KOMPAS/DEFRI WERDIONO
Warga Kota Blitar, Jawa Timur, tengah melintas di depan patung Proklamator Ir Soekarno, Rabu (4/1/2017). Selama ini Blitar dikenal sebagai kota wisata ziarah ke Makam Bung Karno.
Fakta Singkat
Hari Jadi
1 April 1906
Dasar Hukum
Undang-Undang No. 17/1950
Luas Wilayah
32,58 km2
Jumlah Penduduk
150.371 jiwa (2021)
Kepala Daerah
Wali Kota Santosa
Wakil Wali Kota Tjutjuk Sunario
Instansi terkait
Pemerintah Kota Blitar
Blitar merupakan salah satu kota yang berada di bagian selatan Provinsi Jawa Timur. Terletak sekitar 167 km sebelah barat daya Surabaya dan 80 km sebelah barat Malang, kota ini merupakan wilayah terkecil kedua di Jawa Timur setelah Kota Mojokerto.
Blitar berdiri sebagai kotapraja (gemeente) pada 1 April 1906 melalui penetapan Staatblad Van Nederlandsche Indie Nomor 150 Tahun 1906. Menjelang tahun 1928, Blitar pernah menjadi Kota Karesidenan dengan nama residensi Blitar, namun status tersebut tidak berlangsung lama. Lantas, berdasarkan Staatsblad No. 447 tahun 1928, Blitar ditetapkan kembali menjadi Gemeente Blitar dengan J.H. Boestra sebagai Burgeemester yang merangkap sebagai Asisten Residen Kediri di Blitar.
Pada masa kemerdekaan, Kota Blitar diresmikan melalui UU 22/1945 tentang perubahan nama Blitar Shi menjadi Kota Blitar. Kemudian berdasarkan UU 17/1950, Blitar dibentuk sebagai daerah Kota Kecil dan berdasarkan UU 1/1957 menjadi Kotapraja Blitar.
Hari jadi Kota Blitar ditetapkan pada tanggal 1 April 1906. Penentuan itu berdasar keputusan Pemerintah Hindia Belanda yang tertulis dalam Staadsblad Van Nederlandsche Indie No.105 Tahun 1906 yang berisi tentang pembentukan 18 Gemeente (kotapraja) yang masing-masing dipimpin seorang Burgemeester (wali kota).
Dengan luas wilayah 32,58 kilometer persegi, kota ini terbagi dalam tiga kecamatan, dan 21 kelurahan. Untuk periode 2020–2024, Kota Blitar dipimpin oleh Wali Kota Santoso dan dibantu oleh Wakil Wali Kota Tjutjuk Sunario.
Kota ini memiliki sebutan Kota Patria dan Kota Proklamator. Sebutan Kota Patria disusun dari kata Pembela Tanah Air (PETA) yang diambil dari kisah Soedanco Soeprijadi yang saat itu memimpin pemberontakan PETA di Blitar pada zaman kedudukan Belanda.
Selain itu, kata tersebut juga memiliki makna cinta tanah air. Juga berarti tertib, rapi, indah, dan aman. Jadi, ketika menyebut kata Patria, banyak orang yang akan mengingat kobaran semangat para pejuang.
Blitar disebut pula sebagai Kota Proklamator karena di kota ini terdapat tempat peristirahatan terakhir Proklamator Kemerdekaan sekaligus Presiden Pertama RI, yaitu Soekarno.
Adapun visi Kota Blitar adalah “Kota Blitar Keren, Unggul, Makmur Dan Bermartabat”. Misinya ada lima, yakni mewujudkan tata kehidupan yang religius, nasionalis, setara gender dan berkepribadian dalam kebudayaan; mewujudkan sumber daya manusia yang keren, berdaya saing, sehat jasmani-rohani, cerdas dan berkarakter.
Kemudian, mewujudkan berdikari secara ekonomi yang berorientasi pada ekonomi kreatif, pariwisata dan perdagangan berbasis digital; mewujudkan tata ruang yang berwawasan lingkungan hidup dan berkeadilan; serta mewujudkan tata pemerintahan yang baik dan bersih berbasis teknologi informasi.
