Daerah

Kabupaten Kutai Kartanegara: Dari Kerajaan Tertua Jadi Calon Ibu Kota Negara

Kabupaten Kutai Kartanegara terkenal secara nasional setelah sebagian wilayahnya ditetapkan menjadi lokasi ibu kota negara (IKN) baru. Wilayah yang kaya sumber daya alam, terutama minyak dan gas ini, merupakan pewaris bekas Daerah Istimewa Kutai. Daerah ini juga menjadi salah satu dari 20 kabupaten/kota termakmur di Indonesia.

KOMPAS/PRIYOMBODO

Foto udara pelabuhan Handil 2 di pinggir sungai Mahakam di wilayah Muara Jawa Pesisir, kecamatan Muara Jawa, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Selasa (9/3/2021). Lokasi tersebut masuk dalam rencana pembangunan ibu kota negara baru yang dicanangkan oleh presiden Joko Widodo.

Fakta Singkat

Hari Jadi Kota Tenggarong
28 September 1782

Dasar Hukum
Undang-Undang No. 27/1959

Luas Wilayah
25.988,08 km2

Jumlah Penduduk
734.485 jiwa (2020)

Kepala Daerah
Bupati Edi Damansyah
Wakil Bupati Rendi Sholihin

Instansi terkait
Pemerintahan Kutai Kartanegara

Kabupaten Kutai Kartanegara yang sering disingkat Kukar merupakan sebuah kabupaten di Provinsi Kalimatan Timur, Indonesia. Kabupaten yang sebelumnya bernama Kabupaten Kutai ini dibentuk berdasarkan UU 27/1959.

Dalam sejarahnya, Kukar bisa dibilang menjadi pewaris bekas Daerah Istimewa Kutai. Penguasa terakhir, Sultan Parikesit atau Raja Kutai Kartanegara XIX, sudah pernah menjabat Kepala Daerah Kalimantan Timur antara tahun 1948–1950.

Namun, pada tahun 1960 oleh penguasa Orde Lama, ia dituduh subversif dan ditahan oleh penguasa militer. Tahun itu pula, Swapraja Kutai diubah menjadi kabupaten. Termasuk dalam paket pembubaran, Istana Sultan dijadikan museum dengan ganti rugi masa itu Rp64 juta.

Pada masa Swapraja, wilayah Kabupaten Kutai sangat luas, satu setengah kali Provinsi Jawa Barat dan terbagi dalam lima kecamatan. Seiring perkembangan zaman serta runtuhya kekuasan Orde Baru, berlangsung proses pemekaran wilayah. Sejak tahun 1999, Kabupaten Kutai  dimekarkan menjadi tiga kabupaten, yakni Kutai Timur, Kutai Kartanegara, dan Kutai Barat.

Dengan luas wilayah daratan 25.988,08 km2, kabupaten ini terbagi dalam 18 kecamatan dan 237 kelurahan/desa. Kabupaten berpenduduk sebanyak 734.485 jiwa (2020) ini saat ini dipimpin oleh Bupati Edi Damansyah dan Wakil Bupati Rendi Sholihin.

Kabupaten Kukar, bersama dengan Kabupaten Penajam Paser Utara, kian populer di Indonesia setelah sebagian wilayahnya ditetapkan sebagai lokasi Ibu Kota Negara (IKN) baru Indonesia. Lahan ibu kota baru itu berada di Kecamatan Samboja.

Kabupaten ini kaya akan sumber daya alam, yakni batu bara, minyak bumi, gas, emas, hasil pertanian, dan kehutanan. Daerah ini juga dikenal sebagai kota wisata budaya dengan prasasti kerajaan tertua di Indonesia (abad IV) Museum Mulawarman.

Kabupaten ini mengusung visi-misi “Kukar Idaman (Inovatif, Berdaya Saing dan Mandiri)”. Pemerintah Kabupaten Kukar ingin mewujudkan masyarakat Kutai Kartanegara yang sejahtera dan berbahagia dengan cara pemenuhan hak-hak dasar masyarakat.

Misinya adalah memanfaatkan birokrasi yang bersih, efektif, efesien dan melayani. Meningkatkan pembangunan sumber daya manusia yang berakhlak mulia, unggul dan berbudaya.

