Daerah

Kota Gorontalo: Pusat Perdagangan Berjuluk Kota Serambi Madinah

Gorontalo adalah salah satu kota tua yang penuh sejarah di Sulawesi. Kota yang berada di Teluk Tomini itu, sejak dulu terkenal sebagai pusat perdagangan dan pelayanan jasa lainnya bagi Gorontalo dan sekitarnya. Berjuluk Kota Serambi Madinah, kota ini menjadi pusat penyebaran agama Islam di Kawasan Indonesia Timur.

KOMPAS/ADI SUCIPTO

Aktivitas warga di Kota Gorontalo, Provinsi Gorontalo di kawasan bunderan Tugu Saronde di Kota Gorontalo, Kamis (2/7/2015). Meskipun tidak memiliki sumber daya alam yang melimpah, namun sebagai kota jasa, Gorontalo menjadi daya tarik tersendiri sebagai pusat pemerintahan, pusat perdagangan dan pusat pendidikan.

Fakta Singkat

Hari Jadi 
18 Maret 1728

Dasar Hukum
Undang-Undang No. 29/1959

Luas Wilayah
76,59 km2

Jumlah Penduduk
198.539 jiwa (2020)

Kepala Daerah
Wali Kota Marten Taha
Wakil Wali Kota Ryan Kono

Instansi terkait
Pemerintah Kota Gorontalo

Gorontalo merupakan sebuah kota sekaligus ibu kota Provinsi Gorontalo. Gorontalo adalah salah satu kota tua di Sulawesi selain Kota Makassar, Pare-Pare, dan Manado. Kota ini lahir pada tanggal 18 Maret 1728.

Sebelum terbentuknya Provinsi Gorontalo, Kota Gorontalo merupakan bagian dari Provinsi Sulawesi Utara. Kota ini secara resmi terbentuk pada tanggal 20 Mei 1960 berdasarkan UU 29/1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Pulau Sulawesi. Tepat tanggal 16 Februari 2001, Kota Gorontalo resmi ditetapkan sebagai ibu kota Provinsi Gorontalo berdasarkan UU 38/2000.

Di wilayah Teluk Tomini, daerah ini merupakan kota terbesar dan terpadat penduduknya. Dengan luas wilayah sekitar 79,59 kilometer persegi, kota ini terdiri 9 kecamatan dan 50 kelurahan. Kota berpenduduk 198.539 jiwa (2020) ini kini dipimpin oleh Wali Kota Marten Taha dan Wakil Wali Kota Ryan Kono (2019–2024).

Sejak dulu, Gorontalo dikenal sebagai Kota Serambi Madinah. Hal itu disebabkan pada zaman dahulu pemerintahan Kerajaan Gorontalo telah menerapkan syariat Islam sebagai dasar pelaksanaan hukum, baik dalam bidang pemerintahan, kemasyarakatan, maupun pengadilan.

Hal itu tampak dari filosofi budaya Kota Gorontalo yang Islami, yaitu “Adat Bersendikan Syarak dan Syarak Bersendikan Kitabullah (Al Quran)” sebagai pandangan hidup masyarakat yang memadukan adat dan agama Islam.

Selain itu, Gorontalo dikenal sebagai salah satu kota perdagangan dan pendidikan. Pengaruh besar kota ini dirasakan masyarakat luas mulai dari wilayah Bolaang Mongondow, Buol, Tolitoli, Luwuk Banggai, Donggala, Palu, bahkan sampai ke Sulawesi Tenggara dan Timur Indonesia (Ambon, Maluku).

Sebagai pusat pendidikan, kota ini tak hanya menjadi magnet bagi calon mahasiswa di provinsi ke-32 di Indonesia itu. Bahkan, mahasiswa Universitas Negeri Gorontalo banyak yang berasal dari luar provinsi, seperti dari Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, dan dari Maluku.

Seperti dikutip dari laman resmi pemerintah Kota Gorontalo, kota ini mengusung visi “Terselenggaranya Layanan Prima Pemerintahan Kota Gorontalo untuk Mewujudkan Masyarakat Sejahtera, Maju, Aktif, Religius, dan Terdidik (Smart)”.

