Paparan Topik | Royalti Musik

Royalti Hak Cipta Lagu dan Musik

Royalti atas hak cipta lagu dan musik diatur dalam PP 56/2021. Setiap orang yang menggunakan lagu atau musik dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial harus membayar royalti melalui LMKN.

KOMPAS/HARIADI SAPTONO
Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI) untuk pertama kalinya memberikan royalti kepada 257 pencipta lagu, termasuk yang sudah almarhum Senin (30/3/1992) malam di Gedung Wanita Nyi Ageng Serang, Jakarta. Royalti yang diberikan setahun sekali itu kali ini berjumlah Rp 269,3 juta, ditagih dari para pemakai lagu (users) di Jakarta. Ny Bintang Sudibyo yang lebih dikenal dengan Ibu Sud, secara simbolis tengah menerima royalti dari Ketua Umum YKCI, Enteng Tanamal.

Fakta Singkat

  • Hak Cipta: hak eksklusif pencipta atas hasil karya yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif.
  • Royalti: imbalan atas pemanfaatan hak ekonomi suatu ciptaan atau produk yang diterima oleh pencipta atau pemilik hasil karya.
  • Ciptaan: setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata.
  • Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN): institusi nirlaba yang diberi kuasa oleh pencipta, pemegang hak cipta, atau pemilik hak terkait guna mengelola hak ekonominya dalam bentuk menghimpun dan mendistribusikan royalti.

Dasar Hukum

  • UU 28/2014 tentang Hak Cipta
  • PP 56/2001 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu atau Musik

Hari Musik Nasional

  • 9 Maret

Pada 30 Maret 2021, Presiden Joko Widodo menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik (PP 56/2021). Peraturan ini merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU 28/2014).

PP tersebut diterbitkan untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum terhadap pencipta, pemegang hak cipta, serta pemilik hak terkait terhadap hak ekonomi atas lagu atau musik serta setiap orang yang melakukan penggunaan secara komersial lagu atau musik.

Dalam PP 56/2021 pasal 3 disebutkan “Setiap orang dapat melakukan penggunaan secara komersial lagu dan/atau musik dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial dengan membayar royalti kepada pencipta, pemegang hak cipta, dan/atau pemilik hak terkait melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN)”.

Selain itu, aturan tersebut juga ditetapkan untuk mengoptimalkan fungsi pengelolaan royalti hak cipta atas pemanfaatan ciptaan dan produk hak terkait di bidang lagu atau musik.

Beberapa hal yang ditentukan dalam PP 56/2021, antara lain, daftar umum ciptaan, pusat data lagu dan musik, Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), subjek royalti, perjanjian lisensi, hingga objek pengenaan royalti.

PP tersebut juga menyebutkan berbagai bentuk layanan publik yang perlu membayar royalti saat menggunakan lagu secara komersial, mulai dari kegiatan seperti seminar dan konferensi komersial, tempat hiburan, moda transportasi, lembaga penyiaran, tempat penginapan, hingga usaha karaoke.

KOMPAS/IWAN SETIYAWAN
Contoh cakram padat asli yang berisi lagu-lagu karya musisi Indonesia, (18/9/2015). Maraknya pembajakan karya cipta termasuk musik merugikan musisi sebagai pelaku industri kreatif. Menurut data Asosiasi Industri Rekaman Indonesia sejak tahun 2007 lalu, industri musik bajakan telah menguasai 95,7 persen pasar.

Apa itu hak cipta?

Dalam UU 28/2014, hak cipta didefinisikan sebagai hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 1 UU 28/2014).

Terdapat dua substansi hak dalam hak cipta, yaitu hak moral dan hak ekonomi. Hak moral adalah hak yang melekat secara abadi pada diri pencipta. Hak moral tidak boleh dilepaskan dan tidak bisa dilepaskan meskipun hak ekonominya telah dialihkan.

Sementara, hak ekonomi adalah hak eksklusif untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas suatu ciptaan. Hak inilah yang dapat dieksploitasi oleh pencipta atau pemegang hak cipta sebagai aset yang bernilai ekonomi tinggi dan menghasilkan uang atau monetisasi.

