Paparan Topik | Transisi Energi

Transisi Energi Indonesia: Menjawab Tantangan dan Membuka Peluang

Transisi energi adalah proses pengalihan sumber energi dari sumber berbasis bahan bakar fosil kepada sumber-sumber yang tidak menghasilkan emisi karbon. Pemerintah berupaya mendorong proses transisi energi melalui Energi Baru Terbarukan serta efisiensi energi. Upaya pengembangan kendaraan listrik sebagai kendaraan masa depan merupakan bagian dari transisi energi.

KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Stasiun Pengisian Bahan Bakar Listrik disiapkan di area parkir kendaraan di Kawasan Nusa Dua, Bali, tempat penyelenggaraan Forum Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC), Selasa (1/10/2013). Stasiun ini akan melayani pengisian mobil listrik yang menurut rencana akan digunakan selama pertemuan berlangsung.

Fakta Singkat

  • Sumber Energi Terbarukan:
    panas bumi, angin, bioenergi, sinar matahari, aliran dan terjunan air, gerakan dan perbedaan suhu lapisan laut.
  • Bauran Energi Terbarukan di 2020: 11,2 persen
  • Dasar Hukum Kebijakan Energi Nasional: PP 79/2014 dan Perpres 22/2017
  • Target Bauran Energi Terbarukan: 23 persen (2025) dan 31 persen (2050)
  • Target Tahun Puncak Emisi Karbon RI: 2030
  • Target Tahun Netralitas Karbon RI: 2060

Upaya transisi energi merupakan bagian dari upaya besar dekarbonisasi guna menanggulangi fenomena perubahan iklim dan dampak-dampak yang ditimbulkan olehnya. Bersamaan dengan upaya transisi energi, negara-negara juga mengupayakan inovasi teknologi untuk mengefisienkan konsumsi energi mereka saat ini.

Salah satu kebijakan dari upaya dekarbonisasi adalah penetapan target Net-Zero Emission (NZE). Dewan Energi Nasional RI menyebutkan bahwa NZE adalah kondisi saat terjadi keseimbangan antara jumlah emisi karbon yang dihasilkan dengan jumlah yang mampu diserap oleh lingkungan dan atmosfer. Target NZE ini ada dalam National Determnied Contributions (NDC) yang ditetapkan tiap negara yang turut menandatangani Perjanjian Paris 2015. Perjanjian tersebut merupakan buah dari UN Climate Change Conference of the Parties 2015, yakni negara-negara di dunia sama-sama bersepakat untuk mengerem peningkatan suhu bumi hingga di bawah angka kenaikan 2 derajat celcius dari suhu sebelum Revolusi Industri (1850–1900), serta mengupayakan agar pemanasan sampai di angka 1,5 derajat celcius saja.

Institute for Essential Servies Reform (IESR) dalam Indonesia Energy Transition Ouotlook 2022 menilai bahwa Indonesia NDC belumlah mencukupi untuk memenuhi target Perjanjian Paris tersebut. Untuk mencapainya, pada sektor energi Indonesia mesti mencapai puncak emisi pada 2025 dan mencapai netralitas karbon pada 2050. Hal itu mengandaikan bahwa 47 persen dari total suplai energi Indonesia pada tahun 2030 adalah energi terbarukan atau renewable energies. Peralihan kepada sumber-sumber energi terbarukan ini merupakan tantangan besar bagi Indonesia.

Sebagai catatan, yang disebut sumber energi terbarukan atau energi bersih (clean energy) adalah sumber-sumber energi yang secara alami dapat terisi ulang kendati frekuensi ketersediaannya cenderung lebih terbatas dibanding sumber energi fosil. Bentuk-bentuk sumber energi terbarukan meliputi energi cahaya matahari (solar energy), energi angin (wind energy), energi tekanan air (hydropower), energi biomassa (biomass), energi panas bumi (geothermal), dan energi gelombang ombak.  

