Daerah

Kabupaten Belitung Timur: “Negeri Laskar Pelangi”

Kabupaten Belitung Timur terkenal dengan sebutan “Negeri Laskar Pelangi” dan "Kota 1001 Warung Kopi". Daerah ini memiliki potensi di sektor pertambangan, perikanan, pertanian, hingga pariwisata.

KOMPAS/WAWAN H PRABOWO

Tugu 1001 Warung Kopi

Fakta Singkat

Hari Jadi
27 Januari 2003

Dasar Hukum
Undang-Undang No. 5/2003

Luas Wilayah
2.506,91 km2

Jumlah Penduduk
127.018 jiwa (2020)

Pasangan Kepala Daerah
Bupati Burhanudin
Wakil Bupati Khairil Anwar

Belitung Timur merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Ibu kota Kabupaten Belitung Timur terletak di Kecamatan Manggar.

Kabupaten ini dimekarkan dari Kabupaten Belitung sebagai induk berdasarkan UU 5/2003 tentang Pembentukan Kabupaten Bangka Barat, Bangka Tengah, Bangka Selatan, dan Belitung Timur.

Hari jadi Kabupaten Belitung Timur ditetapkan tanggal 27 Januari 2003 berdasarkan Perda Kabupaten Belitung Timur 12/2006. Tanggal itu bertepatan dengan disetujuinya Rancangan Undang-Undang tentang Pembentukan Kabupaten Bangka Selatan, Kabupaten Bangka Tengah, Kabupaten Bangka Barat, dan Belitung Timur di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menjadi Undang-Undang pada sidang Paripurna DPR RI.

Kabupaten Belitung Timur memiliki luas 2.506,91 kilometer persegi dan secara administratif terdiri dari tujuh kecamatan dan 39 desa. Saat ini, kabupaten ini dipimpin oleh Bupati Burhanudin dan Wakil Bupati Khairil Anwar.

Kabupaten Belitung Timur terkenal dengan julukan “Negeri Laskar Pelangi”. Bagi masyarakat Pulau Belitung, khususnya Kabupaten Belitung Timur, novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata mempunyai tempat istimewa. Lewat karya sastra ini, kawasan itu kian dikenal luas.

Selain berjuluk “Negeri Laskar Pelangi”, Belitung Timur terkenal pula sebagai “Kota 1001 Warung Kopi”, khususnya di Pasar Manggar. Bahkan, pemerintah Belitung Timur membuat tugu teko kopi di Manggar untuk menunjukkan tradisi minum kopi itu. Tugu tersebut salah satu penanda Manggar yang dikenal sebagai “Kota 1001 Warung Kopi”.

Tak hanya itu, Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) pada tahun 2009 memberikan penghargaan kepada Kabupaten Belitung Timur sebagai wilayah dengan warung kopi terbanyak.

Tradisi minum kopi di Belitung muncul berabad-abad lalu, seiring dengan kemunculan tambang timah. Pekerja tambang yang banyak didatangkan dari Tiongkok daratan itu membawa salah satu kebiasaan mereka: minum kopi. Mereka terbiasa mampir di warung kopi sebelum dan selepas kerja.

Sejarah pembentukan

Sejarah Kabupaten Belitung Timur tidak terlepas dari sejarah panjang Pulau Belitung pada masa lalu. Dalam buku Citra Kabupaten Belitung Timur dalam Arsip yang diterbitkan Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) tahun 2017, dipaparkan mengenai sejarah Belitung, termasuk di dalamnya Belitung Timur.

Pulau Belitung diperkirakan sudah dikenal pada abad ke-7 dan bersama-sama dengan Pulau Bangka berada di bawah wilayah Kerajaan Sriwijaya. Dalam Kitab Negarakertagama karangan Mpu Prapanca yang bertanggal 1365, nama Pulau Belitung terlukis dalam syair untuk Raja Hayam Wuruk. Diperkirakan pada abad ke-14, Pulau Belitung menjadi wilayah kekuasaan Majapahit.

Sementara itu, penamaan Belitung sendiri terdapat beberapa versi. Menurut cerita rakyat, Pulau Belitung berasal dari sebagian Pulau Bali yang oleh karena suatu sebab terbelah dan terhanyut hingga tersangkut di posisinya sekarang. Karena itu, pulau ini dinamakan Bali – Potong. Untuk memudahkan penyebutannya dalam percakapan sehari-hari, kemudian berubah menjadi Balitong dan kemudian menjadi Belitung. Diperkirakan pada saat itu, penduduk Belitung beragama Hindu, sebagaimana agama yang dianut oleh penduduk Pulau Bali.