Sementara misinya ada enam, yakni pertama, reformasi birokrasi untuk mewujudkan aparatur pemerintahan Kota Gorontalo yang disiplin, profesional, kreatif, dan inovatif serta berorientasi pada pelayanan masyarakat. Kedua, meningkatkan ketersediaan infrastruktur yang mendukung sektor pendidikan, kesehatan, penataan kawasan pemukiman penduduk, pasar tradisional, fasilitas olah raga, dan pengembangan pariwisata Kota Gorontalo. Ketiga, meningkatkan fungsi dan peran UMKM sebagai pelaku ekonomi yang mandiri, maju, dan berkontribusi aktif bagi pertumbuhan ekonomi Kota Gorontalo.

Kemudian keempat, mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Kota Gorontalo untuk memperoleh akses dan layanan pendidikan dan kesehatan yang terjangkau dan bermutu. Kelima, melestarikan nilai-nilai religius dan kultural masyarakat Kota Gorontalo yang terkandung pada filosofi adat bersendi syara’ dan syara’ bersendi Al Quran. Keenam, meningkatkan kualitas SDM masyarakat Kota Gorontalo melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Sejarah pembentukan

Asal usul nama Gorontalo belum bisa dipastikan hingga kini. Dalam tulisan “Perkembangan Morfologi Kota Gorontalo dari Masa Tradisional hingga Kolonial”, yang  ditulis oleh Irfanuddin Wahid Marzuki disebutkan, ada banyak versi mengenai asal usul nama Gorontalo.

Beberapa di antaranya Gorontalo berasal dari kata Hulontalangi, nama salah satu kerajaan yang kemudian disingkat menjadi Hulontalo. Ada juga yang menyebut Gorontalo berasal dari Hua Lolontalango yang artinya orang-orang Gowa yang berjalan lalu-lalang. Kemudian hulutalangi dan Hulua lo tola yang berarti lebih mulia dan Hulua lo tola, yang berarti tempat pembiakan ikan kabos (gabus). Masih banyak versi lainnya.

Selanjutnya, ada lagi yang menyebutkan pogolatalo atau pohulatalo, yang berarti tempat menunggu. Gorontalo, nama salah satu kemenakan raja Tidore. Gunung telu, dari ucapan orang Gowa apabila hendak memasuki pelabuhan Gorontalo terlihat dari jauh adanya tiga buah gunung yang menonjol.

Kata Hulontalo sampai sekarang masih digunakan dalam percakapan sehari-hari masyarakat Gorontalo. Pada masa pemerintahan kolonial Belanda, orang Belanda kesulitan mengucapkan kata Hulantalo, sehingga menjadi Horontalo yang apabila ditulis menjadi Gorontalo yang dipakai hingga sekarang.

Dalam sejarahnya, Kota Gorontalo merupakan satu dari empat kota tua dan penting di Pulau Sulawesi yang sudah dikenal sejak 400 tahun lalu. Keempat kota dimaksud itu adalah Makassar, Manado, Parepare, dan Gorontalo.

Pada masa itu, Gorontalo menjadi salah satu poros penting penyebaran agama Islam di Indonesia Timur, selain Ternate (Maluku Utara) dan Bone (Sulawesi Selatan). Pada masa itu juga Gorontalo karena letaknya di Teluk Tomini dikenal sebagai pusat pendidikan dan perdagangan dari wilayah di sekitarnya, seperti Bolaang Mongondow (Sulawesi Utara), Buol, Tolitoli, Donggala dan Luwuk Banggai (Sulawesi Tengah), bahkan hingga ke Sulawesi Tenggara.

Kedudukan Kota Kerajaan Gorontalo mulanya berada di Kelurahan Hulawa Kecamatan Telaga sekarang, tepatnya di pinggiran Sungai Bolango. Menurut penelitian, pada tahun 1024 H, kota kerajaan ini dipindahkan dari Kelurahan Hulawa ke Dungingi Kelurahan Tuladenggi Kecamatan Kota Barat sekarang.

Kemudian pada masa pemerintahan Sultan Botutihe, kota kerajaan ini dipindahkan dari Dungingi di pinggiran Sungai Bolango, ke satu lokasi yang terletak antara dua kelurahan, yaitu Kelurahan Biawao dan Kelurahan Limba B.

Dampak atas pengaruh letak yang strategis Gorontalo juga membuat Belanda menjadikannya sebagai pusat pemerintahan yang disebut kepala daerah Afdeling Sulawesi Utara Gorontalo. Lingkup pemerintahannya mencakup seluruh Gorontalo, wilayah sekitarnya Buol, Tolitoli, Donggala, dan Bolaang Mongondow.

