Paparan Topik | Hari Antikorupsi Sedunia

Hari Antikorupsi: Strategi Pencegahan dan Penindakan Korupsi di Indonesia

Strategi pencegahan dan penindakan korupsi di Indonesia salah satunya dapat dilihat dari rencana strategis (Renstra) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Renstra KPK 2020-2024 menempatkan aspek pencegahan sebagai sasaran pertama penanganan korupsi di Indonesia.

KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Aktivis antikorupsi dari sejumlah organisasi menggelar aksi teatrikal menyerukan perlawanan terhadap korupsi di depan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Rabu (8/12/2021). Aksi ini juga sebagai refleksi jelang peringatan Hari Antikorupsi Sedunia pada 9 Desember. Dalam aksinya ini mereka menilai adanya kemunduran dalam upaya pemberantasan korupsi seperti melemahnya lembaga penegak hukum kasus korupsi, maraknya kasus korupsi, hingga penanganan kasus korupsi yang tebang pilih.

Fakta Singkat

Strategi Pencegahan dan Penindakan Korupsi di Indonesia

  • Skor CPI Indonesia 2019: 40 (peringkat 85/198)
  • Skor CPI Indonesia 2019: 37 (peringkat 37/179)

Tugas dan wewenang KPK

  • Pencegahan: pencegahan TPK, koordinasi, monitoring, supervisi
  • Penindakan: penyelidikan-penyidikan-penuntutan dan melaksanakan putusan pengadilan

Roadmap KPK 2011-2023

  1. Pencegahan yang terintegrasi
  2. Penindakan yang terintegrasi
  3. Pencegahan dan penindakan yang terintegrasi

Renstra KPK 2015-2019

  1. Meningkatkan efektivitas penindakan TPK
  2. Membangun integritas pemerintah-masyarakat-swasta
  3. Membangun hubungan yang baik dengan mitra strategis

Renstra KPK 2020-2024

  1. Meningkatkan efektivitas dan dampak kegiatan pencegahan
  2. Meningkatkan fokus, keterukuran, dan dampak kegiatan pendidikan antikorupsi
  3. Mengoptimalkan kegiatan penindakan TPK dan TPPU
  4. Meningkatkan tingkat efektivitas dan akuntablitas kelembagaan

Penindakan (2004 – 1 Oktober 2021)

  • Tindak Pidana Berdasarkan Instansi: DPR/DPRD (74), Kementerian/Lembaga (395), BUMN/BUMD (92), Komisi (20), Pemprov (158). Pemkot/Pemkab (455)
  • Tindak Pidana Berdasarkan Perkara: Pengadaan Barang/Jasa (266), Perizinan (25), Penyuapan (775), Pungutan/Pemerasan (26), Penyalahgunaan Anggaran (50), Tindak Pidana Pencucian Uang (41), Merintangi Proses KPK (11)

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menginisiasi kampanye antikorupsi sejak penandatanganan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Melawan Korupsi di Meksiko pada 9 – 11 Desember 2003. Majelis Umum PBB menetapkan setiap tanggal 9 Desember sebagai Hari Antikorupsi Sedunia.

Di Indonesia, tema Peringatan Hari Antikorupsi  pada 9 Desember 2021 adalah “Satu Padu Bangun Budaya Antikorupsi”.  Secara eksplisit dari tema tersebut bermakna langkah pencegahan, penanganan, dan pemberantasan korupsi harus dilakukan oleh semua elemen masyarakat, agar jangan sampai korupsi menjadi budaya laten.

Salah satu cara untuk melihat hasil strategi penanganan korupsi di sebuah negara adalah dengan melihat indeks persepsi korupsi (CPI) yang dikeluarkan oleh lembaga Transparency International. Dari tahun ke tahun, skor CPI Indonesia cenderung meningkat walaupun tidak selalu mendongkrak peringkat Indonesia di antara negara-negara yang diteliti.

Pada tahun tahun 2015, Indonesia mendapatkan skor CPI sebesar 36 dari 100. Skor tersebut menempatkan Indonesia pada peringkat 118 dari negara-negara yang diteliti. Pada tahun 2016, skor CPI Indonesia meningkat menjadi 37. Akan tetapi, peringkat Indonesia turun menjadi urutan ke-90.