KOMPAS/PRIYOMBODO

PT Blue Bird Tbk meluncurkan mobil tenaga listrik sebagai armada terbarunya di Jakarta, Senin (22/4/2019). Pada tahap awal, Blue Bird mengoperasikan 25 unit mobil listrik BYD dan 4 unit mobil listrik Tesla. Peluncuran dihadiri oleh Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Kepala Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf, Direktur PT Blue Bird Tbk Adrianto Djokosoetono, dan Presiden Direktur Blue Bird Group Holding Noni Purnomo.

Kebutuhan energi Indonesia

Indonesia memiliki kebutuhan energi yang tinggi, yakni 225 MTOE (Millions of Tonnes of Oil Equivalent) pada tahun 2020. Angka tersebut merupakan jumlah konsumsi energi tertinggi ke-11 di dunia. Tiga negara dengan konsumsi energi tertinggi adalah RRT (3381 MTOE), Amerika Serikat (2046 MTOE), dan India (908 MTOE).

Sebagai catatan, TOE adalah satuan untuk energi. Satuan ini merupakan angka perbandingan dengan pembakaran satu ton minyak mentah (crude oil). Satu TOE setara dengan 41,8 miliar Joules, satuan lain untuk energi. Untuk ukuran yang lebih besar, sering digunakan satuan MTOE, yakni Millions of Tonnes of Oil Equivalent. Satu MTOE setara dengan 41,8 triliun Joules.

Konsumsi energi Indonesia pada tahun 2020 (225 MTOE) lebih kecil dari konsumsi energi pada tahun 2019, yakni 237 MTOE. Hal ini disebabkan efek dari penurunan mobilitas sosial yang terjadi selama pandemi Covid-19. Enerdata mencatat penurunan konsumsi energi global pada tahun 2020 mencapai minus empat persen.

Dalam laporan Badan Pusat Statistik (BPS) berjudul Neraca Energi Indonesia 2015–2019, BPS menyebutkan bahwa total produksi energi primer Indonesia pada tahun 2019 mencapai 20.600.280 terajoule. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan energi primer adalah energi yang diperoleh dari alam dan belum mengalami proses tranformasi ke energi sekunder seperti listrik. Energi primer dapat berasal dari sumber-sumber energi fosil maupun energi terbarukan. Sementara itu, ekspor energi primer Indonesia sebesar 12.541.008 terajoule dan impor 2.037.850 terajoule.

Laporan tersebut juga menjelaskan bahwa dari total konsumsi energi sebesar 5.355.006 terajoule pada tahun 2019, sebesar 46 persen konsumsi energi berada di sektor industri, pertambangan, dan konstruksi. Sektor konsumsi energi lainnya adalah rumah tangga (29%), transportasi (18%), dan sektor lainnya (7%).

Kendati konsumsi energi Indonesia secara keseluruhan tinggi, akan tetapi apabila dihitung per kapita (dibagi dengan jumlah penduduk), Indonesia justru termasuk negara dengan konsumsi energi per kapita yang rendah di dunia. Data dari Our World in Data – suatu proyek manajemen data asuhan Univesitas Oxford – menunjukkan bahwa konsumsi energi per kapita Indonesia pada tahun 2019 adalah 9146,8 kWh. Dengan nilai konsumsi energi tersebut, Indonesia berada di peringkat ke-73 dari total 79 negara yang diteliti. Meski dalam satuan kWh, angka tersebut menghitung total konsumsi energi primer per kapita.

 

KOMPAS/MEGANDIKA WICAKSONO

Petugas membersihkan panel surya di Dusun Bondan di Desa Ujung Alang, Kecamatan Kampung Laut, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, Rabu (6/10/2021).

