Daerah

Kota Mojokerto: Kota Terkecil di Jawa dalam Balutan Sejarah Kerajaan Majapahit

Terletak di koridor ekonomi Surabaya-Solo, Kota Mojokerto dikenal sebagai daerah penyangga dan transit sehingga berpotensi di sektor perdagangan, jasa, dan industri pengolahan. Kota ini juga tidak lepas dari sejarah besar Kerajaan Majapahit sebagai kerajaan Hindu terbesar di Indonesia dan perjalanan masa kecil sang proklamator bangsa, Ir. Soekarno.

KOMPAS/AGNES SWETTA PANDIA

Menara Tribuana Tunggadewi di Kota Mojokerto, Jawa Timur, pada Minggu (19/6/2022) menjadi ikon baru di kota dengan penduduk sekitar 140.544 jiwa yang tersebar di 20,21 kilometer persegi.

Fakta Singkat

Hari Jadi 
20 Juni 1918

Dasar Hukum
Undang-Undang No. 17/1950

Luas Wilayah
20,21 km2

Jumlah Penduduk
140.544 jiwa (2021)

Kepala Daerah
Wali Kota Ika Puspitasari

Instansi terkait
Pemerintah Kota Mojokerto

Kota Mojokerto terletak di Provinsi Jawa Timur. Kota yang hanya berjarak sekitar 50 kilometer barat daya Kota Surabaya ini sejak tahun 1990 dikenal sebagai hinterland ibu kota Jawa Timur. Mojokerto adalah tanah atau daerah tepian atau batas kota besar. Kota ini juga menjadi bagian dari kawasan metropolitan Surabaya, yaitu Gerbangkertosusila bersama Gresik, Bangkalan, Sidoarjo, dan Lamongan.

Berbatasan langsung dengan Sungai Brantas yang merupakan sungai terpanjang kedua di Pulau Jawa setelah Bengawan Solo, Kota Mojokerto berdiri berdasarkan SK Gubernur Jenderal Hindia Belanda J. Van Limburgstirum dengan Staatblad No. 324 Tahun 1918. Kemudian pada masa revolusi tahun 1945–1950, Kota Mojokerto menjadi bagian Kabupaten Mojokerto.

Kota Mojokerto berdiri berdasarkan UU 17/1950, tanggal 14 Agustus 1950. Kemudian berubah status sebagai Kota Praja menurut UU 1/1957 dan berubah menjadi kotamadya setelah dikeluarkan UU 18/1965. Kemudian berubah lagi menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Mojokerto berdasarkan UU 5/1974. Terakhir pada 1999, nomenklatur Pemerintah Daerah Kotamadya berubah nama menjadi Pemerintah Kota Mojokerto.

Hari Jadi Kota Mojokerto ditetapkan pada tanggal 20 Juni berdasarkan Perda Kota Mojokerto Nomor 12 Tahun 2020. Penetapan Hari Jadi tersebut berdasarkan pada Keputusan Gubernur Jendral Hindia Belanda Nomor 324 Tahun 1918 tanggal 20 Juni 1918. Sebelumnya, keputusan penetapan Hari Jadi Kota Mojokerto melalui SK Wali Kota Madya Mojokerto No. HK. 66 Tahun 1982 pada era Wali Kota HR. Mochammad Samioedin.

Secara administratif, Kota Mojokerto hanya memiliki tiga kecamatan dengan 140.544 penduduk (2021). Saat ini, kota ini menyandang predikat kawasan pemerintahan dengan luas lahan tersempit sekaligus terpadat di Indonesia. Untuk periode 2018–2023, kota ini dipimpin oleh Wali Kota Ika Puspitasari.

Mojokerto telah lama dikenal dengan sebutan Kota Onde-Onde. Sejak zaman Kerajaan Majapahit, kudapan onde-onde menjadi kuliner khas andalan Kota Mojokerto. Salah satu penjual kue onde-onde yang legendaris dan ternama di Mojokerto adalah Onde-Onde Bo Liem yang telah berdiri sejak 1929.

