tidore Kepulauan termasuk dalam lingkup budaya Moloku Kie Raha, yakni empat kerajaan di masa lalu masing-masing Kesultanan Tidore, KesultananTernate, Kesultanan Bacan, dan Kesultanan Jailolo. Hal ini dikarenakan keempat kesultanan tersebut berasal dari satu garis keturunan.
Khusus untuk Kesultanan Tidore, tradisi pergantian kepemimpinan puncak untuk menduduki tahta Sultan tidak didasarkan pada otoritas tunggal sultan yang berkuasa, tetapi mekanismenya diserahkan kepada 12 Gimalaha yang tersebar, masing-masing enam di Toloa, tiga di Soasio, satu di Buli, satu di Tuguiha, dan satu di Patani.
Pekerja di Kota Tidore Kepulauan didominasi oleh mereka yang berstatus sebagai buruh/karyawan/pegawai pada pekerjaan utamanya. Sementara itu, pekerja yang berusaha sendiri sebesar 22,72 persen.
KOMPAS/A PONCO ANGGORO
Tari cakalele, dengan latar belakang panji-panji kebesaran Kesultanan Tidore, diperagakan saat upacara Hari Jadi Ke-904 Kota Tidore Kepulauan di lapangan Kadaton (Keraton) Tidore, Pulau Tidore, Maluku Utara, 12 April lalu. Kesultanan Tidore bersama Pemerintah Kota Tidore coba mengangkat kembali pamor Tidore yang ratusan tahun lalu diperebutkan oleh bangsa Eropa karena rempah-rempah yang dihasilkan dengan menggelar Festival Tidore sebagai bagian perayaan hari jadi Kota Tidore.
Indeks Pembangunan Manusia
70,99 (2021)
Angka Harapan Hidup
69,43 tahun (2021)
Harapan Lama Sekolah
14,32 tahun (2021)
Rata-rata Lama Sekolah
9,95 tahun (2021)
Pengeluaran per Kapita
Rp8,31 juta (2021)
Tingkat Pengangguran Terbuka
4,95 persen (2021)
Tingkat Kemiskinan
6,58 persen (2021)
Kesejahteraan
Sejak berstatus kota, pembangunan manusia Kota Tidore Kepulauan terus berkembang. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Ternate pada tahun 2021 tercatat sebesar sebesar 70,99. Pencapaian IPM tersebut masuk kategori tinggi.
Ditilik dari komponen pembentuknya, angka harapan hidup tahun 2021 tercatat selama 69,43 tahun, harapan lama sekolah 14,32 tahun, rata-rata lama sekolah 9,95 tahun, dan pengeluaran per kapita sebesar Rp8,31 juta.
Tingkat pengangguran terbuka Kota Tidore Kepulauan pada tahun 2021 tercatat sebesar 4,95 persen. Sementara angka kemiskinannya pada tahun 2021 tercatat sebesar 6,58 persen atau sebanyak 6.640 orang. Angka tersebut sedikit naik dibandingkan tahun 2020 sebesar 6,52 persen.
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Rp38,34 miliar (2021)
Dana Perimbangan
Rp752,99 miliar (2021)
Pendapatan lain-lain
Rp92,07 miliar (2021)
Pertumbuhan Ekonomi
1,35 persen (2021)
PDRB Harga Berlaku
Rp2,97 triliun (2021)
PDRB per kapita
Rp26,10 juta/tahun (2021)
Ekonomi
Produk domestik regional bruto (PDRB) Kota Tidore Kepulauan pada tahun 2021 tercatat senilai Rp2,97 triliun. Dari total PDRB tersebut, terdapat tiga sektor yang berkontribusi besar, yakni administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib sebesar 37,71 persen; pertanian, kehutanan, dan perikanan 24,36 persen, dan perdagangan sebesar 11,05 persen.
Sektor lain yang berkontribusi cukup besar terhadap PDRB Kota Tidore Kepulauan adalah konstruksi sebesar 6,81 persen, jasa pendidikan 4,14 persen, serta transportasi dan pergudangan sebesar 3,82 persen.
Di sektor pertanian, Tidore Kepulauan memiliki kelebihan sumber daya alam. Kota seluas 1.550,37 kilometer persegi ini cukup subur untuk tanaman kelapa, cengkeh, pala, kopi, dan cokelat. Bahkan sejak dahulu, Tidore dikenal sebagai daerah penghasil rempah-rempah yang terkenal sampai ke Eropa.
Sebagai daerah kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas laut, kota ini kaya akan produksi perikanan. Berbagai jenis produksi perikanan dapat ditemukan di Tidore, mulai dari perikanan segar hasil tangkapan, sampai kepada produksi berupa pengolahan.
Selain pertanian, sektor perdagangan juga merupakan salah satu sektor yang menopang ekonomi Kota Tidore Kepulauan. Kecamatan Tidore merupakan pusat perdagangan di wilayah Pulau Tidore, sedangkan Kecamatan Oba Utara merupakan pusat perdagangan di wilayah daratan Halmahera. Hampir setiap kecamatan juga memiliki pasar yang aktif beroperasi. Hanya Kecamatan Tidore Selatan dan Tidore Timur yang belum memiliki pasar maupun bangunan pasar.
Kota Tidore Kepulauan berpotensi pula dalam sektor pertambangan. Di Oba Selatan, ditemukan tembaga dan asbes, demikian juga batu apung dan emas di Oba Utara.
KOMPAS/A TOMY TRINUGROHO
Suasana di Pelabuhan Rum, Pulau Tidore. Rum merupakan salah satu pelabuhan yang ada di pulau itu.