Selain itu juga memperkuat pembangunan ekonomi berbagsis pertanian, pariwisata dan ekonomi kreatif. Meningkatkan kualitas layanan infrastruktur dasar dan konektivitas antar wilayah. Terakhir, meningkatkan pengelolaan sumber daya alam yang berwawasan lingkungan.

Kukar menjadi salah satu dari 20 kabupaten/kota termakmur di Indonesia, versi data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Badan Pusat Statistik (BPS) 2018. Dalam rilis tersebut, Kukar menempati posisi ke-10 dengan pendapatan Rp182,23 juta per kapita. Data ini diukur lewat indikator yang dihitung dari produk domestik regional bruto (PDRB) dan dibagi jumlah penduduk.

Sejarah pembentukan

Nama Kabupaten Kukar tak lepas dari sejarah panjang kerajaan besar dan berpengaruh di Kalimantan Timur, yakni Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martapura yang berdiri pada abad ke-5.

Dalam tulisan “Kutai, Tonggak Sejarah Nasional Indonesia” yang ditulis H. Gunadi Kasnowihardjo dan tulisan “Sejarah Kutai Kartanegara” di laman resmi pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara, disebutkan kesultanan itu merupakan Kerajaan Hindu tertua, yang terletak di Muara Kaman, yaitu sebuah tempat di pedalaman Kalimantan dan berjarak kurang lebih 133 km dari Kota Samarinda.

Keberadaan kerajaan tersebut dibuktikan dengan ditemukannya prasasti-prasasti Yupa, yakni batu bertulis dalam huruf Pallawa, sebanyak tujuh buah yang menerangkan adanya sebuah peradaban bercorak Hindu-Budha pada awal milenium pertama. Sementara pada saat yang sama, sejumlah wilayah nusantara masih diliputi kegelapan sejarah.

Secara garis besar, isi ketujuh Yupa beraksara Pallawa dan berbahasa Sanskerta itu mengisahkan tentang raja-raja yang pernah memimpin Kerajaan Kutai. Raja pertama adalah Kudungga. Setelah Kudungga, Kerajaan Kutai dipimpin anaknya atau menantunya, Aswawarman.

Aswawarman memiliki tiga anak, salah satunya Mulawarman. Setelah Aswawarman, dinasti Kerajaan Kutai dilanjutkan oleh Mulawarman yang disebut-sebut sebagai raja paling masyhur. Kerajaan ini berkuasa pada abad ke-4.

Pada masa pemerintahan Mulawarman, nama Kerajaan Kutai disempurnakan menjadi Kerajaan Kutai Martadipura. Dari semua catatan sejarah inilah Kukar mendapat julukan sebagai Kota Raja.

Selanjutnya pada abad ke-14 di Muara Sungai Mahakam, tepatnya di Jahitan Layar, sebuah kerajaan yang bernama Kutai Kertanegara berdiri. Raja pertamanya adalah Aji Betara Agung Dewa Sakti yang  mempunyai permaisuri yang bernama Puteri Karang Melenu.

Pada masa ini, Islam telah muncul sebagai kekuatan politik di Kalimantan Timur, dan Islam masuk ke Kutai Kertanegara, yakni pada masa Raja Aji Mahkota pada tahun 1525 M, dan bergelar Aji Mahkota Mulia Islam.

Masuk dan berkembangnya Islam di Kutai, tidak terlepas dari jasa dua ulama atau mubaligh kenamaan yang bernama Syekh Abdul Qodir Khatib Tunggal yang bergelar Datuk Ri Bandang dan Datuk Ri Tiro yang bergelar Tuanku Tunggang Parangan.

Dalam beberapa buku sejarah disebutkan, bahwa Datuk Ri Bandang adalah seorang ulama terkenal yang berasal dari Minang Kabau dan diutus oleh Sultan Aceh untuk menyebarkan agama Islam ke Nusantara Timur pada awal abad ke-17.

