Pengunjung bercengkerama sembari menikmati racikan teh di Surakartea, di Kota Surakarta, Jawa Tengah, Kamis (18/8/2022). Keberadaan kafe semacam itu bertujuan untuk mendekatkan kembali tradisi minum teh kepada anak muda. Itu sekaligus untuk mengeksplorasi potensi olahan teh yang bisa dimunculkan.
Fakta Singkat
Tradisi minum teh
- Menurut FAO, teh menjadi minuman paling banyak dikonsumsi setelah air putih.
- Teh berasal dari tanaman Camellia sinesis.
- Teh memiliki beragam jenis: teh hitam, teh hijau, teh oolong, teh putih, dan lain-lainnya.
- Merujuk buku Tea: The Drink That Changed The World, teh sudah dikonsumsi sejak Paleolitikum sekitar 5000 tahun lalu.
- Berdasarkan legenda populer dari Tiongkok, teh pertama kali ditemukan oleh Kaisar Shen Nong dari China pada tahun 2373 SM ketika sedang berkeliling mencari tanaman obat baru.
- Teh sudah menjadi komoditas dalam perdagangan Jalur Sutera, yang mempertemukan para pedagang, para pelancong, dan penduduk lokal dari berbagai penjuru dunia, menjadikan popularitas teh dengan cepat meningkat.
Teh telah menaklukkan dunia. Menurut Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), teh menjadi salah satu minuman terpopuler di dunia, paling banyak dikonsumsi setelah air putih. Statista mencatat, pada tahun 2022, konsumsi teh dunia mencapai 6,7 miliar kilogram.
Dalam sejarah, teh sudah dikonsumsi selama ribuan tahun. Merujuk buku Tea: The Drink That Changed The World karya Laura C. Martin, teh sudah dikonsumsi sejak Paleolitikum sekitar 5000 tahun lalu. Sementra berdasarkan bukti-bukti arkeologis, daun teh yang berasal dari tanaman camellia sinesis diperkirakan sudah direbus oleh Homoerectus di suatu daerah yang saat ini diketahi adalah China.
Namun, berdasarkan legenda populer dari Tiongkok, teh pertama kali ditemukan oleh Kaisar Shen Nong dari China pada tahun 2373 SM. Penemuan itu terjadi ketika kaisar sedang berkeliling mencari tanaman obat baru. Karena merasa lelah, kaisar beristirahat di bawah sebuah pohon besar. Para pembantunya merebus air dengan maksud menyiapkan obat lelah bagi kaisar. Tanpa diduga beberapa lembar daun melayang dan jatuh tepat di wadah minum kaisar.
Bukan membuangnya, kaisar malah merebus daun-daun melayang tadi dan kemudian meminum airnya. Daun yang terasa agak pahit dan sepat itu nyatanya justru membuat tubuh kaisar segera pulih dari rasa lelah. Daun yang kaya akan nutrisi itu kemudian disebut sebagai daun teh.
Sejak peristiwa itu, daun teh menjadi salah satu daun yang paling dicari dan menyebar ke seluruh dunia. Melalui Jalur Sutera, teh menjadi komoditas yang diperdagangkan antar benua. Jalur Sutera yang mempertemukan antara pedagang, pelancong, dan penduduk lokal, menjadikan popularitas teh dengan cepat meningkat.
Dalam perkembangan selanjutnya, di beberapa negara minum teh menjelma menjadi bagian penting yang melekat erat dalam kehidupan masyarakat. Bersamaan dengan itu pula, muncul banyak variasi budaya konsumsi teh sesuai dengan norma masyarakat masing-masing, yang berbeda-beda dari satu tempat ke tempat lain.
Sampai saat ini, beragam tradisi dalam minum teh masih terus diwariskan dari generasi ke generasi. Teh pun memiliki beragam jenis: teh hitam, teh hijau, teh oolong, teh putih, dan lain-lainnya. Yang disebut teh kini juga tidak selalu berasal dari tanaman teh atau Camellia sinesis. Selain diseduh dengan air, daunnya juga bisa dikunyah, ditambahkan ke sup, difermentasi, atau dikonsumsi dengan berbagai cara lainnya.
KOMPAS/ALIF ICHWAN
Bisnis Teh – Stephen H.B Twining, generasi ke-sepuluh dari keluarga Twinings asal Inggris, yang terkenal dengan bisnis teh terkemuka di dunia dan telah berdiri lebih dari 300 tahun. Twinings yang didirikan oleh Thomas Twinings tahun 1706 merupakan merek minuman teh paling terkemuka di dunia, dijual di 115 negara dan telah menciptakan lebih dari 200 varian teh. Twinings.