Di kota ini, terdapat sejumlah jejak kehidupan sosok presiden pertama Indonesia Soekarno. Soekarno diketahui pernah bersekolah di sekolah khusus anak warga pribumi, Sekolah Rakyat Ongko Loro, kini SDN 2 Purwotengah. Semasa penjajahan Belanda, sekolah ini disebut Inlandsche School.

Setelah empat tahun belajar di sekolah ini, Soekarno dipindahkan oleh ayahnya, R Soekemi, ke Europesche Lagere School (ELS), kini SMPN 2, agar bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi lagi. Kedua sekolah itu, yakni SDN 2 dan SMPN 2 Kota Mojokerto, kini sudah berstatus cagar budaya.

Visi pembangunan daerah Kota Mojokerto untuk periode RPJMD 2018–2023 adalah “Terwujudnya Kota Mojokerto Yang Berdaya Saing, Mandiri, Demokratis, Adil Makmur, Sejahtera, dan Bermartabat”.

Adapun misinya ada tujuh, yakni: mewujudkan sdm berkualitas melalui peningkatan akses dan kualitas pendidikan dan pelayanan kesehatan; mewujudkan ketertiban, supremasi hukum dan HAM, dan mewujudkan pemerintah daerah yang efektif, demokratis, bersih, profesional dan adil dalam melayani masyarakat; dan mewujudkan ekonomi daerah yang mandiri, berdaya saing, berkeadilan dan berbasis pada ekonomi kerakyatan melalui peningkatan fasilitas pembangunan infrastruktur daerah.

Kemudian mewujudkan ketahanan sosial budaya dalam kerangka integrasi nasional, pada tatanan masyarakat yang bermartabat, berakhlak mulia, beretika dan berbudaya luhur berlandaskan Pancasila; mewujudkan partisipasi masyarakat melalui pemberian akses dan kesempatan dalam pembangunan; serta mewujudkan anggaran pendapatan dan belanja yang lebih mengutamakan kesejahteraan masyarakat.

Sejarah pembentukan

Dalam buku Asal Usul Kota-Kota di Indonesia Tempo Doeloe yang ditulis Zaenuddin HM dan  dilansir dari laman resmi Pemerintah Kota Mojokerto, disebutkan Mojokerto dulu disebut dengan nama Japan. Nama Japan muncul setelah adanya Perjanjian Giyanti pada 1755. Perjanjian tersebut membagi wilayah Kesultanan Mataram menjadi dua bagian, yaitu Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta.

Atas dasar pembagian tersebut, wilayah Japan (Mojokerto) dan Wirosobo (sekarang Mojoagung) kemudian dipecah. Wilayah Japan untuk Kasultanan Yogyakarta, sementara Wirosobo untuk Kasunanan Surakarta. Setelah itu, muncul perjanjian lain antara Sri Sultan Hamengkubuwono III dari Kasultanan Yogyakarta dan Gubernur Inggris, Raffles.

Melalui perjanjian itu, Sultan menyerahkan Japan dan beberapa wilayah lainnya kepada Inggris. Karena Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta sempat bersatu untuk melawan Inggris, tetapi gagal, mereka lantas dihukum.

Hukumannya adalah Kasunanan Surakarta wajib menyerahkan daerah Wirosobo, Kedu, Pacitan, dan Blora kepada Inggris. Pada 1816, setelah Inggris hengkang dari Indonesia, masa pemerintahan kembali beralih ke Belanda. Setelah Belanda berkuasa kembali, Wirosobo dan Japan disatukan lagi ke dalam Kabupaten Japan, yang kemudian berubah menjadi Mojokerto.

Ada beberapa pendapat terkait perubahan nama Japan menjadi Mojokerto. Salah satunya, ada yang beranggapan bahwa nama Japan kurang cocok, karena berarti malas, sehingga diubah menjadi Mojokerto.

Nama Mojokerto dipilih dimaksudkan sebagai penyemangat kerja di berbagai bidang. Konon, nama Mojokerto berasal dari dua kata, yaitu “mojo”, yang merupakan nama pohon Maja yang banyak tumbuh di salah satu desa di sana, dan “kerto”, yang berasal dari kata kerta raharja, yang artinya tenteram. Sehingga Mojokerto dapat diartikan sebagai tempat tumbuhnya pohon Maja yang tenteram.