Pada abad ke-16, terjadi perang antara Kerajaan Kutai Martadipura dengan Kerajaan Kutai Kartanegara. Dalam pertempuran ini, Kerajaan Kutai Martadipura kalah. Sebagai pemenang, Kerajaan Kutai Kartanegara kemudian mengambil alih wilayah Kerajaan Kutai Martadipura. Dua kerajaan ini pun bergabung dan bernama Kerajaan Kutai Kartanegara Ing Martadipura.

Pada abad ke-16 ini pula, pengaruh Islam masuk di kerajaan yang bercorak Hindu tersebut. Setelah Raja Aji Pangeran Sinum Panji Mandepa memeluk agama Islam, Kerajaan Kutai Kartanegara Ing Martadipura berubah nama menjadi Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura. Sultan Aji Muhammad Parikesit adalah pemimpin terakhir Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura. Dia menjadi sultan ke-19.

KOMPAS/VALENS DOY

Mahkota dan Kursi Singgasana Kerajaan Kutai Martadipura. Kutai Martadipura adalah kerajaan bercorak Hindu di Nusantara yg memiliki bukti sejarah tertua. Berdiri sekitar abad ke-4. Kerajaan ini terletak di Muara Kaman, Kalimantan Timur, tepatnya di hulu Sungai Mahakam.

Pada tahun 1947 atau dua tahun setelah Indonesia merdeka, Kesultanan Kutai Kartanegara dengan status Daerah Swapraja Kutai masuk kedalam Federasi Kalimantan Timur bersama-sama daerah Kesultanan lainnya seperti Bulunga, Sambaliung, Gunung Tabur, dan Pasir. Kemudian pada 27 Desember 1949, masuk dalam Republik Indonesia Serikat (RIS).

Pada Januari 1950, secara terbuka, Parikesit mengumumkan bahwa Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura masuk ke wilayah Indonesia.

Daerah Swapraja Kutai kemudian diubah menjadi Daerah Istimewa Kutai yang merupakan daerah otonom/daerah istimewa tingkat kabupaten berdasarkan UU Darurat No. 3 Tahun 1953. Daerah ini dipimpin Sultan Kutai Aji Muhammad Parikesit.

Pada tahun 1959, Pemerintah Republik Indonesia menghapus status beberapa Daerah Istimewa di Indonesia lewat UU 27/1959. Daerah Istimewa Kutai ini dibagi menjadi tiga daerah Tingkat II, yakni Kotamadya Balikpapan dengan ibu kota Balikpapan, Kotamadya Samarinda dengan ibu kota Samarinda, dan Kabupaten Kutai dengan ibu kota Tenggarong.

Kemudian, pada 21 Januari 1960, Kesultanan Kutai Kartanegara berakhir, dan mengganti nama menjadi Kabupaten Kutai. Kala itu, Kabupaten Kutai dipimpin Aji Raden Padmo yang berkuasa selama empat tahun.

Pada tahun 1995, Kabupaten Kutai menjadi salah satu Daerah Percontohan Pelaksanaan Pelaksanaan Otonomi Daerah, berdasarkan PP 8/1995 tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintah Kepada Daerah Tingkat II Percontohan.

Pada 1999, Kabupaten Kutai dimekarkan menjadi empat daerah otonom, yaitu Kabupaten Kutai, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Timur, dan Kota Bontang. Pemekaran ini berdasarkan UU 47/1999.

Pada 2002, ketika Indonesia dipimpin Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Kabupaten Kutai berubah nama menjadi Kabupaten Kutai Kartanegara. Pada masa pemerintahan Gus Dur ini juga, Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura dihidupkan lagi sebagai upaya melestarikan budaya adat Kutai Kedaton.

KOMPAS/MUHAMMAD IKHSAN MAHAR

Sejumlah pengunjung tengah berada di ruang utama Balai Kedaton Kesultanan Kutai Kartanegara, Rabu (31/1/2018), di Tenggarong, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Ruangan itu menjadi tempat bagi Sultan Aji Muhammad Salehuddin II untuk menerima tamu kehormatan kesultanan.

Geografis

Secara geograris, Kabupaten Kutai Kartanegara terletak antara 115o26’28” Bintang Timur sampai 117o36’43” Bujur Barat dan antara 1o28’21” Lintang Utara sampai dengan 1o08’06” Lintang Selatan.