Sejarah pembentukan
Dalam buku Asal Usul Kota-Kota di Indonesia Tempo Doeloe yang ditulis Zaenuddin HM dan dilansir dari laman resmi Pemerintah Kota Blitar, pada zaman dahulu wilayah Blitar hanyalah sebuah hutan lebat yang dibabat oleh Nilasuwarna atau Gusti Sudomo, anak Adipati Tuban, menjadi medan perang untuk mengalahkan Tentara Tartar, yang akhirnya dihadiahkan kepadanya atas jasa-jasanya. Gelar Adipati Aryo Blitar I disandangnya di bawah Kerajaan Majapahit.
Sengguruh Kinareja, Patih Kadipaten Blitar, memberontak dan berhasil membunuh Aryo Blitar I. Sengguruh Kinareja bergelar Adipati Aryo Blitar II, yang akhirnya dikalahkan oleh Djoko Kandung, anak Nilasuwarna, yang diberi gelar Adipati Aryo Blitar III yang tidak pernah mau menerima tahta tersebut meskipun pada praktiknya tetap memimpin warga Kadipaten Blitar.
Sekitar tahun 1723, di bawah Kerajaan Kartasura Hadiningrat yang dipimpin Raja Amangkurat, Blitar dihadiahkan kepada Belanda yang dianggap berjasa membantu Amangkurat dalam perang saudara termasuk dengan Aryo Blitar III.
Peristiwa ini mengakhiri eksistensi Kadipaten Blitar sebagai daerah pradikan. Seperti daerah-daerah lainnya, rakyat Blitar tidak menghendaki dijajah. Rakyat bersatu melakukan perlawanan, yang tidak hanya terdiri dari warga pribumi, namun juga dari etnis Arab, Cina dan beberapa bangsa Eropa yang mendiami Blitar.
Tanggal 1 April 1906 dikeluarkan sebuah Staatsblad van Nederlandche Indie No.150 yang isinya adalah penetapan pembentukan Gemeente Blitar. Momentum pembentukan Gemente Blitar inilah yang kemudian dikukuhkan sebagai hari lahir Kota Blitar.
Pada tahun yang sama, juga terbentuk kota lain di Pulau Jawa, antara lain, Batavia, Buitenzorg, Bandoeng, Cheribon, Magelang, Samarang, Salatiga, Madioen, Malang, Soerabaja dan Pasoeroean.
Setelah menjadi kotapraja, dibentuklah Dewan Kotapraja Blitar yang beranggotakan 13 orang dan mendapatkan subsidi 11.850 Gulden dari Pemerintah Hindia Belanda. Untuk jabatan Burgemeester (wali kota) dirangkap oleh Residen Kediri.
Status Blitar berubah-ubah seiring dengan pergantian kekuasaan penjajah dari Belanda ke Jepang di Blitar. Pada zaman kependudukan Jepang, berdasarkan Osamu Siorei, pada tahun 1042 Kota Blitar disebut sebagai Blitar-shi dan dipimpin oleh seorang shi-ch.
KOMPAS/YUNAS SANTHANI AZIS
Kompleks Candi Penataran yang terletak 12 kilometer utara Blitar, Jawa Timur, merupakan kompleks candi terbesar di Jawa Timur.
Blitar juga tak bisa dilepaskan dari peristiwa sejarah pemberontakan Pembela Tanah Air (PETA) tanggal 14 Februari 1945 yang dipimpin Soedancho Suprijadi. Ia memimpin pemberontakan yang menjadi perlawanan paling dahsyat atas kependudukan Jepang di Indonesia. Hal itu dipicu oleh rasa empati dan kepedulian tentara PETA atas siksaan lahir dan batin yang dialami rakyat Indonesia.
Setelah pemberontakan tersebut, untuk pertama kalinya bendera Sang Merah Putih dikibarkan, yaitu oleh salah satu anggota pasukan Suprijadi, Partohardjono, di tiang bendera di seberang asrama PETA yang saat ini berada di kompleks TMP Raden Wijaya yang dikenal sebagai Monumen Potlod.