Perubahan nama Kabupaten Japan menjadi Mojokerto disahkan melalui keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada 12 September 1838 No. 14.

Sejarah mencatat Mojokerto juga tak dapat dilepaskan dari Kerajaan Majapahit. Mojokerto merupakan bekas ibu kota Kerajaan Majapahit, kerajaan besar di Nusantara yang berdiri antara abad ke-13 hingga abad ke-15.

Menurut sumber sejarah, Mojokerto merupakan tempat pertama yang disinggahi oleh Raden Wijaya, pendiri Kerajaan Majapahit, sewaktu melakukan perjalanan menuju Lumajang. Sebelum Raden Wijaya menginjakkan kaki di Mojokerto, daerah ini berbentuk padukuhan kecil, yang kemudian berkembang menjadi ibu kota Kerajaan Majapahit.

Bukti keberadaan Kerajaan Majapahit di Mojokerto dapat terlihat dari beberapa situs yang masih eksis hingga saat ini. Hampir di setiap sudut Mojokerto ditemukan beberapa peninggalan Kerajaan Majapahit. Salah satunya di Trowulan, terdapat benda-benda seperti pecahan tembikar, keramik, yoni, mata uang logam, sumur kuno, dan banyak candi.

KOMPAS/AGUS SUSANTO

Wisatawan menikmati keindahan Candi Tikus di Dukuh Dinuk, Desa Temon, Kecamatan Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur, Minggu (9/6/2019). Candi yang terbuat dari batu bata merah dan diperkirakan didirikan pada abad XII – XIV masehi pada masa Kerajaan Majapahit ini diduga sebagai tempat petirtaan suci. Candi Tikus merupakan bangunan petirtaan yang memiliki puluhan pancuran. Menurut data, penelitian terhadap Situs Trowulan pertama kali dilakukan oleh Wardenaar pada tahun 1815. Ia mendapat tugas dari Raffles untuk mengadakan pencatatan arkeologis di daerah Mojokerto. Hasil kerja Wardenaar tersebut dicantumkan oleh Raffles dalam bukunya, History of Jawa (1817), yang menyebutkan berbagai obyek arkeologis yang berada di Trowulan sebagai peninggalan dari Kerajaan Majapahit.

Pada masa kolonial, ketika Belanda menduduki Indonesia, diberlakukan sistem cultuurstelsel atau tanam paksa. Saat itu, Mojokerto yang masih masuk dalam Karesidenan Surabaya, merupakan pusat perkebunan tebu.

Posisi Mojokerto yang berada di aliran Sungai Brantas pun menjadikan tanahnya subur dan cocok dijadikan lahan pertanian atau perkebunan. Seiring berjalannya waktu, rakyat kolonial yang ada di Mojokerto mulai melakukan berbagai perubahan.

Pada abad ke-19, mulai dibangun berbagai infrastruktur, seperti jembatan di Mojokerto. Pemerintah juga mendirikan fasilitas umum yang difungsikan sebagai tempat hiburan, seperti bioskop, pasar malam, dan sebagainya.

Pengawasan terhadap proses pembangunan perumahan dan kampung juga tidak lepas dari perhatian pemerintah. Setelah proses pembangunan selesai, pemukiman warga diatur oleh pemerintah, seperti pemberian sebuah garis batas.

Tujuannya adalah agar rumah warga tetap tertata dengan rapi, serta jarak antara satu rumah dengan rumah lainnya juga tidak terlalu dekat. Akan tetapi, berdasarkan catatan para ahli, dengan dibangunnya infrastruktur di Mojokerto oleh bangsa Eropa tidak membuat kota ini berkembang dengan baik. Mojokerto tidak berkembang pesat seperti kota-kota tetangganya, seperti Surabaya, Malang, dan Madiun, yang berkembang menjadi kota besar.

Pembentukan Pemerintah Kota Mojokerto diawali melalui status sebagai staadsgemente, berdasarkan keputusan Gubernur Jendral Hindia Belanda Nomor 324 Tahun 1918 tanggal 20 Juni 1918.