Kukar memiliki luas wilayah 25.988,08 km2 atau 20,41 persen dari seluruh wilayah daratan Provinsi Kalimantan Timur. Sedangkan luas pengelolaan laut kurang lebih 4.097 km2

Daerah ini berbatasan dengan Kabupaten Bulungan, Kutai Timur, Kota Bontang di sebelah utaranya. Sebelah timur wilayah ini berbatasan dengan Selat Makassar, di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kota Balikpapan, serta di sebelah baratnya berbatasan dengan Kabupaten Kutai Barat.

Topografi wilayah Kukar sebagian besar bergelombang sampai berbukit dengan kelerengan landai sampai curam. Wilayah pantainya berada di bagian timur dan mempunyai ketinggian 0–7 meter di atas permukaan laut (mdpl). Wilayah pantainya seluas 202.281 ha atau sekitar 7,4 persen dari luas wilayah kabupatennya. Sedangkan untuk luas bagian daratannya sebesar 30,73 persen dari luas kabupaten. Kondisinya berupa tanah datar sampai landai, kandungan air tanah cukup baik, dapat dialiri dan erosi.

Sementara, wilayah daratan dengan ketinggian lebih dari 25–100 mdpl memiliki areal seluas 25,03 persen atau sekitar 682.027 hektare. Wilayah dengan ketinggian lebih dari 100 mdpl memiliki luas 1.004.055 hektare atau 36,83 persen dari luas kabupaten yang juga ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung dengan pengembangan terbatas.

Karakteristik iklim dalam di wilayah Kutai Kartanegara adalah iklim hutan tropika humida dengan perbedaan yang tidak begitu tegas antara musim kemarau dan musim hujan. Curah hujan berkisar antara 2.000–4.000 mm per tahun dengan temperatur rata-rata 260 C.

Kabupaten Kutai Kartanegara mempunyai belasan sungai yang tersebar di hampir semua kecamatan. Keberadaan sungai ini juga kerap digunakan sebagai sarana angkutan utama selain angkutan darat. Adapun sungai terpanjangnya adalah Sungai Mahakam yang membentang sepanjang 920 km.

Daratan Kukar tidak terlepas dari gugusan gunung dan pegunungan yang terdapat hampir di semua kecamatan. Dari 10 gunung yang ada di kabupaten ini, gunung tertinggi adalah Gunung Lengkup dengan ketinggian 485 meter yang terletak di Kecamatan Loa Kulu. Selain itu, danaunya sebanyak 16 buah dengan danau terluas adalah Danau Semayang sekitar 13.000 hektare.

KOMPAS/SUCIPTO

Suasana Desa Muara Enggelam, Kecamatan Muara Wis, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, dilihat dari ketinggian, Minggu (24/11/2019). Desa ini terisolasi karena berada di tepi Danau Melintang. Saat air danau naik, ketinggiannya hingga 7 meter dan menjadikan desa ini seperti berada di tengah laut.

Pemerintahan

Kepala daerah yang pernah memimpin Kutai terentang sejak masih berstatus sebagai Daerah Istimewa Kutai (1950–1960), Daerah Tingkat II Kabupaten Kutai (1960–1999) hingga Kabupaten Kutai Kartanegera sebagai hasil pemekaran sekarang ini.

A.M. Parikesit tercatat sebagai Kepala Daerah Istimewa Kutai. Ia memerintah selama 10 tahun, 1950–1960. Kemudian dilanjutkan oleh A.R Padmo sebagai Bupati Kepala Daerah Tingkat II Kabupaten Kutai periode 1960–1964. Kemudian diteruskan oleh Roesdibiyono (1964–1965), Achmad Dahlan (1965–1979), Awang Faisyal (1979–1984), Chaidir Hafiez (1984–1989), Said Sjafran (1989–1994), dan H.A.M Sulaiman (1994–1999).

