Daerah

Kota Probolinggo: Kota Transit dan Riwayat Banger

Terletak di wilayah tapal kuda, Kota Probolinggo dikenal sebagai daerah transit serta penghubung untuk kota-kota bagian timur di Jawa Timur. Kota ini juga terkenal dengan buah mangga dan anggur. Dalam catatan sejarah, Probolinggo pernah bernama Banger.

KOMPAS/DAHLIA IRAWATI

Suasana di taman kota Probolinggo.

Fakta Singkat

Hari Jadi 
4 September 1359

Dasar Hukum
Undang-Undang No.16/1950

Luas Wilayah
56,667 km2

Jumlah Penduduk
241.202 jiwa (2021)

Kepala Daerah
Wali Kota Habib Hadi Zainal  Abidin

Instansi terkait
Pemerintah Kota Probolinggo

Kota Probolinggo merupakan salah satu kota yang berada di bagian selatan Provinsi Jawa Timur. Terletak sekitar 100 km sebelah tenggara Kota Surabaya, kota ini berada di wilayah tapal kuda Jawa Timur dan menjadi jalur utama pantai utara yang menghubungkan Pulau Jawa dan Pulau Bali.

Kota ini dibentuk berdasarkan UU 16/1950. Hari Jadi Kota Probolinggo jatuh pada 4 September 1359. Penetapan tersebut mengacu pada saat Prabu Hayam Wuruk (Majapahit) memerintah untuk membuka hutan Banger (Babat Alas Banger) pada 4 September 1359.

Kota ini merupakan daerah transit yang menghubungkan kota-kota di sebelah timur, yakni Banyuwangi, Jember, Bondowoso, Situbondo, dan Lumajang, dengan kota-kota di sebelah barat seperti Pasuruan, Malang, dan Surabaya.

Kota Probolinggo yang terbagi dalam lima wilayah Kecamatan dan 29 Kelurahan ini untuk periode 2019–2024 dipimpin oleh Wali Kota Habib Hadi Zainal Abidin.

Kota Probolinggo terkenal dengan sebutan Kota Bayuangga sebagai kepanjangan dari kota angin (bayu), kota anggur dan kota mangga. Di musim kemarau setiap bulan Juli hingga September bertiup angin kencang yang disebut angin gending. Komoditas unggulan sektor perkebunan dari Kota Probolinggo adalah anggur dan mangga.

Kota Probolinggo memiliki visi “Bersama Rakyat Membangun Kota Probolinggo Lebih Baik, Berkeadilan, Sejahtera, Transparan, Aman, dan Berkelanjutan”.

Adapun misinya adalah pembangunan ekonomi yang berdaya saing berbasis sektor potensial; sumberdaya manusia dan kesejahteraan sosial yang berkualitas; infrastruktur dan lingkungan hidup yang berkelanjutan; serta tatakelola pemerintahan dan pelayanan publik yang baik.

Sejarah pembentukan

Dalam buku Asal Usul Kota-Kota di Indonesia Tempo Doeloe yang ditulis Zaenuddin HM dan tulisan “Sejarah Kota Probolinggo” di laman resmi Pemerintah Kota Probolinggo, disebutkan wilayah ini memiliki cerita sejarah yang cukup panjang.

Sejarah Probolinggo dimulai pada masa Pemerintahan Prabu Radjasanagara atau Sri Nata Hayam Wuruk, raja Majapahit yang ke-4 (1350–1389). Pada saat itu, Probolinggo dikenal dengan nama “Banger”, yakni nama sungai yang mengalir di tengah daerah ini. Banger merupakan pedukuhan kecil di bawah pemerintahan Akuwu di Sukodono.

Nama Banger dikenal dari buku Negarakertagama yang ditulis oleh Pujangga Kerajaan Majapahit yang terkenal, yaitu Prapanca.

Sejalan dengan perkembangan politik kenegaraan/kekuasaan pada zaman Kerajaan Majapahit, pemerintahan di Banger juga mengalami perkembangan seirama dengan perkembangan zaman.

Dari semula merupakan pedukuhan kecil di muara kali, Banger kemudian berkembang manjadi Pakuwon yang dipimpin oleh seorang Akuwu, di bawah kekuasaan kerajaan Majapahit.

Pada saat Bre Wirabumi (Minakjinggo), Raja Blambangan berkuasa, Banger masuk ke dalam daerah kekuasaan Bre Wirabumi. Perselisihan menyebabkan Banger yang merupakan perbatasan antara Majapahit dan Blambangan menjadi kancah peperangan antara Bre Wirabumi (Blambangan) dengan Prabu Wikramawardhana (Majapahit) yang dikenal dengan “Perang Paregreg”.

