Kronologi | Kemerdekaan RI

Pidato Peringatan HUT RI dari Soekarno sampai Jokowi

Setiap Presiden, dari Soekarno sampai Jokowi punya visi dan gaya masing-masing dalam menyampaikan pidato pada setiap peringatan HUT Kemerdekaan RI. Arsip Kompas merangkum tema setiap pidato berdasarkan berita "Kompas" yang diperkaya dengan foto-foto terkait.

Tamu undangan dan masyarakat luas dengan antusias mengikuti upacara peringatan HUT RI ke-5. Upacara tahun 1950 tersebut merupakan kali pertama upacara HUT RI digelar di Istana Merdeka, Jakarta, setelah sebelumnya dilaksanakan di Yogyakarta. Berbeda dengan saat ini yang setiap pidato kenegaraan HUT RI dibacakan di gedung DPR sebelum tanggal 17 Agustus, pada Era Presiden Soekarno pidato menjadi bagian dalam upacara.

Kemerdekaan adalah hak segala bangsa, hal ini tercantum dalam pembukaan UUD 1945 yang disahkan sehari setelah Indonesia merdeka. Arsip Kompas berhasil merekam berbagai pemberitaan seputar pidato kenegaraan memperingati hari Kemerdekaan Indonesia sejak tahun 1965. Dinamisnya situasi ekonomi, politik, sosial, dan budaya di Indonesia memengaruhi isi pidato kenegaraan dan suasana yang tercipta di hari spesial tersebut.

Presiden Soekarno, sang orator ulung, memakai kesempatan penyampaian amanat saat upacara peringatan hari lahir Indonesia untuk menanamkan ideologi dan semangat kemerdekaan kepada masyarakat. Temperamennya yang terkenal menggebu-gebu juga terlihat saat ia menyampaikan amanat dalam waktu berjam-jam. Pidatonya selalu menunjukkan sikap patriotis dan sikap optimis untuk masa depan Indonesia.

Salah satu pidatonya yang sekarang masih diingat oleh masyarakat adalah amanatnya yang berjudul “Jangan sekali-kali Meninggalkan Sejarah”. Amanat ini tertuang di Arsip Kompas yang terbit pada 18 Agustus 1966 halaman 1 dengan judul “Presiden Sukarno pd Perajaan Ulang Tahun Proklamasi ke XXI: Gembleng terus Persatuan Berlandaskan Sedjarah Perdjoangan Masa Lalu”.

Lain hal dengan Presiden Soeharto, pembangunan masif yang dilakukan di era Orde Baru seringkali menjadi pembahasan inti dalam setiap peringatan hari kemerdekaan RI. Sebelum Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun) dilaksanakan pada tanggal 1 April 1969, ia menyampaikan pentingnya hal tersebut dalam amanatnya pada tahun 1968. Ketika akhirnya Repelita terlaksana pada tahun pertama, sebuah pawai besar terselenggara beberapa hari sebelum perayaan Hari Kemerdekaan. Pawai Pelita menjadi nama dari pawai tersebut agar menonjolkan semangat dan usaha bangsa Indonesia untuk menyukseskan Pembangunan Lima Tahun.

Presiden BJ Habibie mengemban tugas berat saat melanjutkan pemerintahan Presiden Soeharto terkait krisis ekonomi, konflik sosial dan permasalahan lainnya yang terjadi di masyarakat. Pidato-pidato kenegaraan Habibie pun berisi permintaan maaf atas pelanggaran-pelanggaran HAM masa lalu, penegakan hukum dan keadilan.

Berlanjut dengan pemerintahan Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Masa pemerintahannya masih dalam suasana reformasi dan dibayang-bayangi dengan adanya gerakan separatisme. Gus Dur pun, dalam pidato kenegaraannya, menekankan tentang nilai-nilai kebangsaan, kemerdekaan dan demokrasi.

Kondisi ini masih dirasakan pada masa pemerintahan Megawati. Namun, sedikit demi sedikit pemulihan ekonomi akibat krisis ’98 mulai terasa. Pidato kenegaraannya diawali dengan pembahasan tentang tindakan untuk memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme sebagai komitmen pemulihan krisis.

Berbeda halnya dengan masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Jokowi. Situasi seputar perayaan HUT RI sudah cenderung lebih kondusif. Dalam pidato kenegaraannya SBY selalu menekankan ajakan rekonsiliasi dan menyatakan bahwa kebijakannya adalah meneruskan kebijakan pemerintahan sebelumnya. Sementara Presiden Jokowi dalam pidato kenegaraannya selalu menekankan tentang pemerataan pembangunan ke seluruh pelosok.

Masa Presiden Soekarno

Presiden Soekarno pada peringatan HUT Kemerdekaan RI ke-18, pada tanggal 17 Agustus 1963 di Gelora Bung Karno Senayan.

KOMPAS/Piet Warbung

Pidato Presiden Soekarno pada peringatan HUT Kemerdekaan RI tahun 1965. Dalam pidatonya yang berjudul “Mencapai Bintang-bintang di Langit (Tahun Berdikari)” beliau menyampaikan gagasan Pantja Azimat, yaitu gagasan mencapai kemenangan

Repro Buku 30 Tahun Indonesia Merdeka

Pidato 17 Agustus 1966 diucapkan Presiden Soekarno di hadapan massa rakyat di depan Istana Merdeka, Jakarta. Pidato yang diberi nama “Jasmerah” (Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah) tersebut kemudian menimbulkan reaksi dari masyarakat

Geser untuk melihat foto lain.

