Kronologi | Hari Pahlawan

Catatan Jajak Pendapat Litbang Kompas: Menjawab Isu Kepahlawanan

Melalui beberapa Jajak Pendapat Litbang Kompas, responden menilai makna kepahlawanan selalu diidentikkan dengan pengorbanan. Masyarakat berharap, dengan bermodalkan nilai tersebut, beragam persoalan bangsa seperti korupsi dan kemiskinan dapat diatasi.

Jajak Pendapat Litbang Kompas menangkap penurunan keraguan masyarakat terhadap nilai kepahlawanan dalam beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2012, sebanyak 70 persen responden menyatakan nilai kepahlawanan saat itu melemah. Namun, pada tahun 2017 tinggal separuh responden yang menyatakan pendapat serupa. Penguatan kepercayaan masyarakat terhadap kepahlawanan ini dapat menjadi modal untuk menjawab segala tantangan bangsa ke depan. Responden Jajak Pendapat Kompas pada tanggal 8-10 November 2017 meletakkan tiga tantangan teratas bangsa yang memerlukan nilai kepahlawanan dalam penyelesaiannya yaitu penegakan hukum, pemberantasan korupsi, dan kejahatan narkoba.

Pada era teknologi digital seperti sekarang, muncul tantangan lainnya yaitu propaganda berbasis identitas sosial (suku, agama, ras) yang menyelusup melalui media sosial. Jika pahlawan masa lalu mengusir penjajah yang memecah-belah bangsa ini, pahlawan masa kini mungkin adalah anak-anak muda yang akan mengalahkan pemecah-belah masyarakat melalui berbagai gerakan sosial yang memanfaatkan teknologi (“Mencari Upaya Kepahlawanan Masa Kini”, Kompas, 13 November 2017). Hal ini dipertegas oleh hasil Jajak Pendapat Litbang Kompas dua tahun setelahnya (November 2019) dimana para responden menilai media massa sebagai sarana untuk menyuarakan kesatuan dan persatuan bangsa. 

Berikut merupakan beberapa Jajak Pendapat Litbang Kompas dalam menjawab isu kepahlawanan:

1. Merawat Identitas Bangsa Lewat Media

Hasil jajak pendapat menunjukkan publik berharap gagasan persatuan dan kesatuan yang sudah digaungkan melalui media massa sejak lebih dari satu abad lalu terus disuarakan. Hampir semua responden (94,4 persen) menilai bahwa media massa harus berperan dalam menjaga persatuan bangsa. Jika di era sebelum kemerdekaan media massa berperan membentuk identitas bangsa, tugas media saat ini adalah merawat identitas itu melalui semangat persatuan dan toleransi.

Jajak Pendapat Kompas: Merawat Identitas Bangsa lewat Media (Kompas, 11 November 2019 halaman 3)

2. Gambaran Pahlawan Versi Anak Muda

Hasil jajak pendapat Litbang Kompas kali ini memperlihatkan fenomena gambaran pahlawan yang berubah. Mayoritas responden (81,6 persen) tidak setuju jika gambaran pahlawan diidentikkan dengan sosok yang merebut kemerdekaan melalui perjuangan bersenjata. Bagi kaum milenial, kepahlawanan di masa kini lebih terkait dengan perjuangan menyejahterakan masyarakat. Sebanyak 51,8 persen responden berpendapat seperti itu. Selain itu, 39,5 persen responden berpendapat nilai kepahlawanan kini terkait dengan perjuangan membela kebenaran. Hanya 4,6 persen kaum muda yang mengaitkan nilai kepahlawanan dengan perjuangan kemerdekaan.

Gambaran soal Pahlawan Berubah (Kompas, 5 November 2018 halaman 1)

3. Mencari Upaya Kepahlawanan Masa Kini

Kata pahlawan umumnya diartikan sebagai sosok pejuang yang mampu keluar dari gejala ”kejumudan” sosial dan memberikan jalan keluar atas masalah bangsa. Hasil jajak pendapat Kompas ini memperlihatkan, sebagian besar responden (74 persen) masih melihat makna pahlawan dalam konteks sosok yang berjasa memperjuangkan cita-cita kemerdekaan bangsa. Makna bernuansa ”konservatif” tersebut tidak jauh berbeda dengan definisi pahlawan nasional sebagaimana tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 33 Tahun 1964 tentang Penetapan, Penghargaan, dan Pembinaan Pahlawan atau Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.

