Kompas/Ferganata Indra Riatmoko (DRA)
Diskusi Dana Desa – Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johan Budi menjadi salah satu pembicara dalam diskusi tentang dana desa yang diselenggarakan oleh Harian Kompas dan LSM Institute of Education Development, Social, Religious, and Cultural Studies (Infest) di Kantor Harian Kompas Perwakilan Yogyakarta, Kotabaru, Yogyakarta, Senin (2/11). Diskusi itu membahas antara lain tentang berbagai kemungkinan penyelewengan penggunaan dana desa.
Dana desa yang bersumber dari APBN dikelola langsung oleh pemerintah desa. Mekanismenya adalah dana dari Rekening Kas Umum Pusat (RKUP) dialirkan ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD). Selanjutnya dana tersebut mengalir ke Rekening Kas Desa (RKD).
Setelah menerima aliran dana, pemerintah desa mengelola dana tersebut untuk membangun desa. Prinsip pengelolaannya mengacu azas dan dasar hukum sesuai dengan petunjuk Buku Saku Dana Desa yang diterbitkan oleh Kementerian Keuangan.
Kasus 2016-2017
Namun demikian, fakta lapangan menunjukkan adanya kasus-kasus korupsi yang menyeret beberapa kepala desa sebagai aktornya. Sebagai contoh, pada tahun 2016 ada enam kepala desa di Kabupaten Seram Bagian Timur, Maluku ditetapkan sebagai tersangka. Mereka terduga melakukan korupsi penyalahgunaan dana desa pada tahun 2015.
Enam kepala desa tersebut adalah MAKR, Kepala Desa Kilimuri; SFG, Kepala Desa Undur; ARW, Kepala Desa Kian Darat; MSK, Kepala Desa Kilwaru; AM, Kepala Desa Miran Manaban; dan IGK, Kepala Desa Rurat.
Selain kepala desa, kasus ini juga menyeret beberapa perangkat desa, yakni SR, Bendahara Desa Kilimuri; SK, Bendahara Desa Undur; dan MTK, pendamping di Desa Kilwaru. Total tersangka dalam kasus ini berjumlah sembilan orang.
Data di atas menunjukkan bahwa sejak pertama kali program ini berjalan pada 2015, sudah ada potensi terjadinya tindak pidana korupsi. Dalam kasus ini ditemukan adanya pengelolaan dana desa yang tidak sesuai prosedur.
Kepala Cabang Kejaksaan Negeri Masohi di Geser Yeoceng Almahdaly menyatakan, “Pada intinya, kami menemukan bukti yang kuat bahwa kasus ini memenuhi unsur tindak pidana korupsi, yakni pengelolaan dana tidak sesuai prosedur, ada kerugian negara, dan juga dilakukan dengan sengaja untuk memperkaya diri. Semuanya akan kami buka dalam persidangan nanti.” (Kompas, 12/5/2016)
Tidak hanya menyeret kepala desa sebagai aktor, kasus korupsi terkait dana desa juga dilakukan oleh beberapa jajaran yang lebih tinggi di tingkat daerah. Di Pamekasan misalnya, selain dilakukan oleh kepala desa, korupsi juga dilakukan oleh beberapa pejabat di tingkat daerah
Pada Bulan Agustus 2017, Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap tangan dan kemudian menetapkan tersangka Bupati Pamekasan Achmad Syafii Yasin, Kepala Inspektorat Kabupaten Pamekasan Sutjipto Utomo, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Pamekasan Rudy Indra, dan Kepala Desa Dasok, Pamekasan, Agus Mulyadi.
Nama-nama di atas tersangkut korupsi atas dugaan suap terhadap penegak hukum terkait penyelewengan dana desa sebesar Rp 100 juta.
Sebelumnya kasus penyelewengan dana juga terjadi di Jawa Timur. Kepala Desa Kranggan, Madiun, Jawa Timur diproses secara hukum karena menggunakan dana desa untuk membayar cicilan utang pribadinya.
Tidak hanya sampai di situ, kasus penyalahgunaan dana desa pada tahun 2017 juga terjadi di Papua. Sebanyak 70 kepala desa di Kabupaten Yahukimo, Papua diduga melakukan penyalahgunaan dana desa. Bupati Yahukimo Abock Busup mengonfirmasi temuan itu yang didapat dari hasil laporan warga dan tenaga pendamping.
”Mereka melaporkan kepada saya dan pegawai Badan Pemberdayaan Masyarakat Kampung Yahukimo bahwa mereka tidak merasakan pembangunan dengan menggunakan dana desa di kampungnya,” kata Abock (Kompas, 16/9/2017)
Bupati Yahukimo itu juga menambahkan bahwa para oknum kepala didesa itu menghilang beberapa waktu setelah mengambil dana desa di bank. Mereka diduga bepergian ke Wamena, Jayapura dan Jakarta untuk berfoya-foya menggunakan dana itu. Ada pula kepada desa yang menggunakan dana desa untuk upacara adat.
Kasus ini menambah daftar penyalahgunaan dana desa di Papua. Sebelumnya. Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Papua menetapkan mantan Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemberdayaan Kampung Kabupaten Tolikara berinisial PW sebagai tersangka dugaan penyalahgunaan dana desa 2016. Kerugian sementara negara diperkirakan mencapai Rp 182,7 miliar.