Pada periode 1999–2004, Kutai Kartanegara dipimpin oleh H. Syaukani HR sebagai Bupati Kabupaten Kutai Kartanegara. Kemudian diteruskan oleh H. Awang Dharma Bakti selaku Pjs. Bupati Kabupaten Kutai Kartanegara (2004–2005), Hadi Sutanto sebagai Pjs Bupati Kabupaten Kutai Kartanegara (2005), H. Syaukani HR (2005–2010), H. Samsuri Aspar sebagai Plt. Bupati Kabupaten Kutai Kartanegara, Sjachruddin sebagai Penjabat Bupati (2008–2009), Sulaiman Gafur sebagai Penjabat Bupati (2009–2010), Rita Widyasari (2010–2015), H. Chairil Anwar selaku Penjabat Bupati (2015–2016), Rita Widyasari (2016–2021), Edi Damansyah selakut Plt. Bupati (2017–2018) dan Edi Damansyah (2018–2021, 2021–2026).

Kabupaten Kutai Kartanegara terdiri dari 18 kecamatan dan 237 desa/kelurahan dengan rincian 44 kelurahan dan 193 desa definitif. Sedangkan untuk Rukun Tetangga (RT) pada tahun 2018 berjumlah 3.067 RT.

Kedelapan belas kecamatan tersebut adalah Samboja, Muara Jawa, Sanga-Sanga, Loa Janan, Loa Kulu, Muara Muntai, Muara Wis, Kota Bangun, Tenggarong, Sebulu, Tenggarong Seberang, Anggana, Muara Badak, Marang Kayu, Muara Kaman, Kenohan, Kembang Janggut, dan Tabang

Untuk menjalankan fungsi pemerintahan, pada tahun 2020, Kabupaten Kukar memiliki pegawai negeri sipil (PNS) sebanyak 13.514 PNS, yang terdiri dari 7.001 PNS laki-laki (51,8 persen) dan 6.513 PNS perempuan (48,2 persen).

Dari tingkat pendidikan, PNS terbanyak berpendidikan sarjana atau lebih, yakni 55,19 persen. Sementara PNS yang berpendidikan SMA/sederajat sebesar 32,98 persen. PNS di Kukar terbanyak berada di golongan III, yaitu sebanyak 6.503 orang.

KOMPAS/TRY HARIJONO

Pilkada di Tenggarong, Kutai Kertanegara, 1 Juni 2005, bisa disebut membuka babakan baru pemilihan kepala daerah secara langsung. Di sini pasangan Syaukani HR-Syamsuri Aspar hampir bisa dipastikan memimpin kembali kabupaten setempat.

Politik

Peta perpolitikan di Kabupaten Kukar dalam tiga pemilihan umum (pemilu) legislatif menunjukkan dominasi Partai Golkar dalam meraih simpati rakyat sekaligus peraih kursi terbanyak di DPRD Kabupaten Kukar.

Pada Pemilu Legislatif 2009, dari alokasi 45 kursi DPRD Kukar, Partai Golkar meraih kursi terbanyak, yakni 12 kursi. Sisanya diraih oleh PDI-P (5 kursi), Demokrat (5 kursi), dan PKS (5 kursi). Kemudian Partai Demokrat (4 kursi), Hanura (3 kursi), dan Partai Nasional Banteng Kemerdekaan Indonesia (2 kursi). Sedangkan sisanya masing-masing satu kursi diraih PPP, Gerindra, Partai Pengusaha & Pekerja Indonesia, dan PBB.

Lima tahun kemudian, di Pemilu Legislatif 2014, Golkar kembali memperoleh suara sah terbanyak sekaligus mendominasi perolehan kursi DPRD Kabupaten Kukar. Di pemilu kali ini, Golkar berhasil merebut 19 kursi. Disusul PDI-P dan PAN yang masing-masing meraih enam kursi. Gerindra dan Hanura masing-masing mendapatkan empat kursi. Kemudian, PKS meraih tiga kursi, PPP dua kusi, serta satu jatah kursi terakhir diraih PBB.

Pada Pemilu Legislatif 2019, ada 10 parpol peserta Pemilu yang berbagi kursi di DPRD Kukar periode 2019–2024. Golkar tercatat masih meraih kursi terbanyak, namun perolehan kursinya turun hingga hanya 13 kursi. Disusul oleh Gerindra dan PDI-P yang masing-masing memperoleh tujuh kursi. Kemudian PAN dan PKB masing-masing lima kursi, PKS tiga kursi, dan Nasdem dua kursi. Sedangkan Perindo, Hanura, dan PPP masing-masing mendapatkan satu kursi.