Pada tahun 2019, Indonesia mendapat skor CPI sebesar 40 dan peringkat 85 dari 198 negara yang diteliti. Dengan skor tersebut, Indonesia berada di peringkat keempat di Asia Tenggara, setelah Singapura, Brunei Darussalam, dan Malaysia. Pada tahun 2019, negara-negara dengan skor CPI tertinggi adalah Denmark (90), Selandia Baru (90), dan Finlandia (89).

Pada tahun 2020, skor CPI Indonesia sebesar 37 dan berada di peringkat 102. Peringkat ini turun dari sebelumnya di peringkat 85. Hal ini mengindikasikan budaya korupsi yang laten masih saja terus terjadi di negara ini bahkan dilakukan pejabat tinggi negara hingga kepala daerah.

Dari hulu, strategi penanganan korupsi di Indonesia, baik pencegahan maupun penindakan, dapat dilihat dari rencana strategis dan capaian KPK. Lembaga KPK dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi (TPK). Lembaga yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tersebut diberi amanat untuk melakukan pemberantasan korupsi secara profesional, intensif, dan berkesinambungan.

KOMPAS/JULIAN SIHOMBING (JS)

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Taufiequrachman Ruki (kanan) didampingi para wakilnya (dari kiri), Syahruddin Rasul, Erry Riyana Hardjapamekas, Amien Sunaryadi, dan Tumpak H Panggabean (tak tampak), memberikan keterangan pers setelah mengucapkan sumpah di hadapan Presiden Megawati Soekarnoputri di Istana Negara, Jakarta, Senin (29/12/2003).

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 (UU 19/2019), KPK mengemban enam tugas yang dapat dikelompokkan dalam dua bagian besar, yakni tugas yang terkait dengan pencegahan dan tugas yang terkait penindakan.

Tugas KPK terkait pencegahan, yakni pencegahan TPK, koordinasi dengan instansi pelaksana TPK dan pelayanan publik, monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara, serta supervisi terhadap instansi pelaksana TPK. Selanjutnya, tugas KPK terkait penindakan adalah penyelidikan-penyidikan-penuntutan terhadap TPK serta melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Dua tugas utama tersebut diperinci dalam UU 19/2019. Selain itu, turunan dari tugas tersebut dapat dilihat dari Roadmap KPK 2011-2023 serta Renstra KPK 2015-2019 dan 2020-2024.

Tugas dan wewenang KPK

Pencegahan

UU 19/2019, menjelaskan secara terperinci keenam tugas dan wewenang KPK. Pertama, dalam menjalankan tugas pencegahan TPK, KPK berwenang untuk melakukan enam hal (Pasal 7 UU 19/2019). Satu, melakukan pendaftaran dan pemeriksaan terhadap laporan harta kekayaan penyelenggara negara. Dua, menerima laporan dan menetapkan status gratifikasi. Tiga, menyelenggarakan program pendidikan antikorupsi pada setiap jejaring pendidikan. Empat,  merencanakan dan melaksanakan program sosialisasi pemberantasan TPK. Lima, melakukan kampanye antikorupsi kepada masyarakat. Enam, melakukan kerja sama bilateral atau multilateral dalam pemberantasan TPK.

Kedua, dalam melaksanakan tugas koordinasi dengan instansi pelaksana TPK dan pelayanan publik, KPK berwenang melakukan lima hal (Pasal 8 UU 19/2019). Satu, mengoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan dalam pemberantasan TPK. Dua, menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan TPK. Tiga, meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan TPK kepada instansi yang terkait. Empat, melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang dalam melakukan pemberantasan TPK. Lima, meminta laporan kepada instansi berwenang mengenai upaya pencegahan sehingga tidak terjadi TPK.

Ketiga, dalam melaksanaksanakan tugas monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara, KPK berwenang melakukan tiga hal (Pasal 9 UU 19/2019). Satu, melakukan pengkajian terhadap sistem pengelolaan administrasi di semua lembaga negara dan lembaga pemerintahan. Dua, memberi saran kepada pimpinan lembaga negara dan lembaga pemerintahan untuk melakukan perubahan jika berdasarkan hasil pengkajian, sistem pengelolaan administrasi tersebut berpotensi menyebabkan terjadinya TPK. Tiga, melaporkan kepada presiden RI, DPR, dan BPK, ketika saran KPK mengenai usulan perubahan tidak dilaksanakan.