Hak ekonomi tersebut terkait dengan royalti dan lisensi. Royalti dapat dipahami sebagai imbalan atas pemanfaatan hak ekonomi suatu ciptaan atau produk hak terkait yang diterima oleh pencipta atau pemilik hak terkait.

Sedangkan, lisensi merupakan izin tertulis yang diberikan oleh pemegang hak cipta atau pemilik hak terkait kepada pihak lain untuk melaksanakan hak ekonomi atas ciptaannya atau produk hak terkait dengan syarat tertentu.

KOMPAS/DUDY SUDIBYO
DPR menyetujui RUU Hak Cipta yang telah disempurnakan untuk disahkan menjadi Undang-Undang, dalam sidang paripurna semalam (26/02/1982). Kata akhir dari fraksi-fraksi umumnya menggaris bawahi pentingnya Dewan Hak Cipta.

Pengaturan hak cipta di Indonesia

Sejak tahun 1982 hingga 2014, pengaturan mengenai hak cipta di Indonesia telah mengalami empat kali perubahan. Pada tahun 1982, terbit UU 6/1982 tentang Hak Cipta. Aturan tersebut kemudian diubah dengan UU 7/1987 kemudian diubah kembali 10 tahun kemudian dengan UU 12/1997. Setelah Reformasi, Undang-Undang Hak Cipta kembali diubah dengan UU 19/2002. Terkini, Undang-Undang Hak Cipta merujuk pada UU 28/2014.

Perubahan Undang-Undang Hak Cipta telah mengakomodasi berbagai pasal sesuai dengan Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs). Selain itu, perubahan terhadap UU Hak Cipta juga telah mengakomodasi ketentuan perjanjian internasional lainnya di bidang hak cipta dan hak yang berkaitan dengan hak cipta.

Dalam UU 28/2014, berbagai persoalan yang masih muncul terkait hak cipta dalam UU 19/2002 dicoba untuk diperbaiki. Sebagai contoh, dalam UU 19/2002 tidak diatur pembatasan pengertian hak mengumumkan dan hak memperbanyak. Oleh karena, hal tersebut kemudian diatur dalam UU 28/2014.

Masukan lain terkait UU 19/2002 adalah kurang lengkapnya perincian mengenai perlindungan ciptaan serta kurang melindungi hak ekonomi para pelaku pertunjukkan.

Meskipun UU 19/2002 telah memuat pasal yang mengatur mengenai eksistensi legalitas suatu ciptaan, UU tersebut belum memuat pasal yang melindungi ciptaan dari pembajakan. Dalam kenyataannya, masih ditemukan banyak penjiplakan maupun bajakan hasil karya para pencipta lagu.

Berbagai evaluasi terkait UU 19/2002 kemudian dijadikan masukan dalam proses perancangan perubahan UU Hak Cipta yang kemudian disahkan menjadi UU 28/2014. Beberapa hal yang kemudian dimasukkan dalam UU 28/2014, di antaranya tentang perpanjangan masa perlindungan hak cipta, pembajakan, hingga pengaturan mengenai lembaga manajeman kolektif.

Undang-Undang Hak Cipta tersebut, yakni UU 28/2014, diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap penegakan perlindungan hukum terhadap hak cipta dan hak terkait sesuai dengan standar perlindungan dalam konvensi internasional.

KOMPAS/RAKARYAN SUKARJAPUTRA
Menteri Sekretaris Negara Moerdiono membuka diskusi panel mengenai Hak Cipta di Balai Sidang Senayan. Menteri bergambar bersama dengan para musisi peserta diskusi, (3/11/1995).

Royalti hak cipta lagu dan musik

Terkait hak cipta musik dan lagu, pemerintah mengeluarkan PP 56/2021. PP tersebut mengoptimalkan fungsi pengelolaan royalti atas pemanfaatan ciptaan dan produk hak terkait di bidang lagu dan musik.