KOMPAS/SUSIE BERINDRA

Seorang pemilih di Kecamatan Tabang, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kaltim, memasukkan surat suara yang telah dicoblos ke kotak suara dalam simulasi pilkada, Jumat (28/4/2005).

Kependudukan

Kabupaten yang kaya sumber daya alam ini tercatat dihuni oleh 729.382 jiwa (2020) yang terdiri atas 380.560 laki-laki dan 348.822 perempuan. Dengan jumlah itu, sex ratio penduduk Kukar tercatat sebesar 109,10 persen. Artinya, dalam setiap 100 penduduk perempuan terdapat sekitar 109 sampai 110 penduduk laki-laki.

Jika dibandingkan dengan kabupaten/kota lain di Kalimantan Timur, jumlah penduduk Kukar menempati urutan kedua terbanyak. Adapun laju pertumbuhan penduduk dalam 10 tahun terakhir lebih kecil dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk pada dekade sebelumnya.

Persebaran penduduk di Kukar tidak merata. Kecamatan Tenggarong tercatat sebagai wilayah dengan kepadatan penduduk tertinggi. Dengan luas wilayah 398,10 km2, Kecamatan Tenggarong berpenduduk sebanyak 106.480 jiwa, sehingga kepadatan penduduknya sebesar 267 jiwa/km2. Sebaliknya, Kecamatan Tabang tercatat memiliki kepadatan penduduk terendah. Dengan luas 7.764,50 km2, kecamatan ini hanya dihuni oleh 11.457 jiwa atau tingkat kepadatan hanya 1 jiwa/km2.

Kukar masih berada dalam masa bonus demografi karena sebesar 68,41 persen penduduknya masih berada di usia produktif.

Persebaran penduduknya mengikuti pola transportasi yang ada. Karena Sungai Mahakam masih menjadi salah satu jalur transportasi lokal, maka sebagian besar pemukiman penduduk terkonsentrasi di tepi Sungai Mahakam dan anak-anak sungai lainnya. Sementara daerah yang terletak jauh dari tepi sungai dan belum tersedia sarana prasarana jalan darat relatif jarang menjadi pemukiman.

Komposisi penduduk Kukar relatif heterogen dari sisi etnis. Tercatat ada delapan etnis asli dan enam etnis pendatang yang dominan bermukim di kabupaten ini. Penduduk aslinya adalah Suku Kutai, Benuaq, Tunjung, Bahau, Modang, Kenyah, Punan, dan Kayan. Sementara itu, penduduk pendatang di antaranya berasal dari Suku Banjar, Jawa, Bugis, Mandar, Madura, Buton, dan Timor.

Keberagaman etnis diikuti juga dengan keberagaman keyakinan. Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri mencatat mayoritas penduduk Kukar beragama Islam, yakni sebesar 92,37 persen. Kemudian penduduk beragama Kristen sebesar 5,41 persen,  Katolik 1,83 persen, Hindu 0,34 persen, Budha 0,03 persen, penganut aliran kepercayaan 0,01 persen, serta sisanya beragama Konghucu.

Berdasarkan status pekerjaan, di tahun 2020, hampir separuh tenaga kerja (44,68 persen) merupakan buruh/karyawan/pegawai. Kemudian tenaga kerja dengan status berusaha sendiri sebesar 25,17 persen dan berusaha dibantu buruh tidak tetap sebesar 12,33 persen.

Menurut sektor usaha, pada tahun 2020 tenaga kerja paling banyak terserap pada sektor pertanian yaitu sebesar 29,44 persen. Kemudian disusul sektor perdagangan di posisi kedua dengan persentase 20,40 persen dan sektor pertambangan di posisi ketiga sebesar 11,94 persen.