Sebelum masa penjajahan Belanda, daerah Gorontalo berbentuk kerajaan-kerajaan yang diatur menurut hukum adat ketatanegaraan Gorontalo. Seluruh kerajaan itu tergabung dalam satu ikatan kekeluargaan yang disebut “Pohalaa”.

Wilayah kota Gorontalo sekarang merupakan perubahan dari wilayah Pohalaa (kerajaan) Gorontalo. Kerajaan Gorontalo merupakan persekutuan dari 17 linula (kelompok kecil) yang memiliki ikatan teritoris dan genealogis di wilayah Gorontalo.

Dalam buku Profil Provinsi Gorontalo yang digunakan untuk berargumen memperjuangkan terbentuknya provinsi ke-32 ini dijelaskan, terdapat lima pohalaa, masing-masing Pohalaa Gorontalo, Pohalaa Limboto, Pohalaa Suwawa, Pohalaa Bualemo, dan Pohalaa Atinggola.

Pohalaa Gorontalo tercatat sebagai pohalaa yang paling menonjol di antara kelima pohalaa. Itu pula sebabnya sehingga pada tahun 1942, daerah “Limo lo Pohalaa” berada dalam wilayah kekuasaan seorang Asisten Residen, selain pemerintahan tradisional. Pada tahun 1889, pemerintahan beralih menjadi pemerintahan langsung Belanda yang kemudian dikenal dengan nama “Rechtatreeks Bestuur”.

Pada tahun 1911 terjadi perubahan struktur pemerintahan daerah yang terbagi atas tiga Onder Afdeling, meliputi Afdeling Kwandang, Afdeling Gorontalo, dan Afdeling Boalemo. Selanjutnya tahun 1920 menjadi lima distrik yang terdiri atas Distrik Kwandang, Limboto, Bone, Gorontalo, dan Bolemo.

Tahun 1922 kembali lagi menjadi tiga afdeling, masing-masing Afdeling Gorontalo, Bualemo, dan Buol. Kondisi administrasi pemerintahan ini berlangsung hingga meletusnya Perang Dunia II.

KOMPAS/IWAN SETIYAWAN

Benteng Otanaha yang berdiri di perbukitan di atas Danau Limboto.

Menjelang kemerdekaan RI, rakyat Gorontalo dipelopori Pejuang Nasional Maha Putra Nani Wartabone berjuang dan menyatakan kemerdekaan pada tanggal 23 Januari 1942, sekaligus membentuk pemerintahan sendiri. Kondisi ini berlangsung selama dua tahun, hingga tahun 1944.

Perjuangan Nani Wartabone kemudian dicatat sebagai salah satu puncak perjuangan dari banyak puncak kemerdekaan Indonesia. Pada masa pergolakan Permesta, kembali Gorontalo di bawah Nani Wartabone menyatakan kesetiaannya terhadap Negara Kesatuan RI. Ketika itu, Nani tampil dengan semboyan “Sekali ke Yogya Tetap ke Yogya, artinya “Sekali Indonesia, Tetap Indonesia”

Setelah Proklamasi 17 Agustus 1945, Gorontalo tergabung dalam Negara Indonesia Timur (NIT), negara boneka Belanda. Seterusnya Gorontalo di bawah Republik Indonesia Serikat (RIS). Pada tahun 1949, RIS bubar dan kembali ke NKRI.

Tahun 1953, Sulawesi Utara menjadi daerah otonom berdasarkan PP 11/1953. Daerah Bolaang Mongondow terpisah menjadi daerah otonom tingkat II pada tahun 1954, sehingga Sulut hanya meliputi bekas kawasan Gorontalo dan Buol yang berpusat di Gorontalo.

Berdasarkan UU 29/1959, maka daerah Sulawesi Utara yang dimaksud dengan PP 11/1953 dipisahkan menjadi daerah tingkat II, meliputi Daerah Kotapraja Gorontalo dan Daerah Tingkat II setelah dikurangi Swapraja Buol. Selanjutnya pada tanggal 20 Mei 1960, Kotapraja Gorontalo resmi berdiri dan pada tahun 1965 berubah menjadi Kotamadya Gorontalo.