Sumber energi Indonesia

Suplai energi Indonesia saat ini masih didominasi oleh sumber energi fosil, yakni batu bara dan minyak bumi. Data tahun 2020 dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menunjukkan bahwa batu bara menjadi sumber energi bagi 38,46 persen dari total suplai energi Indonesia, diikuti oleh minyak bumi sebesar 32,82 persen dan gas bumi sebesar 19,2 persen. Sisanya sebesar 11,2 persen bersumber dari energi terbarukan, atau yang disebut juga energi baru terbarukan (EBT).

Pada tahun 2020 batu bara memang telah menggantikan minyak bumi sebagai sumber pasokan energi primer Indonesia, terutama untuk pembangkit listrik. Pembangkit listrik berbahan bakar batubara pertama adalah PLTU Suralaya yang mulai beroperasi pada tahun 1985. Sejak itu produksi batu bara meningkat berkali-kali lipat, dari angka produksi di bawah 5 juta ton sebelum tahun 1990 meningkat hingga 450 juta ton pada 2010-an. Sebagian besar batu bara tersebut diekspor dan menjadikan Indonesia sebagai pengekspor batu bara terbesar dunia, meski angka produksinya masih lebih rendah bila dibandingkan dengan RRT (3,7 miliar ton), India (783 juta ton), dan Amerika Serikat (640 juta ton). Kini pembangkit listrik tenaga uap atau batu bara mencakup hingga 65 persen dari total pembangkit listrik di Indonesia.

Kendati demikian, pertumbuhan bauran energi terbarukan Indonesia selama periode 2010–2020 menunjukkan tren peningkatan. Pada tahun 2010, bauran EBT sebesar 5,41 persen dari total sumber energi primer. Setelah sempat menurun pada tahun 2011 di angka 3,77 persen, bauran EBT mulai menunjukkan tren peningkatan pada tahun 2016 dan mencapai 11,2 persen pada tahun 2020.

 

KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA

Warga melintasi tiang-tiang kincir angin laboratorium Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) di Mangunharjo, Kecamatan Tugu, Kota Semarang, Jawa Tengah, Selasa (24/11/2020). Penggunaan energi bersih saat ini menjadi tuntutan bersamaan dengan menguatnya isu perubahan iklim.

Kebijakan energi Indonesia saat ini

Peraturan kebijakan energi Indonesia tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional. Kebijakan tersebut lebih lanjut ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional. Undang-undang yang memayungi kedua peraturan pelaksana tersebut adalah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi.

PP 79/2014 tersebut mengatur kebijakan energi di Indonesia untuk periode tahun 2014 sampai dengan tahun 2050. Di dalamnya diatur kebijakan utama energi Indonesia yang meliputi kebijakan ketersediaan energi untuk kebutuhan nasional, prioritas pengembangan energi, pemanfaatan sumber daya energi nasional, dan cadangan energi nasional. Sementara itu, PP 79/2014 juga mengatur kebijakan sekunder terkait energi, yakni kebijakan konservasi energi, konservasi sumber daya energi, dan diversifikasi energi; lingkungan hidup dan keselamatan; harga, subsidi, dan insentif energi; infrastruktur dan akses untuk masyarakat terhadap energi dan industri energi; penelitian, pengembangan, dan penerapan teknologi energi; serta kelembagaan dan pendanaan.

Rencana pengembangan dan peralihan sumber energi Indonesia secara lebih spesifik diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2017. Dalam Lampiran I Perpres 22/2017 disebutkan, target-target kebijakan energi nasional pada tahun 2025 dan tahun 2050. Melengkapi keterangan kebijakan dalam Perpres 22/2017 tersebut, Kementerian ESDM menjelaskan bahwa Indonesia berkomitmen untuk mengurangi emisi hingga 29% pada tahun 2030.

Tabel: Target KEN 2025 dan 2050

Target Kebijakan Energi Nasional 2025 2050
Ketersediaan Energi Primer > 400 MTOE > 1000 MTOE
Kapasitas Pembangkit Listrik > 115 GW > 430 GW
Kapasitas Listrik per Kapita per Tahun 2.500 kWh 7.000 kWh
Bauran Energi Baru Terbarukan 23% 31%

Sumber: Lampiran I Perpres 22/2017. Diolah oleh: Litbang Kompas/AP1.

