Paparan Topik | Lembaga

Kebijakan Riset dan Teknologi: Dari Soekarno Hingga Jokowi

Sejarah mencatat, visi riset dan teknologi Indonesia 2020 pernah dicetuskan oleh BJ Habbie pada 1983. Penggabungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan Kementerian Riset dan Teknologi membawa banyak implikasi. Peleburan ini membuat Badan Riset dan Inovasi Nasional menghadapi tantangan substansial dan administrasi.

Kompas/Yuniadhi Agung

Para perekayasa dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) melakukan pengecakan akhir Satelit Lapan A2 / ORARI di Pusat Teknologi Satelit Lapan, Rancabungur, Bogor, Jawa Barat, Kamis (3/9/2015). Satelit Lapan A2 / ORARI merupakan satelit pertama yang sepenuhnya dirancang dan dibuat ahli-ahli Lapan memakai fasilitas produksi dan fasilitas uji di Indonesia. Menurut rencana Satelit Lapan A2 / ORARI akan diluncurkan 27 September dari Pusat Antariksa Satish Dhawan, Sriharikota, India. Satelit dibawa ke orbit dengan ditumpangkan pada roket India bersama satelit penelitian astronomi milik Organisasi Riset Antariksa India (ISRO), Astrosat.

Fakta Singkat

  • Kementerian Negara Urusan Riset Nasional (1962)
  • Kementerian Urusan Research Nasional (1966)
  • Kementerian Negara Riset (1973–1978)
  • Kementerian Negara Riset dan Teknologi (1978–2014)
  • Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (2014–2019)
  • Kementerian Riset dan Teknologi/ Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) (2019–2021)
  • Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud-Ristek) (2021)

Permasalahan riset lembaga kajian atau litbang instansi pemerintah:

(1) Masalah pemanfaatan hasil kajian
(2) Struktur, kultur, dan kualifikasi peneliti yang rendah
(3) Dukungan data, informasi, dan literatur yang terbatas
(4) Agenda riset nasional yang belum terintegrasi
(5) Lemahnya koordinasi antarlembaga penelitian
(6) Relasi pemangku kepentingan yang tidak sinkron.

Kementerian Riset dan Teknologi pertama kali dibentuk pada era Soekarno dengan nomenklatur Kementerian Negara Urusan Riset Nasional. Kementerian ini menyelenggarakan tugas pemerintah di bidang riset, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Pada era Jokowi, Kementerian ini dilebur dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk merampingkan birokrasi menjadi Kemendikbud Ristek-Dikti.

Sebelum ada penggabungan, Kemendikbud sebenarnya sudah mempunyai tugas berat, mulai dari distribusi guru, kurikulum, deradikalisasi, membangun karakter keberagaman anak didik, sampai menangani pendidikan formal, informal, dan nonformal.

Di jenjang pendidikan tinggi, Kemendikbud juga mengatur Kartu Indonesia Pintar Kuliah, mengelola perguruan tinggi, serta memastikan relevansi lulusan dengan dunia usaha/dunia industri.

Ketika pemerintahan Presiden Joko Widodo–Jusuf Kalla, beban tugas menangani pendidikan tinggi dipisahkan menjadi di bawah Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. Kebijakan seperti itu sudah tepat karena pendidikan tinggi mulai dari jenjang sarjana sampai doktoral ataupun diploma satu hingga diploma empat selalu bersinggungan dengan aktivitas riset dan inovasi.

Secara teknis, tantangan teknis pasca-penggabungan tidak mudah. Dari pengalaman Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi ketika digabungkan kembali ke Kemendikbud, diperlukan adaptasi teknis kerja lebih dari enam bulan.

Kemendikbud Ristek harus menyelesaikan aturan turunan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Kemudian, BRIN mesti memastikan integrasi lembaga-lembaga penelitian dan struktur cara kerja dengan target tenggat tertentu.

Lebih jauh, hal terpenting dari penggabungan kementerian ini tidak mengganggu visi Indonesia menjadi negara maju berpendapatan tinggi pada 2045. Untuk mencapai cita-cita itu, Indonesia tidak bisa sebatas mengandalkan komoditas, tetapi harus mampu membangun ekonomi berbasis ilmu pengetahuan.

Baca juga: Menanti Konsolidasi Riset Indonesia

Presiden Joko Widodo menantang dunia riset dan pengembangan di Indonesia agar memecahkan berbagai persoalan bangsa sekaligus ”menerbangkan” Indonesia menjadi negara maju (Kompas, 10 September 2020).

Hal itu disampaikan Presiden dalam Rapat Koordinasi Nasional tentang Integrasi Riset dan Inovasi Indonesia di Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspitek) di Kota Tangerang Selatan, Banten, 30 Januari 2020. Sebelumnya, dalam sidang kabinet paripurna, 9 April 2018, Presiden mengkritik anggaran riset yang tersebar dan terbagi di banyak balitbang kementerian sehingga hasilnya tak optimal.

Untuk beranjak menjadi negara maju, Indonesia membutuhkan berbagai temuan (invensi) yang dihasilkan oleh lembaga penelitian dan pengembangan (litbang) baik di perguruan tinggi, pemerintah, maupun swasta. Sayangnya, sebagian besar penelitian mandek pada tahapan invensi (publikasi, prototipe, dan paten). Hilirisasi berupa produk industri ataupun kebijakan belum optimal.

Dengan pembentukan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), lembaga ini selayaknya mampu menjadi payung yang mengonsolidasikan berbagai sumber daya dan sektor penelitian yang tersebar. BRIN diharapkan pula membuat cetak biru penelitian nasional.

”BRIN harus bisa mengorkestrasi pengembangan proyek-proyek strategis yang meningkatkan kesejahteraan masyarakat, memecahkan masalah bangsa, dan memanfaatkan peluang global bagi kemajuan negara kita,” kata Presiden Jokowi (Kompas, 11 Agustus 2020).

Kegemasan Presiden di satu sisi memang beralasan jika melihat pencapaian dunia riset tanah air. Hasil riset dari berbagai lembaga penelitian dan pengembangan acap kali dikeluhkan tidak relevan dengan kebutuhan pengguna atau industri. Hasil riset belum dapat terwujud menjadi hasil manufaktur di tahapan industrial atau sebagai inovasi kebijakan.

Beberapa faktor yang menjadi penyebab hasil riset berhenti di tahapan invensi, antara lain, hasil riset tak sesuai kebutuhan industri, kepercayaan industri terhadap hasil riset lembaga litbang rendah, anggaran terbatas, birokrasi berbelit, serta ekosistem riset yang tak kondusif. Saking banyaknya hambatan dalam menghilirisasi hasil riset, tahapan ini dijuluki para periset sebagai ”lembah kematian”.

