Paparan Topik | Konferensi Tingkat Tinggi G-20

Merunut Hasil-Hasil Kesepakatan KTT G-20 dari 2008 – 2010

Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Group of Twenty (G-20) telah terselenggara selama 16 kali sejak pertama kali digulirkan di Washington DC Amerika Serikat pada tahun 2008. Beragam deklarasi dan rencana aksi telah dihasilkan oleh para pemimpin negara G-20 yang menggambarkan mengenai isu global perekonomian dunia.

RUMAH TANGGA KEPRESIDENAN/DUDI ANUNG

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (keempat dari kiri di baris depan), diapit Presiden Perancis Nicolas Sarkozy dan Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva, pada sesi foto bersama KTT G-20 di COEX Seoul, Korea Selatan, Jumat (12/11/2010) pagi.

Fakta Singkat

KTT G-20 Washington, Amerika Serikat 2008

  • Diselenggarakan pada 14–15 November 2008
  • Hasil kesepakatan: Declaration Summit On Financial Markets And The World Economy

KTT G-20 London, Inggris 2009

  • Diselenggarakan pada 1–2 April 2009
  • Hasil kesepakatan:
    1. London Summit – Leaders’ Statement
    2. Declaration On Delivering Resources Through The International Financial Institutions London Summit
    3. Declaration On Strengthening The Financial System – London Summit

KTT G-20 Pittsburg, Amerika Serikat 2009

  • Diselenggarakan pada 24–25 September 2009
  • Hasil kesepakatan: Leaders’ Statement the Pittsburgh Summit

KTT G-20 Toronto, Kanada 2010

  • Diselenggarakan pada 26–27 Juni 2010
  • Tema yang diusung: “Recovery and New Beginnings”
  • Hasil kesepakatan: The G-20 Toronto Summit Declaration

KTT G-20 Seoul, Korea Selatan 2010

  • Diselenggarakan pada 11–12 November 2010.
  • Tema yang diusung: “Shared Growth Beyond Crisis”
  • Hasil kesepakatan:
    1. The G20 Seoul Summit Leaders’ Declaration
    2. Seoul Development Consensus for Shared Growth
    3. Multi-Year Action Plan on Development
    4. G20 Anti-Corruption Action Plan
    5. The Seoul Summit Document

Terbentuknya G-20 tak terlepas dari krisis keuangan global pada tahun 1998 yang berimbas ke banyak negara, terutama Asia. Kala itu, kelompok G-7 yang lebih dulu terbentuk sejak 1975 dianggap gagal dalam memecahkan masalah ekonomi yang tengah melanda dunia. G-7 merupakan kelompok negara besar dan kaya beranggotakan Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Perancis, Jerman, Italia, dan Jepang.

Kegagalan G-7 turut memicu pandangan akan pentingnya negara-negara menengah yang memiliki pengaruh ekonomi secara sistemik untuk turut serta dalam perundingan perekonomian global. Berlandaskan hal tersebut, kelompok G-20 pun dibentuk untuk memperkuat alur diskusi dan pemecahan masalah berupa komitmen dan kebijakan yang nantinya akan diimplementasikan.

Pada saat itu, Indonesia berada dalam tahap pemulihan setelah krisis ekonomi 1997–1998. Indonesia terlibat dalam G-20 karena dinilai sebagai negara berkembang dengan ukuran dan potensi ekonomi sangat besar di kawasan Asia. Mengutip situs Kementerian Keuangan, keanggotaan Indonesia dalam G-20 juga mewakili kawasan Asia Tenggara dan dunia Islam.

Kelompok G-20 beranggotakan 19 negara, yaitu Argentina, Australia, Amerika Serikat, Arab Saudi, Afrika Selatan, Brasil, China, India, Indonesia, Italia, Inggris, Jepang, Jerman, Kanada, Korea Selatan, Meksiko, Perancis, Rusia, Turki, dan Uni Eropa.