Jajak Pendapat “Kompas”: Mencari Upaya Kepahlawanan Masa Kini (Kompas, 13 November 2017 halaman 4)

4. Makna Pahlawan Nasional

Nilai Kebangsaan: Kepahlawanan dalam “Intipan” Populisme (Kompas, 10 November 2017 halaman 5)

5. Arti Kepahlawanan pada Masa Kini

Cinta Tanah Air menjadi salah satu nilai yang paling ingin dicapai oleh enam dari 10 responden jajak pendapat. Selain cinta Tanah Air, sikap rela berkorban dan keberanian merupakan urutan berikutnya dari nilai-nilai kepahlawanan yang ingin dimiliki responden. Cinta Tanah Air berarti cinta pada negeri tempat memperoleh penghidupan. Seseorang yang cinta pada Tanah Air senantiasa berusaha agar negerinya tetap aman, damai, dan sejahtera. Publik menilai bahwa untuk melaksanakan nilai-nilai perjuangan kepahlawanan dalam kehidupan sehari-hari dapat dimulai dari lingkup terkecil, yaitu keluarga. Lima dari sepuluh responden menyatakan hal itu. Menanamkan semangat berkorban, disiplin, kebersamaan, dan motivasi untuk berprestasi bagi keluarga merupakan nilai-nilai yang dapat diaplikasikan dalam keluarga.

Jajak Pendapat ”Kompas”: Arti Kepahlawanan pada Masa Kini (Kompas 7 November 2016 halaman 5)

6. Ibu, Pahlawan Para Remaja

Sosok ibu sebagai pahlawan itu tecermin dalam survei Litbang Kompas dengan responden 1.640 pelajar sekolah menengah atas di 12 kota besar di Indonesia. Ketika ditanyakan siapa sosok pahlawan dalam kehidupan mereka, jawaban terbesar ialah ibu. Lebih lanjut, secara umum, di dalam bayangan mereka, sosok pahlawan merupakan orang yang melindungi saat diperlukan, suka menolong orang lain, dan pemberantas kejahatan. Ibu pula yang menjadi tempat berkomunikasi paling utama dari para remaja. Di antara kehadiran sahabat sebaya, informasi dari dunia maya, dan ragam media sosial, ibu masih menjadi tempat untuk mencurahkan pendapat.

Ibu, Pahlawan Para Remaja * Perempuan Masih Tertinggal dalam Pembangunan (Kompas, 22 Desember 2015 halaman 1)

7. Menjadi Pahlawan

Khazanah: “Menjadi Pahlawan” (Kompas, 11 November 2015 halaman 12) (LUP)

8. Menimbang Makna Kepahlawanan

Hasil jajak pendapat Kompas ini merekam, sebanyak 73 persen responden menyatakan bahwa nilai kepahlawanan masih cukup pantas untuk dibicarakan dan dilakukan di tengah kondisi bangsa dan negara yang penuh tantangan. Yang menarik, penilaian ini nyaris tidak berubah dengan hasil jajak pendapat empat tahun sebelumnya yang menilai hal yang sama. Selain terkait dengan relevansi, makna kepahlawanan juga tidak bergeser dari sebelumnya. Survei jajak pendapat ini menangkap makna kepahlawanan lebih banyak dipandang sebagai sikap yang rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.

