Daerah

Kota Tebing Tinggi: Kota Lemang dalam Jejak Sejarah Kerajaan Padang

Dikenal dengan sebutan Kota Lemang, wilayah Tebing Tinggi dulunya termasuk daerah kekuasaan Kerajaan Padang, yang berada di bawah Kerajaan Deli. Kota ini kini mengandalkan hidupnya dari sektor industri, perdagangan, dan jasa.

KOMPAS/NIKSON SINAGA

Kendaraan melintas di jalan tol ruas Medan-Kualanamu-Tebing Tinggi di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, Sabtu (2/10/2021).

Fakta Singkat

Hari Jadi 
1 Juli 1917

Dasar Hukum
Undang-Undang No.9/1956

Luas Wilayah
38,438 km2

Jumlah Penduduk
177.785 jiwa (2022)

Kepala Daerah
Penjabat Wali Kota Syarmadani

Instansi terkait
Pemerintah Kota Tebing Tinggi

Tebing Tinggi adalah adalah salah satu kota yang berada di Provinsi Sumatera Utara. Kota ini berjarak sekitar 80 km dari Kota Medan serta terletak pada lintas utama Sumatera yang menghubungkan Lintas Timur dan Lintas Tengah Sumatra melalui lintas diagonal pada ruas Jalan Tebing Tinggi, Pematangsiantar, Parapat, Balige, dan Siborong-borong.

Kota yang berada di tengah-tengah Kabupaten Serdang Bedagai ini ditetapkan menjadi kota otonom berdasarkan UU Darurat 9/1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kota-Kota Kecil dalam Lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Utara. Hari jadi kota ditetapkan pada 1 Juli 1917.

Kota seluas 38,44 km persegi ini berpenduduk 177.785 jiwa pada 2022. Terdiri dari lima kecamatan dan 35 kelurahan, Tebing Tinggi saat ini dipimpin oleh Penjabat Wali Kota Syarmadani untuk masa jabatan 2023–2024.

Tebing Tinggi mendapat sebutan Kota Lemang karena makanan itu merupakan makanan khas kota ini. Lemang terbuat dari beras ketan yang dimasak dalam seruas bambu, setelah sebelumnya digulung dengan selembar daun pisang. Gulungan daun bambu berisi tepung beras bercampur santan kelapa ini kemudian dimasukkan ke dalam seruas bambu lalu dibakar sampai matang di atas tungku panjang.

Pada masa lalu, Tebing Tinggi pernah menjadi wilayah kerajaan, yaitu Kerajaan Padang, yang dulunya merupakan daerah otonom di bawah Kerajaan Deli. Pusat administrasi Kerajaan Padang berada di sebuah bangunan bergaya arsitektur Eropa yang saat ini menjadi markas Koramil 013, di Jalan K.F. Tandean. Bangunan itulah yang menjadi saksi bisu keberadaan Kerajaan Padang.

Sedangkan, lokasi istana raja tidak berapa jauh dari pusat administrasi kerajaan dan disebut dengan Istana Negeri Padang yang hingga kini masih berdiri kokoh. Istana ini merupakan salah satu peninggalan Kerajaan Negeri Padang yang dibangun pada 1800-an, dan pernah direnovasi. Meski begitu, bentuk asli bangunan ini tetap dipertahankan.

Istana Negeri Padang berbentuk rumah panggung yang kokoh dan dihias dengan cat berwarna kuning yang merupakan warga kebanggaan masyarakat Melayu. Bahan bangunannya juga menggunakan bahan terbaik dan pilihan agar lebih kuat, kokoh, dan megah.

Sejarah pembentukan

Dalam buku Asal-usul Kota-kota di Indonesia Tempo Doeloe yang ditulis Zaenuddin HM dan dikutip dari website Pemerintah Kota Tebing Tinggi, disebutkan Kota Tebing Tinggi sudah didiami suku bangsa Indonesia sejak lama. Dalam arsip lama, dinyatakan Tebing Tinggi telah menjadi tempat pemukiman, tepatnya pada tahun 1864.

Dari cerita-cerita rakyat yang dikisahkan oleh orang tua, dari sebuah bandar di Simalungun berangkatlah seorang tua yang bergelar Datuk Bandar Kajum, meninggalkan kampung halamannya yang di ikuti para penggawa dan inang pengasuhnya melalui kerajaan Padang menuju Asahan.