Kelompok G-20 memiliki posisi strategis dalam perekonomian global. Pasalnya, secara kolektif G-20 merupakan representasi dari 75 persen penduduk dunia, 80 persen perekonomian dunia, dan 75 persen perdagangan internasional.

KTT G-20 merupakan pertemuan puncak yang dihadiri oleh seluruh kepala pemerintahan/negara anggota G-20. Para pemimpin G-20 bertemu setiap tahun dan setiap presiden dari G-20 mengundang beberapa tamu negara setiap tahunnya. Para anggota secara bergiliran menjadi ketua atau presiden. Presiden G20 bertanggung jawab untuk mengatur pertemuan tinggi dan rapat kecil lainnya selama satu tahun.

Forum G-20 membahas dua arus isu, yakni Finance Track dan Sherpa Track. Finance Track adalah jalur pembahasan dalam forum G-20 yang berfokus pada isu keuangan, seperti kebijakan fiskal, moneter dan riil, investasi infrastruktur, regulasi keuangan, inklusi keuangan, dan perpajakan internasional. Pembahasannya dilakukan oleh Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral masing-masing negara anggota G-20.

Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral membahas cara-cara untuk memperkuat ekonomi global, mereformasi lembaga keuangan internasional, memperbaiki peraturan keuangan, dan menerapkan reformasi ekonomi utama yang dibutuhkan dalam setiap ekonomi anggota.

Sherpa Track adalah jalur pembahasan dalam G-20 di bidang-bidang yang lebih luas di luar isu keuangan, seperti anti korupsi, ekonomi digital, lapangan kerja, pertanian, pendidikan, urusan luar negeri, budaya, kesehatan, pembangunan, lingkungan, pariwisata, energi berkelanjutan, perdagangan, investasi, dan industri serta pemberdayaan perempuan.

Pembahasan dalam Sherpa Track lebih luas, lebih dalam, dan mendetail. Pertemuan-pertemuan dalam jalur ini dihadiri oleh delegasi dari masing-masing negara anggota G-20 dalam tiga jenis pertemuan, yakni pertemuan working group, engagement group, hingga pertemuan tingkat menteri.

Berikut ini akan dipaparkan hasil-hasil kesepakatan KTT G-20 sejak pertemuan pertama di Washington DC, Amerika Serikat tahun 2008 hingga KTT G-20 di Roma Italia, 2021. Tulisan akan dibagi dalam empat bagian. Tulisan bagian pertama akan membahas hasil-hasil kesepakatan KTT G-20 dari KTT Washington, Amerika Serikat 2008 hingga KTT G-20 Seoul, Korea Selatan 2010. Tulisan bagian kedua akan membahas hasil-hasil kesepakatan KTT G-20 Cannes Perancis 2011 hingga KTT G-20 Brisbane, Australia 2014.

Kemudian, tulisan bagian ketiga akan membahas hasil-hasil kesepakatan pemimpin G-20 dari KTT G-20 Antalya, Turki 2015 hingga KTT G-20 Buenos Aires, Argentina 2018. Tulisan bagian keempat akan membahas hasi-hasil KTT G-20 Osaka, Jepang 2019 hingga KTT G-20 Roma, Italia 2021.

KOMPAS/ALIF ICHWAN

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono didampingi Ny Ani Yudhoyono memasuki pesawat kepresidenan di Bandara Halim Perdanakusumah, Jakarta, Kamis (24/6/2010) sore. Presiden melakukan kunjungan pertama ke Toronto, Kanada, untuk menghadiri pertemuan puncak negara-negara G-20.

KTT G-20 Washington, Amerika Serikat 2008

Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-20 pertama kali diselenggarakan di Washington DC, Amerika Serikat pada tanggal 14–15 November 2008. Ketika itu, Presiden Amerika Serikat George W. Bush mengundang para pemimpin negara-negara G-20 untuk melakukan koordinasi respon global terhadap dampak krisis keuangan yang saat itu tengah terjadi di Amerika Serikat. Pada kesempatan itu, para pemimpin negara G-20 sepakat untuk melakukan pertemuan lanjutan.