Sebagai contoh, tiap tahun ada sekitar 16.000 judul penelitian yang didanai Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek). Dari jumlah itu, kurang dari 20 persen dapat dihilirisasi. Sisanya masuk ke lembah kematian. Ketiadaan integrasi dan konsolidasi menjadi penyebabnya.

Senada dengan hal itu, data dari Business Innovation Centre menunjukkan, ada 700 hasil riset yang terindeks di Scopus dalam tiga tahun terakhir. Namun, hanya 18 persen di antaranya yang berhasil didayagunakan.

Kebijakan publik di Indonesia cenderung kurang terimplementasi dengan baik meski proses pembuatannya sesuai prosedur. Salah satu penyebabnya ialah hasil-hasil riset, terutama riset sosial atau riset kebijakan, belum menjadi pertimbangan utama bagi para pembuat kebijakan.

Litbang berperan untuk menghasilkan berbagai kajian dan penelitian, tetapi konsep, model, dan pilihan kebijakan yang dihasilkannya jarang dimanfaatkan sebagai dasar dalam formulasi kebijakan. Lemahnya peran litbang untuk turut menentukan arah dan strategi pembangunan dapat dilihat dari kebijakan instansi pemerintah di pusat serta daerah yang diambil tanpa melalui kajian dan litbang.

Secara umum, permasalahan yang dihadapi lembaga kajian atau litbang instansi pemerintah, meliputi (1) masalah pemanfaatan hasil kajian; (2) struktur, kultur, dan kualifikasi peneliti yang rendah; (3) dukungan data, informasi, dan literatur yang terbatas; (4) agenda riset nasional yang belum terintegrasi; (5) lemahnya koordinasi antarlembaga penelitian; serta (6) relasi pemangku kepentingan yang tidak sinkron.

Di sisi lain, anggaran riset yang tergolong sangat minim dibandingkan dengan negara-negara lain, yakni sekitar 0,25 persen dari produk domestik bruto, sering kali dituding sebagai kambing hitam. Anggaran riset Indonesia pada 2016 sebesar Rp30,76 triliun. Dari jumlah itu, hanya 16,13 persen disumbang swasta, sisanya investasi pemerintah. Pemerintah pusat menjadi penyumbang dana riset terbesar, Rp24,92 triliun.

Strategi riset nasional diperlukan untuk mengembangkan bakat ilmuwan guna berpartisipasi dalam ekonomi berbasis pengetahuan. Strategi itu juga diperlukan untuk membangun budaya universitas yang menghargai prestasi, kualitas, dan pikiran kritis dalam penelitiannya.

Presiden Soekarno

Pada era Presiden Soekarno, Kementerian Riset dan Teknologi dibentuk pada 6 Maret 1962 dengan nama Kementerian Negara Urusan Riset Nasional. Kementerian ini berada di bawah Menteri Koordinator Kompartemen Produksi. Menteri pertama dijabat oleh Soedjono Djoened Poesponegoro.

Kebijakan pada masa ini berfokus kepada pengembangan teknologi kelautan dan kerdigantaraan serta menciptakan tenaga-tenaga ahli teknik melalui pendidikan tinggi di luar negeri. Berkat kebijakan pendidikan tinggi, lahir banyak ahli teknologi salah satunya BJ Habibie (ahli pesawat) dan Wardiman Djojonegoro (ahli mesin).

Terdapat beberapa proyek yang dijalankan untuk menunjukan bahwa bangsa Indonesia merupakan bangsa yang berteknologi tinggi, seperti proyek Stadion Senayan Jakarta yang pada saat itu menjadi stadion terbesar di Asia dan Masjid Agung Istiqlal yang dibangun dengan arsitektur yang unik.

Pada 22 Februari 1966 kementerian ini dipimpin oleh Suhadi Reksowardojo. Nomenklatur kementerian berubah menjadi Kementerian Urusan Research Nasional , berada di bawah Wakil Perdana Menteri bidang Hubungan Institusi Politik.

Baca juga: Ekosistem Belum Mendukung Kemajuan Riset

Sumber: Kanal Youtube Harian Kompas, 23 Februari 2016

Presiden Soeharto

Pada masa awal kepemimpinan Soehato tahun 1966–1973, kementerian yang membawahi bidang riset dan teknologi ditiadakan.

Namun, kementerian riset dan teknologi diadakan kembali dengan nomenklatur Kementerian Negara Riset. Menteri yang menjabat adalah Soemitro Djojohadikoesoemo.

Pada 1974 Soeharto menekankan agar bidang-bidang sumber daya alam dan industri diteliti karena menyangkut investasi dengan modal besar dan jangka panjang. Kementerian Negara Riset segera mengadakan pertemuan di Cisarua, Bogor dengan 35 ahli industri untuk menetapkan skala prioritas bidang-bidang yang akan diteliti.

Pada tahun 1975, Kementerian Negara Riset berfokus mengawasi proyek penelitian jangka panjang Indonesia pada tahun 2000 yang dilaksanakan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Adapun yang menjadi obyek penelitian adalah sumber-sumber mineral logam berharga dan masalah pengangkutan.

Pemerintah membentuk suatu Pusat Gempa Bumi Nasional untuk menanggulangi masalah-masalah gempa pada 1976. Tugas badan ini, mengadakan penelitian-penelitian tentang gempa dan mengamankan penduduk dari gempa. Lima lembaga nondepartemen (LIPI, BATAN, LAPAN, Bakosurtanal, dan BPS) mulai diarahkan pada sasaran pembangunan. Kelima lembaga ini saling berkaitan, sehingga untuk memudahkan, kelima lembaga ini akan ditempatkan di Serpong.

Kementerian Negara Riset bekerja sama dengan Dewan Pertahanan dan Keamanan Nasional (Wanhankamnas) untuk melakukan penelitian strategis menyangkut perkembangan internasional dan regional yang mempengaruhi perkembangan jangka panjang Indonesia (Kompas, 21 Oktober 1976).

Baca juga: Sistem Penganggaran Belum Memacu Riset dan Inovasi

Menristek BJ Habibie

Nomenklatur kementerian diubah menjadi Kementerian Negara Riset dan Teknologi. BJ Habibie ditunjuk sebagai Menristek menggantikan Soemitro Djojohadikoesoemo pada 1978. Dibentuk pula Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sebagai lembaga pemerintah nondepartemen yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. BJ Habibie ditunjuk oleh Presiden Soeharto menjadi kepala BPPT. Dilakukan juga pengembangan industri pesawat terbang melalui PT. Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) di Bandung.

Pengembangan Mobil Jip Banteng buatan dalam negeri selesai dan diserahkan kepada BJ Habibie. Mobil ini rencananya akan dikembangkan oleh Kemenristek untuk keperluan khusus militer, dan nantinya juga akan dijual untuk umum. Jip tersebut memiliki harga sekitar Rp5,4 juta (Kompas, 12 Oktober 1979).

