KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Wisatawan mengunjungi Candi Borobudur saat sejumlah persiapan dilakukan menjelang pelaksanaan lomba lari Borobudur Marathon 2021 Powered by Bank Jateng di area Taman Lumbini Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah (25/11/2021). Kunjungan wisatawan ke candi tersebut tetap berlangsung seperti biasa.
Candi Borobudur merupakan warisan budaya nenek moyang. Pada masanya, Borobudur merupakan lambang kehebatan wangsa Sailendra yang berkuasa di Jawa Tengah antara akhir abad VIII dan abad IX. Menurut sejarawan, candi ini dibangun pada masa Maharaja Samaratungga dan dilanjutkan oleh putrinya, Ratu Pramodhawardhani, pada kurun tahun 800 sampai 850. Perencanaan dan rintisan proyek Borobudur mungkin sudah dimulai oleh pendahulunya, yakni Raja Dharanindra (782) dan Samaragrawira (800) (Kompas, 23 Mei 2021).
Menurut Dr. Soekmono, Guru Besar arkeologi, ahli candi Indonesia, nama Borobudur sendiri sulit ditentukan apakah nama tersebut dari nama desanya atau sebaliknya. Sebuah Naskah dari tahun 1365 M, “Nagarakertagama” yang ditulis oleh Mpu Prapanca, menyebutkan “Budur” merupakan bangunan suci Agama Buddha dari aliran Wajradhara. Kemudian di sebelah timur Candi Borobudur terdapat sebuah desa bernama “Boro” yang mengingatkan pada bagian pertama sebutan “Borobudur”. Poebartjaraka dalam buku Borobudur yang ditulis oleh Daoed Joesoef (2004) mengartikan kata Borobudur adalah “Biara Budur”.
Pembangunan Candi Borobudur sendiri ini menghabiskan sekitar 60–70 tahun dengan menggunakan 55.000 meter kubik batu andesit. Candi berdenah mandala, berbentuk gunung berundak, dan bermahkota stupa ini merupakan mahakarya agung leluhur bangsa Indonesia. Kemegahan, keindahan, dan kejeniusan rancang bangun Borobudur merupakan bukti betapa tingginya seni, budaya, ekonomi, dan teknologi peradaban Jawa kuno (Kompas, 23 Mei 2021).
Dua abad pasca-penemuan Candi Borobudur beberapa upaya konservasi oleh berbagai pihak seperti menunjuk tenaga ahli konservasi candi. Upaya tersebut disebabkan kondisi situs warisan dunia ini semakin rentan terhadap cuaca ataupun ulah manusia.
Kepala Balai Konservasi Borobudur Marsis Sutopo mengungkapkan bahwa pihaknya kini sedang melakukan pengkajian tentang perlu tidaknya pemberian lapisan pelindung di bagian tangga Candi Borobudur. Masalahnya, setelah puluhan tahun dikunjungi jutaan wisatawan, bagian tangga Borobudur terus-menerus aus akibat tergerus kaki manusia (Kompas, 17 November 2014).
Selain mengakibatkan ausnya bebatuan, kehadiran pengunjung juga memunculkan debu dan kotoran yang menempel di lantai, dinding, dan relief candi. Tak hanya itu, Borobudur juga mengalami ancaman lain berupa guyuran hujan abu vulkanik dari Gunung Merapi dan Kelud.
Kondisi bangunan Candi Borobudur sudah kian renta dan rapuh. Melewati ribuan musim, beban jutaan pengunjung, gempa, gunung meletus, hingga teror bom, perlakuan khusus dibutuhkan demi memperpanjang umurnya.
Berikut kronologi ditemukannya hingga upaya pemugaran Candi Borobudur:
Kronologi Pemugaran Candi Borobudur
1814
Sir Thomas Stamford Raffles, Gubernur Jenderal Inggris Raya di Jawa, menerima laporan penemuan situs purbakala di Desa Borobudur, Jawa Tengah. Raffles memerintahkan HC Cornelius untuk menyelidiki lokasi penemuan, berupa bukit arca dan relief yang dipenuhi pohon dan semak belukar.