Cerita rakyat lain menyebutkan bahwa Pulau Belitung berasal dari nama dari seorang raja di Medang, dari wangsa Sanjaya Jawa Timur yang bernama Rake Watakura Dyah Balitung. Hal ini tertulis dalam prasasti Jawa Kuno yang berangka tahun 899. Diperkirakan pada saat itu, Belitung menjadi wilayah kekuasaan dari Kerajaan di Jawa Timur tersebut.

Catatan mengenai Pulau Belitung terdapat pula dalam laporan ahli sejarah bangsa China, Fei Hsin (1436). Dalam laporannya, Fei Hsin mencatat bahwa pada tahun 1293 Armada Tiongkok yang dipimpin oleh Jenderal Kau Hsing dan Shi Pi mengalami angin ribut dan terdampar di Pulau Belitung yang disebut sebagai Kaulan/Kolan.

Digambarkan pula bahwa di tempat tersebut terdapat banyak sumber daya bahan kapal, sehingga armada Tiongkok tersebut berhasil membangun 100 buah perahu baru sebagai pengganti perahu yang hancur akibat badai dan melanjutkan perjalanan dengan meninggalkan 100 serdadu yang sakit di tempat tersebut. Keseratus serdadu ini menjadi koloni Tionghoa pertama di Pulau Belitung. Fei Hsin juga mengatakan bahwa wilayah ini memiliki tanah yang subur dengan hawa yang agak panas dan kampung-kampung tersebar di tepi sungai.

Pada abad ke-16, di Belitung berdiri Kerajaan Badau dengan pusat kekuasaan di daerah Pelulusan. Wilayah kekuasaannya mencakup daerah Badau, Ibul, Bange, Bentaian, Simpang Tiga hingga ke daerah Buding, Manggar, dan Gantung di sebelah timur Belitung. Pendiri dari Kerajaan Badau adalah Datuk Mayang Gresik yang berasal dari dan datang sekitar tahun 1520. Datuk Mayang Gresik diperkirakan juga menjadi penyebar agama Islam di Belitung.

Pada awal abad ke-17, bangsawan Jawa bernama Kiai Ge Gedeh Yakob atau Ki Gede Yakob gelar Kiai Masud yang merupakan keturunan dari Bupati Mataram dari Susuhunan Mangkurat datang ke Pulau Belitung melalui Teluk Balok. Ki Gede Yakob kemudian menikahi putri penguasa Belitung, Datuk Mayang Gresik, dan mendirikan Kerajaan Balok dan bergelar Depati Cakraningrat.

Dikisahkan pula bahwa Ki Gede Yakob juga turut menyebarkan agama Islam di Belitung. Namun demikian, karena masyarakat yang masih menganut animisme serta praktik perdukunan yang sangat kental, agama Islam belum tersebar dengan luas.

Agama Islam sendiri disebarkan secara luas di masyarakat Belitung oleh Syeh Abubakar Abdullah yang berasal dari Pasai (Aceh) sekitar tahun 1700. Dikarenakan kesalahpahaman dengan penguasa Kerajaan Balok pada saat itu, yakni Kiai Agus Bastam gelar Cakraningrat IV (berkuasa antara tahun 1700-1740 M) yang merasa terancam kedudukannya dengan kehadiran Sang Syech, pada tahun 1705 Syeh Abubakar Abdullah dibunuh oleh Cakraningrat IV. Sang Syeh oleh para pengikutnya diberi gelar Datuk Gunung Tajam karena letak makamnya di puncak Gunung Tajam.

Pada masa pemerintahan Kiai Agus Gending, Gelar Sultan Cakraningrat III (1696–1700) Kerajaan Balok serta pulau Bangka kemudian berada di bawah perlindungan Kesultanan Palembang di bawah kekuasaan Sultan Abdurrahman (1662–1706). Kiai Agus Gending kemudian harus membayar upeti kepada Sultan Palembang.

Pada masa kekuasaannya, KA Gending mulai menata sistem pemerintahannya secara sistematis dengan menguatkan empat wilayah Ngabehi yang berada di bawahnya, yaitu Ngabehi Badau, Ngabehi Sijuk, Ngabehi Belantu, dan Ngabehi Buding. Ngabehi adalah pembagian kekuasaan setingkat kecamatan. Diperkirakan pembagian ini, kekuasaan ini tidak terlepas dari peran Kesultanan Palembang yang mulai menaruh perhatian kepada Belitung karena diindikasikan bahwa di Pulau Belitung banyak mengandung timah.

Pada tahun 1812, Pulau Bangka dan Belitung dikuasai Inggris karena Kesultanan Palembang kalah dari Inggris. Pada masa kekuasaan Inggris, Residen Inggris di Bangka, Mayor Gourt, mengangkat Raja Akil dari Siak sebagai kepala Pulau Belitung, bukannya KA Mohammad Hatam gelar Depati Cakraningrat VII yang merupakan pewaris Kerajaan Balok.