Tiga tahun kemudian, Kemenristek meminta Lembaga Biologi Nasional membantu Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (PUSPITEK) di Serpong untuk menyusun pengembangan suatu kebun ilmiah sebagai kawasan pelestarian dan eksplorasi plasma nuftah serta kemungkinan pengembangan sumber energi dari tumbuhan bergetah putih (Euphorbia).

Menristek BJ Habibie menegaskan kebijakan pemerintah di bidang riset dan teknologi menitikberatkan pada lima bidang sebagai prioritas utama, yaitu pemenuhan kebutuhan dasar manusia yang mencakup pangan, perumahan, pendidikan, kesehatan dan sebagainya; energi dan kekayaan alam; industrialisasi; bidang pertahanan dan keamanan; serta bidang sosial, budaya, ekonomi, dan filsafat. Kelima prioritas kebijakan ini dijalankan dengan berlandaskan Pancasila.

Baca juga: Tantangan Kelola Riset dan Inovasi

Dalam rangka menuju Indonesia sebagai negara yang menguasai teknologi pada tahun 2020, Menristek BJ Habibie mengemukakan 8 bidang industri yang perlu dikembangkan, yaitu industri aerospace, industri perkapalan, industri otomotif, industri komunikasi, industri energi, industri senjata, industri teknik, dan industri penunjang (Kompas, 25 April 1983).

Selain itu, industri kecil juga akan dilibatkan dengan penggunaan teknologi sederhana.  Pemerintah berencana membentuk Dewan Riset Nasional yang gagasan sebelumnya pada 1978 diawali dari Perumus Program Utama Nasional (Pepunas) Bidang Riset dan Teknologi.

Pada 7 Januari 1984, Presiden Soeharto membentuk Dewan Riset Nasional melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1984 tentang Dewan Riset Nasional. Disebutkan dalam Kepres tersebut, Dewan Riset Nasional, yang selanjutnya dalam Keputusan Presiden ini disingkat DRN, adalah suatu wadah koordinasi nonstruktural yang mempersiapkan perumusan program utama nasional di bidang riset dan teknologi, yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Menteri Negara Riset dan Teknologi.

Baca juga: Buah Manis Relasi Peneliti dan Industri

Riset dan Inovasi

Pada 1986, Kemenristek melakukan kerjasama penelitian Parit Sunda bersama Jepang untuk mengetahui struktur geologi dasar yang memberi andil kepada pembentukan mineral laut, gempa bumi, dan letusan gunung berapi. Kemenristek juga terpaksa mengubah arah kebijakan dengan menitikberatkan perhatian dan pengembangan pada ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) yang berjangka pendek dan bermanfaat langsung pada pembangunan.

Pada 1987, rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) oleh Kemenristek terhambat masalah pendanaan. Menristek BJ Habibie mengatasi kesulitan pendanaan ini dengan melibatkan swasta asing dalam bentuk investasi. Sudah terdapat enam perusahaan swasta asing diantaranya, yaitu Mitsubishi dari Jepang dan Westinghouse dari AS.

Dalam bidang pendidikan, pada tahun tesebut Kemenristek dan Kemendibud bekerja sama untuk menyelenggarakan kurikulum di bidang pendidikan yang menyeimbangkan antara humaniora dan teknologi. Kurikulum pendidikan ini dibuat untuk menciptakan sumber daya manusia alih teknologi.

Sementara itu pada bidang kesehatan, di Bandung juga dibangun Pusat Ginjal Nasional untuk mengatasi berbagai kendala dalam pengelolaan penyakit ginjal dan urologi secara nasional terutama menyangkut keterbatasan penyediaan peralatan serta pemeliharaannya.

Pada 1988, rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) oleh Kemenristek dilanjutkan untuk mencukupi kebutuhan energi. Indonesia rencananya akan menggunakan tenaga nuklir di tahun 2000. Untuk itu dilakukan sejumlah persiapan seperti Pembangunan Reaktor Serbaguna di Yogyakarta dan Bandung. Dibangun pula instalasi percobaan elemen bahan bakar dan instalasi elektronik nuklir Meccano, instalasi radiometalurgi, dan instalasi pengamanan mesin.

Baca juga: Perguruan Tinggi, Riset dan Inovasi: Perlu ”Sandbox” Industri

Infrastruktur dan Teknologi

Kemenristek merencanakan pengembangan satelit Palapa C yang didesain oleh tenaga ahli dari IPTN pada 1989. Rencananya akan diluncurkan 8 tahun kemudian. Selain Palapa C, Kemenristek juga mempersiapkan satu desain satelit untuk kepentingan navigasi bekerja sama dengan Perancis.

Di bidang pertahanan dan keamanan, PT. Pindad menjadi proyek strategis untuk menunjang kemandirian di bidang pertahanan dan keamanan. Salah satu produknya adalah senjata laras panjang FNC kaliber 5,56 sebagai senjata jangka panjang ABRI.  Pembangunan proyek ini merupakan implementasi dari pemanfaatan teknologi paling canggih di bidang pembuatan peluru.

Sementara itu di bidang IPTEK, TMII bekerja sama dengan LIPI membangun pusat IPTEK yang akan rampung pada Januari tahun depan. Rencana ini didukung oleh Kemenristek sebagai pusat peragaan IPTEK, sumber daya lingkungan, dan asal-usul penemuan teknologi.

Di bidang pembangunan Kemenristek menetapkan akan dibangun sebuah jembatan yang menghubungkan Surabaya dengan Madura. Pembangunan jembatan ini didasarkan oleh riset dan kerja sama dengan Jepang. Pembangunan jembatan diperkirakan bernilai 14,5 miliar.

Di bidang industri perkapalan, Kemerinstek menegaskan akan tetap konsisten bahwa hanya kapal niaga di atas 10.000 DWT yang boleh diimpor sedangkan kapal niaga di atas 5000 DWT tidak boleh diimpor karena kapal jenis ini sangat bermanfaat bagi pengembangan armada pengumpul (feeder) yang menjadi kekuatan pelayaran niaga nasional. Selain itu, Menristek juga melakukan proyek Caraka Jaya dengan membuat 61 kapal untuk memenuhi kebutuhan pasar. Di bangun pula 44 perusahaan galangan kapal. Sementara itu PT. PAL yang merupakan perusahaan kapal sedang memperbesar kapasitasnya untuk alih teknologi.