Budaya Minum Teh di Eropa
- Inggris
Di Inggris, teh menjadi minuman yang sangat digemari masyarakat, sampai-sampai teh menjadi kebutuhan dan gaya hidup sehari-hari. Menurut penelitian The Grocer pada 2017, 75 persen orang Inggris setidaknya minum satu cangkir teh per hari, dan 13 persen dari mereka minum enam cangkir per hari.
Konsumsi tertinggi terjadi pada kelompok usia 35 hingga 44 tahun, di mana 17 persen di antaranya meminum minimal enam cangkir setiap hari. Adapun jenis teh yang paling disukai adalah teh hitam, yang sebagian besar berasal dari India dan negara-negara di Afrika Timur.
Kecanduan teh orang Inggris terbentuk sejak teh diimpor pertama kali dari China sekitar pertengahan abad ke-16. Namun, popularitas teh meningkat pesat Ketika Raja Charles II menikah dengan putri Portugis yang juga pecinta teh, Catherine de Breganza.
Sejak itu, minum teh menjadi salah satu kebiasaan yang tidak bisa dilepaskan dari keseharian orang Inggris. Teh pun menjadi komoditas yang sangat penting bagi Inggris. Saking pentingnya teh bagi orang Inggris, para pemberontak di koloni-koloninya di Amerika membuat pernyataan besar menjelang Perang Revolusi Amerika dengan membuang teh ke laut ke Pelabuhan Boston—acara ini kemudian dikenal dengan nama Boston Tea Party.
Di Inggris, teh umum diminum dengan tambahan susu atau gula. Mencampur susu ke dalam teh sudah menjadi kebiasaan yang dilakukan masyarkaat Inggris sejak abad ke-18. Menambahkan susu tidak hanya mengurangi rasa sepat pada teh, tetapi juga mengurangi risiko pecahnya wadah porselen akibat panasnya teh yang baru diseduh.
Orang Inggris minum teh di setiap kesempatan, namun mereka paling sering meminumnya pada pagi dan sore hari. Pada pagi hari, teh diminum bersamaan dengan waktu sarapan, ini sudah menjadi tradisi yang terus dilakukan hingga hari ini. Bahkan, saat ini, minum teh pada pagi hari kerap diasosiasikan dengan sarapan ala Inggris. Banyak restoran atau hotel menyediakan menu English breakfast tea.
Sementara pada sore hari, teh umumnya disajikan sekitar pukul 16.00 dengan ditemani makanan ringan seperti kue atau bolu. Menurut cerita, awalnya tradisi ini diperkenalkan oleh Anna Russell, Duchess of Bedford ke-7, pada pertengahan abad ke-19. Duchess merasakan energinya turun sekitar tengah hari setiap hari. Solusinya, ia mulai minum teh sambil ngemil dan mengajak teman-temannya ke rumahnya. Kebiasaan itu kemudian perlahan-lahan menjadi tradisi dan gaya hidup.
Menariknya, meskipun tidak memiliki kebun teh, Inggris menjadi produsen produk teh sejak 300 tahun yang lalu. Twinings of London atau umum disebut Twinings saja, contohnya. Produsen teh premium yang didirikan Thomas Twining pada tahun 1706 itu kini mengekspor teh ke 115 negara dengan 600 jenis teh, termasuk ke Indonesia yang memiliki 130.000 hektar kebun teh.
KOMPAS/YUNIADHI AGUNG
Sejumlah warga Ibu Kota menjadikan minum teh sebagai sarana bersosialisasi (23/11/2014)
- Irlandia
Sementara itu, teh juga sudah mendarah daging dalam budaya Irlandia. Menurut data Statista, orang Irlandia tercatat sebagai salah satu peminum teh terbesar per kapita di dunia. Mereka meminum rata-rata 4 hingga 6 cangkir teh sehari.
Teh pertama kali masuk ke Irlandia diperkirakan pada akhir abad ke-17 dibawa oleh pedagang-pedagang Inggris dari India, tetapi baru populer pada awal abad ke-18. Saat itu, karena hargaya yang mahal, teh merupakan barang mewah yang dinikmati oleh kalangan bangsawan dan masyarakat kelas atas.
Namun, pada abad ke-19, ketika harga teh menurun dan lebih terjangkau, teh mulai mengalir ke masyarakat luas. Teh segera menjadi minuman populer di rumah-rumah Irlandia.