Pertemuan para pemimpin G-20 di Washington itu menghasilkan naskah “Declaration Summit On Financial Markets And The World Economy”. Teks deklarasi ini terdiri dari 16 poin penting dan 47 rencana aksi (action plan) untuk reformasi regulasi sektor keuangan jangka menengah.

Menurut naskah pengumuman resmi, pemimpin G-20 setuju untuk melakukan aksi secepatnya, termasuk stimulus fiskal yang diperlukan demi menstabilkan keuangan dan memicu perkembangan ekonomi global yang makin terpuruk.

Pemimpin G-20 juga memberi dukungan kepada negara berkembang untuk mendapatkan suara yang lebih besar di keuangan global. Mereka mendukung, antara lain, langkah-langkah fiskal untuk menaikkan permintaan, kebijakan pada bidang keuangan yang diperlukan, dana lebih untuk IMF dalam rangka membantu negara berkembang, dan berjuang untuk sebuah terobosan tahun ini dalam perundingan perdagangan di Doha.

Kemudian langkah reformasi Institusi Bretton Woods untuk memberi negara berkembang suara yang lebih bersamaan dengan kekuatan ekonomi yang berubah, dewan pengawas untuk memeriksa bank-bank besar dunia serta mengulas standar akuntansi, gaji CEO, aturan kebangkrutan, agen penilaian pinjaman, dan melakukan transparansi terhadap produk credit default swaps.

Menteri-menteri keuangan negara G-20 diinstruksikan untuk bekerja lebih spesifik pada langkah-langkah di atas sampai dengan 31 Maret 2009, sebelum pertemuan berikutnya.

Mengenai langkah ekonomi, disebutkan bahwa lebih banyak yang mesti dilakukan untuk menstabilkan pasar finansial dan mendukung perkembangan ekonomi. Momentum ekonomi telah melambat di negara besar dan melemahkan pandangan global ke depan.

Dengan latar belakang kondisi ekonomi yang makin melemah, mereka bersetuju bahwa dibutuhkan kebijakan yang lebih luas. Beberapa langkah yang harus diterapkan adalah mengambil aksi apa pun yang diperlukan untuk menstabilkan sistem keuangan, lebih mengenal pentingnya kebijakan dukungan keuangan jika dipandang perlu, membantu negara berkembang mendapatkan akses keuangan, termasuk fasilitas likuiditas dan program dukungan.

Mengenai rundingan perdagangan, para pemimpin G-20 menggarisbawahi pentingnya penolakan proteksionisme karena tidak tepat pada saat ketidakpastian finansial dengan cara tidak menaikkan hambatan perdagangan dalam 12 bulan ke depan dan mengusahakan mulainya kembali rundingan perdagangan dunia pada akhir tahun.

Terkait dengan institusi keuangan global, para pemimpin G-20 berkomitmen untuk memajukan reformasi Institusi Bretton Woods sehingga mereka dapat mencerminkan perubahan beban ekonomi dunia dengan tujuan menambah legitimasi dan keefektifan. Peran negara berkembang termasuk negara yang termiskin untuk mendapatkan suara dan perwakilan yang lebih banyak.

Untuk jangka pendek, dengan cepat memperluas keanggotaan Financial Stability Forum (FSF) untuk mengikutsertakan negara berkembang. Kemudian Dana Moneter Internasional (IMF) dan FSF bekerja bersama, IMF dengan fokus pada pengawasan dan FSF pada standar kebijakan serta membantu negara dan ekonomi berkembang mendapatkan akses keuangan dan memastikan IMF, Bank Dunia, dan bank pengembangan multilateral mendapatkan dana yang cukup.

Dalam jangka menengah, diperlukan reformasi secara menyeluruh IMF dan Bank Dunia, memberikan negara berkembang hak suara lebih besar, memperkuat peran pengawasan IMF dalam memberikan saran soal ekonomi makro dan stabilitas keuangan.