Melalui artikel yang tersimpan di Arsip Kompas, sari dari dua pidato presiden Soekarno pada peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia tersaji. Kedua pidato tersebut berjudul “Mencapai Bintang-bintang di Langit (Tahun Berdikari)” yang terbit pada harian Kompas tanggal 18 Agustus 1965 dan “Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah” yang terbit pada harian Kompas setahun kemudian. Keduanya menjadi headline utama pemberitaan Kompas.

Dalam pidato “Mencapai Bintang-bintang di Langit (Tahun Berdikari)”, optimisme tersalurkan melalui gagasannya yang dikenal dengan “Pantja Azimat”. Menurutnya, Pantja Azimat merupakan pengejawantahan seluruh jiwa nasional masyarakat Indonesia. Ia meyakini bangsa Indonesia tidak akan kalah lagi dari penjajahan atau imperialisme. Masa yang menghampar di depan Istana Merdeka, menyambut meriah pidato Soekarno yang berdurasi 2 jam 10 menit.

Sementara itu, melalui amanatnya yang berjudul “Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah”, Soekarno menunjukkan sikap patriotiknya. Soekarno mengajak bangsa Indonesia terus mengingat perjuangan para pahlawan yang sudah merebut kemerdekaan dari para penjajah. Tidak hanya itu, Presiden juga mengajak masyarakat untuk percaya akan kemampuan diri sendiri dalam melaksanakan pembangunan setelah merdeka.

Pidato Pengumuman Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945

Repro Buku Amanat Proklamasi I 1945-1950

Indeks Artikel Kompas tentang Pidato Presiden Soekarno pada HUT Kemerdekaan RI
  • 17 Agustus 1965

Presiden Soekarno sampaikan gagasan Pantja Azimat dalam pidato perayaan kemerdekaan Indonesia. Dalam pidato yang berjudul “Mencapai Bintang-bintang di Langit (Tahun Berdikari)”, Presiden Soekarno menyampaikan optimisme bahwa Indonesia tidak akan kalah lagi (tetap merdeka).

“Mencapai Bintang2 Dilangit”: Mentjapai Kemenangan dengan Lima Azimat Revolusi (Kompas, 18 Agustus 1965 halaman 1)

  • 17 Agustus 1966

Dalam amanat yang berjudul “Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah”, Presiden Soekarno mengajak bangsa Indonesia untuk menengok sejarah perjuangan bangsa selama ini. Menurutnya makna 21 tahun kemerdekaan merupakan 21 tahun Indonesia dalam masa pengembangan diri, penempaan rasa harga diri dan percaya pada diri sendiri.

Presiden Sukarno pd Perajaan Ulang Tahun Proklamasi ke XXI: Gembleng terus Persatuan Berlandaskan Sedjarah Perdjoangan Masa Lalu (Kompas, 18 Agustus 1966 halaman 1)

Masa Presiden Soeharto

Repro Buku 30 Tahun Indonesia Merdeka

Pidato kenegaraan Pejabat Presiden Jenderal Soeharto di muka sidang paripurna DPRGR pada tanggal 16 Agustus 1967. Tampak para korps diplomatik. Pada waktu itu DPRGR masih menempati gedung yang terletak di sebelah barat studio TVRI di Senayan.

Kompas/Dudy Sudibyo

Presiden Soeharto menyampaikan pidato kenegaraannya di depan sidang paripurna DPR pada 16 Agustus 1977 malam, yang sekaligus merupakan pembukaan massa persidangan I tahun 1977–1978 DPR-RI

Kompas/Arbain Rambey

Pidato Kenegaraan Presiden Soeharto di depan Sidang Paripurna DPR di gedung MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Sabtu, 16 Agustus 1997, dan ini merupakan pidato menyambut Peringatan HUT Kemerdekaan RI yang terakhir beliau. Pada kesempatan tersebut Kepala Negara antara lain meminta para pelaku dunia usaha untuk memahami sungguh-sungguh hakikat dari kenyataan baru akibat dari gejolak kurs mata uang di Asia Tenggara, termasuk rupiah, dan kebijakan pemerintah melepaskan rentang kurs intervensi.

Geser untuk melihat foto lain.

 

 

Sebagai penerus Soekarno, Soeharto diharapkan membawa perbaikan untuk Indonesia dari berbagai permasalahan pada masa Orde Lama. Pembangunan menjadi salah satu prioritas di era pemerintahannya. Pada peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia, sekitar lima bulan setelah MPRS memberi mandat kepadanya untuk menjadi presiden, ia menyampaikan amanat tentang pentingnya penyelesaian Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita). Hal tersebut tersarikan dalam artikel Kompas berjudul “Thema Terpenting Perdjoangan: Pembebasan Rakjat dari Kemelaratan” yang terbit pada tanggal 19 Agustus 1968 di halaman 1. Mulai dari tahun pertama pelaksanaan Repelita, pengarahan pelaksanaan Repelita I–VI beberapa kali disampaikan dalam amanat peringatan HUT RI.