Teh pun menjadi elemen penting dalam setiap interaksi sosial di Irlandia. Budaya di Irlandia mengharuskan tuan rumah menawarkan teh pada setiap tamunya. Menawarkan teh adalah simbol kehangatan dan keramahtamahan orang Irlandia.
Setiap kali ada tamu datang, seringkali dianggap tidak sopan jika tidak langsung menawarkan teh kepada tamu tersebut. Oleh karena itu, orang Irlandia jarang membuat secangkir teh untuk diri mereka sendiri. Mereka biasanya membuat teh dalam teko besar, sehingga jika ada orang lain, mereka bisa bergabung untuk minum teh.
Di Irlandia, seperti di Inggris, teh hitam adalah jenis teh yang paling disukai, umumnya disajikan panas dengan tambahan susu atau gula. Namun, sebelum menyeduh teh, ada kebiasaan orang Irlandia untuk terlebih dahulu menghangatkan teko dan cangkir teh.
Orang Irlandia menyukai teh yang pekat dan kuat. Mereka sering kali menggunakan kantong teh tambahan dan merendam tehnya lebih lama untuk mendapatkan rasa yang lebih kaya. Dengan cara ini, mereka dapat tetap merasakan aroma dan rasa teh meski sudah ditambahkan susu atau gula.
Teh biasa diminum sepanjang hari, pada pagi hari untuk memulai hari, pada siang hari ketika istirahat, dan sore untuk menjembatani antara makan siang dan makan malam. Minum teh sering kali disertai scone, sejenis roti dengan pemanis ringan yang biasanya disajikan dengan mentega, selai, dan terkadang krim.
KOMPAS/PRIYOMBODO
Proses pembuatan teh di Tea Addict di Kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (24/5/2010).
- Turkiye
Turkiye adalah negara konsumen teh terbesar di dunia. Menurut Statista, pada tahun 2016, konsumsi teh per kapita di Turki sekitar 6,96 kilogram per tahun atau setara 1.300 cangkir teh. Turkiye juga termasuk di antara 5 negara penghasil teh terbesar di dunia, yang memproduksi sekitar 6 hingga 10 persen teh dunia. Sebagian besar dikonsumsi di dalam negeri.
Dibandingkan dengan sejarah teh yang berusia ribuan tahun, teh Turkiye relatif muda. Menurut beberapa sumber, orang Turkiye berdagang dan mengonsumsi teh sejak tahun 400 SM. Namun, teh menjadi umum di Turki sejak tahun 1900-an.
Teh yang disebut çay di Turkiye merupakan bagian penting dari budaya dan mengakar kuat dalam masyarakat Turkiye. Budaya minum teh ini sudah turun temurun dan terus berkembang hingga saat ini sehingga telah menjadi tradisi.
Bagi orang Turkiye, menyeduh teh dianggap sebagai ritual yang menyatukan orang-orang. Teman dan keluarga akan berkumpul untuk mendiskusikan kehidupan mereka dan menikmati kebersamaan satu sama lain sambil menyeruput teh. Teh juga digunakan untuk menyambut tamu. Pedagang biasanya menawarkan teh kepada setiap pelanggan sebagai tanda persahabatan atau mencapai kesepakatan.
Teh ala Turkiye diseduh dengan teh hitam. Jika diinginkan teh yang manis, umumnya ditambahkan gula batu atau madu secukupnya di dalam gelas. Namun, di beberapa komunitas ada pula yang menambahkan rempah-rempah.
Secara tradisional, teh Turkiye direbus dalam teko yang disebut çaydanlık langsung di atas kompor. Gelas teh biasanya berukuran kecil dan berleher sempit (menyerupai bunga tulip). Bentuk ini membantu menjaga panas agar tidak cepat keluar, sehingga memungkinkan pengalaman aromatik yang lebih tahan lama.
Orang-orang Turkiye sangat memperhatikan peralatan minum teh. Sebab, kualitas bahan-bahan tersebut dianggap dapat mempengaruhi rasa teh. Teko dan cangkir teh bisa terbuat dari tembaga, baja tahan karat, atau kaca.
KOMPAS/NINO CITRA ANUGRAHANTO
Racikan teh dari kafe teh kekinian bernama Surakartea, di Kota Surakarta, Jawa Tengah, Kamis (18/8/2022). Keberadaan kafe semacam itu bertujuan untuk mendekatkan kembali tradisi minum teh kepada anak muda. Itu sekaligus untuk mengeksplorasi potensi olahan teh yang bisa dimunculkan.
Amerika Serikat
Dibanding teh, kopi masih menjadi minuman paling banyak dikonsumsi di Amerika Serikat (AS). Meski demikian, menurut Asosiasi Teh AS, sekitar 80 persen rumah tangga di AS memiliki teh di dapur mereka.
