Paparan Topik | Kesehatan

Mengenal Lebih Dekat Hipertensi

Hipertensi merupakan istilah medis dari penyakit tekanan darah tinggi yang dapat mengakibatkan berbagai komplikasi kesehatan. Silent killer atau pembunuh senyap adalah julukan untuk hipertensi karena seringkali penderita tidak menyadari kondisinya. Hipertensi meningkatkan risiko terjadinya penyakit jantung, stroke, bahkan kematian.

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Dokter spesialis jantung melakukan proses Primary Percutaneous Coronary Intervention (PPCI), yaitu tindakan membuka sumbatan pada pembuluh darah koroner pada pasien di ruang kateterisasi Rumah Sakit Jantung Diagram, Cinere, Depok, Jawa Barat, Kamis (29/8/2019). Riset kesehatan dasar 2018 mencatat, penyakit jantung koroner jadi penyebab kematian utama setelah stroke dan hipertensi. Data Global Health Data Exchange menunjukkan, penyakit jantung iskemik atau penyempitan pembuluh darah pada jantung jadi penyebab kematian terbanyak kedua setelah stroke pada 2007-2017.

Fakta Singkat

  • Hipertensi atau tekanan darah tinggi menunjukkan tekanan sistolik sebesar ≥140 mmhg dan tekanan diastolik sebesar ≥90 mmhg.
  • Kondisi tekanan darah tinggi tersebut seringkali tidak disadari oleh penderitanya
  • Pembunuh senyap, karena tanpa disadari kondisi hipertensi dapat merusak organ vital seperti jantung dan ginjal, serta serangan stroke
  • Semakin bertambah usia maka tekanan darah seseorang makin tinggi
  • Hipertensi adalah penyakit katastropik, tidak menular dan tidak bisa disembuhkan, hanya dapat dikendalikan dengan minum obat dan memperbaiki gaya hidup

Definisi Hipertensi

Hipertensi atau biasa disebut darah tinggi adalah suatu kondisi tekanan darah yang menunjukkan tekanan sistolik sebesar ≥140 mmhg dan tekanan diastolik sebesar ≥90 mmhg. Penulisan hasil tekanan darah berupa dua angka. Angka pertama atau sistolik mewakili tekanan dalam pembuluh darah ketika jantung berkontraksi atau berdetak. Sementara itu, angka kedua atau diastolik mewakili tekanan di dalam pembuluh darah ketika jantung beristirahat di antara detaknya.

Hipertensi pada dasarnya merupakan istilah medis dari penyakit tekanan darah tinggi. Kondisi ini dapat mengakibatkan berbagai komplikasi kesehatan yang membahayakan nyawa sekaligus meningkatkan risiko terjadinya penyakit jantung, stroke, bahkan kematian. Hipertensi dapat diketahui dengan rutin melakukan pemeriksaan tekanan darah. Setidaknya, orang dewasa dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan darah secara rutin.

Tekanan darah bisa diartikan sebagai kekuatan yang diberikan oleh sirkulasi darah terhadap dinding arteri tubuh, yaitu pembuluh darah utama yang berada dalam tubuh. Besarnya tekanan ini bergantung pada resistensi pembuluh darah dan seberapa keras jantung bekerja. Semakin banyak darah yang dipompa oleh jantung dan semakin sempit pembuluh darah arteri, maka tekanan darah akan semakin tinggi.

Tekanan darah dibagi menjadi tekanan sistolik dan tekanan diastolik. Tekanan sistolik adalah tekanan saat jantung memompa darah ke seluruh tubuh, sedangkan tekanan diastolik adalah tekanan saat jantung berelaksasi sebelum kembali memompa darah. Dalam tubuh tekanan darah tidak terpantau kecuali dilakukan pemeriksaan secara rutin, maka kondisi hipertensi seringkali tidak disadari.

Silent killer atau pembunuh senyap adalah julukan untuk hipertensi karena seringkali penderita tidak menyadari kondisinya. Oleh karena itu, sebaiknya orang yang memiliki resiko hipertensi agar memperhatikan gejala fisik yang dideritanya, yaitu sakit kepala, pusing, penglihatan kabur, gelisah, jantung berdebar-debar, rasa sakit di dada dan mudah lelah.