Wilayah Gorontalo menjadi bagian Provinsi Sulawesi Utara sampai tahun 2000. Provinsi Gorontalo secara resmi disahkan pemerintah pada tanggal 22 Desember tahun 2000 melalui penetapan sidang paripurna DPR RI pada tanggal 5 Desember 2000. Tepat tanggal 16 Februari 2001, Kota Gorontalo resmi ditetapkan sebagai ibu kota Provinsi Gorontalo berdasarkan UU 38/2000.

KOMPAS/ARIS PRASETYO

Rumah adat Bondayo Poboide (Dewan Kerajaan pada era Kerajaan Gorontalo) di depan Kantor Bupati Gorontalo, Provinsi Gorontalo. Di rumah adat inilah dilakukan sidang untuk memilih dan menobatkan seorang olongia (maharaja) di Gorontalo.

Geografis

Kota Gorontalo terletak antara 00 28‘ 17“ — 00 35‘36“ Lintang Utara, dan 1220 59‘44“ — 1230 5‘ 59“ Bujur Timur. Dengan luas sebesar 79,59 km2 atau sebesar 0,71 persen dari luas Provinsi Gorontalo, wilayah Kota Gorontalo berbatasan dengan Kabupaten Bone Bolango di sebelah utara dan timur, Teluk Tomini di selatan, dan Kabupaten Gorontalo di sebelah barat.

Kondisi topografinya berupa tanah datar yang dilalui tiga buah sungai yang bermuara di Teluk Tomini. Ketiga sungai tersebut adalah Sungai Bone, Sungai Bolango, dan Sungai Tamalate. Bagian selatan diapit dua pegunungan berbatu kapur/pasir. Ketinggian dari permukaan laut antara 0 sampai 470 meter. Pesisir pantai landai berpasir.

Berdasarkan data BMKG, rata-rata suhu udara di Gorontalo selama 2020 adalah 26,6°C. Adapun kelembaban udaranya selama 2020 rata-rata mencapai 81,83. Hal ini menandakan bahwa terdapat 81,83 persen bagian dari udara yang mengandung uap air.

KOMPAS/IWAN SETIYAWAN

Kawasan pesisir Gorontalo yang menghadap Teluk Tomini.

Pemerintahan

Sejak terbentuknya Kota Gorontalo hingga saat ini, Gorontalo telah dipimpin oleh 10 orang wali kota. Wali kota pertama Gorontalo adalah Atje Slamet yang menjabat untuk periode 1961–1963. Kemudian diteruskan oleh Taki Niode 1963–1971, Letkol Jusuf Bilondatu 1971–1978, H.A. Nusi 1978–1983, A.H Nadjamudin 1983–1988, H. Jusuf Dalie tahun 1988–1993, dan Achmad Arbie 1993–1997.

Kemudian tampuk kepemimpinan di Kota Gorontalo dilanjutkan oleh Medi Botutihe untuk periode 1998–2008, dan Adhan Dambea tahun 2008–2013, serta Marten Taha untuk periode 2014–2019 dan 2019–2024.

Untuk mendukung jalannya pemerintahan, terdapat 3.995 orang Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kota Gorontalo pada tahun 2020. Dari jumlah itu, sebanyak 67 persen PNS merupakan PNS perempuan. Sementara menurut golongan, PNS di Kota Gorontalo paling banyak berstatus Golongan III, yang mencapai 54 persen dari total PNS.

KOMPAS/ADI SUCIPTO

Marten A Taha, Walikota Gorontalo.

Politik

Dalam tiga kali pemilihan umum legislatif, peta perpolitikan di Kota Gorontalo berlangsung dinamis. Namun demikian, Partai Golkar masih meraih banyak simpati masyarakat Kota Gorontalo kendati perolehan kursi di DPRD Kota Gorontalo cenderung fluktuatif.

Pada Pemilu Legislatif 2009, Golkar masih mendominasi perolehan kursi di DPRD Kota Gorontalo. Partai berlambang pohon beringin itu berhasil meraih 10 kursi dari 25 kursi di DPRD Kota Gorontalo. Di urutan berikutnya, PAN meraih empat kursi. Disusul Demokrat dan PPP masing-masing meraih tiga kursi, sedangkan PDI-P dan PKS masing-masing meraih dua kursi di DPRD Kota Gorontalo.