Terkait dengan aturan kebijakan, pemimpin G-20 setuju untuk mengimplementasi reformasi yang akan memperkuat pasar keuangan dan kebijakan pemerintah untuk mencegah krisis di masa yang akan datang. Kebijakan adalah tanggung jawab nasional, tetapi kerja sama internasional harus diperkuat.

Untuk itu, dalam jangka pendek, akan dibangun dewan pengawas untuk semua bidang institusi keuangan internasional, bank besar harus bertemu secara teratur dengan dewan pengawas mereka, dan mengaitkan sistem penggajian eksekutif dengan risiko keputusan bisnis yang diambilnya.

Kemudian, memastikan agen penilai pinjaman memenuhi standar kebijakan global agar menghindari konflik kepentingan dan menyediakan penjelasan yang lebih baik, standar akuntansi diperbaiki, Hedge fund, dan dana ekuitas privat untuk mempercepat kesepakatan praktek terbaik serta perlu ada penjelasan produk finansial yang rumit dan memastikan kelengkapan dan keakuratan laporan kondisi keuangan perusahaan.

AP/KIRSTY WIGGLESWORTH

Para pemimpin G-20 berpose pada pertemuan puncak di ExCel Center, London, Inggris, Kamis (2/4/2009). Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ada di urutan ketiga dari kanan di barisan terdepan. G-20 dinilai sebagai pertemuan bersejarah dan melahirkan kesepakatan yang relatif mengakomodasikan kepentingan semua anggota. Bagi negara berkembang, kesepakatan yang paling mengena dan berdampak positif adalah penyediaan dana satu triliun dollar AS untuk IMF yang bertujuan membantu negara-negara yang mengalami pelarian modal.

KTT G-20 London, Inggris 2009

KTT G-20 London, Inggris berlangsung pada 1–2 April 2009 di bawah koordinasi Perdana Menteri Inggris Gordon Brown. Selain dihadiri oleh 19 negara anggota G-20, KTT London juga mengundang Organisasi Perburuhan Internasional (ILO).

Pertemuan G-20 kali ini membahas beberapa hal, antara lain, memperkuat transparansi dan akuntabilitas sektor keuangan, memperkuat peraturan di sektor keuangan yang selama ini dianggap lemah sehingga menjadi sumber kehancuran sektor keuangan global dengan aksi-aksi spekulasi dari pelaku di sektor keuangan.

Kemudian, memperkuat koordinasi serta kerja sama ekonomi dan sektor keuangan di antara para anggota serta mereformasi arsitektur sistem keuangan global karena peran Bank Dunia dan IMF dianggap tidak lagi sesuai dengan zaman.

Pertemuan pemimpin G-20 itu menghasilkan naskah “London Summit – Leaders’ Statement” yang terdiri atas 29 poin penting. Selain itu, dihasilkan pula “Declaration On Delivering Resources Through The International Financial Institutions London Summit”, dan “Declaration On Strengthening The Financial System – London Summit”.

Pertemuan G-20 di London ini tidak hanya menyepakati langkah-langkah penanganan krisis global secara lebih terkoordinasi, tetapi juga meletakkan landasan bagi tatanan dunia baru, melalui kesepakatan untuk mengoreksi secara radikal praktik kapitalisme pasar bebas yang terbukti telah menjerumuskan ekonomi global ke dalam malapetaka.

Adapun sejumlah poin penting yang dicapai di KTT London, antara lain, penggalangan dana cadangan 1,1 triliun dollar AS yang akan disalurkan lewat Dana Moneter Internasional (IMF) dan lembaga lain untuk penanganan krisis, dan upaya meregulasi pasar finansial global guna mencegah terulangnya kembali krisis serupa pada masa mendatang.

Selain itu, disepakati pula fasilitas pembiayaan perdagangan senilai 250 miliar dollar AS untuk menggerakkan perdagangan dunia, memerangi surga penggelap pajak (tax haven) dan praktik hedge funds yang destruktif. Langkah penting lainnya, pembentukan Dewan Stabilitas Finansial untuk mengawasi jalannya sistem finansial global.