Lebih jauh jika gejala hipertensi terus diabaikan, bukan tidak mungkin akan mengakibatkan komplikasi bagi kesehatan tubuh, antara lain, gangguan penglihatan, gangguan saraf, gangguan jantung, gangguan ginjal. Yang lebih buruk terjadi gangguan otak hingga mengakibatkan kejang, pendarahan pembuluh darah otak yang dapat mengakibatkan kelumpuhan, gangguan kesadaran hingga koma.

Menurut WHO tekanan darah normal dan hipertensi memiliki batasan, yaitu:

  Normal Pre hipertensi Hipertensi  tingkat 1 Hipertensi tingkat 2 Hipertensi sistolik terisolasi
Sistolik <120 120-139 140-159 ≥160 ≥140
Diastolik <80 80-89 90-99 ≥100 < 90

Sumber: Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)

Hasil pengukuran tekanan darah dibagi menjadi empat kategori umum:

  • Tekanan darah normal adalah tekanan darah di bawah 120/80 mmHg.
  • Prahipertensi adalah tekanan sistolik yang berkisar dari 120–139 mmHg, atau tekanan darah diastolik yang berkisar dari 80–89 mmHg. Prahipertensi cenderung dapat memburuk dari waktu ke waktu.
  • Hipertensi tahap 1 adalah tekanan sistolik berkisar 140–159 mmHg, atau tekanan diastolik berkisar 90–99 mm Hg.
  • Hipertensi tahap 2 tergolong lebih parah. Hipertensi tahap 2 adalah tekanan sistolik 160 mmHg atau lebih tinggi, atau tekanan diastolik 100 mmHg atau lebih tinggi.

Berdasarkan penyebabnya hipertensi terbagi menjadi dua, yaitu:

  1. Hipertensi esensial atau primer yang tidak diketahui penyebabnya
  2. Hipertensi sekunder adalah ketika terdapat kelainan pada pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid (hipertiroid) dan penyakit kelenjar adrenal (hiperaldosteronisme).

Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan hipertensi sekunder, antara lain,

  • Obstruktif sleep apnea (OSA).
  • Masalah ginjal.
  • Tumor kelenjar adrenal.
  • Masalah tiroid.
  • Cacat bawaan di pembuluh darah.
  • Obat-obatan, seperti pil KB, obat flu, dekongestan, obat penghilang rasa sakit yang dijual bebas.
  • Obat-obatan terlarang.

Sumber: Kanal Youtube Halodoc, 30 Maret 2021

Faktor risiko hipertensi

Hipertensi berhubungan dengan beberapa faktor seperti usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, tempat tinggal, perilaku merokok, konsumsi alkohol, sayur dan buah, konsumsi makanan berkafein dan aktifitas fisik. Menurut data Riskesdas 2018 resiko hipertensi dipengaruhi beberapa hal:

  • Seiring dengan bertambahnya usia maka resiko mengidap hipertensi makin besar.
  • Di perkotaan penderita hipertensi lebih banyak dibanding pedesaan, karena faktor resiko pemicu hipertensi lebih banyak di perkotaan daripada pedesaan. Pada tahun 2013 proporsi desa dan kota menderita hipertensi 26,1 persen dan 25,5 persen. Namun, tahun 2018 baik desa dan kota meningkat menjadi 34,4 persen dan 33,7 persen. Gaya hidup perkotaan yang lebih banyak terpapar oleh makanan mengandung bahan kimia, perokok, konsumsi alkohol dan rendahnya konsumsi buah dan sayur menimbulkan resiko hipertensi lebih tinggi.
  • Kepatuhan minum obat hipertensi, rutin minum obat mengurangi resiko gejala dan komplikasi pada penderita hipertensi.
  • Rutin mengukur tekanan darah untuk memantau kondisi hipertensi pada diri penderita

Beberapa faktor yang bisa meningkatkan risiko hipertensi, yaitu:

  • Berusia di atas 65 tahun.
  • Konsumsi makanan tinggi garam berlebihan.
  • Kelebihan berat badan atau obesitas.
  • Adanya riwayat keluarga dengan kondisi medis yang sama.
  • Kurang asupan buah dan sayuran.
  • Jarang berolahraga.
  • Mengonsumsi terlalu banyak makanan atau minuman yang mengandung kafein.
  • Mengonsumsi minuman beralkohol.