Dalam perjalanan ini tibalah beliau di sebuah desa yang pertama di kunjunginya yang bernama Tanjung Marulak yang sekarang menjadi perkebunan PN III Kebun Rambutan.

Setelah beberapa Tahun Datuk Bandar Kajum tinggal di kampung Tanjung Marulak, karena kelihaian Kolonialis Belanda dengan politik pecah belahnya maka timbul sengketa dengan orang-orang dari Kerajaan Raya, yang berdekatan dengan Kerajaan Padang yang letaknya di sebelah Selatan, dan akhirnya meluas menjadi perang saudara. Untuk mempertahankan serangan ini Datuk Bandar Kajum berhasil mencari tempat di sebuah dataran tinggi di tepi sungai Padang. Di sini dia membangun kampung yang di pagari dengan benteng-benteng pertahanan.

Kampung itu sekarang disebut kampung Tebing Tinggi Lama. Dari sinilah berkembang kampung itu menjadi tempat pemukiman sebagai asal usul kota Tebing Tinggi. Pada tahun 1887, oleh pemeritah Hindia Belanda Tebing Tinggi ditetapkan sebagai kota pemerintahan di mana pada tahun tersebut juga di bangun perkebunan besar yang berlokasi di sekitar Kota Tebing Tinggi (Hinterland).

Menjelang persiapan Tebing Tinggi menjadi kota otonom, maka untuk melaksanakan roda pemerintahan pada tahun 1904 di dirikan sebuah Badan Pemerintahan yang bernama Plaatselijkke Fonds oleh Cultuur Paad Soematera Timoer.

Dalam perundang-undangan yang berlaku pada di Dentralisasi ewet yang ditetapkan pada tanggal 23 Juli 1903. Untuk selanjutnya dapat di sebut daerah Otonom Kota kecil Tebing Tinggi, oleh pemerintah Hindia Belanda, pemerintahan kota Tebing Tinggi di tetapkan sebagai daerah otonom dengan sistim desentralisasi.

Pada tahun 1910, sebelum dilaksanakannya Zelf Bestuur Padang (Kerajaan Padang), telah dibuat titik “Pole Gruth” yaitu pusat perkembangan kota sebagai jarak ukur antara Kota Tebing Tinggi dengan kota sekitarnya. Patok Pole Gruth tersebut terletak di tengah-tengah Taman Bunga di lokasi Rumah Sakit Umum Herna. Untuk menunjang jalannya roda pemerintahan maka diadakan kutipan-kutipan berupa Cukai Pekan, Iuran penerangan dan lain-lain yang berjalan dengan baik.

Pada masa Tebing Tinggi menjadi kota otonom, maka untuk melaksanakan Pemerintahan selanjutnya dibentuk Badan Gementeraad Tebing Tinggi, yang beranggotakan 9 orang dengan komposisinya 5 orang Bangsa Eropa, 3 orang Bumiputera, dan 1 orang Bangsa Timur Asing.

Hal ini didasarkan kepada Akte Perjanjian Pemerintah Belanda dengan Sultan Deli, bahwa dalam lingkungan Zelfbestuur didudukan orang asing Eropa dan disamakan ditambah dengan orang-orang Timur Asing.

Dengan adanya perbedaan golongan penduduk, dalam penguasaan tanah juga terdapat perbedaan hak yang mengaturnya. Untuk mengadakan pengutipan-pengutipan yang disebut setoran Retribusi dan pajak daerah, diangkatlah pada waktu itu Penghulu Pekan.

Tugas Penghulu Pekan ini juga termasuk menyampaikan perintah-perintah atau kewajiban-kewajiban kepada Rakyat kota Tebing Tinggi yang masuk daerah Zelfbestuur.

Dalam perkembangan selanjutnya Kota Tebing Tinggi sebagai kota Otonom dapat kita baca dari tulisan J.J. Mendelaar, dalam “Nota Bertrefende Degemente Tebing Tinggi” yang dibuatnya sekitar Juli 1930.

Dalam salah satu bab dari tulisan tersebut dinyatakan setelah beberapa tahun dalam keadaan vakum mengenai perluasan pelaksanaan Desentralisasi, maka pada tanggal 1 Juli 1917 berdasarkan Desentralisasiewet berdirilah Gementee Tebing tinggi dengan Stelings Ordanitie Van Statblaad 1917 yang berlaku 1 Juli 1917. Jadi tanggal 1 juli inilah merupakan Hari jadi Kota Tebing Tinggi.