Jajak Pendapat “Kompas”: Menimbang Makna Kepahlawanan (Kompas, 9 November 2015 halaman 5)

9. Memperjelas Sejarah Bangsa yang Samar

Dalam masyarakat kita, publik lebih mengenal Soekarno seperti yang disebutkan di dalam buku pelajaran sekolah. Soekarno adalah presiden pertama RI, proklamator kemerdekaan RI, dan pahlawan nasional. Namun, pengenalan terhadap Soekarno sebagai pribadi, termasuk tempat kelahirannya, masih menuai kontroversi. Hal itu terungkap dari hasil jajak pendapat Litbang Kompas, yang coba menggali sosok Soekarno menurut pandangan publik dan konteks sejarah yang menyertainya. Mayoritas responden menyebutkan Soekarno sebagai sosok seperti yang banyak ditulis di dalam buku pelajaran. Hanya sedikit responden yang menyebut Soekarno sebagai penggagas Pancasila atau peletak dasar bangsa.

Jajak Pendapat ”Kompas”: Memperjelas Sejarah Bangsa yang Samar (Kompas, 15 Juni 2015 halaman 5)

10. Merunut Nilai Kepahlawanan Masa Kini

Di tengah pergulatan bangsa mengatasi perseteruan politik dan kesenjangan sosial, sikap jujur berintegritas menjadi salah satu nilai yang paling dipuji dalam publik jajak pendapat ini. Satu dari setiap empat responden menyatakan, kejujuran dibutuhkan sebagai contoh perilaku utama kepahlawanan saat itu. Hal tersebut karena kejujuran menjadi barang langka dan sikap tidak jujur (korupsi) menjadi hal yang jamak ditemukan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara pada saat itu.

Jajak Pendapat ”Kompas”: Merunut Nilai Kepahlawanan Masa Kini (Kompas, 10 November 2014 halaman 5)

11. Mencari Pahlawan Masa Kini

Perubahan zaman turut menggeser makna pahlawan di benak masyarakat. Seseorang tak harus mati bertempur di medan perang untuk bisa disebut pahlawan. Ia juga tidak harus seorang sosok yang dikenal luas secara nasional. Hasil jajak pendapat Kompas ini mengungkapkan hal tersebut. Lebih dari separuh bagian responden menyebutkan bahwa mereka yang layak disebut pahlawan tidak harus seorang tokoh yang telah meninggal dunia ataupun bertempur di medan perang. Meski demikian, publik menggarisbawahi tentang perlunya kriteria penting lain. Sebanyak 64,8 persen responden menyatakan secara terbuka bahwa mereka yang telah rela berkorban untuk kepentingan masyarakat atau bangsa patut disebut pahlawan atau diberi penghargaan. Pengertian berkorban di sini merujuk pada situasi saat seseorang kehilangan hal-hal yang sangat berharga, seperti nyawanya sendiri ataupun harta benda yang tak terkira jumlahnya.

Jajak Pendapat ”Kompas”: Mencari Pahlawan Masa Kini (Kompas, 11 November 2013 halaman 5)

12. Tokoh Berkarakter Idola Kaum Muda

Berdasarkan survei yang dilakukan Kompas, hampir semua responden (92,4 persen) yang merupakan mahasiswa di beberapa perguruan tinggi di Jakarta, Surabaya, Bandung, Yogyakarta, dan Makassar mengaku memiliki tokoh idola. Tokoh idola mereka sangat beragam. Para tokoh idola itu mulai dari pahlawan, tokoh nasional baik yang sudah wafat maupun masih berkarya, artis atau selebritas, olahragawan, tokoh agama, novelis, motivator, politisi, fotografer, profesional dan pebisnis, hingga orangtua dan kekasih mereka.

Dicari: Tokoh Berkarakter Idola Kaum Muda (Kompas, 8 Januari 2013 halaman 34)

13. Nilai Kepahlawanan Makin Pudar

Jawaban publik dalam hasil jajak pendapat Kompas ini menunjukkan, para kaum elite yang memegang kekuasaan di negeri ini belum mampu memberikan makna mendasar bagi kepahlawanan. Saat diajukan pertanyaan, siapakah tokoh yang bisa dianggap sebagai pahlawan di negeri ini. Lebih dari separuh responden menjawab tidak ada. Tak sampai 10 persen publik yang menjawab figur pahlawan masih ada atau mulai muncul dengan menyebut nama Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, ataupun Menteri BUMN Dahlan Iskan.