Beberapa bulan setelah pemberontakan tersebut, Soekarno dan Mohammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Rakyat Kota Blitar pun menyambutnya dengan gembira dan segera mengikrarkan diri berada di bawah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Sebagai bukti keabsahan keberadaan Kota Blitar dalam Republik Indonesia, pemerintah mengeluarkan UU 22/1945 tentang perubahan nama “Blitar Shi” menjadi “Kota Blitar”.
Selanjutnya berdasarkan UU 17/1950, Kota Blitar ditetapkan sebagai daerah kota kecil dengan luas wilayah 16,1 kilometer persegi. Dalam perkembangannya, nama kota ini kemudian diubah lagi menjadi Kotamadya Blitar berdasarkan UU 18/1965.
Kemudian, berdasarkan PP 48/1982, luas wilayah Kotamadya Blitar ditambah menjadi 32,58 kilometer persegi serta dikembangkan dari satu kecamatan menjadi tiga kecamatan. Terakhir, berdasarkan UU 22/1999, nama Kotamadya Blitar berubah menjadi Kota Blitar.
KOMPAS/
Peringatan Pemberontakan PETA – Sejumlah seniman mementaskan drama kolosal pemberontakan tentara PETA di Kota Blitar, Jawa Timur, Sabtu (13/2/2016) malam. Pementasan drama kolosal tersebut untuk memperingati 71 tahun peristiwa pemberontakan tentara PETA (Pembela Tanah Air) terhadap penjajah Jepang pada masa sebelum Proklamasi Kemerdekaan RI.
Artikel Terkait
Geografis
Secara astronomis, Kota Blitar terletak di antara 8°2’ — 8°8’ Lintang Selatan dan antara 112°14’ sampai 112°28’ Bujur Timur. Wilayah Kota Blitar mencakup areal seluas 32,58 km2 atau sekitar 0,07 persen dari total luas wilayah Jawa Timur.
Letak kota ini berada di tengah-tengah Kabupaten Blitar. Di sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Nglegok dan Kecamatan Garum; di sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Kanigoro dan Kecamatan Garum; di sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Kanigoro dan Kecamatan Sanankulon; serta di sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Sanankulon dan Kecamatan Nglegok.
Secara topografi, Kota Blitar mempunyai ketinggian yang bervariasi dengan ketinggian rata-rata 156 meter. Bagian utara memiliki ketinggian 245 meter dengan tingkat kemiringan 2–150. Bagian tengah memiliki ketinggian rata-rata sebesar 185 meter dengan kemiringan 0–2°. Sedangkan bagian Selatan memiliki ketinggian sebesar 140 meter dengan tingkat kemiringan sebesar 0–2°.
Sebagian besar wilayah Kota Blitar berupa kawasan permukiman (36,96 persen) dan pertanian (37,94 persen).
Kota ini hanya memiliki satu sungai besar yang mengalir dari sisi utara sampai selatan Kota Blitar, yaitu Sungai Lahar yang hulunya ada di Kabupaten Blitar. Panjang sungai lahar yang melintasi Kota Blitar sekitar 7 km.
Selain Sungai Lahar, terdapat anak sungai atau sungai dari mata air di wilayah Kota Blitar, yakni Abab, Cari, Sumber Tulung, Sumber Gedog, Cerme, dan Kucur.
Suhu udara rata-rata berkisar pada 29°C dengan type iklim C-3. Kondisi seperti ini menjadikan Kota Blitar sebagai sebuah daerah yang nyaman untuk dijadikan tempat hunian dan peristirahatan.
Artikel Terkait
Pemerintahan
Pada masa Pemerintahan Hindia Belanda, Th. J. Cathero tercatat dalam sejarah sebagai Asisten Residen Kediri di Blitar yang merangkap Burgermester di Blitar sampai tahun 1942. Kemudian diteruskan oleh Th. J. Boerstra yang menjabat sebagai Asisten Residen Kediri di Blitar.
Pada masa Pemerintahan Jepang, Kediri pernah dipimpin oleh Drajat Prawiro Soebroto dengan jabatan Shi-tjok Blitar selama periode 1942–1943. Kemudian diteruskan oleh R. Soedrajat (1943–1944), dan Mochtar Prabu Mangkunegoro (1944–1945).