Pada tahun 1814, terjadi kesepakatan antara Inggris dan Belanda yang ditandatangani di London. Kesepakatan ini dikenal dengan nama Anglo-Dutch Treaty atau Konvensi London. Salah satu isi dari Konvensi London itu adalah Inggris akan menyerahkan Kepulauan Bangka dan Belitung untuk ditukar dengan wilayah Cochin di India dan Pesisir Malabar.

Inggris akhirnya menyerahkan Bangka dan Belitung kepada Belanda sebagai bagian dari kesepakatan Konvensi London. Salah satu isi dari kesepakatan itu adalah Inggris akan menarik mundur posisinya dari pendudukan Pulau Billiton. Penyerahan Belitung dan Bangka kepada Belanda ini terjadi dengan alot karena Inggris enggan untuk melepaskan kekuasaannya atas tambang timah di Bangka. Persetujuan mengenai penyerahan Bangka dan Belitung baru tercapai pada tahun 1817.

KOMPAS/ILHAM KHOIRI

Prajurit Kerajaan Badau–Kik Djohar (70), keturunan kesepuluh Raja Badau, sedang mengamati patung prajurit Kerajaan Badau di Desa Badau, Kecamatan Badau, Kabupaten Belitung, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, akhir bulan Mei 2005. Sejarah kerajaan kecil tertua di Belitung itu hampir punah karena keturunan kerajaan tidak lagi memahami sejarah kerajaan, sedangkan peninggalan kerajaan sangat minim.

Pada masa kekuasaan pemerintah Hindia Belanda, Bangka dan Belitung tergabung dalam satu Residensi Residentie Banka en Ouderhoregheden. Belitung menjadi salah satu Onderafdeling dan dikepalai oleh seorang Controleur dengan pangkat Asisten Residen. Sang Asisten Residen ini ditempatkan di bawah perintah Residen Bangka dan Palembang.

Pada masa pemerintahan Hindia Belanda ini, kemudian Pulau Belitung terbuka untuk dimasuki investor swasta yang ingin membuka lahan pertambangan timah, setelah sebelumnya pertambangan timah di Bangka hanya diperbolehkan untuk perusahaan negara.

Pada tahun 1852, Pulau Belitung kemudian dipisahkan dari Bangka dan Pulau Belitung dibagi menjadi dua distrik, yakni Distrik Belitung Barat dan Distrik Belitung Timur yang masing-masing dikepalai oleh seorang Demang. Selanjutnya, Belanda menguasai Pulau Belitung hingga tahun 1942.

Pada tanggal 8 Maret 1942, Pemerintah Hindia Belanda secara resmi mengakui kekalahannya dengan penyerahan tanpa syarat kepada Jepang di Kalijati. Meski demikian, pada tanggal 10 April 1942, Pulau Belitung baru diduduki oleh tentara Jepang. Para pejabat pemerintah maupun pegawai Belanda kemudian dimasukkan ke dalam tahanan, sementara kedudukannya digantikan oleh orang-orang Jepang dan Indonesia.

Sementara itu, Demang Belitung Barat Kiai Agus Mohammad Yusuf diangkat menjadi pengganti wakil Asisten Residen yang langsung bertanggung jawab kepada komandan Militer Jepang. Pada masa kekuasaan Pemerintahan Jepang, Karesidenan Bangka Belitung diperintah oleh “Bangka Biliton gunseikanbu”. Sementara itu, sistem pemerintahan Belanda tetap dipergunakan tetapi dengan perubahan nama Indonesia maupun Jepang.

Pemerintahan Jepang kemudian mendirikan semacam Dewan Perwakilan Rakyat yang bernama Siu Sangi Kai di mana ditunjuk perwakilan Belitung sebanyak tujuh orang oleh pemerintah Jepang. Pemerintah Jepang juga membentuk Badan Kebaktian Rakyat yang bertugas membantu pemerintahan dalam menjalankan kewajibannya. Namun, badan ini belum sempat bekerja karena sudah dibubarkan akibat Jepang kalah melawan Sekutu. Pada tanggal 23 Agustus Jepang menyiarkan tentang kekalahannya dari Sekutu dan meninggalkan Pulau Belitung secara bertahap. Meskipun demikian, berita Proklamasi Kemerdekaan RI belum sampai ke Belitung.

Ketika Soekarno memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, berita ini belum terdengar di Pulau Belitung. Berita kemerdekaan secara resmi diterima di Belitung pada September 1945 melalui surat kawat dari Residen Bangka Belitung kepada Demang KA Latief di Tanjung Pandan. Pada tanggal 12 Oktober untuk pertama kalinya diadakan pengibaran bendera Merah Putih di daerah Lipat Kajang, Kampung Baru Manggar oleh para tokoh masyarakat Manggar.