Pada masa Pemerintahan Penduduk Jepang berstatus Sidan diperintah oleh seorang Si Ku Cho dari 8 Mei 1942 sampai dengan 15 Agustus 1945.

Pada era kemerdekaan 1945, Kota Mojokerto merupakan garis depan pertahanan Jawa Timur. Pasukan dipimpin oleh Panglima Divisi Sungkono dan akhirnya dipukul mundur. Kota Mojokerto menjadi basis perjuangan selama era kemerdekaan.

Pasca-kemerdekaan, Kota Mojokerto pernah menjadi satu bagian dengan Kabupaten Mojokerto. Tampuk kepemimpinan di bawah wali kota yang sekaligus Komite Nasional Daerah.

Jawa Timur pernah menjadi negara pada tahun 1948–1950. Pada saat itu bentuk negara Indonesia adalah Republik Indonesia Serikat (RIS). Pada saat Jawa Timur resmi bubar sebagai bagian dari Negara Republik Indonesia Serikat, muncul undang-undang tentang daerah otonomi kota Kecil Mojokerto.

Pada zaman revolusi 1945–1950, Pemerintah Kota Mojokerto di dalam pelaksanaan Pemerintah menjadi bagian dari Pemerintah Kabupaten Mojokerto dan diperintah oleh seorang Wakil Wali kota disamping Komite Nasional Daerah.

Daerah Otonomi Kota Kecil Mojokerto berdiri berdasarkan UU 17/1950, tanggal 14 Agustus 1950 kemudian berubah status sebagai Kota Praja menurut UU 1/1957. Setelah dikeluarkan UU 18/1965 berubah menjadi Kotamadya Mojokerto.

Selanjutnya berubah menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Mojokerto berdasarkan UU 5/1974. Kemudian dengan adanya UU 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah, Kotamadya Daerah Tingkat II Mojokerto seperti daerah-daerah yang lain berubah nomenklatur menjadi Pemerintah Kota Mojokerto.

KOMPAS/AGNES SWETTA PANDIA

Salah satu lukisan di dinding ruang kelas Soekarno yang saat kecil dikenal dengan nama Koesno di SDN 2 Kota Mojokerto.

Geografis

Wilayah Kota Mojokerto berada di antara 7°33′ Lintang Selatan dan 122°28′ Bujur Timur. Dengan luas wilayah 20,21 km², kota ini tercatat sebagai kota dengan luas wilayah terkecil di Jawa Timur, bahkan di Indonesia.

Kota Mojokerto terletak di tengah-tengah Kabupaten Mojokerto. Kota Mojokerto berbatasan dengan Sungai Brantas di sebelah utara yang membentang memisahkan wilayah kota dan kabupaten, wilayah Kecamatan Puri Kabupaten Mojokerto di sebelah Timur, serta wilayah Kecamatan Sooko Kabupaten Mojokerto di sebelah Barat dan Selatan.

Secara topografi, Kota Mojokerto terbagi ke dalam tiga daerah yaitu dataran plistosen, dataran alluvial fasies, dan dataran alluvial. Wilayah kota ini memiliki ketinggian 22 meter di atas permukaan laut. Selain itu, kota ini beriklim tropis yang berdasarkan klasifikasi Schmid dan Ferguson tergolong pada iklim tipe C dan sebagian kecamatan lainnya beriklim D.

Wilayah Kota Mojokerto masuk dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas yang merupakan wilayah sungai strategis nasional. Sedangkan wilayah Sungai Brantas terdiri dari empat DAS yaitu DAS Brantas, DAS Tengah, DAS Ringin Bandulan, dan DAS Kondang Merak.

KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA

Warga memancing di tengah Sungai Brantas di Kecamatan Gedeg, Kabupaten Mojokerto, Kamis (6/8/2015). Aktifitas memancing di tengah Sungai Brantas hanya bisa dilakukan pada saat kemarau ketika debit air sungai menyusut.