Pada masa Pemerintahan VOC, setelah kompeni dapat meredakan Mataram, dalam perjanjian yang dipaksakan kepada Sunan Pakubuwono II di Mataram, seluruh daerah di sebelah Timur Pasuruan (termasuk Banger) diserahkan kepada VOC pada tahun 1743.

Untuk memimpin pemerintahan di Banger, pada tahun 1746 VOC mengangkat Kyai Djojolelono sebagai Bupati Pertama di Banger dengan gelar Tumenggung. Kabupatennya terletak di Desa Kebonsari Kulon.

Kyai Djojolelono adalah putera Kyai Boen Djolodrijo (Kiem Boen), Patih Pasuruan. Patihnya Bupati Pasuruan Tumenggung Wironagoro (Untung Suropati).

KOMPAS/DAHLIA IRAWATI

Pakaian Adat – Warga Kota Probolinggo Jawa Timur, Senin (17/9/2012) melakukan upacara hari jadi Kota Probolinggo ke-653 di alun-alun Kota Probolinggo. Upacara dengan mengenakan pakaian adat Pendalungan dan berbahasa Madura tersebut diharapkan meningkatkan kecintaan warga setempat pada budaya lokal.

Kompeni (VOC) terkenal dengan politik adu dombanya. Kyai Djojolelono dipengaruhi, diadu untuk menangkap atau membunuh Panembahan Semeru, Patih Tengger, keturunan Untung Suropati yang turut memusuhi kompeni.

Panembahan Semeru akhirnya terbunuh oleh Kyai Djojolelono. Setelah menyadari akan kekhilafannya, karena terpengaruh oleh politik adu domba kompeni, Kyai Djojolelono menyesali tindakannya.

Kyai Djojolelono mewarisi darah ayahnya dalam melawan kompeni. Sebagai tanda sikap permusuhannya tersebut, Kyai Djojolelono kemudian menyingkir, meninggalkan istana dan jabatannya sebagai Bupati Banger pada tahun 1768, dan terus mengembara.

Sebagai pengganti Kyai Djojolelono, kompeni mengangkat Raden Tumenggung Djojonegoro, putra Raden Tumenggung Tjondronegoro, Bupati Surabaya ke-10 sebagai Bupati Banger kedua. Rumah kabupaten dipindahkan ke Benteng Lama.

Karena politik adu domba kompeni, Kyai Djojolelono yang tetap memusuhi kompeni ditangkap oleh Tumenggung Djojonegoro. Setelah wafat, Kyai Djojolelono dimakamkan di pasarean “Sentono”, yang oleh masyarakat dianggap sebagai makam keramat.

Di bawah pimpinan Tumenggung Djojonegoro, daerah Banger tampak makin makmur, penduduk tambah banyak. Beliau juga mendirikan Masjid Jami’ (tahun 1770). Karena sangat disenangi masyarakat, beliau mendapat sebutan “Kanjeng Djimat” yang makamnya hingga kini sering diziarahi sebab dianggap membawa karomah.

Pada tahun 1770, nama Banger oleh Tumenggung Djojonegoro (Kanjeng Djimat) diubah menjadi “Probolinggo”. “Probo” berarti sinar, sedangkan “Linggo” berarti tugu, badan, tanda peringatan atau juga tongkat. Setelah wafat Kanjeng Djimat dimakamkan di pasarean belakang Masjid Jami’.

KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA

Perahu nelayan bersandar di Pelabuhan Tanjung Tembaga di Probolinggo, Jawa Timur, Kamis (14/4/2011). Sedimentasi menyebabkan kapal besar tidak bisa berlabuh di pelabuhan itu.

Geografis

Secara astronomis, Kota Probolinggo terletak antara 7º 43’ 41” sampai dengan 7º 49’ 04” Lintang Selatan dan 113º 10’ sampai dengan 113º 15’  Bujur Timur.

Bagian utara Kota Probolinggo berbatasan langsung dengan Selat Madura, sementara bagian timur, selatan dan barat berbatasan dengan Kabupaten Probolinggo.

Dengan luas wilayah 56,667 km persegi, Probolinggo terletak pada ketinggian 0 ≤ 50 mdpl. Semakin ke selatan wilayah Kota Probolinggo memiliki ketinggian diatas permukaan laut yang semakin besar.