Pada tanggal 16 Oktober 1945, dibentuk Komite Nasional Indonesia (KNI) Belitung Timur sebagai wakil pemerintah RI di Belitung, dilanjutkan dengan pembentukan badan-badan pemuda dan pejuang di Manggar, Mengkubang, Gantung, dan sekitarnya.

Sementara itu, Pasukan Belanda mendarat di Belitung pada tanggal 21 Oktober 1945. Kemudian pada tanggal 23 Oktober Belanda menangkapi para pemuka masyarakat Manggar yang dicurigai pro kemerdekaan.

Setelah menguasai Belitung pada tahun 1946, Pemerintah kolonial Belanda kemudian menjadikan Belitung dan Bangka sebagai Daerah Otonom dengan mendirikan Voollopige Bangka Raad atau Dewan Bangka Sementara yang merupakan lembaga pemerintah tertinggi dalam bidang otonomi dengan ketua Masyarif Datuk Bendaharo Lelo. Dewan Sementara ini kemudian menjadi Dewan Bangka pada tahun 1947.

Pada tahun 1948, Belanda kemudian mendirikan Federasi Bangka Belitung dan Riau (BABERI) dengan menyatukan Dewan Belitung, Bangka, dan Riau sebagai satu kesatuan sesuai dengan Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda tanggal 23 Januari 1948 No. 4 (Staatblaad 1948 No. 123). Federasi BABERI ini kemudian menjadi salah satu negara bagian dalam pemerintahan Federal Republik Indonesia Serikat (RIS). Negara Federasi RIS dinyatakan bubar pada tahun 1950 dan sistem pemerintahan di Belitung dan Bangka mengikuti UU No. 22 Tahun 1948.

Pada tanggal 22 April 1950 bertempat di Karesidenan Bangka, terjadi penyerahan pemerintahan atas Bangka Belitung kepada Gubernur Sumatera Selatan, Dr Mohd. Isya disaksikan oleh Perdana Menteri Dr Halim. Maka bubarlah Dewan Bangka dan pemerintahan setempat kemudian diserahkan kepada R Soemardjo sebagai Residen Bangka Belitung yang berkedudukan di Pangkal Pinang. Belitung lalu tergabung dalam Provinsi Sumatera Selatan.

Pada tahun 2000, terbit UU 27/2000 mengenai pemekaran dan pembentukan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Kemudian pada tahun 2003, terbit UU 23/2003 yang berisi, antara lain, memekarkan Kabupaten Belitung menjadi dua, yaitu Kabupaten Belitung dan Kabupaten Belitung Timur.

Geografis

Kabupaten Belitung Timur terletak pada 107045’ sampai 108018’ Bujur Timur dan 02030’ sampai 03015’ Lintang Selatan. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 17.967,93 km2 yang terdiri dari luas darat mencapai 2.506,91 km2 dan luas wilayah laut 15.461,03 km2 serta memiliki 149 pulau.

Secara geografis, di sebelah utara, Kabupaten Belitung Timur berbatasan dengan Laut Natuna, di sebelah timur berbatasan dengan Selat Karimata, di sebelah selatan berbatasan dengan Laut Jawa dan di sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Sijuk, Kecamatan Badau, dan Kecamatan Membalong, Kabupaten Belitung.

Selain itu, kabupaten ini berada pada posisi Alur Laut Kepulauan  Indonesia (ALKI-I) sesuai dengan PP 37/2002 tentang Hak dan Kewajiban Kapal dan Pesawat Udara Asing Dalam Melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan Melalui Alur Laut Kepulauan Yang Ditetapkan.

Kondisi geografis kabupaten ini umumnya berbukit-bukit yang terletak di bagian tengah pulau, dengan ketinggian antara 150-510 meter. Sedangkan dataran rendah terletak di sekeliling daerah pantai dan daerah aliran sungai.

Wilayah kabupaten ini dikelilingi sejumlah sungai yang sebagian besar DAS (Daerah Aliran Sungai) yang didominasi hutan mangrove. Ada empat jejaring sungai utama, yaitu Sungai Buding di utara, Sungai Manggar di timur laut, Sungai Gantung di timur, dan Sungai Dendang di selatan.

KOMPAS/RHAMA PURNA JATI

Warga dibantu aparat membangun jembatan darurat yang menghubungkan Kecamatan Manggar dan Kecamatan Gantung, Kabupaten Belitung Timur, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Selasa (18/7/2017). Jalan sepanjang 112 meter tersebut amblas karena tergerus luapan banjir. Putusnya jalan sempat membuat masyarakat Kecamatan Gantung terisolir.

Pemerintahan

Pejabat Bupati Belitung Timur yang pertama adalah Asri Matsum dari kalangan birokrasi setempat. Ia dilantik oleh Gubernur atas nama Mendagri di Pangkalpinang pada tanggal 24 Mei 2003.