Jajak pendapat “Kompas” : Nilai Kepahlawanan Makin Pudar (Kompas, 12 November 2012 halaman 5)

14. Nasionalisme Minus Kepahlawanan

Antusiasme menumbuhkan gairah kebangsaan saat ini tetap meluap di kalangan masyarakat. Sayangnya, nada kegairahan ini tidak diikuti tampilnya sosok ataupun jiwa kepahlawanan yang diharapkan. Hal tersebut tecermin dari penilaian sebagian besar responden (75,7 persen) jajak pendapat Kompas yang menyebut pemimpin saat ini (2011), elite politik, lebih mengutamakan kepentingan pribadi atau kelompoknya, padahal rakyat mengharap sebaliknya. 

Jajak Pendapat “Kompas”: Nasionalisme Minus Kepahlawanan (Kompas, 7 November 2011 halaman 4)

15. Paradoks Kepahlawanan Negeri Ini

Penantian terhadap sosok pahlawan tersingkap dari hasil pengumpulan pendapat masyarakat selama ini. Sosok kepahlawanan sejauh ini belum dapat ditunjukkan dari berbagai kalangan yang semestinya diharapkan masyarakat. Pada survei opini kali ini, tidak kurang dari dua pertiga bagian responden (67,2 persen) yang menyatakan tidak ada kelayakan bagi tokoh-tokoh saat ini yang dapat dijadikan pahlawan mereka.

Jajak Pendapat “Kompas”: Paradoks Kepahlawanan Negeri Ini (Kompas, 8 November 2010 halaman 5)

16. Menimbang Makna Kepahlawanan

Hari Pahlawan: Patriotisme di Pojok Republik Ini (Kompas, 10 November 2009 halaman 4)

17. Mendambakan Hadirnya Pahlawan

Jiwa kepahlawanan para tokoh bangsa saat itu dirasakan melemah. Perilaku mengutamakan kepentingan pribadi di atas kepentingan masyarakat mencengkeram para tokoh panutan yang sepatutnya memberi teladan nilai kepahlawanan. Itu merupakan kesimpulan hasil jajak pendapat Kompas untuk melihat persepsi publik tentang sosok dan nilai kepahlawanan. Lebih dari 83,2 persen responden menyatakan, saat itu jiwa kepahlawanan dalam diri orang Indonesia makin pudar, bahkan hilang sama sekali. Salah satu nilai penting yang disorot adalah hilangnya kerelaan berkorban diri sendiri untuk kepentingan luhur masyarakat yang lebih besar.

Jajak Pendapat “Kompas”: Mendambakan Hadirnya Pahlawan (Kompas, 10 November 2008)

18. Masih Adakah Kepahlawanan di Negeri Ini?

Berbagai momen penting dalam sejarah bangsa ini tampaknya hanya sebatas cerita. Peristiwa heroik dan kisah-kisah kepahlawanan tidak memberi teladan bagi para pemimpin bangsa saat itu. Publik meyakini, sejak bangsa ini dilanda krisis ekonomi, hingga upaya reformasi berjalan lima tahun, tidak ada yang patut dibanggakan dari kiprah para pemimpin bangsa dalam menyelesaikan berbagai persoalan negeri ini. Kesimpulan ini dirangkum dari jajak pendapat Kompas dalam rangka memperingati Hari Pahlawan 10 November. Selain informasi pada grafik di atas, lebih dari 72 persen responden menyatakan ketidakpuasannya terhadap para pemimpin dan elite negara yang dianggap kurang tepat menata sendi-sendi kehidupan masyarakat. Cuma 24 persen responden yang menilai masih ada pemimpin yang punya niat baik membawa bangsa ini ke jalan yang benar.

Masih Adakah Kepahlawanan di Negeri Ini? *Jajak Pendapat “Kompas” (Kompas, 10 November 2003 halaman 36)

19. Pasang Surut Tokoh Nasional

Pasang Surut Tokoh Nasional (Kompas, 11 November 2002 halaman 8)