Sementara itu, Presiden Joko Widodo memberikan gambaran lebih lanjut terkait kebijakan peralihan energi dalam dokumen Indonesia Long Term Strategy for Low Carbon and Climate Resilience 2050 (Indonesia  LTS-LCCR  2050). Dokumen ini menjelaskan target National Determinted Contribution dari Indonesia terhadap Perjanjian Paris 2015. Dalam dokumen yang diserahkan kepada United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) tersebut dijelaskan bahwa Indonesia memiliki target puncak emisi karbon pada 2030 dan netralitas karbon pada 2060 atau lebih cepat.

KOMPAS/PRIYOMBODO

Bentangan panel surya di PLTS Messah, kecamatan Komodo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, Sabtu (2/10/2021). PLTS Messah memiliki kapasitas 530 kilowatt peak (kWp). Sumber energi baru terbarukan seperti energi surya menjadi solusi bagi pemenuhan kebutuhan listrik bagi masyarakat di pulau-pulau di kabupaten Manggarai Barat.

Dalam pertemuan COP26 di Glasgow pada 2 November 2021 yang lalu, Presiden Joko Widodo juga menjelaskan kebijakan lingkungan yang baru, yakni kebijakan pajak karbon. Kebijakan ini diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon Untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional. Perpres 98/2021 ini ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo beberapa hari sebelum pertemuan COP26, yakni pada 29 Oktober 2021. Kebijakan yang diperkirakan baru akan efektif pada 2025 ini merupakan kebijakan carbon cap-and-trade, yakni Pemerintah menetapkan batas emisi karbon industri dan memberikan kesempatan bagi industri yang memiliki emisi karbon rendah untuk menjual hak emisinya kepada entitas bisnis lain.

Selain itu, bulan sebelumnya pada 20 September 2021, Indonesia melalui Kementerian ESDM juga menerbitkan tiga keputusan yang mengatur standar minimum performa energi (Minimum Energy Performance Standards/MEPS) dan label efisiensi energi untuk industri tiga alat elektronik: kulkas, kipas angin, dan penanak nasi. Kebijakan ini merupakan bagian dari kebijakan lingkungan dan efisiensi energi di Indonesia.

Kebijakan energi lain yang punya pengaruh penting adalah komitmen pemerintah untuk mengelola pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang berbahan bakar batu bara (Coal Fired Power Plan – CFPP). Kementerian ESDM menyatakan bahwa tidak ada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbahan bakar batu bara (Coal Fired Power Plan – CFPP) setelah 2028 dan penghentian PLTU yang berusia di atas 30 tahun pada 2030, ditambah pensiun dini bagi 9.2 Giga Watt PLTU.

Institute for Essential Services Reform menyebutkan bahwa kebijakan pengelolaan PLTU merupakan kebijakan strategis dalam transisi energi Indoensia. PLTU berbahan bakar batu bara merupakan sumber emisi karbon terbesar di sektor energi. IESR bahkan merekomendasikan agar batas usia pensiun PLTU dinaikkan ke 20 tahun, agar Indonesia dapat memenuhi komitmennya kepada Perjanjian Paris 2015.

Rencana transisi energi dalam PP 22/2017 menunjukkan bahwa batu bara masih akan menjadi tulang punggung pasokan energi nasional pada tahun 2025 dan masih berkontribusi besar pula pada tahun 2050 (setidaknya 25%). Faktanya memang Indonesia memiliki cadangan batu bara yang masih besar dan penggunaannya yang relatif lebih murah untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri. Hal ini membuat transisi energi dari sumber energi baru tak-terbarukan berupa batu bara merupakan tantangan yang alot diatasi.