Pejabat Bupati pertama ini meletakkan dasar-dasar pemerintahan di daerah pemekaran ini hingga tanggal 6 januari 2005. Karena mau mengikuti Pilkada di Belitung Timur, Asri Matsum kemudian melepaskan jabatannya dan digantikan oleh Usman Saleh sebagai Pejabat Bupati kedua di Belitung Timur. Usman Saleh melaksanakan tugasnya hingga tanggal 3 Agustus 2005.

Usman Saleh berasal dari pejabat birokrasi senior di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Dengan kemampuan dan pengalamannya menata pemerintahan, Usman meneruskan program pemerintah yang dicanangkan pada masa kepemimpinan Asri Matsum hingga terpilih bupati definitif untuk periode 2005–2010.

Basuki Tjahaja Purnama yang berpasangan dengan Khairul Efendi akhirnya terpilih sebagai Bupati dan Wakil Bupati Belitung Timur periode 2005–2010 setelah memenangkan Pilkada Belitung Timur dengan perolehan suara 37,13 persen.

Urutan kedua ditempati pasangan Abdul Hadi Adjin–M Arsyad Hasan dari Golkar dengan 11.041 suara (23,32 persen), disusul ketat pasangan Abdul Fatah-M Azrul Azwar yang diusung PBB dengan perolehan 10.691 suara (22,58 persen).

Basuki diajukan koalisi dua partai kecil, yaitu Partai Nasional Banteng Kemerdekaan (PNBK) dan Partai Indonesia Baru (PIB). Pelantikan dilakukan oleh Gubernur Kepulauan Bangka Belitung A Hudarni Rani dalam rapat paripurna pelantikan dan pengucapan sumpah jabatan Bupati dan Wakil Bupati di Gedung DPRD Belitung Timur, di Manggar, pada tanggal 3 Agustus 2005.

Selepas kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama, tampuk kepemimpinan di Belitung Timur dilanjutkan oleh Bupati H. Khairul Efendi (2006-2010), Basuri Tjahaja Purnama (2010-2015) dan Penjabat Bupati HM Hardi (September 2015-Februari 2016).

Pada Pilkada Belitung Timur 2016, pasangan Yuslih Ihza–Burhanudin menang dalam pemilihan kepala daerah serentak di Kabupaten Belitung Timur dengan perolehan 32.015 suara sah atau 51,28 persen. Yuslih–Burhanudin kemudian ditetapkan sebagai Bupati dan Wakil Bupati Belitung Timur periode 2016-2-020.

Kemudian pada periode 2021–2026, Kabupaten Belitung Timur dipimpin oleh Bupati Burhanudin dan Wakil Bupati Khairil Anwar. Pasangan Burhanudin-Khairil memenangkan Pilkada Belitung Timur setelah memperoleh 36.255 suara sah atau 53,8  persen. Sedangkan pasangan Yuri-Nurdiansyah hanya meraih 31.087 suara sah atau 46,2 persen.

Untuk mendukung roda pemerintahan, pada tahun 2020 tercatat Pegawai Negeri Sipil di Kabupaten Belitung Timur berjumlah 2.786 orang dengan komposisi 1.164 pegawai laki-laki dan 1.622 pegawai perempuan, berdasarkan tingkat pendidikan, mayoritas PNS di Kabupaten Belitung Timur merupakan sarjana, yakni sejumlah 1.750 pegawai atau sebesar 62,81 persen dari total pegawai.

Secara administratif, Kabupaten Belitung Timur terdiri dari tujuh kecamatan dan 39 desa. Ketujuh kecamatan itu adalah Kecamatan Dendang, Kecamatan Simpang Pesak, Kecamatan Gantung Kecamatan Simpang Renggiang, Kecamatan Manggar, Kecamatan Damar, dan Kecamatan Kelapa Kampit.

KOMPAS/ILHAM KHOIRI

Gubernur Kepulauan Bangka Belitung A Hudarni Rani (kanan) sedang menandatangani surat pelantikan pasangan Basuki Thahaja Purnama (kiri) dan Khairul Efendi sebagai Bupati dan Wakil Bupati Belitung Timur di dalam rapat paripurna di kantor DPRD Belitung Timur, Rabu (3/8/2005). Kemenangan pasangan Basuki-Khairul termasuk fenomenal karena dicalonkan koalisi partai kecil PNBK-PIB dan Basuki berasal dari keturunan China yang merupakan kelompok minoritas di Belitung Timur.

Politik

Peta politik di Kabupaten Belitung Timur dalam tiga kali pemilihan menunjukkan kekuatan PDI-P dalam meraih simpati masyarakat di daerah tersebut. Hal itu tampak dari perolehan kursi PDI-P di DPRD Kabupaten Belitung Timur.