Pada masa pendudukan Jepang, pelaksanaan pemerintah di Tebing Tinggi tidak lagi dilaksanakan oleh Dewan Kota yang bernama Gementeeraad. Jepang menggantikannya dengan nama Dewan Gementee Tebing Tinggi.

Menjelang Proklamasi (masih pada masa Jepang) pemerintahan kota Tebing Tinggi tidak berjalan dengan baik. Pada tanggal 20 November 1945 Dewan kota disusun kembali. Dalam formasi keanggotaannya sudah mengalami kemajuan, yang para anggota Dewan Kota terdiri dari pemuka Masyarakat dan Anggota Komite Nasional Daerah.

Dewan Kota ini juga tidak berjalan lama, karena pada tanggal 13 Desember 1945 terjadilah pertempuran dengan Militer Jepeng dan sampai sekarang terkenal dengan Peristiwa Berdarah 13 Desember 1945, yang diperingati setiap tahun.

Kemudian pada tanggal 17 Mei 1946, Gubernur Sumatera Utara menerbitkan suatu keputusan No.103 tentang pembentukan Dewan Kota Tebing Tinggi, yang selanjutnya disempurnakan kembali dengan nama Dewan Perwakilan Rakyat, walaupun pada waktu itu ketua Dewan dirangkap Bupati Deli Serdang.

Ketika Agresi pertama Belanda dilancarkan pada tanggal 21 Juli 1947, Dewan Kota Tebing Tinggi dibekukan. Demikian pula pada waktu berdirinya Negara Sumatera Timur, Kota Tebing Tinggi tidak mempunyai Dewan Kota untuk melaksanakan tugas pemerintahan.

Pada masa RIS, Dewan kota diadakan berdasarkan PP 39/1950. Namun dalam proses pelaksanaannya, panitia pemilihan belum sempat menjalankan tugasnya, PP 39 tersebut telah dibatalkan.

Menurut UU 1/1957, pemerintah di daerah ini menganut asas otonomi daerah yang seluasnya. Walaupun dalam undang-undang tersebut ditetapkan bahwa daerah ini berhak mempunyai DPRD yang diambil dari hasil Pemilihan Umum 1955, tetapi berdasarkan undang-undang darurat 1956 DPRD Peralihan kota Tebing Tinggi hanya mempunyai 10 orang anggota.

Setelah keluarnya UU 5/1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, pelaksanaan pemerintahan di Kota Tebing Tinggi sudah relatif lebih baik dibandingkan pada masa-masa sebelumnya. Tetapi, walaupun sudah memiliki perangkat yang baik, namun karena terbatasnya kemampuan daerah dalam mendukung pengadaan dalam berbagai fasilitas yang dibutuhkan, roda pemerintahan di daerah ternyata masih banyak mengalami hambatan.

Pada tahun 1980 Presiden Republik Indonesia telah mengganugerakan tanda kehormatan “Parasamya Purna Karya Nugraha” kepada Kotamadya Dati II Tebing Tinggi sebagai penghargaan tertinggi atas hasil kerjanya dalam melaksanakan pembangunan Lima Tahun Kedua, sehingga dinilai telah memberikan kemampuan bagi pembangunan, demi kemajuan Negara Indonesia pada umumnya daerah khususnya.

KOMPAS//M SYAMIN PARDEDE

Kawasan Tugu Peringatan 13 Desember di Tebing Tinggi.

Geografis

Letak astronomi Kota Tebing Tinggi antara 3°19′00″ — 3°21′00″ Lintang Utara dan 98°11′ — 98°21′ Bujur Timur. Kota ini berada di bagian tengah Kecamatan Tebing Tinggi Kabupaten Serdang Bedagai.

Luas wilayah Kota Tebing Tinggi sebesar 0,05 persen dari luas wilayah Provinsi Sumatera Utara, merupakan kota terkecil.

Pada tahun 2021, curah hujan di Kota Tebing Tinggi berkisar antara 2–335 mm. Jumlah hari hujan sebanyak 168 hari, di mana curah hujan tertinggi terjadi pada Juni sebesar 335 mm dan hari hujan terbanyak terjadi pada bulan November, yaitu selama 17 hari.