Baca juga: Kolaborasi Riset dan Dunia Usaha Masih Menjadi Tantangan Utama

Teknologi Komunikasi Digital

Di bidang komunikasi, pada 1990 Kemenristek menjalankan proyek Sistem Telepon Digital Indonesia (STDI) yang akan lepas landas pada 1994. Proyek ini akan melahirkan pasar baru di bidang telekomunikasi karena telepon, teleks dan telefaks adalah prasarana yang diperlukan. Terdapat pula 7 proyek pembangunan telekomunikasi yang ditandatangani. Proyek ini mencakup 138 lokasi di seluruh Indonesia dengan kapasitas 142.136 satuan sambungan telepon (SST).

Selain telepon, Menristek juga meresmikan pemakaian sistem TV konferensi serat optik yang merupakan hasil kerja sama antara LIPI dengan OITDA. sistem TV konferensi serat optic merupakan teknologi yang mampu mengirimkan gambar, suara, dan data (tulisan tangan) di atas papan elektronik dalam dua arah sekaligus. Diresmikannya sistem TV Konferensi Serat Optik menandakan Indonesia mulai memasuki era konferensi jarak jauh.

Bioteknologi

Dalam bidang pertanian dan perkebunan, akan dibangun pusat bioteknologi di Sukabumi yang bertugas untuk meningkatkan produktivitas hasil pertanian dan perkebunan menggunakan bioteknologi.

Di bidang industri perkapalan, kapal modern pertama yang didesain menggunakan tenaga angin oleh BPPT yang bekerja sama dengan Jerman Barat di bawah koordinasi Kemenristek diresmikan pengoperasiannya oleh Presiden Soeharto di Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta. Sementara itu, di bidang pertahanan, produk senjata hasil dari teknologi yang digunakan oleh Industri pertahanan akan di ekspor ke negara-negara NATO.

Kemenristek selanjutnya membuka peluang bagi swasta untuk membangun prasarana/sarana pelabuhan laut maupun pelabuhan udara, serta industri pesawat terbang.

Baca juga: Mengupayakan Riset Kolaboratif

Dewan Riset Nasional

Kemenristek menilai selama ini pembangunan suatu fasilitas fisik atau wilayah jarang didahului atau disertai dengan penelitian di bidang sosial budaya. Oleh karenanya, Kemenristek menetapkan DRN (Dewan Riset Nasional) sebagai lembaga yang mengoordinasikan penelitian di bidang sosial budaya secara terpadu pada 1992.

Pada 1993, undang-undang tentang penggunaan nuklir di Indonesia, yaitu UU No. 31/1964 direvisi sejalan dengan rencana pembangunan PLTN (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir) tahun 2000. Selain itu, akan dibentuk UU untuk tiga organisasi dalam lingkup penelitian, yaitu DRN (Dewan Riset Nasional) di lingkungan Kantor Menristek, LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia), dan BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi).

Sambil melakukan revisi UU, pemerintah juga akan dibentuk keppres tentang pembentukan Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten). Bapeten terdiri dari beberapa unsur instansi terkait seperti Batan, BPPT, LIPI, perguruan tinggi dan pakar independen. Bapeten nantinya akan mereview tentang studi tapak, desain struktur, sipil dan mekanik, juga laporan keselamatan awal.

Kementerian Ristek yang membidangi informasi meluncurkan Homepage Pusat Informasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Pin-Iptek) yang dikelola Kantor Menristek bidang informasi pada 1997. Pusat Informasi Iptek juga menyajikan informasi mengenai jasa penelitian pemerintah yang dapat dimanfaatkan masyarakat pada rubrik Jasa Pelayanan Iptek. Sedangkan pada rubrik Referensi, pengguna dapat mengetahui perkembangan iptek nasional, indikator iptek, profil peneliti, dan hasil penelitian litbang departemen dan perguruan tinggi.

Era terakhir kepemimpinan Presiden Soeharto, Rahardi Ramelan ditunjuk sebagai Menristek menggantikan BJ Habibie yang menjabat sebagai Wakil Presiden. Megaproyek Kemenristek dalam pemanfaatan lahan gambut satu juta hektar di Kalimantan Tengah dihentikan pembangunannya karena dinilai berbagai pihak tidak layak secara ekologis dan teknis. Setelah dihentikan lahan tersebut menjadi terbengkalai.

Baca juga: Menjaga Keberlanjutan Inovasi

Presiden BJ Habibie

Pada saat BJ Habibie menjadi presiden menggantikan Soeharto setelah era reformasi, Presiden BJ Habibie menunjuk Zuhal sebagai Menristek pada kabinet Reformasi Pembangunan yang terbentuk pasca reformasi. Zuhal menggantikan Rahardi Ramelan.

Pada 1999, megaproyek pemanfaatan lahan gambut satu juta hektar di Kalimantan Tengah, yang sempat terhenti pembangunannya akan dilanjutkan lagi dengan pertimbangan ekonomis dan sosial.  Di bidang IPTEK, Kemenristek mempersiapkan konsep JPS (Jaring Pengaman Sosial) Iptek untuk menekan pekerja ter-PHK yang jumlahnya telah mencapai puluhan juta. Program ini difokuskan pada lapangan kerja atau bidang usaha yang berbasis pertanian atau agribisnis di daerah, yang menyentuh kelas bawah.

Presiden BJ Habibie mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 94 tahun 1999 tentang Dewan Riset Nasional. Disebutkan dalam Pasal 1, Dewan Riset Nasional (disingkat DRN) yang berkedudukan di Ibukota Negara adalah lembaga non-struktural yang membantu pemerintah dalam menyusun strategi pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi nasional, serta perumusan dan pelaksanaan kegiatan penelitian sesuai tuntutan zaman.

Dewan Riset Nasional mempunyai tugas pokok mempersiapkan bahan tentang arah dan prioritas program riset dan teknologi nasional serta bergerak aspek kebijakan dan system kelembagaan yang perlu dikembangkan untuk menstimulasi, menghimpun dan mensinergikan kapasitas elemen pembentuk perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Baca juga: Krisis Jadi Kebangkitan Inovasi Nasional

Presiden Abdurrahman Wahid

AS Hikam ditunjuk sebagai Menristek oleh Presiden Gus Dur pada 29 Oktober 1999. Menteri Negara Riset dan Teknologi AS Hikam mengingatkan, ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia jauh tertinggal dibandingkan negara maju, sehingga tugas utamanya nanti adalah memajukan bidang riset dan teknologi.

AS Hikam menekankan perlunya riset-riset yang akan mendukung pemulihan ekonomi di Indonesia termasuk eksplorasi kelautan yang akan dikembangkan dalam kabinet baru ini. “Riset tentang kelautan dan masyarakat nelayan yang selama ini neglected, saya kira perlu segera dilakukan.”