Kondisi di akhir periode pemerintahannya berbanding terbalik dengan segala cita-citanya ketika dipilih menjadi orang nomor satu di Indonesia. Alih-alih kesejahteraan rakyat meningkat berkat berbagai proyek pembangunan, Indonesia malah mengalami krisis ekonomi pada masa sebelum ia lengser. Jatuhnya nilai mata uang, isu korupsi, dan situasi lainnya menyebabkan terjadinya kerusuhan baik di pusat maupun sejumlah daerah.

Indeks Artikel Kompas tentang Pidato Presiden Soeharto pada HUT Kemerdekaan RI
  • 16 Agustus 1967

Presiden Soeharto memulai tradisi baru di depan pembukaan sidang Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR GR) 1967–1968 dengan memberikan kata pengantar atas nota keuangan dan rancangan anggaran belanja tahunan yang akan mendatang.

Pidato Kenegaraan pd Presiden: Partaji spj Jangan Peruncing Ideologi Letakkan Perdjuangan dan Gerakan Atas Dasar Program (Kompas, 18 Agustus 1967 halaman 1)

  • 16 Agustus 1968

Presiden Soeharto menyampaikan salah satu masalah nasional yang perlu untuk diselesaikan adalah pelaksanaan pembangunan Lima Tahun yang pertama.

Thema Terpenting Perdjoangan: Pembebasan Rakjat dari Kemelaratan  (Kompas, 19 Agustus 1968 halaman 1)

  • 17 Agustus 1969

Persoalan ekonomi menjadi salah satu sorotan yang disampaikan Presiden Soeharto. Dengan tegas, ia mengatakan bahwa pembangunan ekonomi menjadi prioritas tinggi untuk meningkatkan ketahanan nasional.

Pidato Kenegaraan Didepan DPRGR: Perkuat Negara Kesatuan Sebagai Wadah Tunggal (Kompas, 18 Agustus 1969 halaman 1)

  • 16 Agustus 1970

“Tidak perlu diragukan lagi: Saya memimpin langsung pemberantasan korupsi!” Hal itu ditegaskan Presiden Soeharto dalam amanat kenegaraannya di depan Sidang Pleno DPRGR. Dikatakannya, tidak ada perbedaan di antara kita mengenai pemberantasan korupsi itu.

Presiden: Saja Memimpin Langsung Pimpin Pemberantasan Korupsi (Kompas, 18 Agustus 1970 halaman 1)

  • 16 Agustus 1971

Presiden Soeharto menyampaikan keberhasilan Indonesia menyelenggarakan pemilu yang pertama di masa Orde Baru. Selain itu, Presiden juga mengajak semua pihak untuk mendukung pelaksanaan pembangunan yang hasilnya telah dirasakan oleh masyarakat.

Tjita-tjita dan Usaha Negarawan: Menang dalam Pembangunan (Kompas, 18 Agustus 1971 halaman 1)

  • 16 Agustus 1972

Presiden Soeharto mengemukakan bahwa dalam tahun 1973 (tahun ke-5 PELITA I) nanti akan diadakan perubahan sasaran produksi beras. Dengan perkataan lain, target produksi beras akan diturunkan dari 15,4

Target produksi beras tahun 1973 diturunkan (Kompas, 18 Agustus 1972 halaman 1)

  • 16 Agustus 1973

Perluasan kesempatan kerja, kenaikan yang nyata dari penghasilan setiap orang serta keadilan sosial yang lebih merata, merupakan masalah2 besar sosial-ekonomi yang perlu digarap dalam Pelita II.

Masalah-masalah besar yang perlu digarap dalam Pelita II: Perluasan kesempatan kerja, kenaikan nyata penghasilan setiap orang dan keadilan sosial yang lebih merata * “Masih terdengar banyak keluhan” Hidup terasa berat (Kompas, 18 Agustus 1973 halaman 1)

  • 15 Agustus 1974

Presiden Soeharto mengemukakan, suksesnya pembangunan memerlukan dua syarat mutlak, kebulatan tekad seluruh rakyat untuk membangun dan adanya stabilitas nasional. Dikatakan, di masa lampau kita pernah berusaha melaksanakan pembangunan.

Pidato Kenegaraan Presiden Soeharto: Stabilitas Nasional Hanya Dapat Dibina dan Dipelihara Berdasarkan Pancasila dan UUD ’45 (Kompas, 19 Agustus 1974 halaman 1)

  • 16 Agustus 1975

Presiden Soeharto menyerukan dipeliharanya semangat pembangunan yang telah ada sekarang ini. Dan dengan semangat itu, pembangunan nasional harus ditingkatkan. “Kita tidak mau lagi kesempatan ini terlepas dari tangan!”, demikian Presiden dalam pidato kenegaraan di depan siding

Semangat Pembangunan Yang Telah Ada Harus Dipelihara * Presiden: Kita Tidak Mau Lagi Kesempatan Ini Terlepas Lagi (Kompas, 18 Agustus 1975 halaman 1)

  • 16 Agustus 1976

Presiden Soeharto menginstruksikan para pejabat dan pegawai negeri agar tidak mengkomersilkan jabatan dan tugas mereka. Selain itu juga akan mengahapuskan SPP SD kelas 1 sampai kelas 3 mulai tahun depan.