Namun, seluruh wilayah Kota Probolinggo didominasi ketinggian 0–25 seluas 3.156,55 mdpl. Sedangkan berdasarkan kelerengan wilayah Kota Probolinggo memiliki permukaan tanah relatif datar dengan kelerengan antara 0–8 persen.

Kecamatan Wonoasih merupakan kecamatan terjauh dengan jarak 7,7 km, sedangkan Kecamatan Mayangan hanya berjarak 0,9 km dari pusat ibu kota.

Kota ini dialiri oleh enam sungai, yaitu Sungai Kedunggaleng, Umbul, Banger, Legundi, Kasbah, dan Pancur. Sungai-sungai itu mengalir sepanjang tahun, mengalir dari arah selatan ke utara sesuai dengan kelerengan wilayah. Sungai dengan aliran terpanjang adalah Sungai Legundi dengan panjang aliran mencapai 7,42 km.

Pada Umumnya wilayah Kota Probolinggo beriklim tropis dengan rata-rata curah hujan tertinggi pada bulan Januari sebesar 411 mm.

Penggunaan lahan di Kota Probolinggo terdiri dari lahan pertanian dan lahan bukan pertanian. Lahan pertanian meliputi lahan sawah sebesar 1.822 hektare atau 32,3 persen dari luas wilayah Kota Probolinggo dan yang bukan lahan sawah sebesar 928,33 hektare atau 16,4 persen dari seluruh wilayah Kota Probolinggo. Sedangkan yang bukan lahan pertanian adalah 2.906,37 hektare atau 51,3 persen.

KOMPAS/DAHLIA IRAWATI

Suasana hutan mangrove di pantai utara Kota Probolinggo Jawa Timur, Senin (16/4/2012). Pemerintah Kota Probolinggo saat ini berupaya membangun wisata ekologi mangrove sebagai daya tarik wisata untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di kawasan ini. Pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu penyebab tingginya pertumbuhan emisi gas rumah kaca di kota ini.

Pemerintahan

Merujuk pada catatan sejarah dari Pemerintah Kota Probolinggo, pada masa Hindia Belanda (1914–1942), Probolinggo pernah dipimpin oleh Ferdinand Edmond Meijer (1929–1937), L.A. de Graaff (1937–1940), dan L. Noe (1940–1942). Kemudian pada masa penjajahan Jepang, Probolinggo pernah dipimpin oleh R. Soedono (1943–1945).

Memasuki era kemerdekaan, Probolinggo berturut-turut dipimpin oleh Gatot (1950–1959), Nurudin Madhar Iljas (1959–1961), Soendaroe Prawiro Adiredjo (1961–1965), Sawal Sastrosoemarto (1965–1966), M. Soeparto (1966–1967), Asdiroen Wirjokoesoemo (1967–1968), Soenarto S. (1968–1970), Harto Harjono (1970–1980), Soesanto Hariasmoro (1980–1981), R. Djoewito Moeljodisastro (1981–1985), Latief Anwar (1985–1990), Sarwanto (1990–1992), dan H. Soeprapto (1993–1998).

Pada masa Reformasi, Probolinggo dipimpin oleh H. Banadi Eko (1998–2004), H. M. Buchori (2004–2014), Rukmini Buchori (2014–2019), dan saat ini Hadi Zainal Abidin (2019–2024).

Secara administratif, Kota Probolinggo terdiri dari lima kecamatan dan 29 kelurahan. Kelima kecamatan itu adalah Mayangan, Kademangan, Wonoasih, Kedopok, dan Kanigaran.

Untuk mendukung jalannnya pemerintahan, Kota Probolinggo didukung oleh 3.339 pegawai negeri sipil pada 2021. Rinciannya PNS laki-laki 1.636 orang dan PNS perempuan 1.703 orang.

Dari segi pendidikan, lebih dari 70 persen PNS Pemerintah Kota Probolinggo berpendidikan tinggi (diploma keatas), dengan rincian PNS perempuan 43,94 persen (1.467 orang) sementara untuk PNS laki-laki sebanyak 28,51 persen (952 orang).

Sementara menurut golongan kepangkatan, didominasi oleh golongan III sebanyak 1.731 orang (51,84 persen). Selanjutnya golongan II mencapai 893 orang (26,74 persen), golongan IV 609 orang (18,24 persen), golongan I 93 orang (2,79 persen) dan sisanya PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja berjumlah 13 orang (0,39 persen).