Pemerintahan

Sejak ditetapkan sebagai daerah otonomi kota kecil pada 14 Agustus 1950 hingga saat ini, Kota Mojokerto telah dipimpin oleh 12 wali kota. Kedua belas kepala daerah tersebut adalah R. Soedarsono Poepowardojo (1950-1954), M. Soetimbul Kromohadisoerjo (1954), M. Ng. Arsid Kromohadisoerjo (1954-1961), R. Soedibjo (1961- 1968), Chabib Sjarbini (1968-1974),  R. Soehartono (1974-1979), HR. Mochammad Samioedin (1979-1989), Wadijono (1989-1994), Tegoeh Soejono (1994-2003),  H. Abdul Gani Soehartono (2003-2013), KH. Mas’ud Yunus (2013-2018), dan Ika Puspitasari (2018-2023).

Secara administratif, kota ini terdiri dari tiga kecamatan dan 18 kelurahan. Ketiga kecamatan itu adalah Kecamatan Prajurit Kulon, Kecamatan Magersari, dan Kecamatan Kranggan.

Untuk mendukung jalannnya pemerintahan, Pemerintah Kota Mojokerto didukung oleh 2.559 pegawai negeri sipil pada 2021. Rinciannya,  PNS laki-laki sebanyak 1.101 orang (43,02 persen) dan PNS perempuan 1.458 orang (56,98 persen). Menurut tingkat kepangkatan, jumlah PNS Golongan I sebanyak 25 orang, Golongan II sebanyak 492 orang, Golongan III sebanyak 1.542 orang dan Golongan IV sebanyak 552 orang.

KOMPAS.com/ACHMAD FAIZAL

Wali Kota Mojokerto Ika Puspitasari dan Wakil Wali Kota Mojokerto Ahmad Rizal.

Politik

Peta politik di Kota Mojokerto dalam tiga kali pemilihan umum legislatif memperlihatkan dinamisnya dukungan masyarakat terhadap partai politik. Hal itu tampak dari perolehan kursi masing-masing partai politik (parpol).

Di Pemilu Legislatif 2009, PAN mendapatkan kursi terbanyak di DPRD Kota Mojokerto, yakni lima kursi. Kemudian PDI Perjuangan dan Partai Demokrat masing-masing memperoleh empat kursi dewan Kota Mojokerto. Disusul PKB dan Partai Golkar sama-sama meraih tiga kursi. Lalu partai-partai yang tergabung dalam FPKN dan FPHNK masing-masing tiga kursi dewan.

Di Pemilu Legislatif 2014, PDI Perjuangan masih memperoleh kursi dewan di Kota Mojokerto. Partai ini mendapatkan enam kursi dari 25 kursi yang diperebutkan. Disusul PAN yang meraih empat kursi. Kemudian Gerindra, Golkar, dan PKB masing-masing memperoleh tiga kursi sedangkan Demokrat, PPP, dan PKS sama-sama mendapatkan dua kursi.

Pada Pemilu Legislatif 2019, terdapat 25 orang anggota DPRD yang berasal dari sembilan partai politik di Kota Mojokerto. Anggota DPRD terbanyak berasal dari PDI Perjuangan berjumlah lima orang. Berikutnya anggota dari Partai Golkar dan PKB masing-masing sebanyak empat orang. Sementara anggota DPRD dari Partai Demokrat dan PAN masing-masing sebanyak tiga orang. Partai lainnya yang mendapatkan kursi adalah Gerindra dan PKS masing-masing dua orang serta Nasdem dan PPP sama-sama meraih satu kursi.

DPRD KOTA MOJOKERTO

DPRD Kota Mojokerto mengelar rapat paripurna peringatan Hari Jadi Kota Mojokerto ke- 104, Minggu (19/6/2022). Mengangkat tema “Bangkit, Pesat, dan Hebat” yang bermakna sebagai pemicu semangat agar bangkit dari pandemi Covid-19, dan bangkit dari segala keterpurukan.

Kependudukan

Kota Mojokerto dihuni oleh 140.544 jiwa pada 2021 dengan rincian jumlah penduduk laki-laki 69.674 jiwa dan penduduk perempuan 70.870 jiwa.

