KOMPAS/RIZA FATHONI
Lahirnya organisasi guru di Indonesia bersamaan dengan semangat kebangkitan nasional tahun 1908. Kala itu muncul keinginan kuat dari para guru yang mengajar di sekolah-sekolah Belanda (Kweekschool) untuk membentuk suatu wadah organisasi bagi para guru. Tujuannya tidak lain demi memperjuangkan kesejahteraan guru pribumi yang timpang dibandingkan dengan guru-guru dari Eropa. Untuk itu, dibentuklah Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) yang menjadi organisasi guru pertama. Di luar PGHB berkembang pula organisasi guru lainnya dengan latar belakang agama dan kebangsaan.
Setelah proklamasi kemerdekaan, gagasan untuk mempersatukan organisasi guru di seluruh Indonesia direalisasikan dalam suatu kongres guru di Surakarta. Konggres tersebut menyepakati pembentukan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Namun dalam perjalanannya, PGRI melewati banyak tantangan. Perpecahan akibat kepentingan politik, membuat jati diri PGRI sebagai organisasi profesi yang bebas politik diuji. Baru pada era Orde Baru PGRI melakukan konsolidasi kembali. Memasuki era reformasi, visi dan misi PGRI kembali dipertegas agar sesuai dengan jati diri awalnya yaitu berfokus pada upaya meningkatkan kualitas pendidikan serta meningkatkan profesionalitas dan kesejahteraan guru.
30 Agustus 1851
Pemerintah Hindia Belanda membangun Inlandsche Kweekschool di Surakarta untuk memenuhi kebutuhan guru bumiputra pada sekolah-sekolah dasar. Hal ini disusul pembangunan di daerah lain pada tahun-tahun berikutnya, antara lain, Bukittinggi (1856), Tapanuli (1864), Tondano (1873), Magelang (1875), Probolinggo (1874), Banjarmasin (1875), Makassar (1876), dan Padang Sidempuan (1879).
20 Mei 1908
Organisasi Budi Utomo terbentuk dengan mengusung semangat bersama tentang nasionalisme. Hal ini memicu lahirnya organisasi-organisasi lainnya salah satunya dari kalangan guru yang ingin membentuk wadah perjuangan para guru. Keinginan datang dari seorang guru yang juga anggota Pengurus Besar Budi Utomo bernama Dwidjosewojo.
1 Januari 1912
Volksoonderwijzersbond atau Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) didirikan di Magelang sebagai wadah perjuangan para guru dari kalangan bumiputra. Anggota PGHB terdiri dari para guru bantu, guru desa, dan kepala sekolah. Terbentuknya PGHB memicu berkembangnya organisasi guru lainnya di antaranya Hogere Kweekschool Bond (HKSB), Persatuan Guru Bantu (PGB), Nederlands Indische Onderwijs Genootschap (NIOG), Persatuan Guru Ambachtsschool (PGAS), Perserikatan Normaalschool (PNS), Katolieke Onderwijsbond (KOB), dan lainnya.
12 Febuari 1912
Kongres pertama PGHB digelar di Kota Magelang untuk menetapkan struktur organisasi. Pada kongres ini, Dwijosewojo mengenalkan konsep asuransi jiwa bagi para guru. Terbentuklah Onderlinge Levensverzekering Maatschappij PGHB(OL. Mij. PGHB) yang menjadi cikal bakal Asuransi Jiwa Bumipoetra (AJB Bumipoetra) 1912.
18 Desember 1912
Pemerintah Belanda mengeluarkan Besluit atau Surat Keputusan Nomor 49 tentang pengakuan PGHB sebagai badan hukum.
1932
Kesadaran kebangsaan dan semangat persatuan di antara organisasi guru pribumi mendorong perjuangkan persamaan hak dan posisi. PGHB pun diubah menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI).