Perkembangan iptek selama ini, menurutnya, sudah banyak kemajuan, terutama bidang riset. Namun yang dikritik banyak pihak, masih terlalu menekankan pada teknologi tinggi yang kurang relevan. Oleh karena itu, Indonesia harus belajar, paling tidak dari negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura, untuk mengembangkan teknologi yang tepat bagi masyarakat. Demikian pula dengan pengelolaan lembaga riset. Yang penting harus menggunakan asas yang sudah dikatakan Presiden, bahwa semua harus bermanfaat terhadap apa yang dihadapi.

AS Hikam memiliki visi menjadikan riset dan teknologi lebih berwajah manusiawi.

Baca juga: Dokter Dipacu Hasilkan Riset dan Inovasi

Presiden Megawati Soekarnoputri

Hatta Rajasa ditunjuk Presiden Megawati sebagai Menristek pada 2001. Kemenristek menggiatkan dan mendukung proyek-proyek inkubator teknologi yang bertujuan untuk menolong pengembangan industri yang baru tumbuh. Inkubator teknologi tersebut merupakan bagian dari upaya mendukung komersialisasi hasil-hasil riset yang telah dikembangkan lembaga-lembaga riset. kemenristek juga mendorong terjadinya interaksi antara pengguna teknologi dan penghasil teknologi agar kedua belah pihak dapat menciptakan inovasi.

Kemenristek juga melaksanakan Program Warung Informasi Teknologi (Warintek) di tempat penampungan para TKI di Nunukan, Kalimantan Timur (Kaltim) untuk mengantisipasi melonjaknya angka pengangguran akibat pemulangan tenaga kerja Indonesia (TKI) dari Malaysia ke tanah air.

Kemenristek mempersiapkan program riset unggulan untuk remaja, yang diharapkan dapat dimulai tahun berikutnya untuk lebih mendorong semangat meneliti pada generasi muda. Kementerian Ristek bekerja sama dengan BASF Indonesia, industri kimia, untuk menumbuh kembangkan kemampuan para peneliti muda dan menindaklanjuti hasil penelitian ke arah aplikasi .

Kurangnya pemasyarakatan Iptek melalui media elektronik membuat Kemenristek mendukung upaya 3G Productions dengan membuat program TV “Kerlip!”. Program akan terdiri dari 13 episode dengan tema yang berbeda di setiap episode seperti energi, laut, air, biologi dan pertanian. Diharapkan program ini membantu mengenalkan iptek sejak dini sehingga budaya iptek bisa tumbuh dan berkembang dalam kehidupan sehari-hari.

Tahun ini Kemenristek akan mengkaji kembali pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Selain itu, BPPT akan menerbangkan prototipe pesawat terbang tanpa awak dan mengembangkan prototipe pesawat terbang antarpulau yang disebut Wige (wing ground effect).

Baca juga: Inovasi Darurat Covid-19

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

Kusmayanto Kadiman ditunjuk sebagai Menristek menggantikan Hatta Rajasa pada 2004. Pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dilakukan perombakan birokrasi di lingkungan Kemenristek, salah satunya dengan menempatkan enam kapal riset yang dikelola baik oleh BPPT dan LIPI dalam satu unit kerja atau instansi.

Pada 7 Februari 2005, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerbitkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2005 tentang Dewan Riset Nasional. Peraturan ini menyempurnakan dari Keppres Nomor 94 tahun 1999 tentang Dewan Riset Nasional pada era Kepemimpinan Presiden BJ Habibie.

Dalam Perpres era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini disebutkan Dewan Riset Nasional (DRN) bertugas membantu Menteri dalam merumuskan arah dan prioritas utama pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu, DRN memberikan berbagai pertimbangan kepada Menteri dalam penyusunan kebijakan strategis pembangunan nasional ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pada 2006, Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi (KMNRT) akan menyusun draf kebijakan pembagian wilayah waktu Indonesia untuk diubah jadi satu wilayah waktu, yaitu sama dengan wilayah Waktu Indonesia Tengah (GMT+8) dan diusulkan dengan nama Waktu Kesatuan Indonesia (WKI). Berbagai lembaga riset yang ada di bawah Kemenristek akan bekerja sama dengan perguruan tinggi untuk mengajar guna mendukung perbaikan mutu Perguruan Tinggi.

Pada 2008, Kemenristek menyetujui aplikasi teknologi pembangkit listrik tenaga sampah atau PLTS diterapkan di Kota Bandung. Bahkan, pembangunan PLTS itu akan dijadikan percontohan nasional dalam mengelola sampah.

Suharna Surapranata ditunjuk oleh Presiden SBY menjadi Menristek di Kabinet Indonesia bersatu II menggantikan Kusmayanto Kadiman pada 2009. Kemenristek menerapkan aturan baru, yaitu setiap peneliti atau kelompok peneliti penerima dana insentif riset wajib menuliskan hasil penelitiannya untuk dimuat pada jurnal internasional pada 2010. Selain itu, mereka juga dituntut mendaftarkan karya inovasinya pada lembaga Hak Kekayaan Intelektual untuk memperoleh paten. Aturan ini digunakan untuk meningkatkan output penelitian di Indonesia yang masih tergolong rendah.

Pada 2011 Gusti Muhammad Hatta dipilih untuk menggantikan Suharna Surapranata sebagai Menristek. Kemenristek memetakan peneliti dan tenaga ahli dari Indonesia di luar negeri untuk mengetahui potensi sumber daya manusia di bidang iptek. Nantinya, mereka akan dipanggil pulang untuk riset dan membangun industri nasional, khususnya industri strategis. Di bidang pengembangan transportasi dan energi, Kemenristek menargetkan tahun 2018 Indonesia bisa memproduksi 10.000 mobil listrik pada 2012.

LIPI meluncurkan hasil riset bus dan sedan listrik di Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Serpong pada 2012. Teknologi kendaraan ramah lingkungan tersebut merupakan antisipasi jangka panjang ketika sarana transportasi makin kesulitan bahan bakar fosil yang tidak terbarukan. LIPI juga meluncurkan telepon seluler pintar Smartphone Bandros (singkatan dari Bandung Raya Operating System). Telepon seluler pintar tersebut dirancang antisadap dengan menggunakan sistem operasi terbuka (open source) Linux. Hasil riset akan diserahkan ke Kemenristek.

Baca juga: Strategi Riset Indonesia

Presiden Joko Widodo

Presiden Joko Widodo menunjuk Muhammad Nasir ditunjuk sebagai Menristek pada Kabinet Kerja pada 2014. Nomenklatur Kementerian Riset dan Teknologi diubah menjadi Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti).

Kemenristek bersama LAPAN akan mengembangkan pesawat N-219. Pesawat turboprop N-219 dipercaya berpotensi menjadi solusi keterbatasan sarana transportasi di Indonesia. Pesawat yang sudah diminati hingga 200 unit.