PEMKOT PROBOLINGGO

Wali Kota Probolinggo Habib Hadi Zainal Abidin membuka sosialisasi peningkatan kinerja bagi ketua RT dan RW se-Kecamatan Kedopok, Rabu (1/12/2022) di pendapa Kecamatan Kedopok. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kinerja dan sumber daya ketua RT dan RW dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat serta sebagai penggerak swadaya gotong royong dan partisipasi masyarakat khususnya di wilayah tersebut.

Politik

Peta politik di Kota Probolinggo dalam tiga kali pemilihan umum legislatif memperlihatkan dinamisnya pilihan rakyat dalam memilih partai politik. Hal itu tecermin  dari perolehan kursi partai politik (parpol) di DPRD Kota Probolinggo.

Pada Pemilu Legislatif 2009, PDI Perjuangan menempatkan diri sebagai partai politik yang meraih kursi terbanyak di DPRD Kota Probolinggi, yakni delapan kursi. Di urutan berikutnya PKB meraih lima kursi, serta Golkar, Demokrat, dan PKNU sama-sama mendapatkan tiga kursi.

Partai lain yang mendapatkan kursi adalah PPP dan PAN sama-sama meraih dua kursi sedangkan PKPI, Pelopor, PKS, dan Gerindra masing-masing memperoleh satu kursi.

Pada Pemilu Legislatif 2014, PDI Perjuangan masih menempatkan diri sebagai parpol peraih kursi terbanyak di DPRD Kota Probolinggo dengan meraih delapan kursi. Disusul Golkar empat kursi, Nasdem dan PKB masing-masing memperoleh empat kursi. Kemudian, Gerindra dan PPP sama-sama meraih tiga kursi, Demokrat dua kursi dan PKS satu kursi.

Terakhir pada Pemilu Legislatif 2019, PDI Perjuangan dan PKB sama-sama memperoleh kursi terbanyak di DPRD Kota Probolinggo dengan enam kursi. Disusul Golkar dengan lima kursi. Kemudian Nasdem mendapatkan tiga kursi sama dengan perolehan Gerindra dan PPP, sementara Demokrat dan PKS masing-masing mendapat dua kursi.

KOMPAS.COM/A. FAISOL

DPRD menggelar paripurna usulan pemberhentian Wakil Wali Kota Probolinggo HMS Subri yang meninggal dunia.

Kependudukan

Kota Probolinggo dihuni oleh 241.202 jiwa pada tahun 2021. Rinciannya, Jumlah penduduk tersebut naik sebesar 1.553 jiwa dibanding tahun 2020.

Penduduk laki-laki tercatat sebanyak 119.577 orang, atau 49,58 persen. Sementara penduduk perempuan sebanyak 121.625 orang, atau 50,42 persen dari penduduk Kota Probolinggo. Artinya, jumlah penduduk perempuan lebih banyak dibandingkan penduduk laki-laki.

Dengan demikian, rasio jenis kelamin pada selang tersebut mencapai 98 persen, artinya dari 100 penduduk perempuan terdapat 98 penduduk laki-laki.

Ditilik dari persebarannya, penduduk di Kota Probolinggo terpusat di wilayah pusat kota bagian utara yang terhubung langsung dengan pelabuhan dan dekat dengan pusat bisnis dibandingkan dengan di wilayah bagian selatan kota yang merupakan kawasan perbatasan yang masih bersifat agraris.

Karenanya jumlah penduduk di setiap kecamatan sangat bervariasi. Yang tertinggi, yaitu di Kecamatan Mayangan dengan jumlah penduduk sekitar 61.725 jiwa dan yang terendah, yaitu Kecamatan Wonoasih dengan jumlah penduduk sebesar 35.440 jiwa.

Probolinggo dilihat dari sosial budaya sebagian berasal dari budaya agraris (petani dan nelayan) dan berkembang menjadi masyarakat urbanis. Sedangkan ditinjau dari suku, sebagian besar merupakan suku Jawa dan Madura yang terkenal ulet, lugas, terbuka, dan kuat dalam mengarungi kehidupan, yaitu berjiwa wiraswasta tinggi.

Selain itu, perpaduan masyarakat dan budaya yang masih asli dicerminkan dengan gotong royong, dan adat budaya khas, serta diwarnai dengan unsur Islam. Salah satu wujud kekhasan budaya masyarakat ialah lahirnya seni budaya khas daerah seperti seni tari, seni suara, seni musik, dan seni rupa.

Di sisi agama, mayoritas penduduk Kota Probolinggo beragama Islam 96,89 persen; Kristen Katolik 1,16  persen; Protestan 1,43 persen; Budha 0,46 persen; Hindu 0,05 persen; dan lainnya 0,01 persen.