Pada masa kemerdekaan hingga sekarang, Kota Blitar berturut-turut dipimpin oleh Soeroso Harsono (1945–1947), Soenarjo Adiprodjo (1947–1948), Soenardjo sebagai Penjabat Wali Kota (1948), Soetadji (1949–1950), Soepardi (1950–1953), R. Ismaoen Danoe Soesastro (1953–1956), Soeparngadi (1956–1960), R. Koesmadi (1960–1964), Prawiro Koesoemo (1964–1968).
Kemudian dilanjutkan oleh Fakhihudin (1968), Soerjadi (1969–1975), Soekirman (1975–1985), Haryono Koesoemo (1985–1990), H. Achmad Boedi Soesetyo (1990–1995), Istijono Soenarto (1995–2000), Djarot Saiful Hidayat (2000–2010), Muhammad Samanhudi Anwar (2010–2020), dan Santoso (2020–2024).
Secara administratif, wilayah Kota Blitar terbagi dalam tiga kecamatan, 21 kelurahan, dan 188 RW (Rukun Warga). Ketiga kecamatan itu adalah Kecamatan Sukorejo, Kecamatan Kepanjenkidul, dan Kecamatan Sananwetan.
Untuk mendukung jalannya roda pemerintahan, Pemerintah Kota Blitar didukung oleh Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebanyak 2.835 orang pada tahun 2021. Rinciannya, PNS pria sebanyak 1.253 orang (44,2 persen) dan perempuan sebanyak 1.582 orang (55,8 persen).
Dari jumlah tersebut, PNS dengan pendidikan tertinggi S1 yang mencapai 51,3 persen dari total pegawai. Selebihnya PNS berpendidikan D1–D4 20,7 persen; berpendidikan SMA 18,4 persen; berpendidikan pascasarjana 6,6 persen; dan sisanya berpendidikan SMP ke bawah.
PEMKOT BLITAR
Drs. H. Santoso M.Pd. dan Ir. H. Tjutjuk Sunario, MM secara resmi dilantik sebagai Wali Kota dan Wakil Wali Kota Blitar. Pelantikan dilakukan secara langsung oleh Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawangsa di Gedung Negara Grahadi Surabaya pada Jumat, 26 Februari 2021. Pelantikan ini juga diikuti jajaran Forkopimda Kota Blitar secara virtual di Gedung Kusumo Wicitro.
Artikel Terkait
Politik
Peta politik di Kota Blitar dalam tiga kali pemilihan umum legislatif memperlihatkan dominannya PDI Perjuangan dalam meraih simpati warga Kota Blitar. Pilihan rakyat tersebut tecermin dari perolehan kursi partai politik (parpol) di DPRD Kota Blitar.
Di Pemilu Legislatif 2009, PDI Perjuangan dan Partai Demokrat memperoleh kursi terbanyak, yaitu masing-masing sebanyak 6 orang. Posisi kedua ditempati oleh PKB, Golkar, dan PPP yang masing-masing menempatkan tiga wakilnya di kursi dewan. Disusul Hanura memperoleh dua kursi serta PKS dan PKNU masing-masing menempatkan satu wakilnya di DPRD Kota Blitar.
Di Pemilu Legislatif 2014, PDI Perjuangan mendominasi perolehan kursi di DPRD Kota Blitar, yaitu sebanyak 10 kursi. Posisi kedua ditempati oleh PKB, PPP dan Gerindra dengan masing-masing memperoleh tiga kursi. Berikutnya Partai Demokrat mendapatkan dua kursi sedangkan Golkar, PKS, Hanura, dan Nasdem masing-masing menempati satu kursi.
Pada Pemilu Legislatif 2019, PDI Perjuangan kembali menguasai 10 kursi dari 25 kursi yang diperebutkan di DPRD Kota Blitar. Sisanya terbagi untuk PKB empat kursi, PPP tiga kursi, Golkar dua kursi, Partai Demokrat dua kursi, Partai Gerindra dua kursi, PKS satu kursi, dan Hanura satu kursi.