Di sektor transportasi, Kota Tidore Kepulauan memiliki beberapa pelabuhan yang melayani kebutuhan transportasi masyarakat antar pulau. Pelabuhan-pelabuhan itu adalah Pelabuhan Rum, Pelabuhan Trikora, Pelabuhan Sarimalaha, Pelabuhan Sofifi, Pelabuhan Gita, dan Pelabuhan Maidi.
Selain sebagai penghubung antar pulau, pelabuhan-pelabuhan tersebut juga menjadi tempat bersandar kapal-kapal yang mengangkut barang. Bahkan sejak tahun 2017, kapal Tol Laut juga singgah di Pelabuhan Trikora yang menyebabkan beberapa komoditas perdagangan di Kota Tidore Kepulauan menjadi lebih murah harganya.
Terkait keuangan daerah, total pendapatan daerah Kota Tidore Kepulauan tahun 2021 senilai Rp883,65 miliar. Pendapatan pemerintah paling besar masih bersumber dari dana perimbangan yang sejumlah Rp752,99 Miliar atau sebesar 85,2 persen dari total pendapatan. Sedangkan, porsi pendapatan dari PAD sebesar Rp38,34 miliar (4,3 persen) dan dari lain-lain pendapatan yang sah sebesar Rp92,07 miliar (10,5 persen).
Di sektor pariwisata, Tidore juga kaya akan destinasi wisata. Karena terkenal dengan keindahannya, gambar Pulau Tidore bahkan diabadikan ke dalam pecahan uang seribu rupiah.
Berbagai macam jenis pariwisata dapat dijumpai di Tidore, mulai dari wisata alam, wisata sejarah, sampai pada wisata budaya. Wisata alam di Tidore punya beragam jenis seperti wisata laut dan hutan. Tidore menyimpan keindahan bawah laut dan gunung yang menarik untuk dikunjungi.
Wisata alam yang terkenal dari Tidore yaitu, tempat pemandian air panas alami Ake Sahu, air terjun Luku Cileng, Pantai Tugulufa, Pantai Cobo, Pulau Failonga, dan Puncak Gunung Kie Matubu. Selain itu kita juga bisa melihat tempat ikan lumba-lumba sering berkumpul di Pulau Mare.
Selain wisata alam, Tidore juga terkenal dengan wisata sejarah dan wisata budayanya. Wisata sejarah yang terkenal dari Tidore yaitu Kedaton Kesultanan Tidore, Museum Sonyinge Malige, Benteng Tore dan Tahula (peninggalan bangsa Eropa), serta tugu pendaratan bangsa Spanyol.
Kemudian wisata budaya yang bisa ditemukan di Tidore yaitu berupa salai jin, ratib taji besi, beberapa permainan tradisional seperti bambu gila (baramasueng), dan wisata desa Gurabunga yang terletak di kaki Gunung Kie Matubu.
Makanan khas Kota Tidore yang tidak terdapat di daerah lain di Maluku Utara adalah lapis tidore, kue bilolo, kue kale-kale, kue abu, mam raha, tela gule, uge ake, dan popeda. Lalu, ada kumpulan makanan adat yang dinamakan Ngam Saro.
Artikel Terkait
Referensi
- “Kota Tidore Kepulauan *Otonomi”, Kompas, 18 Mei 2004, hlm. 32
- “Tukang Ojek Punya “Bargaining” Politik *Otonomi”, Kompas, 18 Mei 2004, hlm. 32
- “Tata Kota: Pemindahan Ibu Kota ke Sofifi Terkatung-katung”, Kompas, 16 Mei 2006, hlm. 24
- “Obituari : Sultan Tidore Ke-36 Meninggal”, Kompas, 14 April 2012, hlm. 23
- “Tanah Air: Tidore Berdaulat (Lagi) di Nusantara…”, Kompas, 19 Mei 2012, hlm. 01, 15
- “Tanah Air: “Sowohi” di Balik Kesultanan Tidore”, Kompas, 19 Mei 2012, hlm. 24
- “Sofifi, Ibu Kota Nan Sepi”, Kompas, 14 Juni 2014, hlm. 09
- “Kota Tidore Kepulauan: Ujung Tombak Itu Kebersihan…”, Kompas, 1 Juni 2015, hlm. 22
- Zaenuddin HM. 2013. Asal-Usul Kota-Kota di Indonesia Tempo Doeloe. Jakarta: Change
- Handoko, Wuri, Mansyur, Syahruddin. Kesultanan Tidore: Bukti Arkeologi sebagai Pusat Kekuasaan Islam dan Pengaruhnya di Wilayah Periferi. Diakses dari http://repositori.kemdikbud.go.id/
- Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha Kota Tidore Kepulauan 2017-2021, BPS Kota Tidore Kepulauan
- Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka 2022, BPS Kota Tidore Kepulauan
- Statistik Daerah Kota Tidore Kepulauan Tahun 2020, BPS Kota Tidore Kepulauan
- Alunan Sumpah Pemuda dari Tidore, laman Kompas.id
- Kaya Budaya, Sejarah, dan Bahari, Datanglah ke Tidore!, laman Kompas.com
- UU 46/1999 tentang Pembentukan Provinsi Maluku Utara, Kabupaten Buru, dan Kabupaten Maluku Tenggara Barat
- UU 32/2004 tentang Pemerintah Daerah
- UU 1/2003 tentang Pembentukan Kabupaten Halmahera Utara, Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupaten Kepulauan Sula, Kabupaten Halmahera Timur, dan Kota Tidore Kepulauan di Provinsi Maluku Utara
Editor
Topan Yuniarto