KTT G-20 Pittsburg, Amerika Serikat 2009

KTT G-20 Pittsburg, Amerika Serikat berlangsung pada 24–25 September 2009 di bawah koordinasi Presiden Amerika Serikat Barrack Obama. Selain dihadiri para pemimpin G-20, KTT Pittsburg juga melibatkan Uni Eropa, diwakili Presiden Swedia serta Perdana Menteri Spanyol dan Thailand sebagai ketua ASEAN, yang mengambil bagian sebagai pengamat seperti yang dilakukan Menteri Keuangan Singapura, yang memimpin Forum Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik (APEC).

Pertemuan G-20 Pittsburgh menghasilkan “Leaders’ Statement The Pittsburgh Summit”. Dalam teks pernyataan para pemimpin tersebut, ditegaskan, antara lain, mengenai komitmen reformasi sistem keuangan internasional yang lebih berdaya tahan, serta regulasi sektor keuangan yang lebih ketat bagi hedge funds dan lembaga pemeringkat utang (rating agencies).

Para pemimpin G-20 di Pittsburgh menyepakati beberapa hal. Pertama, G-20, yang menyatukan negara-negara maju dan berkembang penyumbang 90 persen terhadap ekonomi global, akan menggantikan peran G-8 sebagai forum utama ekonomi para pemimpin.

Kedua, negara-negara berkembang akan menerima atau menanggung sedikitnya 5 persen dari hak suara pada Dana Moneter Internasional (IMF).

Ketiga, G-20 akan berkoordinasi untuk menemukan waktu yang tepat untuk mengurangi langkah-langkah stimulus ekonomi pemerintah. Ini adalah bagian dari upaya untuk “mengembalikan pertumbuhan dunia menjadi tinggi, berkelanjutan, dan seimbang”. Para menteri keuangan bertemu pada November 2009.

Keempat, kompensasi “berlebihan” bagi para eksekutif di sektor perbankan akan diakhiri. Selama ini bonus bukan didapat karena prestasi, tetapi karena omzet bisnis, yang dilakukan secara sembrono. G-20 menentang pemberian jaminan bonus multitahun, mendesak transparansi yang lebih besar, dan menyerukan Dewan Stabilitas Keuangan (Financial Forum Stability) G-20 untuk mengusulkan langkah-langkah baru pengawasan sektor keuangan pada Maret 2010.

Kelima, G-20 akan membuat penahapan peraturan baru untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas modal bank. Kekurangan modal bank dipandang sebagai kekurangan utama dalam krisis ekonomi global. G-20 menetapkan tujuan pengembangan aturan di sektor keuangan pada akhir 2010 dan hasilnya akan diimplementasikan pada akhir 2012.

Keenam, otoritas yang mengawasi peraturan akuntansi internasional harus meningkatkan standar global pada Juni 2011 untuk mengurangi kesenjangan peraturan di antara negara-negara anggota G-20.

Ketujuh, pemerintah harus menghilangkan praktik pemberian fasilitas bebas pajak (tax havens) pada Maret 2010 atau negara-negara yang mempertahankan fasilitas itu menghadapi konsekuensi internasional.

Kedelapan, G-20 akan memulai sistem pengkajian yang tajam. Para ekonom di masing-masing negara anggota G-20 dapat memberikan saran soal kebijakan kepada orang lain. Mereka sepakat membentuk modalitas soal pemberian saran pada November 2009 dengan tujuan agar bisa memulai penyusunan saran pada Februari 2010.

AFP/JEWEL SAMAD

Presiden AS Barack Obama (tengah) berbicara disaksikan Presiden Perancis Sarkozy (kiri) dan PM Inggris Gordon Brown dalam jumpa pers di balai sidang Pittsburgh, Pennsylvania, AS, di sela-sela pertemuan puncak negara anggota Kelompok 20 (G-20), Jumat (25/9/2009). AS, Inggris, dan Perancis meminta IAEA melakukan inspeksi terhadap fasilitas nuklir Iran yang baru terungkap.