KOMPAS/DAHLIA IRAWATI

Karni (tengah) bersama dua rekannya menari lengger di pelataran Pasar Mangunharjo, Kota Probolinggo, Jawa Timur, beberapa waktu lalu. Seni lengger di Probolinggo masih bertahan meski hanya dilakukan oleh orang-orang tua.

Indeks Pembangunan Manusia
74,56 (2022)

Angka Harapan Hidup 
70,68 tahun (2022)

Harapan Lama Sekolah 
13,67 tahun (2022)

Rata-rata Lama Sekolah 
9,29 tahun (2022)

Pengeluaran per Kapita 
Rp 12,571 juta (2022)

Tingkat Pengangguran Terbuka
6,55 persen (2021)

Tingkat Kemiskinan
7,44 persen (2021)

Kesejahteraan

Kesejahteraan penduduk di Kota Probolinggo relatif baik seperti tecermin dari indeks pembangunan manusia (IPM). Pada 2021, IPM Kota Probolinggo tercatat sebesar 74,56 atau tumbuh 0,90 persen dari tahun 2021 yang mencapai 73,66 persen. Dengan capaian IPM itu, Kota Probolinggo masuk kategori tinggi.

Naiknya nilai IPM tidak terlepas dari naiknya komponen pembentuk IPM, yaitu angka harapan hidup, harapan lama sekolah, rata-rata lama sekolah dan pengeluaran riil per kapita yang disesuaikan.

Di Kota Probolinggo, tercatat Umur Harapan Hidup bagi bayi yang baru lahir memiliki peluang untuk hidup hingga berusia 74,56 tahun pada 2022. Kemudian, untuk Harapan Lama Sekolah pada 2022 mencapai 13,67 tahun. Sementara Rata-rata Lama Sekolah mencapai 9,29 tahun. Untuk pengeluaran per kapita per tahun yang disesuaikan mencapai Rp12,571 per kapita per tahun,

Terkait pengangguran, Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Probolinggo, mencatat besaran tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada tahun 2021 menurun dibandingkan dengan tahun 2020. TPT Kota Probolinggo pada tahun 2021 tercatat sebesar 6,55 persen atau sebanyak 8.543 jiwa, turun dibanding tahun 2020 sebesar 6,70 persen.

Terkait angka kemiskinan, jumlah penduduk miskin Kota Probolinggo tahun 2021 sebanyak 17,91 ribu jiwa atau 7,44 persen, dengan garis kemiskinan sebesar Rp 514.409. Angka kemiskinan tersebut naik tipis dibandingkan tahun 2020 sebesar 7,43 persen atau 17,72 ribu jiwa.

KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA

Nelayan memindahkan ikan dari kapal ke dermaga di TPI Mayanga, Kota Probolinggo, JAwa Timur, Selasa (16/4/2019). Sebagian besar ikan-ikan yang diijuall di tempat tersebut untuk memasok kebutuhan ikan di Surabaya.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) 
Rp 128,94 miliar (2020)

Dana Perimbangan 
Rp 715,67 miliar (2020)

Pendapatan Lain-lain 
Rp 22,66 miliar  (2020)

Pertumbuhan Ekonomi
4,06 persen (2021)

PDRB Harga Berlaku
Rp 11,69 triliun (2021)

PDRB per kapita
Rp 84,51 juta/tahun (2021)

Ekonomi

Data BPS Kota Probolinggo menunjukkan, produk domestik regional bruto (PDRB) Kota Probolinggo pada 2021 tercatat sebesar Rp 11,69 triliun. Sumbangan terbesar dihasilkan oleh sektor perdagangan besar dan eceran; reparasi mobil dan sepeda motor sebesar 26,35 persen.

Kemudian diikuti oleh sektor industri pengolahan dengan andil sebesar 14,67 persen, sektor transportasi dan pergudangan sebesar 14,09 persen. Adapun sumbangan sektor lainnya masih kurang dari 10 persen.

Di sektor industri, kota ini memiliki 52 perusahaan besar dan sedang yang tersebar di lima kecamatan, yaitu Kademangan dengan 21 perusahaan, lalu Kanigaran dengan 13 perusahaan, dan Mayangan 11 perusahaan. Dua kecamatan lainnya, yaitu Kedopok dan Wonoasih masing-masing hanya memiliki 2 dan 5 perusahaan IBS pada 2021.