Secara historis, teh telah diperkenalkan ke AS oleh Belanda ketika mengklaim New Amsterdam, kini New York, sebagai koloninya pada akhir tahun 1640-an. Namun, baru pada pertengahan abad ke-19 teh menjadi minuman yang sangat populer.
Di AS, teh dengan karakter yang lebih ringan dan lembut dengan aroma yang lebih manis dan halus lebih disukai orang dibandingkan teh dengan rasa yang lebih kuat dan pekat. Secara penyajian, jika di beberapa negara teh umumnya disajikan panas. Di AS, teh lebih sering disajikan dan diminum dalam keadaan dingin dengan es.
Konon, AS pula yang pertama kali menyajikan teh menggunakan es dan mempopulerkannya. Berawal dari Richard Blechynden yang mempromosikan teh pada Pameran Dunia 1904 di St. Louis. Pada suatu hari yang panas, ia memutuskan untuk menuangkan teh panasnya ke atas es agar lebih menarik bagi para pengunjung pameran. Peristiwa tersebut melahirkan es teh.
Namun, referensi lain menunjukkan bahwa es teh sudah menjadi minuman populer sejak abad ke-19, khususnya di Amerika Serikat bagian selatan. Minuman ini sering disajikan dengan lemon dan gula, ini merupakan minuman favorit untuk menenangkan diri selama bulan-bulan musim panas.
Pada abad ke-20, seiring dengan penemuan lemari pendingin dan freezer, es teh terus berkembang dan mendapatkan popularitas. Es teh terdapat dalam setiap menu restoran-restoran di Amerika. Bahkan, di AS, tanggal 10 Juni secara khusus didedikasikan sebagai Hari Es Teh Nasional.
Artikel terkait
Maroko
Walaupun bukan negara produsen teh, teh adalah bagian penting dalam budaya Maroko dan dinikmati oleh orang-orang dari segala usia. Teh atau yang disebut attai di Maroko biasanya disiapkan oleh kepala keluarga laki-laki dan dianggap sebagai seni yang diturunkan dari generasi ke generasi.
Dari sejumlah literatur, ada beberapa pendapat terkait asal-usul teh di Maroko. Ada yang meyakini pertama kali diperkenalkan pada abad ke-12 SM oleh bangsa Fenisia yang telah selama lebih dari delapan abad di bagian utara negara itu. Adapula yang mengatakan bahwa teh datang ke Maroko dari Spanyol dan Portugis pada abad ke-18. Meski tidak ada kesepakatan terkait asal-usulnya, teh menempati posisi yang penting dalam budaya Maroko.
Di Maroko, teh mint adalah yang paling digemari dan menjadi identitas. Menggunakan bubuk teh hijau China sebagai bahan dasarnya, dengan tambahan daun mint dan gula, teh mint Maroko disajikan sepanjang hari, terutama pada waktu makan dan ketika berkumpul bersama teman atau keluarga.
Teh juga digunakan sebagai simbol keramahtamahan dan persahabatan di Maroko. Digunakan untuk menyambut tamu ke dalam rumah seseorang. Teh akan disajikan tiga kali untuk tamu. Dan, menolak minum segelas teh dianggap tidak sopan.
Teh umumnya disajikan di atas nampan perak, disajikan langsung oleh kepala keluarga di depan para tamu. Penuangan teh dilakukan dengan teko dengan mocong panjang melengkung dari ketinggian sekitar satu kaki di atas cangkir teh hingga menimbulkan busa pada permukaan teh, mirip dengan pembuatan teh tarik. Jika tidak ada buih berarti teh belum siap disajikan dan perlu diseduh agak lama, sehingga teh yang ada di gelas dituangkan kembali ke dalam teko.
KOMPAS/SIWI NURBIAJANTI
Ribuan masyarakat Kota Tegal sedang mengikuti acara moci bareng yang diselenggarakan untuk memecahkan rekor MURI, Sabtu (27/8/2005). Selama ini moci (minum teh hangat dalam dalam poci tanah) merupakan ciri khas masyarakat Kota Tegal dan sekitarnya. Moci biasa dilakukan pada malam hari di sejumlah lesehan di jalan-jalan dan sudut kota.
India
India adalah salah satu negara produsen teh terbesar di dunia. Teh di India memeliki sejarah yang panjang selama berabad-abad. Namun, baru ditanam secara komersil pada abad ke-19 saat masa kolonialisme Inggris.