Pada Pemilu 2009, dari 20 kursi yang tersedia di DPRD Kabupaten Belitung Timur, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dan Golkar berhasil mendapatkan kursi terbanyak, yakni masing-masing empat kursi. Kemudian Hanura, PKS, PNBK, dan PBB masing-masing meraih 2 kursi sedangkan PDP, PPP, dan PPIB meraih satu kursi

Kemudian pada Pemilu 2014, PDI-P kembali meraih kursi terbanyak, yakni empat kursi dari  25 kursi yang diperebutkan di DPRD Kabupaten Belitung Timur. Disusul Hanura, PKS, PBB, PAN, dan Nasdem masing-masing memperoleh tiga kursi. Sedangkan PPP, Golkar, dan Gerindra masing-masing mendapatkan dua kursi.

Pada Pemilu 2019, PDI-P tetap meraih kursi terbanyak di DPRD Kabupaten Belitung Timur, yakni empat kursi dari 23 kursi DPRD Kabupaten Belitung Timur. Disusul PKS, Gerindra, PBB, Nasdem, dan Hanura masing-masing tiga kursi. Adapun Perindo dan Golkar masing-masing dua kursi serta Demokrat dan PAN masing-masing satu kursi.

BANGKA POS/RUSMIADI

Pemasangan atribut kampanye Pemilu 2009 partai politik maupun calon anggota legislatif semakin marak ditempat yang dianggap strategis, di antaranya di persimpangan Jalan Lipat Kajang, Desa Baru, Kecamatan Manggar, Belitung Timur, 12 Januari 2009.

Kependudukan

Penduduk Kabupaten Belitung Timur menurut hasil Sensus Penduduk 2020 tercatat sebanyak 127.018 jiwa orang atau 8,73 persen dari seluruh penduduk Bangka Belitung. Dari jumlah itu, penduduk yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 65.543 jiwa, sementara penduduk yang berjenis kelamin perempuan berjumlah 61.475 jiwa.

Dari segi etnis, suku asli penduduk Belitung Timur adalah Melayu yang disebut juga sebagai Melayu Belitung. Berdasarkan tempat tinggalnya, mereka dibedakan menjadi Orang Laut yang disebut juga Sikka atau Sawang dan Orang Darat yang tinggal di daerah pedalaman Pulau Belitung.

Orang Laut dulu sering disebut pula sebagai orang perahu yang hidupnya bergantung pada laut dan berpindah-pindah dari satu pulau ke pulau lain. Kini sebagian besar dari mereka tidak lagi bergantung dengan laut. Peralihan ini dimulai pada masa Kolonial Belanda, yang mempekerjakan mereka untuk menambang timah karena tubuh mereka yang kuat.

Adapun Orang Darat adalah orang asli sekaligus suku terbesar, termasuk didalamnya Suku Melayu. Dalam perkembangannya, dibedakan dengan Melayu Asli, karena terjadinya pencampuran melalui perkawinan antara Suku Melayu dengan suku lain, seperti Bugis dan Keling.

Dikatakan Orang Darat karena pola kehidupan mereka yang tinggal di pedalaman atau daerah hutan yang mereka sebut dengan Keleka’ dan di sanalah mereka hidup turun temurun dan bertani (umumnya padi tegalan) untuk menghasilkan bahan makanan.

Para pendatang yang berasal dari wilayah lain dari dalam dan luar nusantara juga menambah kekayaan budaya masyarakat Belitung Timur, seperti pendatang dari Tionghoa yang datang dengan membawa adat dan budaya khasnya ke Belitung Timur.

Bahasa daerah yang terdapat di Belitung Timur adalah Bahasa Melayu Belitong dan Bahasa Suku Sawang. Namun, Bahasa Sawang ini cenderung hanya dituturkan oleh orang tua dan tokoh adat, sedangkan generasi muda enggan menggunakannya dan mereka lebih memilih menggunakan bahasa Melayu Belitong.

Keanekaragaman budaya telah sejak lama menjadi warna tersendiri dalam kehidupan masyarakat di Belitung Timur. Hal tersebut kemudian mempengaruhi tatanan hidup yang harmonis dan tumbuh dengan semangat toleransi. Meskipun Melayu Belitong adalah mayoritas tetapi semangat kebhinekaan terus dibina sehingga berbagai etnis tersebut dapat secara luas melaksanakan tradisinya.

Mayoritas penduduk Belitung Timur menganut agama Islam. Agama Islam diperkirakan pertama kali disebarkan di Belitung oleh Ki Gede Yakob yang merupakan pendiri dari Kerajaan Balok.

Menurut data BPS tahun 2020, pemeluk agama Islam di Belitung Timur sebanyak 129.554 jiwa, disusul pemeluk agama Budha sebanyak 11.185 jiwa, pemeluk Kristen Protestan 1.953 jiwa, pemeluk agama Katolik 433 jiwa, pemeluk agama Hindu 9 orang dan lainnya 272 orang.