KOMPAS/DEFRI WERDIONO
Pemungutan Suara Ulang – Disinyalir ada kecurangan, empat tempat pemungutan suara di Desa Sidodadi, Kecamatan Garum, Kabupaten Blitar, Jawa Timur, Jumat (25/4/2014), harus menyelenggarakan pemungutan suara ulang. Nampak situasi penghitungan suara di TPS 4 yang berlangsung lancar dengan pengamanan ketat aparat. Kelompok Panitia Pemungutan Suara di TPS setempat pun mengenakan pakaian tradisional lengkap dengan blangkon.
Artikel Terkait
Kependudukan
Kota Blitar dihuni oleh 150.371 jiwa berdasarkan hasil proyeksi Sensus Penduduk 2020. Rinciannya 74.811 penduduk laki-laki dan 75.560 penduduk perempuan. Laju pertumbuhan penduduk selama setahun terakhir (2020–2021) mencapai 0,61 persen.
Rasio jenis kelamin penduduk Kota Blitar pada tahun 2021 sebesar 99 persen, yang artinya dari setiap 99 penduduk laki-laki terdapat 100 penduduk perempuan.
Dengan luas wilayah 32,58 kilometer persegi, tingkat kepadatan penduduk di Kota Blitar sebesar 4.617 jiwa per kilometer persegi.
Berdasarkan usia, penduduk Kota Blitar didominasi oleh generasi Z (kelompok yang lahir tahun 1997–2012) dengan persentase sebesar 25,80 persen. Disusul generasi milenial yang lahir tahun 1981–1996 di angka 24,60 persen.
Karakteristik jenis pekerjaan penduduk Kota Blitar cukup bervariasi. Setidaknya ada tiga jenis pekerjaan yang mendominasi, yaitu di sektor pertanian, manufaktur, dan jasa.
Rinciannya, sektor jasa berada di peringkat pertama dengan persentase sebesar 72,64 persen dari total pekerja. Kemudian, di sektor manufaktur sebesar18,57 persen, serta di sektor pertanian sebesar 8,79 persen dari total pekerja.
Adapun penduduk yang bekerja di sektor formal pada Agustus 2021 tercatat sebanyak 37.471 orang (50,41 persen), naik 2,95 persen poin dibanding Agustus 2020. Sebaliknya penduduk bekerja di sektor informal pada Agustus 2021 sebanyak 36.868 orang (49,59 persen), turun 2,95 persen poin dibanding Agustus 2020.
Di sisi agama, mayoritas penduduk Kota Blitar beragama Islam, sebanyak 92,08 persen dari total penduduknya pada tahun 2020. Sedangkan penduduk yang beragama Kristen Protestan (3,97 persen), Katolik (3,45 persen), Hindu (0,05 persen), Budha (0,34 persen), dan lainnya (0,01 persen).
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Petugas yang membawa Gunungan Limo melintasi Jalan Panglima Sudirman untuk menuju Komplek Makam Bung Karno saat prosesi Grebeg Pancasila, Kota Blitar, Jawa Timur, Rabu (1/6/2022). Setelah upacara untuk merayakan Hari Lahir Pancasila diteruskan dengan Kirab Gunungan Lima dan diikuti oleh Gunungan yang dibuat oleh Kelurahan dan Kecamatan di Kota Blitar menuju Makam Bung Karno. Gunungan yang dibuat dari hasil bumi tersebut kemudian diperebutkan oleh warga.
Indeks Pembangunan Manusia
78,98 (2021)
Angka Harapan Hidup
73,86 tahun (2021)
Harapan Lama Sekolah
14,33 tahun (2021)
Rata-rata Lama Sekolah
10,35 tahun (2021)
Pengeluaran per Kapita
Rp13,816 juta (2021)
Tingkat Pengangguran Terbuka
6,61 persen (2021)
Tingkat Kemiskinan
7,89 persen (2021)
Kesejahteraan
Kesejahteraan penduduk di Kota Blitar meningkat dari tahun ke tahun seperti tecermin dari indeks pembangunan manusia (IPM). Pada 2021, IPM Kota Blitar tercatat sebesar 78,98, atau meningkat 0,41 poin dibandingkan capaian tahun sebelumnya. Selama periode 2010–2021, rata-rata IPM naik sebesar 0,77 persen. Dengan capaian IPM itu, Kota Blitar masuk kategori tinggi.