Meski demikian, risiko hipertensi dapat dicegah dengan mengubah pola hidup dan pola makan menjadi lebih sehat secara rutin. Penuhi asupan gizi tubuh seimbang, asupan cairan harian tubuh, dan berolahraga secara teratur.

KOMPAS/WAWAN H PRABOWO

Petugas memeriksa tekanan darah ibu hamil saat mengikuti vaksinasi Covid-19 di Puskesmas Larangan Utara, Kota Tangerang, Banten, Jumat (20/8/2021). Vaksinasi Covid-19 untuk ibu hamil dengan usia kehamilan 13 sampai 33 minggu di Kota Tangerang telah dimulai sejak kemarin Kamis (19/8/2021). Di tahap pertama, Pemkot Tangerang menargetkan 3.157 ibu hamil bisa mengikuti vaksinasi Covid 19.

Mengendalikan Hipertensi

Hipertensi bukanlah jenis penyakit yang dapat sembuh total, maka upaya yang dilakukan adalah mencegah agar tekanan darah tidak tinggi, agar mampu menurunkan angka kesakitan, komplikasi dan kematian.

Upaya pencegahan dapat dilakukan secara farmakologis, yaitu pelayanan kesehatan di tingkat pertama seperti puskesmas atau klinik dengan memberikan obat tunggal dosis sekali sehari dalam jangka waktu yang panjang. Jenis obat hipertensi terdiri dari duretic, penyekat beta, golongan penghambat Angiotensin Converting Enzyme (ACE) dan Angiotensin Receptor Blocker (ARB), golongan Calcium Chanel Blockers (CCB) dan golongan antihipertensi lain.

Terapi obat obatan untuk hipertensi bertujuan untuk menurunkan tekanan darah dan mengendalikan penyebab hipertensi. Yang perlu diingat adalah hipertensi bukanlah penyakit yang dapat disembuhkan tetapi perlu pengelolaan gaya hidup dan melakukan pengobatan mungkin sampai seumur hidup.

Selain itu, dibutuhkan upaya pencegahan hipertensi, masyarakat diharapkan membangun kepekaan untuk mengukur tekanan darah agar dapat terpantau. Karena hipertensi dapat menjadi silent killer, mereka yang memiliki resiko hipertensi harus menjalankan gaya hidup sehat dengan rajin berolahraga, makan makanan berserat tinggi dan menjauhkan makanan yang bersifat karsinogenik. Disarankan tidak merokok dan istirahat yang cukup serta kemampuan mengelola stress dan tentu saja rutin mengecek kesehatan diri sendiri.

Di sisi lain pemerintah juga telah menjalankan program yang memudahkan bagi para penderita hipertensi untuk mengecek kesehatannya dan mendapatkan pengobatan di puskesmas dan pos kesehatan masyarakat. Pemerintah menyediakan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama di Puskesmas serta membangun Pos Pelayanan Terpadu di masyarakat serta Posbindu di tempat kerja dan institusi.

Resiko kematian

Berdasarkan data International Health Metrics Monitoring and Evaluation (IHME) tahun 2019 di Indonesia, penyebab kematian pada peringkat pertama disebabkan oleh stroke, diikuti dengan penyakit jantung iskemik, yaitu keadaan berkurangnya pasokan darah pada otot jantung yang menyebabkan nyeri di dada bagian tengah dada. Ketiga adalah diabetes, sirosis, tuberkulosis, enyakit paru obstruktif kronis, diare, penyakit jantung hipertensi, kanker paru, Infeksi saluran napas bawah dan gangguan neonatal

Di sisi lain, stroke dan penyakit jantung iskemik juga menempati urutan teratas sebagai penyakit yang menyebabkan kecacatan. Oleh karena itu, hipertensi adalah penyakit yang harus diwaspadai. Hipertensi dapat membuat seseorang mengalami gangguan keseimbangan faal tubuh hingga dapat mengalami stroke dan serangan jantung. Waspada pada gejala hipertensi sangat dianjurkan agar tidak terjadi serangan mendadak pada jantung.