Keempat, dalam melaksanakan tugas supervisi terhadap instansi pelaksana TPK, KPK berwenang melakukan pengawasan, penelitian, atau penelaahan terhadap instansi yang menjalankan tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan pemberantasan TPK (Pasal 10 UU 19/2019). Dalam menjalankan tugas ini, KPK juga berwenang mengambil alih penyidikan dan atau penuntutan terhadap pelaku TPK yang sedang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan (Pasal 10A UU 19/2019).

KOMPAS/AGUS SUSANTO (AGS)

Sejumlah penyidik dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah ruang kerja tim majelis hakim kasus kasasi Probosutedjo dan ruang Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan di Gedung MA Jakarta, Kamis (27/10/2005) lalu.

Penindakan

Kelima, dalam melaksanakan tugas penyelidikan-penyidikan-penuntutan terhadap TPK, KPK berwenang untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap TPK dengan dua kriteria (Pasal 11 UU 19/2019). Satu, TPK yang melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan TPK yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara. Dua, TPK yang menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp 1 miliar. Ketika TPK tidak memenuhi kriteria di atas, KPK wajib menyerahkan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan kepada kepolisian dan atau kejaksaan.  Selain itu, KPK melakukan supervisi terhadap penyelidikan, penyidikan, dan atau penuntutan terhadap TPK yang diserahkan kepada kepolisian atau kejaksaan.

Dalam melaksanakan tugas penyidikan, KPK diberi delapan wewenang. Satu, memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk melarang seseorang bepergian ke luar negeri. Dua, meminta keterangan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa yang sedang diperiksa. Tiga, memerintahkan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya untuk memblokir rekening yang diduga hasil dari korupsi milik tersangka, terdakwa, atau pihak lain yang terkait. Empat, memerintahkan kepada pimpinan atau atasan tersangka untuk memberhentikan sementara tersangka dari jabatannya.

Lima, meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka atau terdakwa kepada instansi yang terkait. Enam, menghentikan sementara suatu transaksi keuangan, transaksi perdagangan, dan perjanjian lainnya atau pencabutan sementara perizinan, lisensi, serta konsesi yang dilakukan atau dimiliki oleh tersangka atau terdakwa yang diduga berdasarkan bukti awal yang cukup ada hubungannya dengan TPK yang sedang diperiksa. Tujuh, meminta bantuan Interpol Indonesia atau instansi penegak hukum negara lain untuk melakukan pencarian, penangkapan, dan penyitaan barang bukti di luar negeri. Delapan, meminta bantuan kepolisian atau instansi lain yang terkait untuk melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan dalam perkara pemberantasan TPK yang sedang ditangani.

Dalam melaksanakan tugas penyelidikan dan penyidikan, KPK juga diberi wewenang untuk melakukan penyadapan (Pasal 12 UU 19/2019). Penyadapan KPK dapat dilaksanakan setelah mendapat izin tertulis dari Dewan Pengawas KPK. Izin penyadapan tersebut dapat digunakan untuk kegiatan penyadapan selama enam bulan dan dapat diperpanjang satu kali untuk jangka waktu yang sama. Hasil penyadapan bersifat rahasia dan hanya untuk kepentingan peradilan pemberantasan TPK. Oleh karena itu, hasil penyadapan yang tidak terkait TPK wajib dimusnahkan seketika.

Dalam melaksanakan tugas penuntutan, penuntut KPK diminta untuk melaksanakan koordinasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan (Pasal 12A UU 19/2019).

Keenam, dalam melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, KPK berwenang melakukan tindakan hukum yang diperlukan dan dapat dipertanggungiawabkan sesuai dengan isi dari penetapan hakim atau putusan pengadilan (Pasal 13 UU 19/2019).