Pada 2015, Menristek Dikti bersepakat dengan Komisi X DPR mengalirkan dana hasil penghematan perguruan tinggi negeri untuk menutupi kekurangan anggaran beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA). Dengan demikian, mahasiswa penerima beasiswa tersebut tidak mengalami pemotongan ataupun pembatalan beasiswa pada tahun 2015.

Kemenristek Dikti juga giat melakukan inspeksi mendadak alias sidak ke perguruan tinggi nakal. Dalam investigasi itu mereka menemukan pelanggaran berat dan ringan, termasuk memanipulasi soal jumlah dan data dosen di Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDPT). Selain itu, Kemenristek Dikti juga memprioritaskan pengembangan pendidikan vokasi. Hal tersebut dilakukan untuk menciptakan tenaga kerja terampil yang bisa segera diserap oleh pasar.

Baca juga: Riset dan Inovasi di Simpang Jalan

Pada 2016, di bidang pendidikan tinggi Kemenristek Dikti mengusulkan agar batas atas biaya kuliah di perguruan tinggi negeri (UKT) tidak dibatasi. Dengan cara ini, mahasiswa dari keluarga mampu dimungkinkan untuk membayar lebih tinggi sehingga diharapkan terjadi subsidi silang untuk membantu mahasiswa dari keluarga tak mampu.

Menristek Dikti Muhammad Nasir juga menandatangani dokumen kerja sama (letter of intent) dengan Menteri Pendidikan dan Riset Swedia Helene Hellmark Knutsson. Kerja sama dilakukan di bidang-bidang seperti kesehatan, energi terbarukan, dan pengelolaan limbah. Di samping itu, juga dilakukan pertukaran pelajar dan dosen, pertukaran peneliti, program beasiswa, serta pengembangan pusat sains dan teknologi.

Selain itu, Kemenristek Dikti juga melakukan pemetaan mengenai jumlah persis ahli-ahli sosial yang dimiliki. Hal ini agar tidak ada prodi tertentu yang memiliki jumlah mahasiswa terlalu banyak, sementara lulusannya tidak terserap di dunia kerja. Pada kesempatan lain, Nasir ingin diadakan pergeseran alokasi jumlah mahasiswa dari bidang ilmu sosial-humaniora ke ilmu sains-keteknikan.

Baca juga: Riset dan Inovasi

Pada 2017 pemerintah membiayai 17.006 penelitian dan pengabdian masyarakat yang dilakukan oleh perguruan tinggi. Seluruhnya mencakup skema penelitian yang bersifat hilirisasi dengan industri serta penelitian dasar. Pemerintah ingin perguruan tinggi bisa membuat penelitian berlevel 4 ke atas atau penelitian terapan.

Pemerintah juga mengganti cara mengevaluasi penggunaan dana penelitian melalui Peraturan Menristek dan Dikti Nomor 69 Tahun 2016 serta Peraturan Menteri Keuangan No. 106/2016. Penggunaan dana dievaluasi dari hasil riset berupa publikasi di jurnal internasional, terobosan mutakhir, hak kekayaan intelektual dan paten, serta pembuatan purwarupa.

Di bidang pendidikan tinggi, Kemenristek Dikti terus meningkatkan alokasi program Beasiswa Pendidikan Mahasiswa Berprestasi (Bidikmisi) bagi mahasiswa tidak mampu secara ekonomi, tetapi berprestasi secara akademik. Jumlah penerima Bidikmisi pada 2017 ditambah 20.000 orang menjadi 80.000 mahasiswa. Besaran dana yang diterima naik dari Rp600.000 menjadi Rp650.000 per bulan.

Baca juga: BRIN Perlu Fokus Sinergikan Seluruh Ekosistem Riset

Pada 2018, Kemenristek Dikti menyebutkan empat kebijakan terobosan untuk memperkuat peran perguruan tinggi (PT) menyongsong era revolusi industri 4.0. Kebijakan tersebut mencakup membebaskan nomenklatur program studi yang mendukung pengembangan kompetensi industri 4.0, melaksanakan kuliah pendidikan jarak jauh (open and distance learning), mengundang perguruan tinggi luar negeri untuk membuka program studi yang mendukung industri 4.0, serta membangun teaching industry.

Selain itu, Menristek dan Dikti Mohamad Nasir menerbitkan aturan terkait pembinaan ideologi bangsa melalui kegiatan kemahasiswaan di perguruan tinggi melalui peraturan Menristek dan Dikti Nomor 55 Tahun 2018 tentang Pembinaan Ideologi Bangsa dalam Kegiatan Kemahasiswaan di Kampus. Tujuannya agar segala kegiatan di bawah naungan organisasi mahasiswa tidak melenceng dari semangat Pancasila.

Kemenristek dan Dikti juga melakukan peninjauan ulang beban kuliah mahasiswa jenjang sarjana (S-1) di perguruan tinggi. Kemungkinan beban satuan kredit semester yang saat ini 144 dipangkas menjadi hanya 120 SKS.

Baca juga: Bahlil dan Nadiem Dilantik Lagi Jadi Menteri, Handoko Kepala BRIN

Kemenristek/BRIN

Pada 2019 Nomenklatur Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi diubah menjadi Kementerian Riset dan Teknologi/ Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Presiden Jokowi menunjuk Bambang Brodjonegoro sebagai Menteri Riset dan Teknologi sekaligus Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Tanggung jawab baru yang dipikul Menristek/Kepala BRIN lima tahun ke depan adalah menyinergikan sumber daya riset, iptek, dan inovasi yang selama ini tersebar, terpecah, dan cenderung tumpang tindih satu sama lain.

BRIN menjadi amanat UU Sisnas Iptek untuk menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian dan penerapan iptek, hingga menghasilkan invensi dan inovasi terintegrasi. BRIN akan mengoordinasikan perencanaan, pemrograman, penyusunan anggaran hingga monitoring dan evaluasi semua riset dan inovasi di Indonesia.

Baca juga: Beban Kerja Kemendikbud Ristek Tidak Mudah

Pembubaran Dewan Riset Nasional

Presiden Joko Widodo pada 26 November 2020 mengeluarkan Perpres 112 Tahun 2020 tentang tentang Pembubaran Dewan Riset Nasional (DRN), Dewan Ketahanan Pangan, Badan Pengembangan Wilayah Surabaya-Madura, Badan Standardisasi dan Akreditasi Nasional Keolahragaan, Komisi Pengawas Haji Indonesia, Komite Ekonomi dan Industri Nasional, Badan Pertimbangan Telekomunikasi, Komisi Nasional Lanjut Usia, Badan Olahraga Profesional Indonesia, dan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia.