Prevalensi Hipertensi di Indonesia

Prevalensi hipertensi pada Riskesdas 2018 diukur dengan wawancara dan pengukuran untuk mendapatkan informasi diagnosa dan kepatuhan minum obat hipertensi. Hasilnya diketahui ada tiga angka prevalensi, yaitu berdasarkan diagnosis (D), diagnosis atau sedang minum obat (D/O), dan pengukuran (U).

Secara nasional, prevalensi hipertensi Indonesia sebesar 34,11 persen dan wilayah tertinggi prevalensi di Indonesia adalah Kalimantan Selatan, yaitu 44,13 persen dan terendah adalah Papua 22,22 persen. Sementara itu, dilihat dari faktor risiko, proporsi masyarakat yang kurang makan sayur dan buah tercatat sebesar 95,5 persen; proporsi kurang aktifitas fisik 35,5 persen; proporsi merokok 29,3 persen; proporsi obesitas sentral 31 persen; dan proporsi obesitas umum 21,8 persen.

Proporsi hipertensi di Indonesia meningkat dari semua kelompok umur di atas 18 tahun. Pada 2018 terjadi peningkatan signifikan, misalnya usia 25–34 tahun yang angkanya hanya 14,7 tahun 2013 menjadi 20,1 pada tahun 2018.  Demikian pula kelompok umur 35–44 dari 24,8 meningkat jadi 31,6; dan kelompok umur 45–54 dari 35,6 menjadi 45,3 pada tahun 2018.

Selain itu, dicermati dari semua tingkatan kelompok usia, terlihat bahwa semakin tinggi usia seseorang maka semakin besar resiko hipertensi. Dilihat dari sebaran wilayah, peningkatan prevalensi hipertensi terjadi hampir di seluruh provinsi di Indonesia, tetapi yang paling tinggi adalah DKI Jakarta sebesar 13,4 persen; Kalimantan Selatan sebesar 13,3 persen dan Sulawesi Barat 12,3 persen.

Pengobatan Hipertensi

Sebagian pengidap hipertensi harus mengonsumsi obat seumur hidup guna mengatur tekanan darah. Namun, jika tekanan darah sudah terkendali melalui perubahan gaya hidup, penurunan dosis obat atau konsumsinya dapat dihentikan. Perhatikan selalu dosis obat yang diberikan dan efek samping yang mungkin terjadi.

Obat-obatan yang umumnya diberikan kepada para pengidap hipertensi, antara lain:

  • Obat untuk membuang kelebihan garam dan cairan di tubuh melalui urine. Pasalnya, hipertensi membuat pengidapnya rentan terhadap kadar garam tinggi dalam tubuh.
  • Obat untuk melebarkan pembuluh darah sehingga tekanan darah bisa menurun. Perlu diketahui bahwa hipertensi membuat pengidapnya rentan mengalami sumbatan pada pembuluh darah.
  • Obat yang bekerja untuk memperlambat detak jantung dan melebarkan pembuluh darah.
  • Obat penurun tekanan darah yang berfungsi untuk membuat dinding pembuluh darah lebih rileks.
  • Obat penghambat renin untuk menghambat kerja enzim yang berfungsi menaikkan tekanan darah. Jika renin bekerja berlebihan, tekanan darah akan naik tidak terkendali.

Selain konsumsi obat-obatan, pengobatan hipertensi juga bisa dilakukan melalui terapi relaksasi, misalnya terapi meditasi atau terapi yoga. Namun, pengobatan hipertensi tidak akan berjalan lancar jika tidak disertai dengan perubahan gaya hidup, seperti menjalani pola makan dan hidup sehat, serta olahraga teratur. (LITBANG KOMPAS)