Dengan luas wilayah sekitar 20,21 km2, kepadatan penduduk Kota Mojokerto sekitar 6.952 jiwa per km2. Dari tiga kecamatan di Kota Mojokerto, kecamatan paling padat yaitu di Kecamatan Magersari dengan jumlah penduduk sebanayak 60.126 jiwa, kemudian Kecamatan Prajurit Kulon sebanyak 42.563 jiwa, dan Kecamatan Kranggan sebanyak 37.855 jiwa.

Komposisi penduduk Kota Mojokerto tergolong ke dalam struktur umur penduduk muda. Artinya, komposisi penduduk Kota Mojokerto didominasi oleh penduduk usia produktif. Proporsi penduduk usia produktif (15-64 tahun) di Kota Mojokerto pada tahun 2021 adalah sebesar 69,30 persen dari total populasi penduduk Kota Mojokerto.

Di bidang ketenagakerjaan, pada Agustus 2021, penduduk bekerja paling banyak berstatus buruh/karyawan/pegawai sebesar 57,53 persen, diikuti pekerja berstatus berusaha sendiri sebesar 20,63 persen, sedangkan yang paling sedikit berstatus pekerja bebas di pertanian sebesar 1,59 persen.

Menurut tingkat pendidikan, lebih dari seperempat penduduk di Kota Mojokerto memiliki ijazah setara SLTA sebesar 45.262 jiwa (32,20 persen), diikuti oleh penduduk yang memiliki ijazah setara Perguruan Tinggi/Akademi (Diploma, S1, S2, dan S3) yaitu sebesar 13.094 jiwa (9,32 persen), berijazah SD sebesar 21.024 jiwa (14,96 persen), SMP sebesar 18.574 jiwa (13,22 persen). Sedangkan yang belum sekolah sebanyak 18,1 persen.

Berdasarkan agama yang dianut pada akhir tahun 2021, mayoritas penduduk Kota Mojokerto beragama Islam 92,48 persen, diikuti oleh Kristen 5,32 persen, Katolik 1,30 persen, Budha 0,80 persen, Hindu 0,07 persen, dan Konghucu 0,03 persen.

Mojokerto mempunyai budaya seni Bantegan yang awal mulanya berasal dari Kecamatan Pacet di desa Made. Bantengan merupakan tradisi turun temurun  yang diselenggarakan saat ada hajatan tertentu ataupun sedang ada festival.

Bahkan saat ini pemerintah Mojokerto menyelenggarakan “festival seni Bantengan” setiap tahunnya dan  nanti pemenangnya akan mendapat hadiah. Hal itu dilakukan guna melestarikan Seni Bantengan di Mojokerto.

Selain itu, terdapat pula Ludruk, yakni seni teater tradisional yang sangat digemari oleh masyarakat Mojokerto. Saat ini, ludruk sudah mulai berkembang mengikuti perkembangan zaman namun tetap menceritakan kehidupan sehari-hari dan diiringi oleh gamelan.

KOMPAS/FAJAR RAMADHAN

Ludruk Karya Budaya tampil dengan lakon “Amukti Palapa” di Lapangan Dusun Rembu, Desa Japanan, Kecamatan Kemlagi, Kabupaten Mojokerto, Jumat (15/11/2019).

Indeks Pembangunan Manusia
78,43 (2021)

Angka Harapan Hidup 
73,39 tahun (2021)

Harapan Lama Sekolah 
14,01 tahun (2021)

Rata-rata Lama Sekolah 
8,64 tahun (2021)

Pengeluaran per Kapita 
Rp10,47 juta (2021)

Tingkat Pengangguran Terbuka
6,87 persen (2021)

Tingkat Kemiskinan
6,39 persen (2021)

Kesejahteraan

Kesejahteraan penduduk di Kota Mojokerto terus  meningkat dari tahun ke tahun seperti tecermin dari indeks pembangunan manusia (IPM). Pada 2021, IPM Kota Mojokerto tercatat sebesar 78,43, naik 0,39 poin dibanding pada 2020 sebesar 78,04. Dengan capaian IPM itu, Kota Mojokerta masuk kategori tinggi.