Pejabat dan Pegawai Negeri: Dilarang “Mengkomersiilkan” Jabatan dan Tugas (Kompas, 18 Agustus 1976 halaman 1)

  • 16 Agustus 1977

Presiden Soeharto mengumumkan penurunan tingkat kemiskinan, stabilitas pertumbuhan ekonomi dan inflasi di Indoneia. Presiden juga mengatakan akan memberikan amnesti umum kepada sisa-sisa gerombolan Fretilin yang menyerah sebelum 31 Desember 1977.

Presiden Soeharto: Hanya 3 dari 10 Penduduk Indonesia Berada di Bawah Garis Kemiskinan (Kompas, 18 Agustus 1976 halaman 1)

  • 16 Agustus 1978

Presiden Soeharto mengatakan, perkiraan laju pertumbuhan penduduk mencapai 6,5 persen, kebijakan Pembangunan Repelita III tetap dilandaskan Trilogi Pembangunan.

Perkiraan Selama Periode Pelita III: Laju Pertumbuhan Ekonomi Riil Sekitar 6,5 Persen Setahun (Kompas, 18 Agustus 1978 halaman 1)

  • 16 Agustus 1979

Presiden menekankan pinjaman luar negeri tidak bertujuan menjual negara, inflasi yang terkendali dan pengembangan kebudayaan politik yang makin segar.

Pidato kenegaraan Presiden Soeharto di DPR: Pinjaman luarnegeri tidak sangkut paut dengan “menjual” Negara (Kompas, 18 Agustus 1979 halaman 1)

  • 16 Agustus 1980

Presiden Soeharto dalam pidato kenegaraan memberi perhatian lebih besar pada bidang politik, di mana aturan politik dan kenegaraan tetap bendasar pada UUD, sementara dalam bidang ekonomi disebutkan tahun 1980 produksi beras mencapai 20 juta ton.

Pidato kenegaraan Presiden Soeharto: Pembangunan politik, bagian sangat sulit dari keseluruhan pembangunan bangsa (Kompas, 18 Agustus 1980 halaman 1)

  • 15 Agustus 1981

Presiden Soeharto menyatakan tidak bermaksud menjadi presiden seumur hidup, presiden juga menyerukan untuk memakai hak pilih sebaik-baiknya.

Pidato kenegaraan Presiden Soeharto: Bila dengan motif apapun belum puas, berjuanglah lewat jalur konstitusional (16 Agustus 1981 halaman 1)

  • 16 Agustus 1982

Presiden Soeharto mengatakan untuk merampungkan proses pembaharuan kehidupan politik, dengan Pancasila sebagai satu-satunya azas bagi setiap kekuatan sosial politik.

Pidato Kenegaraan Presiden Soeharto: Pancasila Seharusnya Satu-satunya Azas Setiap Parpol (Kompas, 18 Agustus 1982 halaman 1)

  • 15 Agustus 1983

Presiden Soeharto menyampaikan penegasan dalam tindakan antikorupsi, perkiraan pertumbuhan ekonomi selama Repelita IV sebesar 5 persen setahun, pemasyarakatan Pancasila untuk memantapkan persatuan dan kesatuan bangsa.

Pidato Kenegaraan Presiden Soeharto: Laju Pertumbuhan dalam Repelita IV 5 Persen Setahun (Kompas, 18 Agustus 1983 halaman 1)

  • 16 Agustus 1984

Presiden Soeharto mengingatkan agar menghindari sikap destruktif, seolah-olah pembangunan yang tengah dikerjakan mengalami kegagalan total.

Pidato Kenegaraan Presiden Soeharto di DPR-RI: Hindarkan Sikap Destruktif Seolah-olah Pembangunan Gagal (Kompas, 18 Agustus 1984 halaman 1)

  • 16 Agustus 1985

Presiden Soeharto menyampaikan dua kemajuan dalam pengembangan budaya politik. Presiden juga memutuskan dana Inpres Desa akan disampaikan langsung kepada setiap kepala desa melalui bank.

Pidato Kenegaraan Presiden RI: Berkembang, Semangat Bermusyawarah dan Tradisi Konstitusional (Kompas, 18 Agustus 1985 halaman 1)

  • 15 Agustus 1986

Presiden Seoeharto menyerukan ke seluruh lapisan masyarakat untuk ikut berkontribusi dalam menyelesaikan tantangan dan ujian berat dan besar di bidang ekonomi.

Pidato Kenegaraan Presiden RI: Perlu Pengorbanan Sementara untuk Mencapai Kemajuan Jangka Panjang (Kompas, 18 Agustus 1986 halaman 1)

  • 15 Agustus 1987

Presiden Soeharto menegaskan ABRI mampu mendukung pertumbuhan demokrasi, pemberian ruang gerak bagi prakarsa masyarakat, dan pentingnya dalam kehidupan ekonomi untuk mendahulukan kepentingan bersama.