Peningkatan IPM tahun 2021 dipengaruhi oleh meningkatnya seluruh dimensi, baik umur panjang dan hidup sehat, pengetahuan, dan standar hidup layak.
Pada dimensi umur panjang dan hidup sehat, bayi yang lahir pada tahun 2021 memiliki harapan untuk dapat hidup hingga 73,86 tahun, lebih lama 0,11 tahun dibandingkan dengan mereka yang lahir pada tahun sebelumnya.
Pada dimensi pengetahuan, harapan lama sekolah (HLS) tahun 2021 tercatat sebesar 14,33, lebih tinggi 0,01 tahun (0,07 persen) dibanding sebelumnya, yaitu 14,32. Sedangkan rata-rata lama sekolah (RLS) mencapai 10,35, lebih tinggi 0,24 tahun dibanding tahun 2020.
Pada dimensi standar hidup layak pada tahun 2021 mencapai Rp13,816 juta atau meningkat 0,60 persen dibanding tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp13,733 juta per tahun.
Tingkat pengangguran terbuka (TPT) Agustus 2021 sebesar 6,61 persen, turun 0,07 persen poin dibandingkan dengan Agustus 2020. Dilihat dari tingkat pendidikan, TPT untuk Sekolah Menengah Umum (SMU) masih mendominasi diantara tingkat pendidikan yang lain, yaitu sebesar 9,39 persen.
Penduduk miskin di Kota Blitar pada tahun 2021 tercatat sebesar 7,78 persen atau sebanyak 11,33 ribu jiwa. Angka kemiskinan tersebut meningkat 0,11 persen poin terhadap Maret 2020 atau bertambah sebesar 0,23 ribu jiwa, bila dibandingkan dengan kondisi Maret 2020 yang sebesar 11,10 ribu jiwa.
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Rp297,61 miliar (2021)
Dana Perimbangan
Rp582,33 miliar (2021)
Pendapatan Lain-lain
Rp161,54 miliar (2021)
Pertumbuhan Ekonomi
4,28 persen (2021)
PDRB Harga Berlaku
Rp7,11 triliun (2021)
PDRB per kapita
Rp47,31 juta/tahun (2021)
Ekonomi
Kota Blitar termasuk salah satu daerah yang tidak memiliki potensi sumber daya alam yang memadai. Karena itu, penggerak ekonomi Kota Blitar tidak dari sektor primer, tetapi sektor tersier terutama perdagangan barang dan jasa.
Menurut data BPS Kota Blitar, Produk domestik regional bruto (PDRB) Kota Kediri pada 2021 tercatat sebesar Rp7,11 triliun. Perekonomiannya ditopang oleh empat sektor utama, yakni sektor perdagangan dengan kontribusi 24,16 persen, informasi dan komunikasi 11,38 persen, jasa keuangan dan asuransi 10,48 persen, serta industri pengolahan 10,02 persen.
Di sektor perdagangan, Kota Blitar memiliki sembilan pasar tradisional dan satu pasar hewan. Sementara di sektor industri, kota ini tercatat memiliki 4.793 unit industri pada tahun 2020 dengan menyerap 13.774 tenaga kerja.
Di sektor industri, terbanyak bergerak di industri makanan, minuman, dan tembakau, yakni sebanyak 2.901. Disusul bergerak di industri kayu, bambu, dan peralatan tangga 591 unit; industri tekstil, pakaian jadi, dan kulit 507 unit; industri barang dari logam, mesin dan peralatan 352 unit; dan sisanya bergerak di industri pengolahan lainnya.
Produk unggulan Kota Blitar bermacam-macam mulai dari makanan olahan, cendera mata, perabot rumah tangga, hingga pernik hias bangunan. Makanan olahan khas Blitar selain sambel pecel ,yaitu dodol kacang ijo, wajik kletik, opak gambir, dan keripik telo.