Lima tahun kemudian, di Pemilu Legislatif 2014, Partai Golkar tak lagi mendominasi perolehan kursi parlemen di DPRD Kota Gorontalo. Pada pemilu kali ini, Golkar hanya meraih empat kursi, sama dengan perolehan kursi yang diperoleh PAN dan Demokrat. Disusul PPP, PDI-P, dan Hanura masing-masing meraih tiga kursi serta Gerindra dan PBB masing-masing memperoleh dua kursi DPRD Kota Gorontalo.

Terakhir, di Pemilu Legislatif 2019, Golkar berhasil menaikkan perolehan kursinya menjadi lima kursi, dari sebelumnya empat kursi. Disusul PAN, Demokrat, dan PPP masing-masing empat kursi. Kemudian PDI-P dan Gerindra masing-masing meraih tiga kursi dan Hanura meraih dua kursi.

KOMPAS/ARIS PRASETYO

Suasana perbincangan di Warung Kopi Sehati di Jalan Sam Ratulangi, Kota Gorontalo, Senin (3/10/2011) pagi. Sekitar 10 warung kopi di Kota Gorontalo kerap menjadi ajang perbincangan bertema politik oleh berbagai kalangan, mulai dari sopir, tukang bentor, pengusaha, pejabat kedinasan, anggota DPRD, akademisi, hingga gubernur.

Kependudukan

Kota Gorontalo dihuni oleh 198.539 jiwa yang terdiri dari 98.713 laki-laki dan 99.826 perempuan menurut hasil Sensus Penduduk 2020. Dengan jumlah tersebut, rasio jenis kelamin Kota Gorontalo sebesar 98,9 yang artinya setiap 100 penduduk perempuan di Kota Gorontalo ada sebanyak 99 penduduk laki-laki.

Berdasarkan komposisi penduduknya, Kota Gorontalo didominasi oleh penduduk berusia 20–24 tahun. Adapun jumlah penduduk usia 0–4 tahun lebih banyak dibandingkan usia 5–9 tahun, artinya pada tahun 2020 terjadi peningkatan jumlah kelahiran dibandingkan tahun 2019.

Sementara dilihat dari kelompok usia produktif, komposisi penduduk Kota Gorontalo usia 15–59 tahun adalah 65,96 persen. Hal itu menggambarkan besarnya proporsi penduduk produktif dalam angkatan kerja.

Potret sehari hari masyarakat Gorontalo dikenal kental dengan paduan nuansa adat dan agama. Cerminan realitas tersebut terkristalisasi dalam ungkapan “Adat Bersendi Syara, Syara Bersendi Kitabullah”.

Masyarakat Gorontalo mayoritas memeluk agama Islam (96,82 persen). Agama Islam sangat kuat diyakini oleh masyarakat Gorontalo. Beberapa tradisi adat Gorontalo terlihat banyak mengandung unsur Islami. Hanya sebagian kecil saja yang memeluk agama lain di luar Islam.

Kota Gorontalo dihuni oleh beragam suku, yaitu Suku Gorontalo, Suku Bugis, Suku Polahi, Suku Jawa, Suku Makassar, Suku Bali, Suku Mongondow, Suku Minahasa, dan Tionghoa.

Masyarakat Gorontalo umumnya berbicara dalam bahasa Gorontalo. Selain bahasa Gorontalo, terdapat juga beberapa bahasa lain, yang sering dianggap sebagai dialek bahasa Gorontalo, yakni bahasa Suwawa dan bahasa Atinggola. Bahasa Gorontalo sendiri sekarang banyak mengalami asimilasi dengan bahasa Manado (Melayu Manado) yang juga banyak diadopsi dalam keseharian masyarakat Gorontalo.

Dilihat dari status pekerjaan utamanya, sebagian besar penduduk Kota Gorontalo didominasi oleh mereka yang berstatus buruh, karyawan, dan pegawai pada tahun 2020.

KOMPAS/AGUNG SETYAHADI

Nelayan di Desa Tanjung Keramat, Kota Gorontalo, Provinsi Gorontalo, memikul baby tuna sirip kuning. Nelayan di Gorontalo berharap memiliki peralatan tangkap yang memadai untuk memanfaatkan potensi perikanan tangkap yang mencapai 1,226 juta ton per tahun.