Pidato kenegaraan Presiden RI: Dari RI pendorong demokrasi sampai soal pemborong devisa (Kompas, 16 Agustus 1987 halaman 1)

  • 16 Agustus 1988

Presiden Soeharto mengatakan perlunya bangsa kita mengembangkan wawasan yang luas dan melanjutkan tugas pokok yang utama untuk melaksanakan pembangunan nasional. Dalam Repelita V, prioritas pembangunan tetap diletakkan pada pembangunan ekonomi, pertanian dan industri.

Presiden Soeharto: Kita Harus Terus-menerus Memperluas Wawasan (Kompas, 18 Agustus 1988 halaman 1)

  • 16 Agustus 1989

Presiden Soeharto mengharapkan dialog nasional tentang politik beberapa bulan terakhir diendapkan, selanjutnya segala pemikiran itu dicapai dengan sadar, rencana cermat, arah yang jelas dan irama yang tepat.

Pidato Kenegaraan Presiden RI: Endapkan Segala Aspirasi Politik yang Terungkap dalam Dialog Nasional  (Kompas, 18 Agustus 1989 halaman 1)

  • 16 Agustus 1990

Presiden Soeharto menyatakan bahwa perbedaan pendapat harus dipandang sebagai penggerak dinamika kehidupan demokrasi yang berdasar Pancasila. Perlunya pengembangan hak-hak asasi, persiapan memperbesar peranan pemda daerah tingkat II, dan pencairan hubungan diplomatik dengan RRC.

Presiden Soeharto di DPR: Khawatirkan Beda Pendapat Berarti Sangsikan Pancasila (Kompas, 18 Agustus 1990 halaman 1)

  • 16 Agustus 1991

Presiden Soeharto menyatakan pelaksanaan pembangunan nasional dengan sendirinya akan meningkatkan penghasilan masyarakat, dan dengan demikian akan membantu upaya untuk mengurangi jumlah penduduk miskin.

Pidato Kenegaraan Presiden Soeharto: Langkah-langkah Pemerataan Perlu Diperluas dan Ditingkatkan* Laju Pertumbuhan Ekonomi 1990 Mencapai 7,4 Persen (Kompas, 18 Agustus 1991 halaman 1)

  • 15 Agustus 1992

Presiden Soeharto menyinggung jumlah wakil-wakil ABRI yang duduk di lembaga-lembaga perwakilan rakyat. Selain itu menegaskan sikap tetap waspada dalam perekonomian nasional dan terus meningkatkan pemerataan hasil-hasil pembangunan.

Presiden Soeharto di Depan Sidang Pleno DPR: Jumlah Wakil ABRI di DPR/MPR Bisa Disesuaikan Lewat Konsensus (Kompas, 16 Agustus 1992 halaman 1)

  • 17 Agustus 1993

Pada akhir PJPT II, Pendapatan per kapita Indonesia ditargetkan sama dengan tingkat pendapatan perkapita negara-negara industri maju. Untuk itu, pertumbuhan ekonomi awal Repelita VI (1994–1995) harus dimulai minimal 6 persen per tahun.

Presiden Soeharto dalam Pidato Kenegaraan. Minimal 6 Persen, Pertumbuhan Ekonomi Awal Repelita VI (Kompas, 18 Agustus 1993 halaman 1)

  • 16 Agustus 1994

Presiden Soeharto menyatakan pembangunan ekonomi akan berhasil apabila ada dukungan politik berupa stabilitas politik dan partisipasi rakyat. Stabilitas politik jangan diartikan mempertahankan nilai-nilai usang atau melanggengkan status quo.

Presiden: Keterbukaan Tak Berarti Bebas Tanpa Beban * Pidato kenegaraan di depan sidang umum DPR (Kompas, 18 Agustus 1994 halaman 1)

  • 16 Agustus 1995

Presiden Soeharto mengingatkan pembangunan yang dikembangkan di masa datang harus berakar pada rakyat. Hanya pembangunan yang berakar kerakyatan yang mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat secara keseluruhan.

Presiden: Sasaran Repelita VI Direvisi * Pembangunan harus Berakar pada Rakyat (Kompas, 18 Agustus 1995 halaman 1)

  • 16 Agustus 1996

Kepala Negara menolak gagasan pembentukan partai politik baru karena selain tidak sejalan dengan konsensus nasional, dukungan rakyat bagi terbentuknya wadah baru tersebut juga tidak jelas.

Pidato Kenegaraan Presiden Soeharto: Hormati Konsensus Nasional tentang Tiga Kekuatan Politik (Kompas, 18 Agustus 1996 halaman 1)

  • 16 Agustus 1997

Presiden Soeharto meminta para pelaku dunia usaha untuk memahami sungguh-sungguh hakikat dari kenyataan baru akibat dari gejolak kurs mata uang di Asia Tenggara termasuk rupiah, dan kebijakan pemerintah melepaskan rentang kurs intervensi.

Presiden Soal Gejolak Mata Uang: Pahami Kenyataan Baru (Kompas, 18 Agustus 1997 halaman 1)

Masa Presiden BJ Habibie

Kompas/Arbain Rambey

Presiden BJ Habibie, Sabtu (15/8/1998) menyampaikan Pidato Kenegaraan di depan sidang DPR. Pidato yang disampaikan bertepatan hari ke-87 menjadi presiden, Kepala Negara membacakan pidato sepanjang 44 halaman.

