Paparan Topik

Upaya Mempercepat Kedaulatan Teknologi

Sejak tahun 1995, Indonesia memperingati Hari Kebangkitan Teknologi Nasional setiap tanggal 10 Agustus. Momentum peringatan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional harus dimanfaatkan secara maksimal untuk pengembangan teknologi nasional.

KOMPAS/YUNIADHI AGUNG

Pengujung menyaksikan robot bermain bulu tangkis rancangan mahasiswa Universitas Tarumanegara Jakarta yang ditampilkan dalam Pameran Riset, Inovasi, dan Teknologi (Ritech Expo) di Lapangan D Kompleks Gelora Bung Karno, Jakarta, Jumat (7/8/2015). Pameran yang diselenggarakan dalam rangkaian Hari Kebangkitan Teknologi Nasional ini menampilkan hasil riset dan inovasi sejumlah instansi pemerintah, perusahaan swasta, dan perguruan tinggi. 

Fakta Singkat

  • Hari Kebangkitan Teknologi Nasional 2023 : Peringatan Hakteknas ke-28
  • Awal Mula : Tahun 1995
  • Momentum Sejarah : Penerbangan pesawat N250 produksi dalam negeri
  • Dasar Hukum : Keputusan Presiden Nomor 71 Tahun 1995

Pada peringatan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional tahun 2021 lalu, melalui pidatonya Presiden Joko Widodo menyampaikan peringatan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional adalah momentum untuk mempercepat peningkatan kedaulatan teknologi kita dan menjadikan negeri ini sebagai produsen teknologi.

Hari Kebangkitan Teknologi Nasional ditetapkan dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 1995. Dalam dokumen yang ditetapkan pada 6 Oktober 1995 tersebut dijelaskan bahwa hakteknas diadakan untuk menumbuhkan sikap dan kehendak untuk mengembangkan dan menghargai pretasi yang lebih tinggi di bidang teknologi. Peringatan Hakteknas pada tahun 2023 merupakan peringatan Hakteknas ke-28.

Penetapan Harteknas pada tahun 1995 berkaitan dengan keberhasilan Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN, kini PT Dirgantara Indonesia) dalam menerbangkan pesawat N250 Gatotkaca yang merupakan produksi dalam negeri untuk pertama kalinya.

Pesawat tersebut diterbangkan di Bandung. Industri pesawat terbang pada masa itu merupakan salah satu industri strategis yang mendapat perhatian penting pemerintah dan masyarakat. Keppres 71/1995 sendiri menyebutkan bahwa  keberhasilan pelaksanaan uji terbang untuk pertama kalinya bagi Pesawat N-250 hasil produksi PT Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) pada tanggal 10 Agustus 1995 merupakan prestasi putera-puteri bangsa Indonesia yang membanggakan dalam upaya mengembangkan dan menerapkan teknologi di bidang kedirgantaraan pada khususnya, dan teknologi pada umumnya.

Sebelumnya, pada tahun 1983, IPTN melalui kerja sama dengan perusahaan dirgantara asal Spanyol, Construcciones Aeronautica SA (CASA) meluncurkan pesawat CN-235 yang diberi nama “Tetuko”, yakni nama kecil Gatotkaca ketika masih berlatih di Kawah Candradimuka.

Pesawat ini dirancang untuk dapat lepas landas dan mendarat pada landasan pacu yang pendek, sesuai dengan kebutuhan geografis Indonesia. Keberhasilan ini lalu mendorong Wakil Presiden, B. J. Habibie untuk membentuk program N-230 pada tahun 1989, yang berganti menjadi N-250 pada tahun 1992. Program itulah yang berhasil terlaksana pada tahun 1995, menghasilkan pesawat yang mampu mengangkut 50 orang penumpang, berkecepatan maksimal 610 km per jam, ketinggian jelajah 25 ribu kaki (7629 meter), dan daya jelajah sejauh 1480 km.

KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA

Pesawat N-250 karya Presiden ketiga Republik Indonesia Bacharuddin Jusuf Habibie disimpan di hanggar PT Dirgantara Indonesia, Kota Bandung, Jawa Barat, Kamis (12/9/2019). 

Pengembangan Kapasitas Teknologi Nasional

Perkembangan teknologi di Indonesia ditentukan salah satunya oleh ketersediaan talents atau tenaga kerja yang bergerak di bidang keilmuan dan teknologi, khususnya bidang teknik. Pendidikan tinggi dalam hal ini memainkan peran penting dalam penyediaan talents yang mumpuni tersebut.

Pada tahun 2021 tercatat 52 persen penduduk Indonesia berusia 5 hingga 14 tahun, 16 persen pada usia 15 sampai 24 tahun, dan tujuh belas persen pada usia 25 hingga 64 tahun. Keberhasilan Indonesia dalam mengoptimalkan bonus demografi ini merupakan salah satu kunci kebangkitan teknologi nasional selanjutnya.

Grafik:

 

Sayangnya, data tahun 2021 dari Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa hingga 23,32 persen penduduk Indonesia belum mendapatkan pendidikan formal dan 11,39 persen lainnya tidak mampu menyelesaikan sekolah dasar.

Tercatat pada tahun 2021 23,82 persen, 14,57 persen, dan 20,63 persen penduduk Indonesia memiliki tingkat pendidikan masing-masing pada sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), dan sekolah menengah atas (SMA). Jumlah penduduk yang memperoleh jenjang pendidikan S1 sebesar 4,25 persen dan Diploma 3 sebesar 1,27 persen.