Untuk mendata setiap karya lagu dan musik, PP 56/2021 mengamanatkan pembuatan daftar umum ciptaan dan pusat data lagu dan musik. Tugas pembuatan daftar umum ciptaan ini dilakukan oleh menteri.

Daftar umum ciptaan dibuat dengan cara melakukan pencatatan lagu atau musik berdasarkan permohonan yang diajukan secara elektronik oleh pencipta, pemegang hak cipta, pemilik hak terkait, atau kuasa.

Selanjutnya, semua lagu serta musik yang telah dicatatkan dalam daftar umum ciptaan dimasukkan ke dalam pusat data lagu dan musik.

Pusat data lagu atau musik berisi semua lagu atau musik yang telah dicatatkan dalam daftar umum ciptaan. Pusat data ini paling sedikit memuat informasi mengenai pencipta, pemegang hak cipta, pemilik hak terkait, hak cipta, serta hak terkait, yang dapat berasal dari e-hak cipta.

Pusat data yang dikelola oleh Direktorat Jenderal (Dirjen) Kekayaan Intelektual ini melakukan pembaharuan data secara berkala setiap tiga bulan atau sewaktu-waktu jika diperlukan.

Pusat data lagu dan musik ini dapat diakses oleh LMKN sebagai dasar pengelolaan royalti, pencipta, pemegang hak cipta, pemilik hak terkait atau kuasanya, serta orang yang melakukan penggunaan secara komersial untuk memperoleh informasi lagu atau musik yang tercatat.

KOMPAS/IWAN SETIYAWAN
Sejumlah tokoh di bidang musik dan industri rekaman dilantik menjadi Komisioner Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) Pencipta dan LMKN Hak Terkait di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia di Jakarta, Selasa (20/1/2015). Komisioner yang dilantik antara lain (dari kanan): Ebiet G Ade, James F Sundah, Sam Bimbo, Rhoma Irama, dan Adi Adrian. Mereka akan bekerja mengamankan hak atas kekayaan intelektual (HAKI) bidang musik.

Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN)

Berdasarkan informasi dari pusat data lagu dan musik, Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) melaksanakan tugasnya dalam menarik, menghimpun, serta mendistribusikan royalti kepada pencipta, pemegang hak cipta, dan/atau pemilik hak.

Tugas menarik royalti dijalankan oleh LMKN untuk kepentingan pencipta, pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait yang telah menjadi anggota maupun yang belum menjadi anggota suatu Lembaga Manajemen Kolektif (LMK).

LMK sendiri merupakan lembaga nirlaba dengan pendanaan non-APBN yang merupakan institusi yang diberi kuasa oleh pencipta, pemegang hak cipta, dan/atau pemilik hak terkait guna mengelola hak ekonominya dalam bentuk menghimpun dan mendistribusikan royalti. Lembaga yang dibentuk atas amanat UU Hak Cipta tersebut merepresentasikan kepentingan pencipta dan pemilik hak terkait, yang terdiri atas LMKN pencipta dan LMKN hak terkait.

Dalam melakukan kegiatan penghimpunan royalti, LMKN melakukan koordinasi dan menetapkan besaran royalti yang menjadi hak masing-masing LMK sesuai dengan kelaziman dalam praktik berdasarkan keadilan.

Royalti yang telah dihimpun oleh LMKN dapat digunakan untuk tiga hal. Pertama, didistribusikan kepada pencipta, pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait yang telah menjadi anggota LMK. Kedua, untuk dana operasional. Dan ketiga, sebagai dana cadangan.

Distribusi royalti dilakukan berdasarkan laporan penggunaan data lagu atau musik yang terdapat dalam Sistem Informasi Lagu atau Musik (SILM). Royalti tersebut didistribusikan kepada pencipta, pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait melalui LMK.

Royalti dari lagu atau musik yang belum diketahui pencipta maupun pemegang hak ciptanya atau belum menjadi anggota dari suatu LMK akan disimpan dan diumumkan oleh LMKN selama dua tahun.