Adapun cendera mata, misalnya hiasan yang dibuat dari batu onyx atau bubut kayu dengan hasil akhir kendang. Ada juga perabot rumah tangga seperti mebel ukiran kayu dan lampu hias. Sedangkan pernik bangunan semisal batu pasir atau sand stone yang dibuat bermacam bentuk dan biasa digunakan pada bangunan.
Masing-masing produk tersebut memiliki sentra masing-masing di Blitar. Usaha bubut kayu tersebar di Kelurahan Tanggung dan Sentul, Kecamatan Kepanjenkidul, sementara wajik kletik banyak diusahakan di Kecamatan Sananwetan.
RUNIK SRI ASTUTI
Petugas BKIPM Surabaya I menyegel dan memeriksa 80 ekor ikan koi asal Blitar, Jawa Timur, yang akan diekspor ke Malaysia, Kamis (9/6/2022). Untuk pertama kalinya, koi dari Blitar diekspor langsung tanpa perantara.
Di bidang keuangan daerah, realisasi penerimaan daerah Kota Blitar pada tahun 2021 sebesar Rp1,04 triliun. Sebagian besar penerimaan daerah berasal dari dana perimbangan, yaitu sebesar Rp582,33 miliar atau sebesar 55,9 persen dari total penerimaan.
Selanjutnya, penerimaan yang berasal dari pendapatan asli daerah (PAD) Kota Blitar sebesar Rp297,61 miliar atau sekitar 28,5 persen dan lain-lain pendapatan yang sah sebesar Rp161,54 miliar atau 15,6 persen.
Di sektor pariwisata, selain memiliki peninggalan sejarah berupa candi, Kota Blitar juga kaya dengan beberapa objek wisata alam dan sejarah. Beberapa di antaranya adalah Makam Bung Karno, Istana Gebang, Pantai Peh Pulo, Taman Air Sumberudel, dan Goa Embultuk.
Potensi pengembangan wisata Kota Blitar relatif besar dengan keberadaan Makam Bung Karno sebagai ikon wisata Kota Blitar. Setiap tahun banyak wisatawan yang mengunjungi Kota Blitar terutama untuk mengunjungi makam Bung Karno.
Dari data PHRI Kota Blitar, ada sebanyak 16 hotel dan penginapan berada di wilayah kota, sedangkan jumlah restoran atau rumah makan ada sebanyak 40 lokasi.
Artikel Terkait
Referensi
- “Kota Blitar * Otonomi”, Kompas, 08 November 2003, hlm. 36
- “Kawasan Wisata Makam Bung Karno * Otonomi”, Kompas, 08 November 2003, hlm. 36
- “Perpustakaan Bung Karno Segera Dioperasikan *Humaniora”, Kompas, 02 Juni 2004, hlm. 09
- “Pemikat Blitar Tak Cuma Makam Bung Karno”, Kompas, 25 Juli 2011, hlm. 13
- “Semalam Di Kamar Sang Fajar”, Kompas, 26 Maret 2012, hlm. 26, 27
- “Blitar Semakin Ramah Anak Muda”, Kompas, 05 Februari 2017, hlm. 10
- Zaenuddin HM. 2013. Asal-Usul Kota-Kota di Indonesia Tempo Doeloe. Jakarta: Change
- Pemerintahan Kota Blitar 1906-2016, Diakses dari https://www.yumpu.com/
- Kota Blitar Dalam Angka 2022, BPS Kota Blitar
- Produk Domestik Regional Bruto Kota Blitar Menurut Lapangan Usaha 2017-2021, BPS Kota Blitar
- Statistik Daerah Kota Blitar 2021, BPS Kota Blitar
- Profil Kemiskinan Kota Blitar Maret 2021, BPS Kota Blitar
- Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Blitar Tahun 2021, BPS Kota Blitar
- Sejarah Kota Blitar, diakses dari https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/
- Pesan Cinta dari Blitar, laman Kompas.id
- Sejarah Kota Blitar, laman Kompas.com
- UU 1/1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah
- UU 18/1965 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah
- UU 5/1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah
- UU 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah
- PP 48/1982 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Blitar
Editor
Topan Yuniarto