Setelah Presiden Soeharto lengser akibat demo besar-besaran di Jakarta, Wakil Presiden BJ Habibie menggantikannya menjadi presiden, sekaligus memikul beban beratnya. Setelah peristiwa kerusuhan Mei dan berbagai konflik sosial, Indonesia diterpa krisis ekonomi berkepanjangan. Pemulihan krisis ekonomi, penyelesaian berbagai konflik di Timor Timur, Aceh, dan Papua, merupakan warisan yang harus diembannya. Habibie pun, dalam pidato kenegaraannya, mewakili pemerintah meminta maaf atas pelanggaran HAM di masa lalu

 

Indeks Artikel Kompas tentang Pidato Presiden BJ Habibie pada HUT Kemerdekaan RI
  • 15 Agustus 1998

Presiden BJ Habibie, atas nama pemerintah, meminta maaf atas terjadinya pelanggaran HAM di beberapa daerah di masa lalu, yang dilakukan oknum aparat dalam operasi menghadapi gerakan separatis.

Presiden Habibie Minta Maaf (Kompas, 16 Agustus 1998 halaman 1)

  • 16 Agustus 1999

Meskipun disadari bahwa masyarakat sudah tidak sabar menunggu tegaknya hukum dan keadilan, namun untuk menghadapi berbagai permasalahan bangsa saat ini sebaiknya tidak memilih perubahan melalui revolusi: Pidato Kenegaraan presiden.

Presiden Habibie: Jangan Lagi Ada Revolusi (Kompas, 18 Agustus 1999 halaman 1 )

Masa Presiden Abdurrahman Wahid

Kompas/Arbain Rambey

Presiden Abdurrahman Wahid memberi kata pengantar pada pidato kenegaraan menyambut HUT Kemerdekaan RI tanggal 16 Agustus 2000 di depan Sidang Paripurna DPR di gedung MPR/DPR, Senayan, Jakarta. Pidato lengkapnya dibacakan oleh  dibacakan Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri.

Situasi politik masih tidak menentu, dikarenakan elite politik yang terus bertikai, unjuk rasa juga masih mewarnai masa pemerintahan Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Namun, antusiasme masyarakat dalam merayakan Agustus-an cukup tinggi. Undangan untuk 5.000 “orang kecil” ke Istana Merdeka menunjukkan cairnya gaya komunikasi Presiden Gusdur, yang memang tidak suka protokoler terlalu ketat.

Penetapan Khonghucu sebagai agama yang diakui Negara, pencabutan larangan penggunaan aksara tionghoa, mengakui imlek sebagai hari libur nasional dan perubahan nama Irian menjadi Papua adalah sebagian dari kebijakan-kebijakannya dalam mendukung pluralisme. Hal ini tercermin juga dalam pidato kenegaraannya yang selalu menekankan kebebasan dan kesamaan hak.

Indeks Artikel Kompas tentang Pidato Presiden Abdurrahman Wahid pada HUT Kemerdekaan RI
  • 16 Agustus 2000

Refleksi tentang nilai-nilai kebangsaan, kemerdekaan, dan demokrasi dalam upaya redefinisi, reorientasi dan reproduksi nilai-nilai tersebut untuk perjalanan Indonesia ke depan. Selain itu Presiden juga menegaskan tentang pemulihan ekonomi pascakrisis 1998

Pidato Kenegaraan Presiden RI Di Depan Sidang Dewan Perwakilan Rakyat 16 Agustus 2000 (Kompas, 17 Agustus 2000 halaman 11)

Masa Presiden Megawati Soekarnoputri

Kompas/Danu Kusworo

Presiden Megawati Soekarnoputri menyampaikan pidato kenegaraan di depan Sidang Paripurna DPR, Kamis (16/8/2001). Dalam pidatonya, beliau menekankan  kepada seluruh keluarga dekatnya dan para anggota kabinetnya untuk menutup peluang terjadinya lagi korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

Beberapa ledakan bom dan aksi pembakaran di Aceh, serta bom mobil di Hotel JW Marriot membuat situasi keamanan dan politik Indonesia menjadi tegang dan memanas. Peningkatan pengamanan dan pengawasan terorisme serta diplomasi di Aceh menjadi salah satu prioritas dalam meningkatkan stabilitas politik dalam negeri. Namun meski situasi politik tidak menentu, antusiasme masyarakat tetap tinggi dalam merayakan hari kemerdekaan. Lomba-lomba tradisional dalam pesta rakyat tetap banyak terselenggara di berbagai daerah.

Amandemen UUD 1945 tentang pemilihan presiden secara langsung, dan terbentuknya UU No. 30/2002 tentang KPK dan lembaga KPK, adalah beberapa kebijakan yang ditetapkan di masa pemerintahannya. Pada awal menjadi presiden dalam pidato kenegaraannya, Megawati berpesan untuk menutup peluang terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme.