Roadmap KPK 2011-2023

Berdasarkan Roadmap KPK 2011-2023, terdapat tiga grand strategy yang ditetapkan, meliputi pencegahan yang terintegrasi, penindakan yang terintegrasi, serta pencegahan dan penindakan yang terintegrasi.

Pertama, pencegahan yang terintegrasi. Kegiatan ini diawali dengan kajian komprehensif terhadap sistem atau peraturan atau prosedur pada fokus area yang potensial terjadi korupsi. Selanjutnya, diberikan rekomendasi atau saran perbaikan serta pemantauan terhadap implementasinya oleh KPK hingga tuntas.

Secara paralel, dilakukan juga pendidikan dan kampanye tentang sistem integritas nasional (SIN) kepada kementerian atau lembaga serta masyarakat madani untuk mengubah mindset dan perilaku. Selain itu, dilakukan pula internalisasi dan implementasi pondasi dan pilar-pilar integritas nasional pada fokus area secara bertahap untuk memperkuat SIN.

Pencegahan yang terintegrasi juga mencakup kegiatan koordinasi dan supervisi pencegahan. Kegiatan tersebut mencakup pelaksanaan koordinasi dengan instansi yang melaksanakan usaha-usaha pencegahan korupsi serta supervisi layanan publik.

Kedua, penindakan yang terintegrasi. Kegiatan ini dilakukan terhadap grand corruption sesuai dengan fokus area pada masing-masing fase. Ketiga, pencegahan dan penindakan yang terintegrasi. Kegiatan dilakukan terhadap fokus area yang telah dilakukan penindakan dengan melakukan recovery melalui pencegahan. Sebaliknya, penindakan dapat dilakukan ketika pencegahan yang dilakukan terhadap fokus area belum berhasil atau tidak efektif.

Rencana Strategis KPK 2015-2019

Selama tahun 2015-2019, KPK menetapkan tiga sasaran strategis (renstra), yakni meningkatkan efektivitas penindakan TPK, membangun integritas pemerintah-masyarakat-swasta, serta membangun hubungan yang baik dengan mitra strategis.

Sasaran strategis tersebut diwujudkan dengan beberapa aktivitas, seperti mengintegrasikan upaya penindakan TPK, mengintegrasikan upaya pencegahan TPK, mengintegrasikan upaya penindakan dan pencegahan TPK, serta melaksanakan koordinasi, supervisi, dan monitoring pemberantasan korupsi.

Capaian rencana strategis KPK sepanjang 2015-2019 dapat dikelompokkan dalam lima hal, yakni tingkat korupsi, penegakan hukum bidang tipikor, integritas pemerintah-masyarakat-politik-swasta, serta hubungan mitra kerja sama. Capaian Renstra 2015-2019 dapat dilihat dalam Renstra KPK 2020-2024.

Pertama, tingkat korupsi. Dari sisi tingkat korupsi, hingga 2019, KPK belum dapat mencapai kinerja seperti yang diharapkan. Pada tahun 2019, KPK menargetkan skor CPI sebesar 45, tetapi hanya tercapai 40.

Kedua, efektivitas penegakan hukum bidang tipikor. Capaian KPK di bidang ini dapat dilihat dari indeks penegakan hukum (IPH) TPK tingkat nasional dan dari asset recovery. Hingga 2019, KPK menargetkan IPH sebesar 6,5. Target tersebut terlampaui dengan pencapaian IPH sebesar 7,9. Di sisi lain, asset recovery yang ditargetkan sebesar 75 persen pada tahun 2019, hanya tercapai sebesar 67,28 persen.

Ketiga, terbangunnya integritas pemerintah-masyarakat-politik-swasta. Capaian ini dapat dilihat dari indeks integritas kementerian, lembaga, organisasi, pemerintah, swasta (KLOPS). KPK merencanakan capaian indeks integritas KLOPS sebesar 3,5 pada tahun 2019. Rencana tersebut tercapai dengan indeks integritas KLOPS yang diperoleh pada tahun 2019 sebesar 4,06.

Keempat, terbangunnya hubungan mitra kerja sama yang efektif. Capaian ini diukur melalui indeks kerja sama dan indeks partisipasi publik. Target capaian indeks kerja sama pada tahun 2019 adalah 4,5. Sedangkan realisasinya sebesar 2,72. Di sisi lain, realisasi indeks partisipasi publik 2019 adalah 71,79, meleset dari target sebesar 80.