Indeks Pembangunan Manusia
77,41 (2021)

Angka Harapan Hidup 
72,53 tahun (2021)

Harapan Lama Sekolah 
14,50 tahun (2021)

Rata-rata Lama Sekolah 
10,37 tahun (2021)

Pengeluaran per Kapita 
Rp12,39 juta (2021)

Tingkat Pengangguran Terbuka
6,52 persen (2020)

Tingkat Kemiskinan
5,93 persen (2021)

Kesejahteraan

Pembangunan manusia di Kota Gorontalo terus meningkat dalam sepuluh tahun terakhir. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Gorontalo meningkat dari 73,56 pada tahun 2011 menjadi 77,41 pada tahun 2021. Saat ini, pembangunan manusia di daerah ini masuk klasifikasi “tinggi”.

Menurut komponen pembentuk IPM tahun 2021, tercatat capaian angka harapan hidup, harapan lama sekolah, rata-rata lama sekolah dan pengeluaran per kapita disesuaikan, masing-masing 72,53 tahun; 14,50 tahun; 10,37 tahun; dan Rp10,37 juta.

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) di Kota Gorontalo tercatat sebesar 64,25 persen pada Agustus 2020. Adapun Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Kota Gorontalo pada Agustus 2020 tercatat sebesar 6,52 persen, meningkat jika dibandingkan TPT pada Agustus 2019 sebesar 5,90 persen.

Sementara persentase penduduk miskin di Kota Gorontalo pada tahun 2021 tercatat sebesar 5,93 persen atau sebanyak 12,94 ribu orang. Angka kemiskinan itu naik jika dibandingkan tahun 2020 sebesar 5,59 persen atau 12,46 ribu orang.

KOMPAS/IWAN SETIYAWAN

Pelajar naik ojek perahu untuk berangkat sekolah di daratan.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) 
Rp288,99 miliar (2021)

Dana Perimbangan 
Rp620,50 miliar (2021)

Pendapatan Lain-lain 
Rp45,06 miliar  (2021)

Pertumbuhan Ekonomi
2,81 persen (2021)

PDRB Harga Berlaku
Rp8,98 triliun (2021)

PDRB per kapita
Rp36,16 juta/tahun (2020)

Ekonomi

Perekonomian Kota Gorontalo berdasarkan produk domestik regional bruto (PDRB) tercatat sebesar Rp8,98 triliun pada tahun 2021. Dari total PDRB itu, struktur ekonomi Kota Gorontalo masih didominasi oleh sektor perdagangan besar dan eceran: reparasi mobil dan sepeda motor. Kontribusi sektor ini mencapai 15,98 persen dari total PDRB pada 2021.

Selain sektor perdagangan, sektor lain yang berkontribusi besar terhadap PDRB adalah sektor konstruksi 12,53 persen, jasa keuangan dan asuransi 11,16 persen, administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib 10,29 persen, transportasi dan pergudangan 8,75 persen, serta jasa pendidikan 8,74 persen.

Secara geografis, Kota Gorontalo sangat menguntungkan karena berada di poros pertumbuhan ekonomi, antara dua Kawasan Ekonomi Terpadu (Kapet) Batui (Sulawesi Tengah) dan Manado-Bitung (Sulawesi Utara). Letaknya yang strategis itu menjadikan kota ini sebagai daerah transit seluruh komoditas dari dan ke dua Kapet tersebut.

Selain itu, fungsi dan peran pelabuhan lautnya menjadi sangat vital dalam kerangka perdagangan di Teluk Tomini, sehingga Kota Gorontalo berperan sebagai pintu arus barang dan orang di kawasan barat Sulawesi Utara, termasuk Teluk Tomini dan sekitarnya. Barang-barang dari dan ke Sulawesi Tengah, Luwuk Banggai, dan wilayah-wilayah lainnya selama ini menggunakan pelabuhan Gorontalo sebagai basis transit.

Di sisi keuangan daerah, pendapatan Kota Gorontalo pada tahun 2021 tercatat Rp954,55 miliar. Dari jumlah itu, dana perimbangan masih yang terbesar, yakni Rp620,50 miliar. Adapun pendapatan asli daerah (PAD) sebesar Rp288,99 miliar dan lain-lain pendapatan yang sah sebesar Rp45,06 miliar.

KOMPAS/SRI REJEKI

Kota Gorontalo saat matahari terbit.