KOMPAS/PRIYOMBODO

Warung Kopi Manggar – Warga menikmati kopi di salah satu warung kopi di Kawasan Jalan Bioskop, Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur, hingga larut malam, Kamis (11/2/2010). Minum kopi sudah menjadi dari bagian hidup masyarakat setempat. Sedikitnya terdapat sekitar 60an warung kopi yang selalu ramai. Dari obrolan di warung, toleransi antar suku dan agama tercipta dan terjaga hingga kini.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
70,92 (2020)

Angka Harapan Hidup 
72,03 tahun (2020)

Harapan Lama Sekolah 
11,52 tahun (2020)

Rata-rata Lama Sekolah 
8,22 tahun (2020)

Pengeluaran per Kapita 
Rp 15,66 juta (2020)

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
3,93 persen (Agustus 2020)

Tingkat Kemiskinan
6,52 persen (Maret 2020)

Kesejahteraan

Pembangunan manusia di Kabupaten Belitung Timur dalam satu dekade terakhir terus menunjukkan kemajuan. Nilai indeks pembangunan manusia (IPM) meningkat dari 64,99 pada tahun 2010 menjadi 70,92 pada tahun 2020.

Pencapaian IPM tersebut termasuk dalam kategori tinggi. Di Kepulauan Bangka Belitung Timur berada di urutan ke-4 dari tujuh kabupaten/kota dalam wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Untuk dimensi umur panjang dan hidup sehat, umur harapan hidup di Beltim yaitu 72,03 tahun. Angka ini lebih tinggi dari umur harapan hidup tahun 2020 Kepulauan Bangka Belitung yaitu 70,64 tahun.

Dari dimensi pengetahuan, pada tahun 2020, anak tujuh tahun mempunyai harapan sekolah selama 11,52 tahun sedangkan untuk rata-rata lama sekolah usia 25 tahun ke atas selama 8,22 tahun.

Untuk dimensi standar hidup layak dari sisi pengeluaran per kapita per tahun penduduk Belitung Timur tahun 2020 sebesar Rp 15,66 juta.

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Kabupaten Belitung Timur tercatat sebesar 3,93 persen pada Agustus 2020. Adapun angka kemiskinannya pada Maret 2020 tercatat sebesar 6,52 persen.

KOMPAS/NINUK MARDIANA PAMBUDY

Lada menjadi komoditas andalan warga Desa Balok, Kecamatan Dendang, Belitung Timur. Petani lada Desa Balok, Erwin Dwinanda Putra (52), mengurus tanaman lada yang baru berusia satu tahun.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) 
Rp 93,56 miliar (2020)

Dana Perimbangan 
Rp 565,49 miliar (2020)

Pertumbuhan Ekonomi
-0,66 persen (2020)

PDRB per kapita
Rp 59,48 juta/tahun (2020)

Inflasi
3,11 persen (2020)

Ekonomi

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Belitung Timur tahun 2020 tercatat senilai Rp7,85 triliun. Dari komponen PDRB-nya, struktur perekonomian Kabupaten Belitung Timur masih didominasi oleh tiga lapangan usaha, yaitu pertanian, kehutanan, dan perikanan; industri pengolahan; dan pertambangan dan penggalian. Kontribusi ketiga aktivitas ekonomi ini sekitar 60,65 persen atau setara dengan Rp4,74 triliun.

Dari nilai yang dihasilkan itu, kegiatan pertanian, kehutanan, dan perikanan menjadi kontributor utama. Aktivitas di lapangan usaha ini menghasilkan Rp2,04 triliun, sedangkan perolehan dari industri pengolahan dan pertambangan masing-masing bernilai sekitar Rp1,57 triliun dan Rp1,13 triliun.

Sektor lain yang cukup berkontribusi dalam PDRB adalah perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil, dan sepeda motor sebesar 10,61 persen dan konstruksi sebesar 8,15 persen.

Di sektor pertanian, perkebunan menjadi salah satu subsektor unggulan. Adapun komoditas unggulannya adalah lada, karet, kelapa, kopi, dan kelapa sawit.

Di sektor industri pengolahan, pada tahun 2019, terdapat enam industri besar dan sedang (IBS) di Kabupaten Belitung Timur. Sementara itu, industri mikro dan kecil di Belitung Timur tercatat sebanyak 2.448 usaha.

Industri besar dan sedang di Belitung Timur memiliki produksi utama berupa balok timah dan minyak kelapa sawit dengan tenaga kerja yang terserap sebanyak 632 orang. Sedangkan industri mikro dan kecil, antara lain, bergerak di pembuatan keripik dan kerupuk dengan serapan tenaga kerja sebanyak 3.309 orang.