Teh juga telah menjadi bagian integral dari budaya India yang mengakar kuat dalam kehidupan masyarakat. Dari pagi hingga malam hari, minum teh menjadi rutinitas utama jutaan orang India. Kedai teh, yang umumnya dikenal sebagai chaiwallah, ada di mana-mana di kota-kota besar dan kecil di India.
Secara sosial, teh berfungsi menyatukan orang-orang, sebagai media percakapan dan simbol ikatan. Merupakan hal yang lumrah bagi para tamu untuk disambut dengan secangkir teh hangat sebagai tanda selamat datang dan rasa hormat.
Teh juga menjadi bagian penting dari praktik keagamaan dan spiritual di India. Dalam beberapa tradisi Hindu, teh dipersembahkan sebagai bentuk prasad, persembahan keagamaan yang diberikan sebagai berkah.
Salah satu minuman teh paling terkenal di India adalah masala chai (teh rempah), teh berbumbu yang dibuat dengan susu, gula, dan rempah-rempah, seperti kayu manis, jahe, kapulaga, dan cengkeh. Masala chai sering dinikmati di pagi atau sore hari sebagai minuman segar.
Selain masala chai, masih banyak jenis teh lain yang populer di berbagai daerah di India. Misalnya, teh darjeeling, yang ditanam di negara bagian Benggala Barat bagian utara, yang menjadi salah satu teh paling berharga di India karena rasa dan aromanya yang lembut.
Selain itu, ada teh assam, yang ditanam di negara bagian Assam di bagian timur laut, dikenal dengan rasa maltnya yang kuat dan sering digunakan dalam campuran teh hitam. Teh nilgri, di tanam di India bagian selatan, yang memiliki ciri khas dari penampilannya yang gelap dan kurus serta menghasilkan rasa teh kuat dan aroma bunga yang menyegarkan.
KOMPAS/LASTI KURNIA
Berbagai jenis produk teh siap minum produksi perkebunan teh PT Perkebunan VIII Gunung Mas, Bogor (11/7/2006) .
China
China dikenal luas sebagai tempat kelahiran teh. Minum teh, disebut cha, menjadi ritual sehari-hari yang tidak mungkin terlewatkan di China. Anak muda hingga orang tua semuanya menggemari teh. Bahkan, ada pepatah kuno China mengatakan “lebih baik tanpa makanan sehari, daripada tanpa teh sehari”.
Teh mendapatkan posisi yang tinggi di China. Selain digunakan sebagai obat herbal, teh juga dimanfaatkan dalam berbagai konteks sosial, budaya, dan spiritual. Oleh sebab itu, teh hampir selalu ada dalam setiap upacara-upacara penting, seperti upacara keagamaan, pengembahan leluhur, hingga upacara perkawinan.
Ada banyak kebiasaan minum teh di China. Dalam buku The Story in a Cup of Tea karya Ratna Somantri, pendiri Indonesia Tea Institute, disebutkan bahwa kebiasaan paling terkenal adalah gongfucha. Gongfucha bisa diterjemahkan sebagai the art of tea karena teh diseduh dengan memakai banyak tahap dan gerakan. Tradisi ini umumnya dilakukan sebagai bentuk permintaan maaf dan menghormati orang yang lebih tua atau juga digunakan saat acara lamaran atau sangjit.
Dalam Gongfucha jenis teh yang digunakan adalah teh oolong atau teh hitam. Sebelum penyeduhan teh dimulai, semua alat yang digunakan dibilas terlebih dahulu dengan air panas. Selanjutnya, daun teh dibilas dengan tujuan untuk membersihkan daun teh dari berbagai kotoran dan debu.
Tahap berikutnya, teh diseduh dengan air panas. Suhu dan kualitas air sangat diperhatikan, sebab akan berpengaruh terhadap rasa dan aroma teh yang dihasilkan. Setelah di seduh, teh dituang ke dalam cha hai atau tempat untuk menampung tea yang sudah diseduh sebelum dituangkan ke cangkir teh teh.
Untuk menikmatinya ada tata cara khusus. Kita akan diberi dua cangkir dengan ukuran yang berbeda. Cangkir yang pertama bentuknya lebih pendek, disebut cha bei (cangkir teh). Sementara cangkir yang kedua bentuknya lebih panjang disebut wenxiang bei (cangkir aroma).
Dari cha hai teh dituangkan ke dalam cangkir aroma. Lalu, angkir teh diletakkan terbalik di atas cangkir aroma. Setelah itu, posisi cangkir teh dan cangkir aroma dibalik. Cangkir aroma diangkat dan digunakan untuk mencium aroma teh. Tujuannya untuk menghargai para petani teh yang telah menanam teh. Kemudian teh diminum secara perlahan dari cangkir.