Hanan Nugroho, seorang peneliti dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional menyebutkan bahwa dengan target pencapaian energi terbarukan sebesar 23 persen pada tahun 2025 itu hampir mustahil untuk dicapai. Kebijakan penyelamatan ekonomi Indonesia dari dampak krisis COVID-19 juga menunjukkan lemahnya komitmen pemerintah untuk transisi energi. Dari dana total alokasikan dana sebesar 6,76 miliar USD untuk bidang energi, hanya 3,5% dari total dana tersebut disalurkan untuk pengembangan energi bersih.

Akan tetapi, Dewan Energi Nasional menjelaskan bahwa upaya pemerintah untuk memenuhi komitmennya pada Perjanjian Paris 2015 diusahakan pula dengan pengembangan ekosistem mobil listrik, rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga surya terbesar di Asia Tenggara, penggunaan energi baru terbarukan alternatif seperti biofuel, serta pengembangan industri berbasis energi bersih termasuk pembangunan salah satu kawasan industri hijau terbesar di dunia, di Kalimantan Utara.

SEKRETARIAT PRESIDEN/AGUS SUPARTO

Presiden Joko Widodo memberi sambutan pada acara ada ground breaking pembangunan pabrik baterai kendaraan listrik milik PT HKML Battery Indonesia di Kompleks Karawang New Industrial City, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, Rabu (15/9/2021).

Tantangan dan peluang transisi energi

Bagaimanapun juga, pengembangan energi terbarukan bukanlah hal yang mudah. Ada berbagai tantangan dan kendala yang mesti dihadapi, baik itu tantangan teknologi, tantangan finansial dalam investasi EBT, tantangan institusional dan regulasi. Tiap-tiap daerah juga memiliki tantangan geografinya sendiri dalam pengembangan EBT. Karakter inheren EBT yang intermittent atau tidak memberikan suplai energi yang tetap setiap waktu merupakan tantangan teknologi yang juga dihadapi setiap negara yang ingin mengupayakan transisi energi. Khusus terkait nilai investasi, data dari Institute for Essential Services Reform menunjukkan bahwa nilai investasi di energi terbarukan masih di bawah 2 miliar rupiah.

Tabel: Potensi Listrik dari Sumber Energi Terbarukan Indonesia

Jenis Sumber Energi Terbarukan Potensi
Sinar Matahari 7.714,6 GW
Mini-hidro 28,1 GW
Angin (ketingian turbin 50m) 106 GW
Biomasa 30.7 GW
Pumped Hydro Energy Storage 7.308,8 GWh

Sumber: IESR, 2021.

Akan tetapi, potensi pengembangan sumber energi terbarukan di Indonesia besar. Selain tingginya potensi tersebut, Institute for Essential Services Reform menyebutkan bahwa dalam kurun satu dekade antara 2010–2019, harga panel surya dan turbin angin telah turun masing-masing sekitar 89% dan 59%. Hal ini mendukung upaya investasi pembangunan sumber energi terbarukan di Indonesia. Inovasi di sektor industri baterai litium juga telah berhasil menurunkan biaya baterai lithium-ion hingga 89% dalam periode tersebut. Tren penurunan harga ini diprediksi akan terus berlanjut dan pada tahun 2030 biaya pembangunan pembangkit listrik dengan sumber energi terbarukan akan lebih murah ketimbang pengoperasian pembangkit listrik tenaga batu bara dan gas yang sudah umum digunakan saat ini. (LITBANG KOMPAS)

KOMPAS/RHAMA PURNA JATI

Pembangkit Listrik Tenaga Surya di Desa Tanjung Raja, Kecamatan Muara Enim, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, Kamis (18/11/2021). PLTS ini memberikan daya untuk memompa air di Sungai Enim ke areal persawahan milik warga. Dengan ini warga dapat melakukan penanaman sebanyak dua kali bahkan tiga kali setahun.

Referensi

Internet
Buku dan Laporan Khusus
Jurnal
Dokumen Hukum