Di sektor pertambangan, Belitung Timur merupakan salah satu penghasil timah terbesar di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Akan tetapi, seiring berkurangnya lahan dan ketatnya peraturan penambangan, kontribusi sektor pertambangan dan penggalian di Belitung Timur terus menurun.

Dari sisi sumber pendapatannya, pendapatan asli daerah (PAD) hanya berkontribusi sebesar Rp93 miliar atau 12,47 persen dari total pendapatan Rp749,69 miliar. Adapun, dana perimbangan masih menjadi tulang punggung penerimaan Kabupaten Belitung Timur. Kontribusi dana perimbangan mencapai Rp555,49 miliar atau 75,42 persen dari total pendapatan Kabupaten Belitung.

KOMPAS/WAWAN H PRABOWO

Replika SD Muhammadiyah Laskar Pelangi – Wisatawan mengunjungi replika tempat shooting film Laskar Pelangi, SD Muhammadiyah Gantong di Kabupaten Belitung Timur, Kepulauan Bangka Belitung, Rabu (15/6/2016).

Sebagai daerah kepulauan, Kabupaten Belitung Timur memiliki banyak potensi wisata bahari yang indah. Laut di Kabupaten Belitung Timur menyediakan keragaman hayati dan keindahan pantai yang dapat menjadi tujuan utama wisatawan.

Wisata bahari terdapat di Pulau Bukulimau, Pulau Siadong, Pulau Keran, Pulau Penanas, dan Pulau Memperak. Di pulau-pulau tersebut, wisatawan dapat menikmati keindahan alam pesisir dan pantai, snorkeling, diving, dan keindahan bawah lautnya.

Selain wisata bahari, di Belitung Timur terdapat pula tempat wisata Replika SD Laskar Pelangi, Vihara Dewi Kwam Im, Pantai Burung Mandi, Pantai Lalang, Bendungan Pice, dan Museum Kata.

Referensi

Arsip Berita Kompas
  • “Kabupaten Belitung Timur *Otonomi”, Kompas, 16 Maret 2004, hal. 33
  • “Menunggu Nilai Tambah Tambang * Otonomi”, Kompas, 16 Maret 2004, hal. 33
  • “Pilkada: Basuki Unggul di Belitung Timur”, Kompas, 29 Juni 2005, hal. 04
  • “Meretas Sejarah Demokrasi di Belitung Timur”, Kompas, 08 Agustus 2005, hal. 36
  • “Kesehatan: Tunjangan Bupati Dipotong untuk Pengobatan Rakyat”, Kompas, 02 Agustus 2009, hal. 17
  • “Energi Dari Negeri Laskar Pelangi”, Kompas, 02 Agustus 2009, hal. 17
  • “Rasanya Ingin Mati Tua di Belitong”, Kompas, 30 Agustus 2009, hal. 22
  • “Pariwisata: Belitong, Pesona Formasi Batu Granit”, Kompas, 4 Oktober 2010, hal. 23
  • “Laskar yang Mengubah Belitong”, Kompas, 12 Desember 2010, hal. 01
  • “Sejarah: Harapan Baru Setelah Timah”, Kompas, 12 Desember 2010, hal. 34
  • “Pesona Nusantara: Surga 50 Menit dari Jakarta”, Kompas, 28 Juni 2011, hal. 24
  • “Konsolidasi Demokrasi Bangka Belitung (6): Belitung, Politik Bineka”, Kompas, 5 Desember 2011, hal. 04
  • “Kedai Kopi Menjadi Warung Demokrasi”, Kompas, 31 Mei 2014, hal. 02
  • “Pariwisata: Pesisir Barat Pilihan Baru Wisata di Belitung * Menjaga Nusantara”, Kompas, 10 Februari 2016, hal. 23
  • “Rempah: Pedas Lada Putih Belitung”, Kompas, 18 Januari 2017, hal. 01, 15
Buku dan Jurnal
  • Irawan, Mustari. 2017. Citra Kabupaten Belitung Timur Dalam Arsip. Arsip Nasional Republik Indonesia
  • Osira, Yessilia dkk. 2019. Pengembangan Kawasan Geopark Belitung, Kementerian Desa PDT dan Transmigrasi
Aturan Pendukung
  • UU 5/2003 tentang Pembentukan Kabupaten Bangka Selatan, Kabupaten Bangka Tengah, Kabupaten Bangka Barat, dan Kabupaten Belitung Timur
  • Perda Kabupaten Belitung Timur 12/2006 tentang Hari Jadi Kabupaten Belitung Timur
  • Perda Kabupaten Belitung Timur 3/2019 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kabupaten Belitung Timur Nomor 11 Tahun 2016 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Belitung Timur Tahun 2016–2021

Editor
Topan Yuniarto