Kota Tebing Tinggi terletak pada daerah dataran rendah Pulau Sumatera dengan ketinggian 18–34 meter di atas permukaan laut.

KOMPAS/NIKSON SINAGA

Masyarakat beraktivitas di permukiman yang dilanda banjir di Kota Tebing Tinggi, Sumatera Utara, Senin (16/12/2019). Sebanyak 4.121 keluarga yang terdiri dari 16.059 jiwa terdampak banjir setinggi 30-90 sentimeter di lima kecamatan. Banjir tersebut merupakan kiriman dari hujan deras yang menerjang Kabupaten Simalungun.

Pemerintahan

Sejak merdeka 1945, Kota Tebing Tinggi telah dipimpin oleh 12 kepala daerah. Tercatat Munar S.Hanijoyo (1946–1947). Kemudian kepala daerah yang pernah menjabat adalah Tengku Hasyim (1948–1950), Tengku Alamsyah (1950–1951), Wan Omaruddin Barus (1951–1956), OK Anwarruddin (1956–1957), Kantor Tarigan (1958–1967), Syamsul Sulaiman (1967–1970), Sanggup Ketaren (1970–1974), H. Amiruddin Lubis (1974–1985), Rupai Perangin – Angin (1985–1990)

Pada masa reformasi, Kota Tebing Tinggi pernah dipimpin oleh Rohani Darus Danil (1990–2000), H. Abdul Hafiz Hasibuan (2000–2010), dan H. Umar Zunaidi Hasibuan (2011–2022). Saat ini, Tebing Tinggi dipimpin oleh Penjabat Wali Kota Syarmadani untuk periode 2023–2024.

Secara administratif, Kota Tebing Tinggi terdiri dari lima kecamatan dan 35 kelurahan. Untuk mendukung jalannya pemerintahan, pemerintah Kota Tebing Tinggi didukung oleh 2.731 Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada tahun 2021.

Menurut jenis kelamin, jumlah PNS perempuan lebih besar bila dibandingkan dengan PNS laki-laki. Menurut tingkat pendidikan, Pegawai Negeri Sipil Kota Tebing Tinggi didominasi oleh PNS yang berpendidikan diploma keatas.

DOKUMENTASI PEMKOT TEBING TINGGI

Pengambilan sumpah jabatan dan pelantikan Penjabat (Pj) Wali Kota Tebing Tinggi Drs. Syarmadani, M.Si oleh Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi, Rabu (24/5/2023),  bertempat di Aula Tengku Rizal Nurdin, Kota Medan.

Politik

Peta perpolitikan di Kota Tebing Tinggi berlangsung dinamis. Hal itu terlihat dari perolehan kursi masing-masing partai politik dalam tiga kali pemilihan umum legislatif. Dari 25 kursi yang tersedia, Golkar tercatat memperoleh kursi terbanyak di parlemen.

Di Pemilu Legislatif 2009, Golkar memperoleh kursi terbanyak dengan lima kursi. Disusul Demokrat meraih empat kursi serta PDI Perjuangan dan PPIB sama-sama mendapat tiga kursi. Lalu PKS dan PKPB masing-masing meraih dua kursi. Adapun partai yang meraih satu kursi adalah PAN, PKPI, PDP, Patriot, RepublikaN, dan Bernas.

Di Pemilu Legislatif 2014, Golkar tercatat masih memperoleh kursi terbanyak dengan lima kursi. Disusul Gerindra dan Demokrat sama-sama memperoleh tiga kursi. Sementara PDI Perjuangan, Nasdem, PKS, Hanura, dan PKPI masing-masing mendapatkan dua kursi sedangkan PKB, PPP, PAN, dan PBB sama-sama meraih satu kursi.

Perolehan Kursi partai politik peserta pemilu anggota DPRD Kota Tebing Tinggi tahun 2019, Partai Golkar, Partai Nasdem dan Partai PDI Perjuangan masing-masing memperoleh empat kursi. Lalu Gerindra memperoleh tiga kursi, Partai Demokrat, PKS, Hanura dan PAN memperoleh dua kursi. Sedangkan Partai PKB dan Perindo masing-masing memperoleh satu kursi.