KOMPAS/RADITYA HELABUMI (RAD)

Wakil Ketua KPK Laode M Syarif, Ketua KPK Agus Rahardjo, Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata (kiri ke kanan) berfoto bersama sebelum memulai konferensi pers tentang laporan kinerja KPK 2016-2019 di Kompleks Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (17/12/2019). Dalam periode 2016-2019 KPK menyelamatkan potensi kerugian negara sebesar Rp 63,8 triiun melalui fungsi monitoring dan pencegahan. Selama empat tahun tersebut, KPK juga melakukan 87 operasi tangkap tangan (OTT) dengan jumlah tersangka 327 orang.

Selain capaian rencana strategis, terdapat pula capaian dalam hal penindakan dan pencegahan sepanjang 2015-2019.

Pertama, dalam hal penindakan. KPK telah melakukan penyelidikan sejumlah 517 perkara, penyidikan 564 perkara, penuntutan 462 perkara, inkracht sebanyak 392 perkara, dan eksekusi 397 perkara sepanjang 2016-2019. Selain itu, telah diterima sebanyak 4.054 Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari kepolisian maupun kejaksaan. Terkait asset recovery, sejak 2014-2019, realisasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang berasal dari yang pengganti/barang rampasan/denda dan penetapan status penggunaan/hibah sebesar Rp 2.048 triliun.

Kedua, dalam hal pencegahan. Tingkat kepatuhan laporan harta kekayaan penyelenggaran negara (LHKPN) sepanjang 2015-2019 rata-rata adalah 68 persen, dengan rata-rata wajib lapor sebesar 311.113 dan laporan LHKPN sebanyak 212.904. Sedangkan, laporan gratifikasi yang telah diterima dan ditetapkan menjadi milik negara sepanjang 2015-2019 sebesar Rp 40,6 miliar dalam bentuk uang dan barang senilai Rp 118,8 miliar. Selain itu, KPK juga telah melakukan berbagai kegiatan pendidikan antikorupsi di semua jenjang pendidikan serta penyelenggaraan kampanye dan sosialisasi antikorupsi.

Kampanye dan sosialisasi antikorupsi dilaksanakan, antara lain, dengan pelatihan di pusat edukasi antikorupsi (PEA) untuk kalangan eksternal KPK, pencegahan sektor swasta, sertifikasi ahli pembangunan integritas (API), kajian pendanaan partai politik dan penerapan sistem integritas partai politik (SPIP), pencegahan korupsi dengan pelibatan masyarakat sipil, pencegahan korupsi dengan masyarakat, program bus jelajah negeri bangun korupsi, serta kampanye media.

Dari sisi pencegahan, KPK juga melakukan review terhadap sistem dan membuat rekomendasi ke presiden, DPR, dan BPK. Kegiatan review yang dilakukan KPK telah menghasilkan 2.115 rekomendasi yang diberikan kepada menteri atau kepala instansi terkait. Selain itu, sejumlah 20 rekomendasi yang bersifat strategis telah disampaikan kepada presiden dalam bentuk surat. Rekomendasi yang diberikan, meliputi sektor minyak dan gas, pelayanan publik, pangan dan sumber daya alam, serta keuangan negara.

Capaian KPK dari sisi pencegahan juga dapat dilihat dari sisi koordinasi dan supervisi upaya pencegahan TPK yang dilakukan oleh institusi lain. KPK telah melakukan pendampingan terhadap 542 pemda, baik provinsi, kabupaten, maupun kota.

Rencana Strategis KPK 2020-2024

Dalam Renstra KPK 2020-2024, dipaparkan, visi, misi, tujuan, dan sasaran strategis KPK. Visi yang ditetapkan KPK adalah “Bersama masyarakat menurunkan tingkat korupsi untuk mewujudkan Indonesia maju”.