Teh tidak disarankan untuk ditiup sebelum diminum. Jika masih terlalu panas, bisa menunggu hingga suhu turun dan siap diminum.
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Barista meracik minuman teh pesanan pelanggan di Gaia Tea and Cakes, Jalan Kemang Raya, Jakarta, Kamis (12/11/2015).
Jepang
Minuman teh memiliki akar sejarah panjang di Jepang. Dalam sejumlah sumber, teh kali pertama masuk ke Jepang pada periode Nara atau sekitar abad ke-8 seiring dengan masuknya agama Buddha dari Cina.
Pada masa itu, teh ditanam di kuil dan dianggap sebagai barang mewah, sehingga hanya bisa dinikmati oleh golongan pendeta atau bangsawan. Namun, seiring perkembangan zaman, kebiasaan minum teh menyebar keluar tembok istana dan bisa dinikmati oleh masyarakat biasa.
Di Jepang sendiri, ada banyak upacara minum teh. Salah satu yang populer adalah chanoyu disebut juga sado atau chado. Ritual teh ini lekat dengan pengaruh dari Buddhisme Zen dan telah menjadi bagian penting bagi kebudayaan Jepang.
Chanoyu telah berakar lama dalam masyarakat Jepang. Diperkenalkan pada periode Kamakura (1192–1333) oleh seorang pendeta Buddha Zen bernama Eisai sekembalinya dari Cina untuk mempelajari agama Buddha. Eisai memperkenalkan ritual minum teh ini karena menurut tradisi Buddha, teh digunakan untuk menambah kesiagaan selama bermeditasi.
Pada awalnya chanoyu hanya diselenggarakan di lingkungan kaum bangsawan, biasanya dilakukan sebagai salah satu cara untuk merayakan kejadian penting. Peralatan, hiasan, dan makanan yang disajikan sangat mewah dan beragam, sehingga pada masa itu chanoyu dianggap sebagai perayaan yang menekankan pada kemewahan.
Namun, seiring dengan makin berkembang dan meluasnya ajaran Buddha Zen, terjadi perubahan pandangan tentan chanoyu. Menurut Sen no Rikyū, seorang penganut Buddha Zen, membawa pemikiran tentang salah satu ajaran Zen tentang kesederhanaan, berpendapat bahwasannya ritual Chanoyu seharusnya sederhana dan dapat diikuti oleh semua golongan masyarakat. Sejak saat itu, tradisi chanoyu juga turut meluas ke masyarakat biasa.
Chanoyu biasanya dilakukan di sebuah ruangan yang bernama chashitsu yang berarti ruang teh dalam tradisi Jepang. Jenis teh yang digunakan adalah matcha, teh hijau bubuk yang berkualitas tinggi, diproses dengan cara di-steam, dikeringkan, dan digiling menjadi teh hijau yang berbentuk bubuk.
Dalam sebuah upacara resmi, para tamu akan diminta untuk “menyucikan” diri dengan cara mencuci tangan dan membilas mulut dengan air dari baskom yang terbuat dari batu. Baru setelah itu, tamu melepas sepatu dan memasuki ruangan untuk melihat peralatan minum teh.
Peralatan minum teh biasanya diatur dalam tata letak tertentu. Setiap alat, mulai dari mangkuk teh (chawan), pengocok (chasen), dan teh sendok (chashaku) dibersihkan di hadapan para tamu. Saat ritual pembersihan selesai dan peralatan diletakkan di tempat yang sesuai, tuan rumah mulai menaruh bubuk matcha ke dalam mangkuk, kemudian menyeduhkan air panas sesuai takaran lalu mengaduknya dengan peralatan tadi.
Mangkuk kemudian disajikan pada tamu sambil membungkuk sebagai tanda penghormatan. Mangkuk tersebut diputar untuk menghindari meminum dari bagian depan mangkuk. Lalu, mangkuk diputar kembali ke posisi awal dan diserahkan pada tamu kedua dengan membungkuk. Proses ini dilakukan terus-menerus hingga posisi mangkuk kembali ke tuan rumah.
Semua detail dalam prosesi chanoyu dapat dimaknai sebagai simbol tata krama dalam berinteraksi sosial. Hal ini berkaitan dengan sikap hormat antarsesama serta saling menghargai untuk menciptakan keharmonisan.