KOMPAS/MOHAMMAD HILMI FAIQ

Warga dan abdi kesultanan bersiap mengangkat boneka naga raksasa ke Kutai Lama dalam acara adat Erau di Kesultanan Kutai kertanegara Ing Martadipura, Kaltim, Minggu (22/6/2014)

Indeks Pembangunan Manusia
74,06 (2021)

Angka Harapan Hidup 
72,64 tahun (2021)

Harapan Lama Sekolah 
13,60 tahun (2021)

Rata-rata Lama Sekolah 
9,23 tahun (2021)

Pengeluaran per Kapita 
Rp 11,04 juta (2021)

Tingkat Pengangguran Terbuka
5,70 persen (2020)

Tingkat Kemiskinan
7,99 persen (Maret 2021)

Kesejahteraan

Angka indeks pembangunan manusia (IPM) Kabupaten Kukar telah mencapai 74,06 pada tahun 2021. Dengan capaian IPM tersebut, Kukar berada pada posisi status pembangunan manusia berkategori “tinggi”. Capaian ini membawa Kabupaten Kutai Kartanegara pada posisi ke-5 dari Kabupaten/Kota se-Kalimantan Timur.

Dari komponen pembentuknya, harapan lama sekolah tercatat sebesar 13,60 tahun, rata-rata lama sekolah 9,23 tahun, angka harapan hidup 72,64 tahun dan pengeluaran per kapita Rp 11,04 juta.

Tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Kukar pada tahun 2020 tercatat sebesar 5,70 persen, turun sedikit dibanding tahun 2019 yang sebesar 5,79 persen. Namun TPT tersebut lebih kecil dari angka rata-rata Kalimantan Timur yang sebesar 6,87 di tahun 2020.

Adapun persentase penduduk miskin di Kukar  tercatat sebesar 7,99 persen atau sebanyak 548.423 jiwa di tahun 2020. Kukar menjadi salah satu penyumbang penduduk miskin terbanyak di Kaltim.

KOMPAS/SUCIPTO

Seorang nelayan melempar jaring untuk menangkap ikan di Danau Semayang di Desa Pela, Kecamatan Kota Bangun, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (27/11/2019).

Target Pendapatan Asli Daerah (PAD) 
Rp 500,10 miliar (2022)

Target Dana Perimbangan 
Rp 4,25 triliun (2022)

Target Pendapatan Lain-lain 
Rp 400 miliar  (2022)

Pertumbuhan Ekonomi
-4,44 persen (2020)

PDRB Harga Berlaku
Rp 149,05 triliun (2020)

PDRB per kapita
Rp 204,36 juta/tahun (2020)

Ekonomi

Wilayah Kukar merupakan daerah yang kaya akan sumber daya alam terutama minyak bumi, dan gas alam. Karena itu, perekonomian kabupatan ini masih didominasi oleh sektor pertambangan dan penggalian. Kontribusi sektor ini sendiri mencapai 59,81 persen dari total Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada 2020.

Lebih lanjut, sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan hanya menyumbang 14,92 persen PDRB. Kontribusi lainnya berasal dari sektor konstruksi (8,56 persen), industri pengolahan (4,49 persen), dan perdagangan besar dan eceran reparasi mobil dan sepeda motor (4,33 persen).

Berdasarkan data dari dinas pertambangan, total produksi batu bara di Kutai Kartanegara tahun 2015 mencapai 55.844.597,90 ton (dari 73 perusahaan tambang batu bara).

Dari sisi keuangan daerah, pendapatan Kukar pada tahun 2022 ditargetkan sebesar Rp 5,16 triliun. Apabila melihat komposisnya, dana transfer yang bersumber dari Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Desa (DD) masih menjadi berkontribusi paling besar yakni senilai Rp 4,25 triliun. Lain-lain pendapatan yang sah berada di angka Rp 400 miliar. Sementara Pendapatan Asli Daerah (PAD) sendiri diharapkan berkontribusi senilai Rp 500,10 miliar.

KOMPAS/LUKAS ADI PRASETYA

Wiisatawan mengunjungi Pantai Tanah Merah di Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Sabtu (17/10/2015). Pantai berpasir putih dan penuh pohon cemara yang berjarak 60-an km dari Balikpapan ini, semakin diminati wisatawan.