KTT G-20 Toronto, Kanada 2010

KTT G-20 Toronto, Kanada berlangsung pada 26–27 Juni 2010 di bawah koordinasi Perdana Menteri Kanada Stephen Harper. Tema yang diusung adalah “Recovery and New Beginnings”. Selain dihadiri oleh negara anggota G-20, hadir pula Spanyol sebagai tamu tetap, dan beberapa tamu undangan dari luar negara G-20 seperti Vietnam, Belanda, dan Nigeria.

KTT G-20 Toronto berfokus pada pemulihan ekonomi pascakrisis keuangan global, kesinambungan fiskal, dan reformasi struktural untuk mendorong investasi. Pertemuan pemimpin G-20 menghasilkan teks deklarasi “The G-20 Toronto Summit  Declaration” yang terdiri dari 49 poin penting.

Para pemimpin pada KTT G-20 mencapai kata sepakat untuk mengurangi defisit nasional sekaligus meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Stimulus ekonomi jangka pendek masih diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan.

Para pemimpin G-20 mempertegas eksistensi dan kapasitas G-20 sebagai forum utama bagi kerjasama ekonomi internasional. Mereka bersepakat untuk melanjutkan melakukan koordinasi kebijakan untuk menjamin “a full return to growth with quality jobs, to reform and strengthen financial system, and to create strong, sustainable and balanced global growth” (kembalinya pertumbuhan dengan pekerjaan yang berkualitas, reformasi dan penguatan sistem finansial dan penciptaan pertumbuhan yang kuat, berkelanjutan dan seimbang).

Untuk mencapai tujuan tersebut, G-20 kembali menekankan komitmennya bagi (1) kerangka pertumbuhan yang kuat, berkelanjutan, dan seimbang, (2) reformasi sektor finansial, (3) reformasi lembaga finansial internasional dan pembangunan, serta (4) memerangi proteksionisme dan mempromosikan perdagangan dan investasi.

G-20 juga menyepakati sejumlah isu lain seperti korupsi, green recovery dan sustainable global growth, subsidi energi, serta perlindungan lingkungan dan pengurangan jurang kemiskinan. G-20 menekankan sejumlah agenda untuk menindaklanjuti isu-isu tersebut.

Terkait dengan reformasi sektor finansial, G-20 menetapkan empat pilar agenda reformasi. Pertama, adalah kerangka pengawasan yang kuat melalui Komite Basel untuk Pengawasan Perbankan (Basel Committee on Banking Supervision) yang telah menetapkan rejim global baru bagi kapital dan likuditas perbankan.

Pilar kedua adalah pengawasan yang efektif. FSB perlu berkonsultasi dengan IMF untuk menyusun rekomendasi menyangkut penguatan pengawasan khususnya terkait dengan mandat, kapasitas, dan kewenangan lembaga pengawasan.

Pilar ketiga adalah resolusi dan pengelolaan lembaga-lembaga sistemik yang memiliki kewenangan dan instrumen untuk merestrukturisasi dan memperbaiki lembaga-lembaga keuangan yang sedang dalam krisis. Sedangkan pilar keempat adalah assessment internasional yang transparan dan peer review melalui FSB.

Terkait dengan perang terhadap proteksionisme dan promosi perdagangan dan investasi, anggota-anggota G-20 berkomitmen untuk tetap menjaga pasar domestik mereka terbuka bagi perdagangan dan investasi asing. Untuk itu, pemimpin-pemimpin G-20 tidak akan menciptakan hambatan-hambatan bagi investasi dan perdagangan barang dan jasa, menerapkan batasan-batasan ekspor dan menerapkan aturan-aturan WTO secara konsisten dalam menstimulasi ekspor.

Dalam hal ini, G-20 meminta WTO, OECD dan UNCTAD untuk memonitor situasi sesuai dengan mandat mereka dan melaporkan komitmen ini secara regular kepada publik. Pasar terbuka diyakini memainkan peran sangat penting dalam mendukung pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja.