KOMPAS/DIAH MARSIDI
Ahli upacara minum teh Jepang, Ny. Sochi Nishino mengangkat cawan berisi teh hijau yang telah diracik Sogen Suzuki, untuk dihidangkan pada tamu (23/10/1987) di Jakarta. Menghidangkan teh hijau yang harus dipersiapkan dengan penuh perasaan dan ketelitian ini dianggap sebagai ungkapan keramahtamahan tuan rumah. Menurut aliran Urasenke, yang penting dalam pembuatan teh ini adalah konsentrasi penuh, dalam setiap prosedur. Seorang siswa aliran ini lambat laun akan menjadikan “konsentrasi penuh” sebagai sikap hidup yang ada dalam setiap hal yang dilakukannya.
Korea Selatan
Di Korea Selatan, teh adalah minuman yang sangat penting. Menjadi representasi warisan dan budaya Korsel dengan keunikan filosofinya, di mana banyak dilatarbelakangi oleh nilai-nilai ajaran Konfusianisme, Buddhisme, dan Taoisme
Berdasarkan sejumlah referensi, Korsel sudah memiliki budaya minum teh sejak ribuan tahun lalu. Bukti pertama mengenai upacara minum teh dan persembahan di Korsel dimulai pada masa Kerajaan Gaya pada abad ke-1. Tradisi tersebut terus berlanjut sampai periode kerajaan Silla (57–935 M).
Upacara minum teh di Korsel disebut darye, secara harafiah berarti “etiket minum teh”. Tradisi ini masih terus diwariskan dan dipraktikkan hingga hari ini. Teh yang digunakan adalah loose tea atau teh daun, bukan teh bubuk seperti matcha di Jepang. Kebanyakan yang digunakan adalah teh hijau Korea atau teh pu erh (teh hitam).
Tradisi tersebut umumnya dilakukan saat hari raya Seollal dan Chuseok sebagai ritual penghormatan terhadap leluhur. Selain itu, kerap digunakan untuk menyambut tamu, yang menimbolkan kebahagian tuan rumah dikunjungi tamunya, sekaligus penghormatan dari tuan rumah kepada tamunya.
Darye memiliki tata cara yang terstruktur (banyak kemiripan dengan tata cara chanoyu dari Jepang), di mana setiap tahapannya penuh dengan makna simbolis. Darye biasanya dilakukan di ruang minum teh tradisional bergaya Korsel, yang dirancang untuk menciptakan suasana tenang dan meditatif.
Selama upacara, tuan rumah menyiapkan teh menggunakan serangkaian prosedur dan gerakan tertentu. Tuan rumah, biasanya mengenakan hanbok, pakaian nasional Korsel, menuangkan air panas (bukan mendidih) dari ketel ke dalam mangkuk pendingin, lalu dari mangkuk pendingin ke dalam teko. Dari teko, air panas dialirkan ke masing-masing cangkir untuk menghangatkannya.
Pembuat teh kemudian menuangkan kembali air panas dari ketel ke dalam mangkuk pendingin. Sambil mengambil penjepit, tuan rumah memasukkan teh ke dalam tagwan (teko keramik), lalu memindahkan air dari mangkuk pendingin ke dalam teko. Waktu perendaman umumnya 2–3 menit.
Setelah mengosongkan air panas dari cangkir teh, pembuat teh kemudian menuangkan sedikit porsi teh untuk dirinya sendiri untuk memastikan teh siap untuk diminum para tamu. Jika sudah puas, ia kemudian menuangkan teh ke dalam cangkir tamu dari cangkir terjauh ke arah cangkirnya, dengan jeda beberapa detik di antara setiap penuangan.
Pada penuangan pertama, tuan rumah hanya mengisi setiap cangkir setengah penuh, kemudian kembali menuangkannya hingga terisi tiga perempatnya.
Cangkir teh diletakkan di atas tatakan gelas kayu dan kemudian disajikan kepada para tamu. Secara tradisional, cangkir teh dipegang dengan kedua tangan dan diangkat ke mulut.
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Aneka jenis teh di Gaia Tea and Cakes, Jalan Kemang Raya, Jakarta, Kamis (12/11/15).
Indonesia
Di Indonesia, bibit tanaman teh pertama kali masuk dibawa dari Jepang oleh ahli botani dari Jerman, Andreas Cleyer pada 1664 dan ditanam sebagai tanaman hias di Batavia (kini Jakarta). Pada 1827, Pemerintah Kolonial Hindia Belanda kemudian membudidayakan teh dalam skala besar di Kebun Percobaan Cisurupan, Jawa Barat. Pemerintah Hindia Belanda mendatangkan bibit teh dari Tiongkok dalam jumlah banyak untuk ditanam di kebun percobaan itu.