Indeks Artikel Kompas tentang Pidato Presiden Megawati Soekarnoputri pada Peringatan HUT Kemerdekaan RI
  • 16 Agustus 2001

Presiden Megawati Soekarnoputri menekankan kepada seluruh keluarga dekatnya dan para anggota kabinetnya untuk menutup peluang terjadinya lagi korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Begitu juga kepada para anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Pidato Kenegaraan Presiden Megawati Soekarnoputri: Tutup Peluang KKN (Kompas, 18 Agustus 2001 halaman 1)

  • 16 Agustus 2002

Presiden Megawati Soekarnoputri menyatakan optimismenya bahwa pertumbuhan ekonomi tahun 2003 dapat mencapai lima persen. Keberhasilan memantapkan kondisi sosial politik, keamanan harus diikuti dengan percepatan proses restrukturisasi perbankan, perusahaan, dan utang swasta, serta upaya penegakan hukum.

RAPBN 2003 Belum Memberikan Stimulus * Target Pertumbuhan Ekonomi Lima Persen (Kompas, 8 Agustus 2002 halaman 1)

  • 15 Agustus 2003

Presiden Megawati Soekarnoputri mengkritik keras sistem pemerintahan yang saat ini telah dibangun. Presiden menyebutnya dengan istilah “abu-abu”, yang dimaksudkan sebagai tidak presidensiil, tetapi juga tidak parlementer.

Presiden Nilai Sistem Pemerintahan “Abu-abu” (Kompas, 16 Agustus 2003 halaman 7)

  • 16 Agustus 2004

Presiden Megawati Soekarnoputri berharap agar Dana Moneter Internasional (IMF) mengambil langkah perbaikan (remedial actions) untuk meringankan beban utang Indonesia yang diakibatkan oleh salah rekomendasi yang diberikan IMF.

Tantangan Berat Hadang Pemerintahan Mendatang (Kompas, 18 Agustus 2004 halaman 1)

Masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

Kompas/Alif Ichwan

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan pidato kenegaraan serta memberikan keterangan pemerintah atas rancangan UU tentang APBN Tahun Anggaran 2009, beserta nota keuangan di depan Rapat Paripurna DPR RI, di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Jumat (15/8/2008).

Peringatan HUT Kemerdekaan RI selalu diwarnai dengan adanya pidato kenegaraan presiden. Pada awal pemerintahannya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono selalu mengajak rekonsiliasi. Ia menekankan kebijakan pemerintahannya adalah meneruskan kebijakan pemerintahan sebelumnya. Selain itu, dipaparkan capaian-capaian pembangunan yang telah dilakukan, di antaranya pengurangan angka kemiskinan dan pengangguran, serta peningkatan kesejahteraan rakyat.

Presiden Yudhoyono juga menekankan masalah nasionalisme, kebangsaan, 4 pilar tegaknya NKRI, pembangunan demokrasi yang berkeadilan melalui reformasi selama sepuluh tahun pemerintahannya.

Pada peringatan HUT Kemerdekaan RI tahun 2014, dalam pidato kenegaraan yang terakhir kalinya sebagai presiden, Presiden Yudhoyono juga meminta maaf atas kesalahan selama menjalankan tugas, berterima kasih atas kehormatan besar sebagai presiden RI, dan berjanji siap akan membantu presiden baru jika dikehendaki.

Indeks Artikel Kompas tentang Pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Peringatan HUT RI
  • 16 Agustus 2005

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan kebijakan pemerintahannya adalah meneruskan kebijakan pemerintahan sebelumnya.

Ada Pencapaian, Kurang Mengajak Masyarakat (Kompas, 18 Agustus 2005 halaman 5)

  • 16 Agustus 2006

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan capaian selama satu tahun pemerintahannya, semangat, dan ajakan rekonsiliasi yang menyebut bahwa dirinya hanyalah melanjutkan kepemimpinan pendahulunya.

Pidato Kenegaraan: 73 Menit Pidato Presiden Yudhoyono (Kompas, 18 Agustus 2006 halaman 4)

  • 16 Agustus 2007

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberi penekanan yang lebih pada masalah nasionalisme, kebangsaan, dan 4 pilar tegaknya NKRI, yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI itu sendiri, dan Bhinneka Tunggal Ika.

Pidato Kenegaraan: Kegundahan Presiden soal Nasionalisme (Kompas, 18 Agustus 2007 halaman 5)

  • 16 Agustus 2008

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan pidato kenegaraan yang berisi capaian pengurangan kemiskinan dan penggangguran.

Pidato Kenegaraan: 49 Kali Tepuk Tangan untuk Yudhoyono (Kompas, 18 Agustus 2008 halaman 2).

  • 14 Agustus 2009

Membangun sebuah sistem demokrasi yang sehat dan berkeadilan melalui reformasi menjadi penekanan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidato kenegaraannya menyambut HUT kemerdekaan RI.

Pidato Kenegaraan: Upaya Rekonsiliasi dalam Tuturan Demokrasi (Kompas, 15 Agustus 2009 halaman 1)

  • 16 Agustus 2010

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan, setelah keberhasilan pemilu nasional tahun 2009, bangsa Indonesia kini memasuki reformasi gelombang kedua, yang mempunyai aspek ganda, perubahan dan kesinambungan serta tujuan bukan untuk mengubah haluan, tetapi untuk mempertegas haluan

Pidato Kenegaraan: Keresahan Masyarakat Belum Terjawab (Kompas, 18 Agustus 2010 halaman 1)

  • 16 Agustus 2011

Presiden SBY menyatakan, guna mencapai sasaran pembangunan jangka pendek dan menengah pada tahun-tahun mendatang, kebutuhan belanja negara akan bertambah besar, sementara komposisi anggaran belanja negara hingga saat ini masih didominasi belanja wajib.