Apabila dalam jangka waktu tersebut pencipta, pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait diketahui atau telah menjadi anggota suatu LMK, royalti didistribusikan. Namun, jika tidak diketahui atau tidak menjadi anggota LMK, royalti dapat digunakan oleh LMKN sebagai dana cadangan.

LMKN sendiri juga akan diaudit baik secara keuangan maupun kinerja oleh akuntan publik paling sedikit satu tahun sekali. Hasil audit tersebut akan diumumkan kepada masyarakat.

Dalam hal terjadi sengketa terkait ketidaksesuaian pendistribusian besaran royalti, pencipta, pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait dapat menyampaikan kepada Dirjen Kekayaan Intelektual untuk dilakukan penyelesaian dengan mediasi.

KOMPAS/HASANUDDIN ASSEGAFF
Diskusi Musik Indonesia diselenggarakan pada 12 Juli 1988, di Bentara Budaya Jakarta. Acara ini diselenggarakan dalam rangka mengisi kekosongan pasar musik Barat dan menyongsong perjanjian hak cipta antara Indonesia dengan ME. Pembicara dalam diskusi ini antara lain Drs Ishadi K.M.Sc dari TVRI, Vina Panduwinata, Addie Ms, dan Oddie Agam dari kalangan artis dan komposer, serta Dany Kozal dan Janus Hutapea dari pihak swasta yang banyak mendukung kehidupan musik Indonesia dengan mengadakan festival-festival.

Subjek royalti

Mereka yang akan menggunakan lagu dan musik secara komersial dapat mengajukan permohonan lisensi kepada pemegang hak cipta atau pemilik hak terkait melalui LMKN. Perjanjian lisensi tersebut akan dicatat oleh menteri terkait sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Dalam pelaksaaannya, pemilik linsesi diwajibkan untuk memberikan laporan penggunaan lagu atau musik kepada LMKN melalui Sistem Informasi Lagu atau Musik (SILM). Kemudian, setiap orang yang melakukan penggunaan secara komersial lagu atau musik dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial berdasarkan perjanjian lisensi tersebut membayar royalti melalui LMKN.

Subjek royalti tak hanya terbatas pada mereka yang telah memegang perjanjian lisensi. Lagu atau musik dapat digunakan secara komersial tanpa perjanjian lisensi dengan tetap membayar royalti melalui LKMN yang dilakukan segera setelah penggunaan.

Selain itu, PP 56/2021 juga memberikan kemungkinan keringanan royalti terhadap penggunaan secara komersial lagu atau musik pada usaha mikro. Keringanan tarif royalti ini akan ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan di bidang hukum.

KOMPAS/ARDUS M SAWEGA
Ketika himne guru “Pahlawan Tanpa Tanda Jasa” pertama diperdengarkan  TVRI, pengarangnya Sartono, tidak sempat menyaksikan karena dalam perjalanan ke Blitar setelah melatih Ibu-ibu yang tergabung dalam Pia Ardyagarini di Tulungagung. Foto diambil pada 3/5/1981.

Objek penerapan royalti

PP 56/2021 mencantumkan berbagai bentuk layanan publik yang bersifat komersial yang harus membayar royalti lagu atau musik yang digunakan. Berbagai kegiatan layanan yang bersifat komersial yang dimaksud antara lain seminar atau konferensi komersial.

Selain itu, berbagai layanan publik yang bersifat komersial yang perlu membayar royalti saat menggunakan lagu secara komersial adalah restoran, kafe, pub, bar, bistro, kelab malam, diskotek, konser musik, pesawat udara, bus, kereta api, serta kapal laut.

Layanan publik yang bersifat komersial yang juga perlu membayar royalti meliputi pameran dan bazar, bioskop, nada tunggu telepon, bank dan kantor, pertokoan, pusat rekreasi, lembaga penyiaran televisi, lembaga penyiaran radio, hotel, kamar hotel, dan fasilitas hotel, hingga usaha karaoke.