23–25 November 1945
Semangat Proklamasi Kemerdekaan RI menjiwai penyelenggaraan Kongres Pendidikan Bangsa di Surakarta. Kongres ini digerakkan oleh Amin Singgih dan Rh. Koesnan. Para peserta sepakat untuk membentuk suatu wadah organisasi yang bisa menampung aspirasi guru di Indonesia. Nama PGRI dicetuskan oleh utusan dari Jawa Barat, yaitu Persatuan Guru Seluruh Priangan (PGSP) untuk melebur seluruh kelompok dan organisasi guru di seluruh Indonesia.
21–23 November 1946
Kongres II PGRI diadakan di Surakarta. Pada kongres ini PGRI meminta kepada Presiden Soekarno yang hadir agar sistem pendidikan dilakukan atas dasar kepentingan nasional. Kongres juga meminta diadakannya Undang-Undang Pokok Pendidikan dan Undang-Undang Pokok Perburuhan.
27–29 Febuari 1948
Kongres PGRI III diadakan dalam keadaan darurat perang revolusi kemerdekaan di Kota Surabaya. Pada kongres ini juga ditegaskan kembali haluan dan sifat perjuangan PGRI serta dibentuknya komisariat-komisariat daerah di tiap provinsi.
20 September 1948
PGRI keluar dari Serikat Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI) yang tersangkut dengan PKI.
19–24 Desember 1950
Kongres V PGRI di Bandung memutuskan memilih Pancasila sebagai asas organisasi PGRI.
31 Oktober – 4 November 1959
Kongres IX PGRI berlangsung di Surabaya. Pada kongres ini, terjadi perpecahan dalam tubuh PGRI. Penyebabnya adanya perebutan pengaruh antara kekuatan anti-PKI dan pro-PKI.
Oktober 1962
PGRI terpecah menjadi dua pada Kongres X PGRI yang digelar di Jakarta. Pertama, kubu prokomunisme atau disebut PGRI Non-Vaksentral dipimpin oleh Subandri. Kedua, kubu guru nasionalis yang di pimpin oleh ME Subiadinata.
2 Februari 1966
Kalangan guru yang menolak paham komunis membentuk KAGI (Kesatuan Aksi Guru Indonesia). Anggotanya terdiri dari guru-guru NU, Muhammadiyah, Persatuan Guru Kristen Indonesia, Ikatan Guru Katolik, dan organisasi guru lainnya.
26–30 Juni 1979
Kongres XIV PGRI di Jakarta memutuskan perlunya pembangunan dan pembinaan lembaga pendidikan di bawah naungan PGRI. Setahun kemudian, tanggal 31 Maret 1980 berdiri Yayasan Pembina Lembaga Pendidikan (YPLP-PGRI).
24 November 1994
Pemerintah mengeluarkan Keputusan Preslden Nomor 78 Tahun 1994, yang menetapkan hari lahir PGRI tanggal 25 November sebagal Hari Guru Nasional.
25- 28 November 1998
Kongres PGRI XVIII diselenggarakan di Bandung dengan semangat reformasi. Hasil kongres ini memutuskan PGRI untuk kembali ke jati dirinya awalnya, yaitu sebagai organisasi perjuangan, profesi dan ketenagakerjaan. Hasil kongres ini juga mengedepankan sifat organisasi PGRI, yaitu unitaristik, independen, dan tidak berpolitik praktis.
2 Desember 2004
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan guru sebagai profesi.
30 Desember 2005
Pemerintah menerbitkan Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Selain mengakui guru sebagai profesi, undang-undang tersebut juga mengatur kesejahteraan dan perlindungan hukum terhadap guru.
Referensi
- Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1986). Pendidikan di Indonesia dari Jaman ke Jaman. Balai Pustaka: Jakarta.
- Restoeningroem, dkk.(2019). Sejarah Perjuagan Jati Diri PGRI. Jakarta: Pustaka Mandiri.
- Rifa’I, Muhammad.(2011). Sejarah Pendidikan Nasional dari masa Klasik Hingga Modern. Ar-Ruzz Media: Yogyakarta
- Tilaar, HAR. (2016). Guru Kita: Artis, Karakkter & Kecerdasan. Lamalera: Yogyakarta.
Penulis
Arief Nurrachman
Editor
Rendra Sanjaya