Di bidang pariwisata, Kabupaten Kukar memiliki sejumlah destinasi yang menarik. Menurut data BPS Kabupaten Kutai Kartanegara, terbanyak adalah wisata alam yang mencapai 30 buah, diikuti obyek wisata sejarah yang mencapai 18 buah, kemudian obyek wisata buatan sebanyak 17 buah dan obyek wisata pendidikan sebanyak 9 buah.

Untuk wisata alam, terdapat antara lain Pantai Pangempang di Muara Badak, Bukit Bangkirai di Samboja, Pantai Tanah Merah di Samboja, Danau Semayang di Kota Bangun, Danau Murung di Kota Bangun, dan Pulau Kumala di Tenggarong

Untuk wisata budaya terdapat antara lain Festival Erau, Museum Mulawarman, Kedaton, Desa Budaya, Situs Yupa, dan cagar budaya lainnya. Kemudian untuk wisata pendidikan, ada Planetarium Jagad Raya, Museum Kayu. Untuk wisata minat khusus terdapat antara lain air terjun, goa, anggrek liar, canopy bridge, Borneo Orangutan Survival, sampai pada wisata buatan, yakni Pulau Kumala dan Waduk Panji-Sukarame.

Di Kukar pada tahun 2020, terdapat 257 buah restoran/tempat makan di Kabupaten Kutai Kartanegara. Ini mengalami penambahan dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya 169 buah.

Sepanjang tahun 2020, Kukar dikunjungi oleh 632.546 wisatawan. Jumlah tersebut menurun jika dibandingkan tahun sebelumnya sebanyak 1.236.069 wisatawan. (LITBANG KOMPAS)

KOMPAS/LUCKY PRANSISKA

Restoran Tepian Pandan di tepian Sungai Mahakam di Tenggarong, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Sabtu (9/11/2013). Restoran ini terkenal dengan sajian ikan dan udang sungai dengan sambal mangganya.

Referensi

Arsip Berita Kompas
  • “Kabupaten Kutai *Otonomi Daerah”, Kompas, 16 Agustus 2001, hlm. 08
  • “Jangan Sampai Anak Ayam Mati di Lumbung Padi *Otonomi”, Kompas, 16 Agustus 2001, hlm. 08
  • “H Aji Muhammad Salehudin II Sultan Kutai Kartanegara”, Kompas, 24 September 2001, hlm. 19
  • “Mewujudkan Impian Kutai Kartanegara”, Kompas, 24 September 2002, hlm. 26
  • “Sisa Candi di Situs Kutai *Humaniora”, Kompas, 02 November 2004, hlm. 10
  • “Kutai Kartanegara: Berebut Kuasa di Daerah Kaya * Otonomi”, Kompas, 26 Januari 2005, hlm. 31
  • “Pilkada Kabupaten Kutai Kartanegara: Seperti juga di Daerah Lain, Ujung-ujungnya Dana Jugaà *Pilkada 2005”, Kompas, 06 Mei 2005, hlm. 08
  • “Otonomi Daerah Kalimantan Timur (4): Kaum Pinggiran di Tanah Sendiri”, Kompas, 30 Juli 2010, hlm. 04
  • “Kutai Kartanegara: Usulan Pemekaran Ditolak”, Kompas, 15 Agustus 2013, hlm. 22
  • “Sei Mahakam (2-Habis): Keraton Kutai dan Pergulatan Mawas Diri”, Kompas, 07 November 2014, hlm. 12
Buku dan Jurnal
Aturan Pendukung
  • UU Darurat 3/1953 tentang Pembentukan (Resmi) Daerah Otonom Kabupaten/Daerah Istimewa Tingkat Kabupaten dan Kota Besar dalam Lingkungan Propinsi Kalimantan
  • UU 1/1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah
  • UU 27/1959 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 3 Tahun 1953 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan sebagai Undang-Undang
  • UU 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah
  • UU 32/2004 tentang Pemerintah Daerah
  • PP 8/2002 tentang Perubahan Nama Kabupaten Kutai Menjadi Kabupaten Kutai Kartanegara
  • Permendagri 121/2019 tentang Batas Daerah Antara Kabupaten Kutai Kartanegara dengan Kabupaten Penajam Paser Utara Provinsi Kalimantan Timur
  • Perda 6/2021 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara 2021-2026

Editor
Topan Yuniarto