Mengingat pada tahun 2021 belum ada ketentuan mengenai tarif royalti yang baru, besaran harga tarif royalti masih mengacu pada Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kepmenkumham) Nomor HKI.2.OT.03.01-02 Tahun 2016. (Lihat Catatan Akhir)

Sebagai ilustrasi, tarif royalti di sebuah lokasi wisata alam terbuka sebesar Rp 6 juta yang dibayar lumsum per tahun. Pengunaan musik di hotel tergantung jumlah kamar, berkisar Rp2 juta – Rp12 juta lumpsum per tahun. Untuk radio dan televisi besaran royalti menggunakan rumus atau formula jumlah pendapatan dari iklan tahun sebelumnya dikalikan persentase dalam tabel royalti, untuk pencipta, misalnya persentasenya sebesar 0,6 persen.

Besaran tarif tersebut tertuang dalam dua surat keputusan Kemenkumham. Pertama,  SK Kemenkumham HKI.2.OT.03.01-02 tahun 2016 tentang pengesahan tarif royalti untuk pengguna komersial terkait musik dan lagu. Kedua, SK Kemenkumham SK Kemenkumham HKI.2.OT.03.01-03 tahun 2016 tentang penyempurnaan dan perpanjangan waktu tarif royalti untuk rumah karaoke.

Berdasarkan catatan LMKN, perolehan (penerimaan) royalti musik untuk hak cipta dan hak terkait mengalami peningkatan yang sangat siginifikan dalam kurun waktu 2016-2018.

Pada tahun 2016, LMKN berhasil mengumpulkan royalti sebanyak Rp 22 miliar. Jumlah tersebut meningkat menjadi Rp 36 miliar pada tahun 2017. Pada akhir tahun 2018 pengumpulan royalti musik naik 83 persen hingga mencapai Rp 66 miliar. (LITBANG KOMPAS)

KOMPAS/LUCKY PRANSISKA
Mong Nyap Aon (83) menyanyi di stasiun radio Mustika di Kota Singkawang, Kalimantan Barat, Rabu (4/2/2015). Pengelola stasiun radio bekerja sama dengan tv kabel lokal menyiarkan secara langsung warga yang bernyanyi karoke di stasiun radio tersebut.

Catatan Akhir

Tarif Royalti Penggunaan Lagu atau Musik

Mengingat 2021 belum adanya ketentuan mengenai tarif royalti yang baru, besaran harga tarif royalti masih mengacu pada Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kepmenkumham) Nomor HKI.2.OT.03.01-02 Tahun 2016.

Berikut tarif royalti penggunaan lagu atau musik bagi pihak pengelola tempat dan jenis kegiatan:

  1. Seminar dan konferensi komersial sebesar Rp 500 ribu per hari.
  2. Restoran dan kafe ditentukan berdasarkan tiap kursi pertahun dengan besaran harga Rp 60 ribu untuk royalti pencipta maupun royalti hak terkait.
  3. Pub, bar dan bistro ditentukan tiap meter persegi per tahun dengan besaran Rp 180 ribu per meter persegi pertahun untuk royalti pencipta maupun royalti hak terkait.
  4. Klab malam dan diskotek ditentukan tiap meter persegi per tahun dengan besaran Rp 250 ribu per meter persegi pertahun untuk royalti pencipta, serta Rp 180 ribu per meter persegi pertahun untuk royalti hak terkait.
  5. Konser musik yaitu 2% hasil kotor penjualan tiket + 1% tiket gratis.
  6. Konser musik gratis yaitu 2% biaya produksi musik.
  7. Pesawat udara, bus, kereta api, dan kapal laut yaitu jumlah penumpang dikalikan 0,25% dari harga tiket terendah dikalikan durasi musik dikalikan prosentase tingkat penggunaan musik.
  8. Pameran dan bazar (Rp 1,5 juta per hari).
  9. Bioskop (Rp 3,6 juta per layar per tahun).
  10. Nada tunggu telepon (Rp 100 ribu per sambung telepon tiap tahun).
  11. Bank dan perkantoran (Rp 6 ribu per meter persegi tiap tahun).
  12. Bagi pemilik supermarket, pasar swalayan, mal, toko, distro, salon kecantikan, pusat kebugaran, arena olahraga dan ruang pamer hitungannya yaitu:
  • Ruangan seluas 500 meter persegi pertama dikenakan biaya Rp 4.000/meter (untuk royalti pencipta lagu) dan Rp 4.000/meter (untuk royalti hak terkait)
  • Ruangan 500 meter persegi selanjutnya dikenakan biaya Rp 3.500/meter (untuk royalti pencipta lagu) dan Rp 3.500/meter (untuk royalti hak terkait)
  • Ruangan 1.000 meter persegi selanjutnya dikenakan biaya Rp 3.000/meter (untuk royalti pencipta lagu) dan Rp 3.000/meter (untuk royalti hak terkait)
  • Ruangan 3.000 meter persegi selanjutnya dikenakan biaya Rp 2.500/meter (untuk royalti pencipta lagu) dan Rp 2.500/meter (untuk royalti hak terkait)
  • Ruangan 5.000 meter persegi selanjutnya dikenakan biaya Rp 2.000/meter (untuk royalti pencipta lagu) dan Rp 2.000/meter (untuk royalti hak terkait)
  • Ruangan 5.000 meter persegi selanjutnya dikenakan biaya Rp 1.500/meter (untuk royalti pencipta lagu) dan Rp 1.500/meter (untuk royalti hak terkait)
  1. Pusat rekreasi (1,3% harga tiket dikalikan jumlah pengunjung dalam 300 hari dikalikan persentase penggunaan musik).
  2. Pusat rekreasi dalam ruangan gratis (Rp 6 juta per tahun).
  3. Untuk pemilik Hotel dan fasilitas hotel besaran royaltinya adalah
  • Jumlah kamar 1-50 dikenakan tarif royalti Rp 2 juta/tahun
  • Jumlah kamar 51-100 dikenakan tarif royalti Rp 4 juta/tahun
  • Jumlah kamar 101-150 dikenakan tarif royalti Rp 6 juta/tahun
  • Jumlah kamar 151-200 dikenakan tarif royalti Rp 8 juta/tahun
  • Jumlah kamar di atas 201 dikenakan tarif royalti Rp 12 juta/tahun
  1. Resort, hotel eksklusif dan hotel butik dikenakan tarif royalti lumpsum per tahun sebesar Rp. 1,6 juta.
  2. Untuk Bisnis Karaoke hitungan besarannya sebagai berikut:
  • Karaoke tanpa kamar (Aula) Rp. 20 ribu per ruang/ hari
  • Karaoke keluarga Rp. 12 ribu per ruang/ hari
  • Karaoke Eksklusif Rp. 50 ribu per ruang/ hari
  • Dengan perhitungan 50% untuk hak cipta dan 50% untuk hak terkait. Karaoke kubus (Booth) perhitungannya untuk hak cipta dan hak terkait masing-masing Rp. 300 ribu per kubus/ tahun.
  1. Perhitungan Lembaga penyiaran radio yaitu 1,15% dari pendapatan iklan atau iuran berlangganan tahun sebelumnya.
  2. Untuk Radio non komersial dan RRI dikenakan tarif royalti sebesar Rp 2 juta per tahun.
  3. Perhitungan Lembaga penyiaran televisi yaitu 1,15% dari pendapatan iklan atau iuran berlangganan tahun sebelumnya. Dengan catatan, pembayaran untuk lembaga penyiaran televisi dibagi menjadi 3 (tiga) kategori yaitu:
  4. Televisi musik dikenakan tarif royalti 100%.
  5. Televisi informasi dan hiburan dikenakan tarif royalti 50%.
  6. Televisi berita dan olahraga dikenakan tarif royalti 20%.
  7. Untuk Televisi lokal non komersial dikenakan tarif royalti Rp 10 juta per tahun. Dengan hitungan pembagian Rp 6 juta untuk hak cipta dan Rp 4 juta untuk hak terkait.

Referensi

Aturan Pendukung
  • UU 28/2014 tentang Hak Cipta
  • PP 56/2001 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu atau Musik