Selain di Pamekasan dan Yahukimo, penyalahgunaan dana desa juga terjadi di Pekanbaru, Riau. Kepala Desa Kepayang, Kecamatan Kepenuhan, Rokan Hulu ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi dana desa. Kepala Polres Rokan Hulu Ajun Komisaris Besar Yusup Rahmanto menyatakan, ”Kerugian mencapai Rp 556,6 juta. Tersangka kami tahan.” (Kompas, 16/9/2019)
Maraknya kasus penyelewengan dana desa hingga tahun 2017 bisa dilihat dari data yang dilaporkan oleh Satuan Tugas Dana Desa Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Hingga bulan Oktober, Satgas Dana Desa menerima 10.922 laporan penyelewengan dana desa. Laporan ini dihimpun dari aduan warga lewat surat, surat elektronik, dan akun media sosial.
Ketua Satgas Dana Desa Bibit Samad Rianto menyebutkan bahwa sebagian dari laporan yang masuk sudah diselidiki. ”Dari semua laporan, sekitar 30 persen atau 3.276 laporan di antaranya diselidiki lebih lanjut,” ujarnya. (Kompas, 25/11/2017).
Kasus 2018 - 2019
Pada tahun 2018, masih ditemukan kasus-kasus menyelewengan dana desa. Misalnya di Nusa Tenggara Timur, dua kepala desa diadili di Kupang akibat kasus korupsi. Majelis hakim Pengadilan Tipikor Kupang, dipimpin ketuanya Fransisca Paulina Nino dengan hakim anggota Ibnu Choliq dan Gustaf Marpaung, memvonis 2 tahun 6 bulan penjara Kepala Desa Runut, Kabupaten Sikka, Petrus Kanisius, terdakwa kasus korupsi dana desa pada 27 Februari 2018.
”Setelah mempelajari semua proses persidangan dan mempertimbangkan keterangan terdakwa, saksi, dan barang bukti, terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan merugikan keuangan negara Rp 375 juta. Setelah melakukan berbagai pertimbangan, majelis hakim menjatuhkan hukuman 2 tahun 6 bulan penjara bagi terdakwa dan memerintahkan terdakwa membayar denda atas tindakan itu kepada negara senilai Rp 50 juta,” ujar Paulina (Kompas, 28/2/2018)
Kasus ini melibatkan mantan Kepala Desa Pakalahembi, Mata Yiwa (2008-2014), dan mantan Bendahara Dana Desa, Lukas Lapu Ndakunau.
Dalam kasus lain pada 2018, koruptor dana desa tidak hanya melakukan korupsi, namun juga melakukan tindakan kriminal lain yaitu penculikan. Prantiana Koreh alias Ranti Koreh didakwa merugikan keuangan negara senilai Rp 445 juta dalam proyek jalan desa di Desa Noenasi, Kecamatan Miomafo Tengah, NTT. Namun, kasus yang menjeratnya bertambah setelah dalam proses persidangan dia menculik Richard Mantolas, bocah empat tahun.
Richard tak lain adalah anak dari Kundrat Mantolas, yang merupakan jaksa penyidik dalam kasus ini. Penculikan dilakukan tanggal 28 Mei 2018. Setelah melakukan pencarian, polisi menemukan Richard dalam kondisi selamat pada tanggal 30 Mei 2018.
Kundrat sendiri mengaku bahwa selama memerikasi Ranti sebagai terdakwa dia terus mendapat ancaman akan dibunuh atau dianiaya. Intimidasi itu iya dapatkan dari pesan singkat dari orang yang tidak dikenal. “Intinya, kasus penyidikan atas Ranti Koreh segera dihentikan jika saya ingin selamat,” katanya. (Kompas, 4/6/2018).
Kasus-kasus korupsi terkait dana desa yang terjadi menunjukkan bahwa tidak hanya oknum tertentu yang melakukan penyelewengan dana, namun penyelewengan yang terjadi termasuk rekayasa pembentukan desa yang dilakukan secara sistematis dari tingkat desa hingga kabupaten.
Menjelang akhir tahun 2019, ditemukan sebanyak 56 desa fiktif di Kabupaten Konawe. Pejabat daerah diduga ikut merekayasa pembentukan peraturan daerah (perda) pembentukan desa. Perda fiktif yang dimaksud adalah Perda No. 7/2011 tentang Pembentukan dan Pendefinitifan Desa-desa di Konawe.
Kepala Bagian Hukum Pemkab Konawe Apono memastikan Perda No 7/2011 tidak tercatat sebagai Perubahan atas Perda No 2/2011 tentang Pembentukan dan Pendefinitifan Desa-desa di Konawe. Dalam lembaran daerah di bagian hukum Konawe, Perda No 7/2011 tercantum sebagai perda tentang Pertanggungjawaban APBD Konawe 2010.
Berbagai penyelewengan dana desa ditengarai akibat ketidaksiapan desa dalam mengelola dana desa yang diberikan pusat. Selain itu, faktor kesengajaan menggunakan dana desa demi kepentingan pribadi juga memicu banyaknya kasus korupsi yang terjadi terkait dana desa. Karenanya, mekanisme pengaliran dana desa harus diawasi secara ketat agar tidak menimbulkan kerugian negara.