KTT G-20 Seoul, Korea Selatan 2010

KTT G-20 Seoul, Korea Selatan berlangsung pada 11–12 November 2010. Tema yang diusung dalam pertemuan kali itu adalah “Shared Growth Beyond Crisis”. Adapun tamu undangan yang hadir pada KTT ini adalah Singapura dan Vietnam.

Pertemuan G-20 kali ini menghasilkan teks deklarasi “The G20 Seoul Summit Leaders’ Declaration” yang terdiri dari 20 poin penting. Selain itu, disepakati pula “Seoul Development Consensus for Shared Growth”, “Multi-Year Action Plan On Development”, “G20 Anti-Corruption Action Plan”, dan “The Seoul Summit Document”.

KTT Seoul menghasilkan kerangka kerja bagi pertumbuhan ekonomi global yang kuat, seimbang, berkelanjutan, serta membentuk Global Partnership for Financial Inclusion (GPFI) sebagai platform untuk mempromosikan inklusi keuangan.

Dalam KTT Seoul, pemimpin-pemimpin G-20 mengeluarkan apa yang disebut Rencana Aksi Seoul yang menekankan komitmen pada lima bidang kebijakan, yaitu (1) kebijakan moneter dan nilai tukar mata uang, (2) kebijakan perdagangan dan pembangunan, (3) kebijakan fiskal, (4) reformasi finansial, dan (5) reformasi struktural.

Mengenai kebijakan-kebijakan moneter dan nilai tukar, G-20 menegaskan kembali pentingnya komitmen bank-bank sentral terhadap stabilitas harga dan pentingnya sistem nilai tukar yang ditentukan oleh pasar, sementara bank-bank juga perlu meningkatkan fleksibilitas nilai tukar dan menhan diri dari devaluasi mata uang.

Pemimpin-pemimpin G-20 menegaskan kembali komitmen pada perdagangan bebas dan investasi dan mendeklarasikan komitmen mereka menentang praktek perdagangan yang proteksionis dalam segala bentuk sebagaimana juga proteksionisme finansial.

Mereka memutuskan untuk membuat langkah-langkah dalam mengatasi bottleneck yang menghambat pertumbuhan yang inklusif, berkelanjutan, dan kokoh di negara-negara berkembang, khususnya di negara-negara dengan pendapatan yang rendah, terutama infrastruktur, pembangunan sumber daya manusia, perdagangan, investasi swasta dan penciptaan lapangan kerja, ketahanan pangan, pertumbuhan yang kokoh, inklusi finansial, mobilisasi sumber-sumber domestik dan sharing pengetahuan.

Mengenai kebijakan fiskal, negara-negara maju yang tergabung dalam G-20 menjanjikan untuk memformulasikan dan mengimplemetasikan rencana-rencana konsolidasi fiskal jangka menengah yang ambisius dan mendukung pertumbuhan. G20 menyadari resiko dari penyesuaian-penyesuaian dalam pemulihan global dan resiko bahwa kegagalan untuk mengkonsolidasikan kebijakan yang sinkron akan menghambat tingkat kepercayaan dan pertumbuhan.

Para pemimpin G-20 berkomitmen untuk berupaya meningkatkan standar-standar di tingkat nasional dan internasional, dan menjamin bahwa otoritas nasional mereka akan menerapkan standar-standar global tersebut secara konsisten, dan menghindarkan fragmentasi pasar, proteksionisme dan arbitrasi peraturan. Para pemimpin sepakat untuk menerapkan kapital bank baru dan standard likuiditas dan juga menangani masalah-masalah besar dan melanjutkan reformasi peraturan-peraturan finansial.