Berdasarkan visi tersebut, KPK menetapkan empat misi. Pertama, meningkatkan upaya pencegahan melalui perbaikan sistem pengelolaan administrasi lembaga negara dan pemerintah yang antikorupsi. Kedua, meningkatkan upaya pencegahan melalui pendidikan antikorupsi yang komprehensif. Ketiga, pemberantasan TPK yang efektif, akuntabel, profesional, dan sesuai dengan hukum. Keempat, meningkatkan akuntabilitas, profesionalitas, dan integritas KPK dalam pelaksanaan tugas dan wewenang.

Untuk mewujukan visi dan misi tersebut, ditetapkan empat tujuan yang akan dicapai hingga 2024. Pertama, meningkatkan efektivitas dan dampak kegiatan pencegahan. Kedua meningkatkan fokus, keterukuran, dan dampak kegiatan pendidikan antikorupsi. Ketiga, mengoptimalkan kegiatan penindakan TPK dan tindak pindana pencucian uang (TPPU). Keempat, meningkatkan tingkat efektivitas dan akuntablitas kelembagaan.

Selanjutnya, ditetapkan tiga sasaran yang akan dicapai dalam lima tahun, yakni meningkatnya upaya pencegahan dan pendidikan antikorupsi, optimalisasi mekanisme pemulihan dan pengelolaan aset hasil TPK, serta meningkatnya tingkat efektivitas dan akuntabilitas kelembagaan.

Tiga sasaran tersebut kemudian dijabarkan dalam berbagai rumusan arah kebijakan dan strategi. Terdapat enam upaya arah kebijakan dan strategi yang dirumuskan, yakni upaya pencegahan dan pendidikan antikorupsi, upaya koordinasi KPK dengan instansi terkait, upaya penguatan sistem monitoring penyelenggaraan pemerintahan negara, upaya mengefektifkan supervisi KPK terhadap instansi terkait, upaya peningkatan efektivitas penegakan hukum, serta upaya peningkatan kelembagaan yang efektif, profesional, dan akuntabel.

Hingga saat ini, data resmi capaian Renstra 2020-2024 untuk tahun 2020 belum muncul. Akan tetapi, berdasarkan data statistik penindakan KPK sepanjang 2020 (hingga 1 Juni 2020), diketahui bahwa KPK telah melakukan sebanyak 78 penyelidikan, 43 penyidikan, 40 penuntutan, 70 perkara yang telah inkracht, serta 69 perkara telah dieksekusi.

KOMPAS/HERU SRI KUMORO (KUM)

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD (tiga dari kiri) bersama Komisioner KPK menyampaikan keterangan kepada wartawan seusai pertemuan di Kantor Menkopolhukam, Jakarta, Selasa (7/1/2019). Seluruh komisioner KPK hadir dalam pertemuan tersebut yaitu Nawawi Pomolango, Nurul Ghufron, Firli Bahuri, Lili Pintauli Siregar, dan Alexander Marwata (kiri ke kanan). Selain silaturahmi, pertemuan tersebut juga untuk koordinasi dalam penegakan hukum khususnya pencegahan dan pemberantasan korupsi.

Sejak 2004 – 2021

Bila ditarik ke belakang, sejak tahun 2004 sampai 1 Oktober 2021, KPK telah menangani 1.194 kasus. Dari jumlah tersebut sebanyak 834 telah inkracht atau perkara berkekuatan hukum tetap.

Jika dirinci lebih lanjut, tindak pidana korupsi berdasarkan Instansi: DPR/DPRD (74 kasus), Kementerian/Lembaga (395 kasus), BUMN/BUMD (92 kasus), Komisi (20 kasus), Pemprov (158 kasus), dan Pemkot/Pemkab (455 kasus)

Kasus-kasus tindak pidana korupsi yang ditangani KPK sejak 2004 – 2021 sebagian besar adalah kasus suap. Jumlahnya mencapai 775 kasus dari total 1.194 kasus. Jika dirinci diantaranya tindak pidana berdasarkan jenis perkara mencakup pengadaan barang/jasa (266 kasus), perizinan (25 kasus), penyuapan (775 kasus), pungutan/pemerasan (26 kasus), penyalahgunaan anggaran (50 kasus), tindak pidana pencucian uang (41 kasus), dan merintangi proses KPK (11 kasus). (LITBANG KOMPAS)