Selanjutnya, teh mulai berkembang di Jawa. Teh menjadi salah satu tanaman yang wajib ditanam oleh rakyat melalui politik Cultuurstelsel (1830). Rakyat dipaksa menanam teh di tanah milik sendiri atau sewaan dan ketika panen akan dibeli oleh Belanda untuk mengisi pundi-pundinya.
Sejak saat itu, teh menjadi bagian dari kehidupan masyarakat, yang dinikmati segala umur, sepanjang waktu, dan tanpa batas kelas sosial. Minum teh menjadi momen yang umumnya ditemui di tengah keluarga. Saat bertamu ke rumah saudara atau kerabat, sudah menjadi kebiasaan untuk menyajikan teh sebagai suguhan minuman. Teh juga selalu tersedia di warung-warung dan restoran.
Berbagai cara minum teh telah berkembang di banyak daerah di Indonesia. Di Pulau Jawa, ada semacam standar bagi cita rasa teh berkualitas. Cita rasa teh asli Indonesia yang berkualitas harus memenuhi kriteria legit dan kental. Legit berarti rasa manis yang pas sedangkan kental adalah pekat.
Di wilayah Tegal, teh secara khas diseduh di dalam poci dan cangkir dari tanah liat, lazim disebut Teh Poci. Teh khas Tegal dikenal dengan rasanya yang “wasgitel”, yaitu wangi, panas, sepet, legi, dan kenthel. Aroma wangi berasal dari bunga melati yang berasal dari kebun melati di sekitar kabupaten Tegal, Pemalang, dan Brebes.
Di Medan, Sumatera Utara, teh banyak diracik dengan tambahan susu dan telur yang disebut TST, dan di Bukittinggi disebut Talua. Racikan tersebut dipercaya mampu menambah energi. Kedai TST cukup mudah dijumpai di hampir semua sudut kota dan menjadi ruang interaksi sosial bagi masyarakat urban Kota Medan yang sangat beragam.
Di Aceh, teh diseduh bersama susu. Lalu, seduhan itu dituang ke dalam gelas melewati saringan kain berbentuk kerucut dengan cara ditarik. Proses penyaringan dilakukan berkali-kali hingga berbusa. Teh tarik memiliki banyak penggemar tidak hanya di Aceh tetapi juga di luar Aceh. Di Jakarta, misalnya, kedai teh tarik tersebar di mana-mana dan selalu ramai. (LITBANG KOMPAS)
Artikel terkait
Referensi
- Somantri, Ratna. 2014. The Story in a Cup of Tea. Jakarta: TransMedia Pustaka.
- Fajria, Noviana. 2015. “Kesederhanaan Wabicha dalam Upacara Minum Teh Jepang,” Izumi5, no. 1: 37-43.
- Ridzkia, Neysa Prima Ridzkia. 2015. “Tradisi Darye Dalam Upacara Minum Teh di Korea = Darye Tradition in Korean Tea Ceremony,” (Skripsi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia, Jakarta).
- “Garis Peradaban Teh Nusantara,” Kompas, 19 Januari 2020.
- “Tradisi Moci yang Menopang Industri Teh Tegal,” Kompas, 18 Februari 2020.
- “Secangkir Teh Membuat Semuanya Lebih Baik,” Kompas, 22 Mei 2020.
- “Teh, Minuman Kebersamaan,” Kompas, 30 Mei 2020.
- “Teh Sore di Teras Kolonialisme,” Kompas, 29 September 2021.
- “Menjaga Tradisi Minum Teh di Rumah Teh,” Kompas, 22 Januari 2022.
- “Ruang Sosial Orang Medan dalam Segelas Teh Susu Telur,” Kompas, 10 November 2023.
- Cultural Selection: The Diffusion of Tea and Tea Culture along the Silk Roads,” diakses dari unesco.org pada 17 April 2024.
- “Volume of tea consumption worldwide from 2012 to 2025,” diakses dari statista.com pada 17 April 2024.
- “Tea,” diakses dari fao.org pada 17 April 2024.
- “Irish Tea Culture: A Nation’s Love Affair with the Cuppa,” diakses dari irishhistory.com pada 17 April 2024.
- “As American As Iced Tea: A Brief, Sometimes Boozy History,” diakses pada npr.org pada 17 April 2024.
- “History of Tea: The Drink that Conquered the World,” dikases dari thecollector.com pada 17 April 2024.
- “Upacara Minum Teh Jepang,” diakses dari japan.travel pada 17 April 2024.