Grafik:

 

Lebih spesifik lagi, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi mencatat bahwa rasio insinyur dibandingkan penduduk Indonesia pada tahun  2021 berada pada angka 1:385. Artinya, ada sekitar 2600 insinyur per 1 juta penduduk di Indonesia.

Angka ini masih jauh lebih rendah bila dibandingkan dnegan rasio insinyur di Vietnam, di mana terdapat 9000 insinyur tiap 1 juta penduduk. Sebagai perbandingan lain, di Korea Selatan terdapat 25 ribu insinyur tiap 1 juta penduduk. Menurut Ketua Asosiasi Insinyur Indonesia, Bambang Goeritno, data jumlah insinyur di Indonesia tersebut berkembang menjadi 5300 tiap 1 juta penduduk pada tahun 2023.

Persoalan ketersediaan talents ini masih diperumit dengan adanya persoalan ketidaksesuaian antara keterampilan teknis lulusan pendidikan tinggi dengan bidang pekerjaan.

Data dari Institute for Development of Economics and Finance menunjukkan bahwa pada tahun 2019 tercatat ada 53.33 persen vertical mismatch dan 21,65 horizontal mismatch yang terjadi. Vertical mismatch mengacu pada ketidaksesuaian tingkat pendidikan dan keterampilan seseorang dengan pekerjaannya, entah terlalu tinggi ataupun terlalu rendah. Sementara horizontal mismatch mengacu pada ketidaksesuaian antara bidang pendidikan tinggi dan pekerjaan seseorang.

Grafik:

 

Grafik:

 

 

Faktor penting lain yang menentukan kemajuan teknologi Indonesia adalah besarnya anggaran penelitian dan pengembangan (research and development atau R and D). Keseriusan Indonesia dalam penelitian dan pengembangan dapat dipertanyakan karena rendahnya nilai anggaran penelitian dan pengembangan. Data dari World Bank menunjukkan bahwa pada tahun 2022, dari 40 negara Indonesia menduduki peringkat nomor 34 dengan total anggaran senilai 8,2 miliar USD saja.

Indonesia termasuk negara dengan rasio anggaran riset terhadap total Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic Product (GDP) yang amat rendah. Grafik di bawah ini menunjukkan bahwa nilai GDP Expenditure for Research & Development (GERD) Indonesia masih lebih rendah dari Vietnam dan Malaysia serta jauh tertinggal dari Thailand dan Singapura.

Sebagai negara dengan total GDP terbesar ke-16 di tahun 2022  dan penduduk terbanyak keempat di dunia, rendahnya anggaran R&D Indonesia merupakan masalah besar yang menghambat kemajuan teknologi di Indonesia.

Grafik:

 

Salah satu sebab dalam pengembangan anggaran inovasi tersebut adalah rendahnya partisipasi swasta dalam anggaran R&D. 84,6 persen GERD Indonesia berasal dari anggaran pemerintah sementara pihak swasta hanya berkontribusi sebesar 7,3 persen. Hal ini berbeda dari Thailand dengan kontribusi publik hanya pada angka 79,9 persen, Vietnam 73 persen, dan Singapura dengan 59,6 persen.

KOMPAS/RB SUGIANTORO

Penggelindingan CN-235 dari hanggar. Didampingi Menristek/Dirut Nurtanio BJ Habibie, Sabtu (10 September 1983) di Bandung, Presiden Soeharto meresmikan pesawat CN-235 pertama produksi Indonesia bekerjasama dengan Spanyol. Presiden menyiramkan air dari kendi diiringi tepuk tangan hadirin, Penyiraman itu bagai menyiramkan “banyi gege” pada jabang bayi “Tetuko” agar ia cepat besar dan banyak produksinya.

Selain talents dan besarnya anggaran penelitian dan pengembangan, inovasi ilmu dan teknologi di Indonesia turut ditentukan oleh koordinasi antar-pihak yang turut berandil dalam pengembangan teknologi.

Pada tahun 2019 melalui UU Nomor 11 Tahun 2019 pemerintah membentuk Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sebagai institusi pemerintah yang mengkoordinasikan kegiatan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan teknologi.

KOMPAS/RIZA FATHONI

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meninjau pesawat tanpa awak pada Pameran Research, Innovation, and Technology (RITech) 2013 di Gedung Sasono Utomo, Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta, Kamis (29/8/13). Pameran yang berlangsung hingga 1 September itu bertepatan dengan
peringatan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional ke-18.

BRIN dikukuhkan dan diarahkan melalui Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2021. Keberhasilan koordinasi dan kerja sama antar-aktor inovasi nasional yang meliputi para akademisi, pihak swasta, pemerintah, komunitas pelaku ilmu pengetahuan, serta media masa memainkan peranan penting.

Keberhasilan Indonesia dalam mengembangkan teknologi salah satunya dapat diukur melalui perkembangan nilai Global Innovation Index (GII). Indeks tersebut dibuat oleh World Intellectual Property Organization (WIPO), yakni badan di bawah Perserikatan Bangsa-bangsa yang mengelola hak karya intelektual. Berdasarkan GII, pada tahun 2022 Indonesia menduduki peringkat ke-75 dari total 132. Peringkat tersebut membaik dari nilai tahun 2020 yang menempatkan Indonesia pada peringkat ke-85. (LITBANG KOMPAS)

Referensi

Peraturan
Jurnal
Internet