Ditilik dari dimensinya, umur harapan hidup (UHH) pada tahun 2021 selama 73,39 tahun. Kemudian untuk dimensi pengetahuan, harapan lama sekolah penduduk usia 7 tahun selama 14,01 tahun dan rata-rata lama sekolah penduduk usia 25 tahun ke atas selama 8,64 tahun. Sedangkan dimensi standar hidup layak yang diukur dengan pengeluaran riil per kapita yang disesuaikan sebesar Rp 10,47 juta.

Tingkat pengangguran terbuka (TPT) Kota Mojokerto pada Agustus 2021 tercatat sebesar 6,87 persen atau sebanyak 4.768 jiwa. Jumlah itu naik 0,13 persen bila dibandingkan pada 2020, di mana pengangguran terbukanya sebesar 6,74 persen atau sebanyak 4.712 jiwa. Meningkatnya angka TPT pada Agustus 2021, disebabkan karena kontraksi cukup dalam akibat pandemi Covid-19..

Pada Agustus 2021, TPT laki-laki sebesar 8,77 persen, lebih tinggi daripada TPT perempuan yang sebesar 4,31 persen. Pada Agustus 2021, TPT dari tamatan Sekolah Menengah Atas (SMA) masih merupakan yang paling tinggi dibandingkan tamatan jenjang pendidikan lainnya yaitu sebesar 36,01 persen. Sementara TPT yang paling rendah adalah penganggur dengan pendidikan Sekolah Dasar (SD) ke bawah yaitu sebesar 8,72 persen.

Sementara tingkat kemiskinannya pada Maret 2021 sebesar 6,39 persen dengan jumlah penduduk miskin sebesar 8,37 ribu orang. Tahun sebelumnya, persentase penduduk miskin sebesar 6,24 persen atau sebanyak 8,09 ribu orang.

KOMPAS/ABDUL LATHIF

Pekerja usaha kecil menengah alas kaki sedang merampungkan pengerjaan sebagai tukang sol/kap sepatu dan sandal dengan upah Rp 20.000-Rp 25.000 per kodi di kampung sentra produksi sepatu dan sandal di Kecamatan Prajurit Kulon, Kota Mojokerto, Jawa Timur.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) 
Rp256,22 miliar (2021)

Dana Perimbangan 
Rp691,22 miliar (2021)

Pendapatan Lain-lain 
Rp16,28 miliar  (2021)

Pertumbuhan Ekonomi
3,65 persen (2021)

PDRB Harga Berlaku
Rp6,93 triliun (2021)

PDRB per kapita
Rp52,04 juta/tahun (2021)

Ekonomi

BPS Kota Mojokerto mencatat produk domestik regional bruto (PDRB) Kota Mojokerto pada 2021 sebesar Rp6,93 triliun. Perekonomiannya banyak ditopang sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor dengan kontribusi 29,42 persen dari total PDRB. Kemudian sektor informasi dan komunikasi dengan kontribusi 13,12 persen.

Berikutnya, sektor industri pengolahan tercatat berkontribusi sebesar 11,32 persen terhadap total PDRB. Selanjutnya sektor konstruksi memiliki kontribusi sebesar 9,88 persen serta sektor jasa keuangan dan asuransi memiliki kontribusi sebesar 8,27 persen pada PDRB.

Sebagai daerah penyangga Surabaya, Kota Mojokerto juga merupakan Kota transit. Hal ini menjadi strategis tempat pertemuan antara konsumen dengan penyedia barang dan jasa dari berbagai daerah. Untuk sarana perdagangan, di kota ini terdapat los pasar sebanyak 1.305 unit dan kios sebanyak 501 unit pada 2020.

Adapun komoditas yang diperdagangkan pada umumnya merupakan barang-barang hasil produksi industri pengolahan, terutama industri pengolahan tekstil, barang kulit, dan alas kaki.

Di Kota Mojokerto terdapat 38 industri besar dan sedang pada tahun 2020. Perusahaan terbanyak bergerai di bidang kulit, barang dari kulit dan alas kaki yakni terdapat 21 perusahaan atau sekitar 55,25 persen dari total industri besar dan sedang. Adapun tenaga kerja yang terserap dalam industri besar dan sedang selama 2020 tercatat sebanyak 6.817 tenaga kerja.