Kota Probolinggo merupakan penghasil perikanan laut yang memberikan kontribusi cukup besar dalam produksi perikanan laut di Jawa Timur. Pada tahun 2021, ikan hasil tangkapan laut mencapai 839 ton yang didominasi oleh jenis ikan cumi-cumi yang mencapai 62,40 ton. Dibanding 2020, produksi perikanan laut menurun 93,41 persen.

Dari jenis buah-buahan, mangga merupakan produk unggulan yang juga menjadi ikon Kota Probolinggo. Pada 2020 produksi mangga mencapai 14.667 ton meningkat pada 2021 menjadi 17.792 ton

Mangga Probolinggo telah dikenal banyak orang dengan rasanya yang manis dan segar. Saat musim mangga tiba pada Mei sampai Oktober, mangga Probolinggo akan membanjiri pasar hingga ke kota-kota besar.

Di Probolinggo, terdapat 12 kecamatan sebagai sentra mangga. Varietas mangga yang dikembangkan seperti Arumanis, Gadung, dan Manalagi. Mangga Probolinggo terutama varietas Arumanis sangat populer dan sudah dipasarkan di dalam maupun luar negeri, seperti Singapura.

KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Pedagang mangga jenis manalagi dan harum manis menunggu pembeli di ruas jalan Probolinggo-Pasuruan di Kecamatan Sumberasih, Probolinggo, Jawa Timur, Jumat (16/12/2011). Selain Indramayu dan Cirebon, Probolinggo merupakan salah satu sentra mangga yang buahnya telah diekspor, seperti ke Hongkong dan Singapura.

Selain Mangga, Probolinggo terkenal dengan buah unggulan dan khas, yakni anggur. Di daerah tertentu, buah anggur bahkan tumbuh subur di pekarangan rumah penduduk. Salah satu daerah yang terkenal dengan kualitas anggur terbaiknya, yakni di Kelurahan Ketapang, Kecamatan Kademangan Kota Probolinggo.

Sebagai kota transit yang menghubungkan kota-kota di wilayah sebelah barat dan timur di Provinsi Jawa Timur, Kota Probolinggo berkembang menjadi kota tujuan wisata, hiburan, dan kuliner. Berbagai fasilitas tersedia bagi para wisatawan karena menjadi tempat transit bagi wisatawan yang akan melakukan perjalanan dari kota-kota di Jawa dan Bali.

Kota Probolinggo memiliki 11 tempat wisata, di antaranya Museum Probolinggo, Gereja Merah, Pelabuhan Perikanan Pantai, Kolam Renang Bayuangga, Taman Wisata Studi Lingkungan (TWSL), dan Bee Jay Bakau Resort.

Untuk menunjang beragam kegiatan, Kota Probolinggo memiliki 32 hotel yang tersebar di empat kecamatan dan 103 rumah makan atau restoran pada tahun 2021.

KOMPAS/MUKHAMAD KURNIAWAN

Pengunjung beraktivitas di Lautan Pasir Bromo di Ngadisari, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, Jumat (22/3/2019). Sejumlah pelaku wisata menilai aktivitas pariwisata di kawasan itu tidak terganggu meski Gunung Bromo menyemburkan abu vulkanik dan debu belakangan ini.

Referensi

Arsip Berita Kompas
  • “Kota Probolinggo *Otonomi”, Kompas, 26 Maret 2002, hlm. 08
  • “Mangga Ukir Jati Diri Probolinggo”, Kompas, 26 Maret 2002, hlm. 08
  • “Menyusuri Jejak Prabu Hayam Wuruk di Probolinggo *Tanah Air”, Kompas, 04 Februari 2005, hlm. 30
  • “Kota Cerdas: Kantor Maya Gaya Probolinggo *Indeks Kota Cerdas Indonesia 2015”, Kompas, 03 Juli 2015, hlm. 22
  • “Strategi Pemerintahan: Kota Maju Nan Hijau… *Indeks Kota Cerdas Indonesia 2015”, Kompas, 03 Juli 2015, hlm. 22
Buku dan Jurnal
  • Zaenuddin, HM. 2013. Asal-Usul Kota-Kota di Indonesia Tempo Doeloe. Jakarta: Change
Aturan Pendukung
  • UU 16/1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kota Besar dalam Lingkungan Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Daerah Istimewa Yogyakarta
  • UU 18/1965 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah
  • UU 5/1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah
  • UU 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah
  • Perda Kota Probolinggo Nomor 6 Tahun 2019 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Probolinggo Tahun 2019-2024

Editor
Topan Yuniarto