Dalam Perpres tersebut disebutkan alasan pembubaran, yakni untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan urusan pemerintahah serta untuk mencapai rencana strategis pembangunan nasional.

Baca juga: Berharap Diperkuat, Dewan Riset Nasional Justru Dibubarkan

Pada 2020, Kebijakan Kemenristek/BRIN difokuskan pada pengembangan Covid-19. Riset dan inovasi terkait penanganan Covid-19 secara terpadu diadakan melalui konsorsium untuk mempercepat penerapan hasil inovasi dan menjaga agar tak ada tumpang tindih riset antarlembaga.

Para peneliti dalam negeri yang tergabung dalam konsorsium riset dan inovasi Covid-19 berhasil memproduksi alat uji PCR. Sekitar 50.000 alat sudah didistribusikan ke sejumlah laboratorium di seluruh Indonesia. Distribusi alat ini akan diprioritaskan pada laboratorium di daerah episentrum penularan Covid-19.

Kemenristek/BRIN juga memproduksi alat-alat kesehatan dalam negeri melalui kerja sama baik dengan lembaga riset, universitas, dan swasta. Salah satu alat kesehatan yang telah memasuki uji klinis adalah ventilator yang umumnya dibutuhkan oleh pasien Covid-19 dengan gejala berat.

Perihal vaksinasi, Menristek/BRIN mengeluarkan surat keputusan tentang Pelaksana Harian Tim Nasional Percepatan Pengembangan Vaksin Covid-19. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Universitas Indonesia (UI) bergabung dengan Tim Nasional Pengembangan Vaksin Merah Putih. Dua lembaga tersebut bisa meneliti calon vaksin Covid-19 untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Peleburan Kemenristek dan Kemendikbud

Pada April 2021, Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) dilebur menjadi satu dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menjadi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud-Ristek). Peleburan ini merupakan upaya merampingkan birokrasi.

Sedangkan, BRIN menjadi lembaga otonom yang berfungsi untuk melakukan riset dan inovasi nasional. Menurut Perpres No. 33 Tahun 2021 Pasal 69, empat Lembaga Pemerintah Non-Kementerian (LPNK) akan berada dalam naungan BRIN seperti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN).

Baca juga: Menatap Riset dan Inovasi Nasional

Adapun Kebijakan di bidang ristek-dikti setelah dilebur, di antaranya, bantuan Uang Kuliah Tunggal (UKT) dengan total anggaran Rp2 triliun bagi 419.000 mahasiswa dari PTN dan PTS yang terdampak pandemi Covid-19, serta realokasi anggaran sebesar Rp405 miliar untuk: peningkatan kapasitas 30 rumah sakit pendidikan dan fakultas kedokteran di PTN dan PTS; peningkatan fasilitas APD dan alat deteksi RT-PCR; dan penerjunan 15.000 mahasiswa sebagai relawan.

Bagaimanapun, peleburan Kementerian Riset dan Teknologi ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan membuat Badan Riset dan Inovasi Nasional atau BRIN menghadapi tantangan substansial dan administrasi. Agar ekosistem riset dan inovasi terjaga, dewan pengarah badan riset dan inovasi itu mesti diisi figur yang berlatar belakang ilmuwan atau peneliti. (LITBANG KOMPAS)