Beberapa produk unggulan wilayah ini antara lain industri sepatu dan sandal kulit, kerajinan dari gips, kerajinan bambu, miniatur perahu layar, industri pengecoran alumunium untuk peralatan masak, batik, konveksi dan bordir, dan beberapa industri makanan.

KOMPAS/RUNIK SRI ASTUTI

Potongan bebatuan diperkirakan bagian dari bangunan candi banyak ditemukan. Pandemi Covid-19 yang kembali melonjak tak menyurutkan mitar wisatawan berwisata di Patirtan Jalatunda di lereng Gunung Penanggungan, Kabupaten Mojokerto akhir pekan ini, Minggu (29/11/2020). Selain menikmati landskap alam, wisatawan mengambil air suci dari sumber keramat yang berusia lebih dari dua abad ini untuk dikonsumsi dan mandi karena percaya memiliki khasiat tertentu.

Di bidang keuangan daerah, total pendapatan Kota Mojokerto pada 2021 sebesar Rp963,72 miliar. Dana perimbangan masih menjadi penopang terbesar pembangunan Kota Mojokerto dengan kontribusi senilai Rp691,22 miliar atau 71 persen dari total pendapatan.

Selanjutnya pendapatan asli daerah (PAD) memberikan kontribusi senilai  Rp256,22 miliar atau 26 persen dari total pendapatan tahun yang bersangkutan. Sementara itu, lain-lain pendapatan daerah yang sah memberikan kontribusi paling rendah, yaitu senilai Rp16,28 miliar atau 3 persen dari total pendapatan Kota Mojokerto

Di sektor pariwisata, setidaknya ada dua lokasi wisata yang diunggulkan di Kota Mojokerto, yakni Tempat Pemandian Tirta Suam, Kawasan Wisata Air Kali Brantas dan Jogging Track, dan Pemandian Sekarsari. Tempat wisata lainnya adalah Aloon-aloon Kota Mojokerto, Masjid Agung Al-Fattah, dan Klenteng Hok Siang Kiong.

Di kota ini juga terdapat khazanah warisan budaya batik di Nusantara. Batik di Kota/Kabupaten Mojokerto ini dikenal dengan Batik Mojokerto.

Untuk mendukung berbagai kegiatan, Kota Mojokerto pada 2020 memiliki akomodasi sebanyak 11 hotel, terdiri dari sembilan hotel non bintang dan dua hotel bintang.

KOMPAS/DODY WISNU PRIBADI

Ny Ismiyati (60), salah seorang pekerja pada perajin batik Bu Dar di Kelurahan Remi, Kota Mojokerto melipat kain batik motif rengkik dari tempat jemuran, yang dikenal sebagai batik motif khas Mojokerto. Rengkik nama sejenis ikan yang banyak berkeliaran di Sungai Brantas, wilayah Mojokerto. Batik jenis ini ditetapkan sebagai busana khas Mojokerto resmi sejak 2014, dengan kombinasi pengaruh budaya Tiong Hoa, peci bulat mirip topi tradisional Tiongkok yang disebut peci Ceng Ho, warna oranye sebagai pengaruh budaya Tiongkok di Jawa, namun dengan motif ikan rengkik yang khas ikan Mojokerto.

Referensi

Arsip Berita Kompas
  • “Kota Mojokerto *Otonomi”, Kompas, 30 April 2002, hlm. 08
  • “Ingin Meniru Singapura *Otonomi”, Kompas, 30 April 2002, hlm. 08
  • “Kota Mojokerto: Peduli Pelaku Ekonomi Lemah… * Indeks Kota Cerdas Indonesia 2015”, Kompas, 28 Juli 2015, hlm. 22
  • “Strategi Pemerintahan: Merebut Peluang di Koridor * Indeks Kota Cerdas Indonesia 2015”, Kompas, 28 Juli 2015, hlm. 22
Buku dan Jurnal
Aturan Pendukung

Editor
Topan Yuniarto