KOMPAS/KHAERUDIN

Menyambut pemilihan kepala daerah di Tebing Tinggi Sumatera Utara. Masyarakat Tionghoa mendirikan TPS tepat di samping kelenteng yang merupakan tempat ibadah mereka.

Kependudukan

Penduduk Kota Tebing Tinggi pada tahun 2022 tercatat sebanyak 177.785 jiwa yang terdiri atas 88.549 jiwa penduduk laki-laki dan 89.236 jiwa penduduk perempuan. Sementara itu, besarnya rasio jenis kelamin sebesar 99,23 persen. Hal tersebut berarti bahwa setiap 100 orang penduduk perempuan terdapat 99,23 (99) orang penduduk laki-laki.

Kepadatan penduduk di Tebing Tinggi tahun 2022 mencapai 4,62 ribu jiwa/km persegi dengan rata-rata jumlah penduduk per rumah tangga 5 orang

Komposisi penduduk Kota Tebing Tinggi tahun 2022 didominasi oleh penduduk muda/dewasa. Menurut data BPS Kota Tebing Tinggi, penduduk usia 0-4 tahun jumlahnya lebih besar daripada kelompok penduduk usia 5-9 tahun.

Di sektor tenaga kerja, pilihan bekerja di sektor jasa-jasa masih mendominasi pasar kerja di Kota Tebing Tinggi dengan persentase sebesar 74,15 persen. Kemudian diikuti oleh sektor manufaktur dengan persentase sebesar 20,10 persen. Sementara pekerja di sektor Pertanian (A) sedikit meningkat menjadi sebesar 5,75 persen.

Kota Tebing Tinggi meupakan salah satu kota yang sangat beragam berdasarkan suku dan agama di Indonesia. Empat suku yang mendominasi ialah suku Melayu, Batak, Jawa dan Tionghoa. Beberapa suku lainnya juga ada di kota ini, termasuk suku Minangkabau, Nias, dan Aceh.

Sementara dari sisi agama, mayoritas penduduk Tebing Tinggi memeluk agama Islam dengan jumlah mencapai 143.325 jiwa, diikuti pemeluk agama Kristen Protestan 21.351 jiwa, Budha 10.899 jiwa, Katolik 2.167 jiwa, Hindu 230 jiwa, dan lainnya 57 jiwa.

KOMPAS/NIKSON SINAGA

Seorang buruh menyadap karet di Kebun Rambutan PT Perkebunan Nusantara III, Kota Tebing Tinggi, Sumatera Utara, Rabu (11/11/2015). Harga getah karet di tingkat petani masih berkisar Rp 5.000 per kilogram, turun dari harga sebelumnya Rp 10.000 per kilogram.

Indeks Pembangunan Manusia
76,17 (2022)

Angka Harapan Hidup 
71,29 tahun (2022)

Harapan Lama Sekolah 
12,91 tahun (2022)

Rata-rata Lama Sekolah 
10,65 tahun (2022)

Pengeluaran per Kapita 
Rp 13,144 juta (2022)

Tingkat Pengangguran Terbuka
6,39 persen (2022)

Tingkat Kemiskinan
9,59 persen (2022)

Kesejahteraan

Kota Tebing Tinggi termasuk daerah yang pembangunan manusianya tergolong baik. Hal ini terlihat dari nilai IPM-nya yang tinggi. Angka IPM Tebing Tinggi pada tahun 2022 tercatat mencapai 76,17 meningkat dibanding pencapaian pada tahun 2021 sebesar 75,42.

Dari komponen pembentuk IPM, tercatat umur harapan hidup selama 71,17 tahun pada 2022. Kemudian harapan lama sekolah mencapai 12,91 tahun dan rata-rata lama sekolah mencapai 12,91 tahun. Untuk pengeluaran per kapita per tahun yang disesuaikan mencapai Rp 13,144 per kapita per tahun.

Di sisi kesejahteraan penduduknya, BPS Kota Tebing Tinggi mencatat, tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada 2022 sebesar 6,39 persen atau sebanyak 6.421 jiwa.

Sementara itu, tingkat kemiskinan di Kota Tebing Tinggi mencapai 9,59 persen atau sekitar 16,34 ribu jiwa pada 2022. Tingkat kemiskinan di Kota Tebing Tinggi masih tergolong tinggi bila dibandingkan dengan delapan kota lain di Provinsi Sumatera Utara.

KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA 

Perbaikan Layanan Kesehatan – Perbaikan infrastruktur layanan kesehatan terus ditingkatkan di wilayah Kota Tebing Tinggi, Sumatera Utara, salah satunya RSUD Dr H Kumpulan Pane, Selasa (21/4/2015). Pemerintah mengalokasikan anggaran kesehatan tahun 2016 sebesar 5 persen dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) 
Rp 88,74 miliar (2022)

Dana Perimbangan 
Rp 536,95 miliar (2022)

Pendapatan Lain-lain 
Rp 37,80 miliar  (2022)

Pertumbuhan Ekonomi
4,01 persen (2022)

PDRB Harga Berlaku
Rp 6,93 triliun (2022)

PDRB per kapita
Rp 38,98 juta/tahun (2022)

Ekonomi

Perekonomian Kota Tebing Tinggi seperti pada umumnya daerah perkotaan yang lain mengandalkan sektor perdagangan dan jasa. Tahun 2022, kontribusi lapangan usaha perdagangan besar dan eceran mencapai 24,68 persen, konstruksi mencapai 14,49 persen, industri pengolahan sebesar 12,27 persen, dan sektor administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib sebesar 10,63 persen.

Di sektor perdagangan, pada tahun 2021 terdapat 1.859 pedagang yang tersebar di Kota Tebing Tinggi yang terdiri dari 1.025 pedagang kecil, 639 pedagang menengah, dan 195 pedagang besar. Jumlah pedagang terbanyak terdapat di Kecamatan Tebing Tinggi Kota yakni sebanyak 224 pedagang kecil, 241 pedagang menengah dan 66 pedagang besar.

Sementara itu, di sektor industri pengolahan di tahun 2021, terdapat 874 perusahaan di Kota Tebing Tinggi. Jumlah perusahaan tersebut didominasi oleh perusahaan perorangan sebanyak 744 perusahaan, diikuti oleh CV/Firma sebanyak 78 perusahaan, PT sebanyak 38 perusahaan, lainnya sebanyak 13 perusahaan, dan koperasi sebanyak 1 perusahaan.

Di bidang keuangan daerah, total pendapatan daerah tahun 2022 mencapai Rp 663,50 miliar. Porsi terbesar masih disumbang dari pendapatan transfer sebesar Rp 536,95 miliar. Adapun pendapatan asli daerah atau PAD menyumbang Rp 88,74 miliar dan lain-lain pendapatan yang sah senilai Rp 37,8 miliar.

Di sektor pariwisata, Tebing Tinggi memiliki sejumlah potensi, meski namanya belum terlalu populer. Beberapa objek wisata tersebut adalah Istana Negeri Padang, Taman Kota Tebing Tinggi, Danau Laut Tador, Pemandian Putri Nagur, Budaya Beca, dan kolam renang Bayu Lagoon. Untuk mendukung beragam kegiatan di kota ini terdapat 15 hotel pada tahun 2021. (LITBANG KOMPAS)

KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA

Lahan Terbatas untuk Budidaya Lele Warga memanfaatkan lahan rumah mereka yang terbatas untuk membudidayakan ikan lele di Kelurahan Satria, Kecamatan Padang Hilir, Kota Tebing Tinggi, Sumatera Utara, Selasa (21/4/2015). Pemerintah kota telah membuat proyek percontohan peningkatan pendapatan warga dari usaha mereka.

Referensi

Arsip Berita Kompas
  • “Kota Tebing Tinggi *Otonomi”, Kompas, 29 April 2003, hlm. 32
  • “Peningkatan SDM, Agenda Pokok *Otonomi”, Kompas, 29 April 2003, hlm. 32
  • “Kota Tebing Tinggi: Kreatif di Jalur Utama Sumut * Indeks Kota Cerdas Indonesia 2015”, Kompas, 30 Juni 2015, hlm. 22
  • Strategi Pembangunan: Belajar demi Kota Cerdas * Indeks Kota Cerdas Indonesia 2015, Kompas, 30 Juni 2015, hlm. 22
Buku dan Jurnal
  • HM., Zaenuddin. 2013. Asal-Usul Kota-Kota di Indonesia Tempo Doeloe. Jakarta: Change.
Aturan Pendukung

Editor
Topan Yuniarto