Artikel Terkait

Referensi

Arsip Kompas
  • “Sejarah Kemenristek yang Akan Dilebur dengan Kemendikbud” KOMPAS, 12 April 2021.
  • “Paradigma BRIN ke Depan” KOMPAS, 12 November 2019 hal. 6
  • “Sejarah Kemenristek yang Akan Dilebur dengan Kemendikbud” KOMPAS, 12 April 2021.
  • “Bukan Gejala Baru Krisis Bahan-Bakar dan Beberapa Bahan-Dasar Lainnya”, KOMPAS, 9 Juli 1947
  • “Proyek Penelitian “Indonesia Ditahun 2000” Sedang Digarap”, KOMPAS, 29 Januari 1975
  • “Pusat Gempabumi Nasional Dibentuk” KOMPAS, 5 Agustus 1976
  • “Kerjasama Penelitian Strategis Wanhankamnas – Menteri Negara Riset” KOMPAS, 21 Oktober 1976
  • “Sebuah Jip “Banteng” Diserahkan kepada Menteri Habibie” KOMPAS, 12 Oktokber 1979
  • “Perhatikan Kemungkinan Pengembangan Sumber Energi dari Tumbuhan Euphorbia” KOMPAS, 22 Mei 1982
  • “Pancasila Jadi Landasan Pokok Pengembangan Riset dan Teknologi” KOMPAS, 22 April 1983
  • “Indonesia Tahun 2000 Harus Diprogramkan Sejak Sekarang” KOMPAS, 25 April 1983, hal. 12
  • “Menristek Tentang Industrialisasi: Repelita IV Libatkan Teknologi Tinggi dan Sederhana” KOMPAS, 26 Agustus 1983, hal. 1
  • “Parit Sunda Diteliti” KOMPAS, 6 Februari 1986, hal. 6.
  • “Presiden Membuka Kipnas IV: Indonesia Terpaksa Titik Beratkan Pengembangan Iptek Jangka Pendek” KOMPAS, 09 September 1986
  • “Besar Kemungkinannya Swasta Asing Dilibatkan dalam Pembangunan PLTN” KOMPAS, Sabtu, 7 Februari 1987, hal. 2
  • “Mendikbud dan Menristek Upayakan: Kurikulum yang Cerminkan Porsi Imbang Humaniora dan Teknologi” KOMPAS, 27 Februari 1987, hal. 1
  • “Pusat Ginjal Nasional di Bandung” KOMPAS, 20 Juli 1987
  • “Dimulai tahun 2000, Era Penggunaan Nuklir Indonesia”, KOMPAS, Selasa, 14 Juni 1988, hal. 6
  • “Palapa C diluncurkan 8 tahun lagi” KOMPAS, 15 Jan 1988 hal. 1
  • “Meski Dana Terbatas, Pembangunan PT Pindad Hendaknya Dilanjutkan” KOMPAS, 15 Februari 1989, hal. 2
  • “Sasaran Pindad, Mendukung Pertahanan dan Pembangunan” KOMPAS, 6 Maret 1989, hal. 8
  • “TMII Akan Melengkapi Diri Dengan Arena Iptek” KOMPAS, 19 Juni 1989, hal. 3
  • “Indonesia-Jepang akan Bangun Jembatan Surabaya-Madura” KOMPAS, 11 Oktober 1989, hal. 16
  • “Menristek B.J. Habibie: Kapal Di Atas 5.000 DWT Tak Boleh Diimpor, Disewa Boleh” KOMPAS, 29 November 1989
  • “Menggiurkan, Potensi Investasi Telekomunikasi di Indonesia” KOMPAS, 3 Maret 1990, hal. 2
  • “Tujuh Proyek Pembangunan Sarana Telekomunikasi Ditandatangani” KOMPAS, 5 Juli 1990, hal.2
  • “Indonesia Memasuki Era Konferensi Jarak Jauh” KOMPAS, 12 May 1990, hal.12
  • “Pusat Bioteknologi Akan Dibangun Di Sukabumi” KOMPAS, 5 May 1990, hal. 13
  • “Diresmikan, Kapal Modern Menggunakan Tenaga Angin” KOMPAS, 21 May 1990, hal. 2
  • “Indonesia Akan Mengekspor Amunisi Ke Negara NATO” KOMPAS, 27 May 1990, hal. 16 “Menristek Habibie: Industri Pesawat Terbang Terbuka bagi Pihak Swasta” KOMPAS, 18 September 1990, hal.2
  • “DRN akan Koordinasikan Penelitian Secara Terpadu” KOMPAS, 29 Juli 1992, hal. 8
  • “UU Penggunaan Nuklir akan Direvisi Sejalan dengan PLTN” KOMPAS, 10 Desember 1993 hal.8
  • “Dibuka “Homepage” Pin-Iptek di Jaringan Ipteknet” KOMPAS, 3 Januari 1997, hal.15
  • “Dilanjutkan, Program Lahan Gambut di Kalteng” KOMPAS, 10 Juli 1999, hal. 8
  • “Dilanjutkan, Program Lahan Gambut di Kalteng” KOMPAS, 10 Juli 1999, hal. 8
  • “JPS Iptek untuk Atasi PHK di Perkotaan” KOMPAS, 12 Jul 1999, hal. 28
  • “Nama dan Peristiwa: AS Hikam ditunjuk Presiden Gus Dur menjadi Menristek” KOMPAS, 28 Oktober 1999
  • “Menristek Resmikan Pengoperasian EAR” KOMPAS, 28 Juni 2001, hal. 21
  • “Inkubator Teknologi Terus Digiatkan” KOMPAS, 25 Juni 2002, hal. 10
  • “Program Warintek untuk Bantu TKI” KOMPAS, 5 September 2002, hal. 10.
  • “Riset Unggulan Remaja Disiapkan” KOMPAS, 7 September 2002, hal. 10
  • “Memasyarakatkan Iptek Lewat Televisi” KOMPAS, 10 September 2002, hal. 10
  • “Rencana Pembangunan PLTN di Semenanjung Muria Dikaji Kembali” KOMPAS, 08 Januari 2003, hal. 10
  • “Baruna Jaya di Tanjung Priok Terancam Digusur” KOMPAS, 20 November 2004, hal. 10
  • “Sains: Alat Peraga Kluster Listrik untuk Taman Pintar” KOMPAS, 13 Desember 2005, hal. 7
  • “Wilayah Waktu: Diusulkan untuk Disatukan” KOMPAS, 10 Februari 2006, hal. 12
  • “Penelitian: Profesor Riset Perlu Mengajarkan Ilmu di Perguruan Tinggi” KOMPAS, 20 Desember 2006, hal.7
  • “Menristek Setujui PLTS * Penerapan Konsep 3R Masih Butuh Waktu” KOMPAS, 25 Maret 2008, hal. 2
  • “Penelitian: Riset Wajib Masuk Jurnal Internasional” KOMPAS, 3 April 2010, hal. 14
  • “Potensi Peneliti Belum Dipetakan * PT Dirgantara Indonesia Butuh Banyak Insinyur” KOMPAS, 29 Oktober 2011   Halaman: 13
  • “Langkan: Pemerintah Janji Produksi 10.000 Mobil Listrik” KOMPAS, 16 Juli 2012, hal. 12
  • “Penelitian: Mobil Listrik LIPI Antisipasi Jangka Panjang” KOMPAS, 26 Agustus 2013, hal. 13
  • “Teknologi Penerbangan: N-219 Diproyeksikan Hubungkan Antarpulau” KOMPAS, 21 Januari 2015, hal. 14
  • “Beasiswa PPA Tetap Berjalan” KOMPAS, 13 Februari 2015, hal. 8
  • “Lagi, Sidak Perguruan Tinggi Nakal” KOMPAS, 15 September 2015
  • “Pendidikan Tinggi Vokasi Menjadi Prioritas” KOMPAS, 2 Februari 2015 hal. 8
  • “Biaya Kuliah Dievaluasi * Terjadi Kesenjangan Akses terhadap PTN” KOMPAS, 4 Februari 2016, hal. 12
  • “Langkan: Indonesia Jalin Kerja Sama dengan Swedia” KOMPAS, 20 Februari 2016 hal.11
  • “Lulusan PT Belum Dipetakan * Perlu Pergeseran Alokasi Mahasiswa dari Sosial-Humaniora ke Sains-Keteknikan” KOMPAS, 06 April 2016, hal. 12
  • “Penelitian: Pemerintah Menerapkan Dua Jenis Skema” KOMPAS, 7 Januari 2017, hal.13
  • “Langkan: Jumlah Penerima Bidikmisi Ditambah” KOMPAS, 23 Januari 2017, hal. 11
  • “Saatnya Memacu Perkuliahan Digital” KOMPAS, 6 Maret 2018, hal.  11
  • “Kemahasiswaan: Organisasi Wajib Berideologi Pancasila” KOMPAS, 30 Oktober 2018, hal. 10
  • “Pendidikan Tinggi: Beban Kuliah Ditinjau Ulang agar Fokus Kualitas” KOMPAS, 13 Desember 2018, hal. 12
  • “Paradigma BRIN ke Depan” KOMPAS, 12 November 2019 hal. 6
  • “Optimalkan Anggaran Riset” KOMPAS, 29 November 2019, hal. 11
  • “Pemancar Ultraviolet Bunuh Virus * Inovasi Iptek” KOMPAS, 4 May 2020, hal.8
  • “Pandemi Covid-19: Memperluas Cakupan Pemeriksaan secara Spesifik * Inovasi Iptek” KOMPAS, Senin, 18 May 2020, hal. 8
  • “Percepat Produksi Alkes” KOMPAS, 6 May 2020 hal. 15
  • “Menanti Konsolidasi Riset Indonesia”, KOMPAS, 10 September 2020
  • “Pandemi Covid-19: LIPI dan Universitas Indonesia Terlibat Riset Vaksin” KOMPAS, 4 Desember 2020, hal. 8
  • “Kemenristek Gabung ke Kemendikbud, Nadiem Makarim Makin Dipercaya” KOMPAS, 13 April 2021.
  • “5 Bantuan Kemendikbud Ristek Selama Pandemi Covid-19” KOMPAS, 4 Agustus 2021.