Reformasi struktural bertujuan untuk meningkatkan dan melanjutkan permintaan global, memperkuat penciptaan lapangan pekerjaan, menyeimbangkan ekonomi global dan mempromosikan pertumbuhan. Untuk mencapai tujuan-tujuan itu, G-20 merumuskan serangkaian tindakan yang diambil termasuk reformasi pasar, reformasi bursa tenaga kerja dan pembangunan sumber daya manusia, reformasi perpajakan, kebijakan-kebijakan yang berorientasi pertumbuhan dan inovasi, reformasi untuk mengurangi ketergantungan negara-negara anggota terhadap permintaan eksternal, reformasi untuk memperkuat jaringan pengaman sosial, dan investasi dalam infrastruktur.

Pemimpin-pemimpin G-20 juga menyepakati Konsensus Pembangunan Seoul bagi Pertumbuhan yang Seimbang dan Rencana Aksi Multi-Tahun tentang Pembangunan. Mereka mengadopsi enam prinsip utama yang menjadi dasar konsensus dan rencana. Konsensus mengidentifikasi sembilan pilar kunci dari aksi-aksi untuk mengatasi penyumbat pertumbuhan inklusif, berkelanjutan dan kokoh di negara-negara berkembang, khususnya di negara-negara dengan pendapatan yang rendah.

Rencana Aksi Multi-Tahun menggariskan tindakan-tindakan khusus dan detail untuk mengatasi hambatan utama tersebut. Pemimpin G-20 memberikan mandat pada kelompok kerja pembangunan untuk memonitor implementasi rencana aksi tersebut. (LITBANG KOMPAS)

Referensi

Arsip Kompas
  • “Keberadaan G-20: Kekuatan Ekonomi Global Berubah, Negara Berkembang Diperhitungkan”, Kompas, 17 November 2008, hlm. 08
  • “Ekonomi Global: G-20 Setujui Pengetatan Aturan”, Kompas, 16 Maret 2009, hlm. 11
  • “Sarkozy Mengancam Merkel Akan Periksa secara Saksama Komunike G-20”, Kompas, 02 April 2009, hlm. 01
  • “KTT G-20: Presiden Yudhoyono Memberi Saran”, Kompas, 02 April 2009, hlm. 10
  • “Keinginan Beragam: G-20 Merefleksikan Potensi Perubahan Kekuatan”, Kompas, 2 April 2009, hlm. 11
  • “G-20 dan Kapitalisme”, Kompas, 3 April 2009, hlm. 06
  • “Tajuk Rencana: Relevansi Hasil KTT G-20”, Kompas, 4 April 2009, hlm. 06
  • “Arsitektur Baru Ekonomi Global”, Kompas, 9 September 2009, hlm. 06
  • “Presiden ke Luar Negeri * G-20 Akan Dilembagakan”, Kompas, 24 September 2009, hlm. 011
  • “G-20: Pokok-Pokok Kesepakatan di Pittsburgh”, Kompas, 27 September 2009, hlm. 05
  • “Tajuk Rencana: Dunia Baru dari Pittsburgh”, Kompas, 28 September 2009, hlm. 06
  • “Indonesia dan G-20”, Kompas, 29 September 2009, hlm. 06
  • “Arsitektur Baru Ekonomi Global”, Kompas, 29 September 2009, hlm. 06
  • “G-20: Indonesia Serius Patuhi Kesepakatan”, Kompas, 25 Juni 2010, hlm. 10
  • “KTT G-20: Pertumbuhan Masih Jadi Isu Utama”, Kompas, 26 Juni 2010, hlm. 11
  • “Harapan dari G-20”, Kompas, 29 Juni 2010, hlm. 07
  • “Targetkan Penurunan Defisit – IMF: Langkah Nyata Lebih Penting”, Kompas, 29 Juni 2010, hlm. 11
  • “Tajuk Rencana: G-20 dan Pembiayaan Stimulus”, Kompas, 30 Juni 2010, hlm. 06
  • “KTT Seoul: Para Pemimpin G-20 Saling “Tembak”, Kompas, 12 November 2010, hlm. 01
  • “Rekonsolidasi Ekonomi Global”, Kompas, 12 November 2010, hlm. 07
Internet