Anggaran Tak Beri Kejutan * Birokrasi Sedot Belanja Negara (Kompas, 18 Agustus 2011 halaman 1)

  • 16 Agustus 2012

Pemberantasan korupsi, reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan yang baik, persoalan kekerasan dan benturan sosial, penciptaan iklim investasi dan kepastian hukum, pembangunan infrastruktur, serta kebijakan fiskal mengantisipasi krisis global merupakan permasalahan serius yang diungkapkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidato kenegaraannya.

Tantangan Makin Berat * Pidato Presiden soal Pemberantasan Korupsi Dinilai Tidak Konkret (Kompas, 18 Agustus 2012 halaman 4)

16 Agustus 2013

Masalah intoleransi dan perlindungan kaum minoritas disebut setelah sebelumnya Presiden SBY mengangkat ketahanan ekonomi yang dimiliki Indonesia demi menghadapi krisis ekonomi.

Negara Menjamin Toleransi (Kompas, 16 Agustus 2013)

  • 15 Agustus 2014

Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan permintaan maaf atas kesalahan dan kekhilafannya saat menjalankan tugas, dan menyampaikan ucapan terima kasih serta janji untuk membantu presiden baru.

Pidato Kenegaraan: Yudhoyono Janji Bantu Presiden Baru (Kompas, 16 Agustus 2014 halaman 1)

Masa Presiden Joko Widodo

Kompas/Raditya Helabumi

Gaya Presiden Joko Widodo saat menyampaikan pidato kenegaraan dalam Sidang Bersama DPD dan DPR tahun 2019 di Gedung Nusantara 1 Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (16/8/2019). Dalam pidatonya, Presiden Joko Widodo yang mengenakan busana tradisional dari Sasak, Lombok juga menyampaikan pemindahan ibukota ke Kalimantan

Presiden Joko Widodo mempunyai cara tersendiri dalam memperingati HUT kemerdekaan RI. Dalam peringatan detik-detik proklamasi yang untuk pertama kalinya menjabat sebagai presiden, Jokowi mengundang masyarakat umum dan pelajar Indonesia untuk membacakan impiannya tentang Indonesia. Sejak tahun 2017, Presiden Joko Widodo, tamu undangan, dan pejabat negara yang menghadiri upacara peringatan HUT kemerdekaan RI di Istana Merdeka selalu menggunakan pakaian adat nusantara.

Dalam pidato kenegaraannya, Presiden Jokowi menekankan pembangunan sumber daya manusia, pemerataan dan perbaikan ekonomi, serta kesejahteraan sosial.

Indeks Artikel Kompas tentang Pidato Presiden Joko Widodo pada Peringatan HUT Kemerdekaan RI
  • 14 Agustus 2015

Presiden Joko Widodo menyampaikan melambannya perekonomian global yang berdampak pada perekonomian nasional serta menipisnya kesantunan dan tata krama, menjadi masalah yang harus diatasi bangsa. Persatuan adalah kuncinya, kata Presiden.

Pidato Kenegaraan: Persatuan Kunci Atasi Persoalan (Kompas, 15 Agustus 2015 halaman 1)

  • 16 Agustus 2016

Tahun 2016 adalah tahun percepatan pembangunan. Ini tersirat dalam pidato kenegaraan Presiden Joko Widodo. Presiden juga masih fokus pada kegiatan perbaikan ekonomi.

Pidato Kenegaraan: Tahun Percepatan Pembangunan (Kompas, 18 Agustus 2016 halaman 2)

  • 16 Agustus 2017

Pemerintah akan lebih fokus pada pemerataan ekonomi yang berkeadilan. Pemerintah ingin rakyat Indonesia di pinggiran, perbatasan, pulau terluar, dan kawasan terisolasi merasakan kehadiran negara, merasakan hasil pembangunan, serta bangga menjadi warga NKRI.

Sidang Tahunan MPR: Pembangunan Daerah Perbatasan Bertahap * Jelajah Tapal Batas (Kompas, 18 Agustus 2017 halaman 1)

  • 16 Agustus 2018

Presiden Joko Widodo menyampaikan pidato kenegaraan dalam rangka HUT Kemerdekaan RI di hadapan sidang bersama DPR dan DPD. Pidato itu mengupas soal ekonomi dan kesejahteraan sosial.

Analisis Teks Pidato Kenegaraan: Menjawab Tantangan Ekonomi (Kompas, 18 Agustus 2018 halaman 4)

  • 17 Agustus 2019

Penekanan terhadap pembangunan sumber daya manusia disampaikan Presiden Joko Widodo. Selain itu, Presiden Jokowi juga sempat meminta izin dan dukungan dari seluruh elemen bangsa untuk memindahkan ibu kota negara dari Jakarta ke Pulau Kalimantan.

HUT Ke-74 RI: Presiden: Indonesia Perlu Terobosan * Mimpi Indonesia  (Kompas, 18 Agustus 2019 halaman 1)