Di sektor wisata, kendati Kota Gorontalo tidak memiliki banyak obyek wisata, namun kota ini menjadi tempat singgah bagi pelancong yang hendak berwisata ke destinasi wisata di daerah lain. Kota ini menjadi pintu gerbang untuk menuju obyek wisata yang ada di kabupaten-kabupaten lainnya.

Menurut data BPS Kota Gorontalo, kota ini memiliki 12 kawasan wisata budaya dan 5 kawasan pariwisata. Salah satunya yang terkenal adalah Benteng Otanaha, yakni benteng yang didirikan pada abad ke-15. Sementara untuk obyek wisata buatan di antaranya taman taruna remaja dengan patung pahlawan nasional, nani wartabone sebagai ikon.

Di samping itu, di Gorontalo juga terdapat berbagai kerajinan tradisional, kuliner, dan makanan olahan khas Gorontalo. Salah satu kerajinan tradisional masyarakat Gorontalo, yakni kopia karanji atau istilahnya topi keranjang dan kain karawo yang merupakan hasil kerajinan sulaman tangan masyarakat Gorontalo.

Sebagai penunjang wisata dan kegiatan lainnya, di Kota Gorontalo tumbuh hotel dari kelas melati hingga hotel bintang. Menurut data BPS Kota Gorontalo, pada tahun 2021, terdapat 6 hotel bintang dan 52 hotel nonbintang. Adapun jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Kota Gorontalo tercatat sebanyak 292 orang sedangkan wisatawan domestik sebanyak 137.772 orang pada tahun 2021.

KOMPAS/ARIS PRASETYO

Peserta parade Festival Karawo 2011 mengenakan aneka model busana dari kain sulam karawo, kain sulam khas Gorontalo, Sabtu (17/12/2011), di Gorontalo. Festival yang baru pertama kali diselenggarakan ini bertujuan untuk memopulerkan kain karawo sebagai kain khas tradisional Gorontalo. Kegiatan ini diikuti 87 kelompok dari sejumlah instansi pemerintah ataupun swasta di Gorontalo.

Referensi

Arsip Berita Kompas
  • “Gorontalo, Plus Minus dan Harapan Masa Depannya”, Kompas, 23 Januari 2001, hlm. 06
  • “Gorontalo dalam Perspektif Sejarah”, Kompas, 23 Februari 2001, hlm. 28
  • “Kota Gorontalo *Otonomi Daerah”, Kompas, 07 September 2001, hlm. 08
  • “Dihadang Problema Lingkungan”, Kompas, 07 September 2001, hlm. 08
  • “Kompleks Benteng Otanaha, Sepenggal Sejarah Gorontalo”, Kompas, 06 Desember 2003, hlm. 34
  • “Menikmati Birunya Laut dan Putihnya Pasir di Teluk Tomini *Wisata”, Kompas, 30 Agustus 2003, hlm. 032
  • “Konsolidasi Demokrasi (7) : Warisan Demokrasi Hulontalo”, Kompas, 07 Oktober 2011, hlm. 05
  • “Pesona Nusantara: Wisata Sejarah di Benteng Otanaha”, Kompas, 08 April 2014, hlm. 24
  • “Kota Gorontalo: Kearifan Lokal Menjadi Bekal * Indeks Kota Cerdas Indonesia 2015”, Kompas, 29 Jul 2015, hlm. 22
  • “Strategi Pemerintahan: Gorontalo Menuju Kota Jasa * Indeks Kota Cerdas Indonesia 2015”, Kompas, 29 Juli 2015, hlm. 22
  • “Perjalanan: Gorontalo 37 Derajat”, Kompas, 24 November 2019, hlm. 17
Buku dan Jurnal
Aturan Pendukung
  • UU 29/1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Pulau Sulawesi
  • UU 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah
  • UU 38/2000 tentang Pembentukan Provinsi Gorontalo
  • UU 32/2004 tentang Pemerintah Daerah
  • PP 11/1953 tentang Pembubaran Daerah Sulawesi Utara dan Pembentukan Daerah Tersebut Sebagai Daerah yang Bersifat Satuan Kenegaraan yang Berhak Mengatur dan Mengurus Rumah-Tangganya Sendiri
  • Perda Kota Gorontalo 10/2019 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Gorontalo Tahun 2019–2024

Editor
Topan Yuniarto