1817
Buku History of Java karya Raffles diterbitkan, isinya sedikit mengulas mengenai Borobudur. Inilah publikasi perdana Borobudur ke dunia internasional.
1834–1844
Candi Borobudur sempat beberapa kali dibersihkan, namun menurut Mundardjito dalam buku 100 Tahun Pascapemugaran Candi Borobudur: Trilogi I (2011), kegiatan pembersihan di Candi Borobudur itu awalnya dilakukan tanpa pemahaman arkeologi yang memadai.
1873
Monograf pertama tentang candi Borobudur diterbitkan.
1900
Pemerintahan Hindia Belanda menetapkan sebuah panitia pemugaran dan perawatan Borobudur.
1907–1911
Theodoor van Erp memimpin pemugaran hingga tahun 1911. Proses restorasi menggali tanah di sekeliling candi untuk menemukan artefak, puing batuan candi, dan patungnya.
1926
Borobudur dipugar kembali, tetapi terhenti pada 1940 akibat krisis ekonomi dunia dan Perang Dunia II.
1956
Pada dasawarsa 1950-an Borobudur terancam roboh, di beberapa strukturnya ada bagian yang melesak dan dindingnya miring. Pemerintah Indonesia meminta bantuan UNESCO. Prof. Dr. C Coremans datang ke Indonesia dari Belgia untuk meneliti sebab-sebab kerusakan Borobudur.
1963
Pemerintah Indonesia mengeluarkan surat keputusan untuk memugar Borobudur, tetapi dibatalkan akibat krisis politik pada 1965.
1968
Prof. Soekmono, kepala dinas purbakala, menyerukan penyelamatan Borobudur. Pada konferensi ke-15 di Perancis, UNESCO setuju memberi bantuan untuk menyelamatkan Borobudur.
1969
Serangkaian penelitian yang dilakukan para ahli dari dalam dan luar negeri untuk menyiapkan pemugaran dari beragam aspek, semisal penelitian teknis dan arkeologis mengenai faktor penyebab kerusakan Candi Borobudur.
1970–1971
Pemugaran dilakukan dengan mengumpulkan batuan candi yang sudah lepas.
KOMPAS/DJOKO POERNOMO
Hanya sehari setelah ledakan bom waktu merusakkan sembilan stupa dan beberapa patung di Candi Borobudur (Jawa Tengah), para petugas purbakala langsung berusaha memperbaiki. Sesudah diteliti lebih cermat, kerusakan akibat ledakan di Borobudur bisa ditangani lebih singkat dari dugaan semula.
1972
Komite konsultatif internasional dibentuk dengan melibatkan sejumlah negara. Komite yang disponsori UNESCO ini menghimpun sebagian dana untuk biaya pemugaran, sisanya ditanggung Indonesia.
10 Agustus 1973
Presiden Soeharto meresmikan dimulainya pemugaran Borobudur dengan nilai proyek 7,75 juta dollar AS. Batuan candi dibongkar sepenuhnya dan dibersihkan satu per satu, fondasi dan sistem drainase candi diperbaiki.
1973–1983
Pemugaran kedua itu mencakup beberapa hal, yakni pembongkaran seluruh bagian Rupadhatu yang mencakup lima tingkat segi empat di atas kaki candi, pembersihan dan pengawetan batu-batu candi, pemasangan fondasi beton bertulang guna memperkuat struktur candi, pemasangan saluran air di dalam konstruksi candi, serta penyusunan kembali batu-batu candi yang sudah dibersihkan.
23 Februari 1983
Presiden Soeharto meresmikan purnapugar Borobudur. Sejak saat itu Borobudur kembali menjadi daya tarik wisata dan tempat upacara Waisak nasional.
21 Januari 1985
Serangan bom merusak 9 stupa dan 2 arca Buddha Candi Borobudur. Serangan dilakukan oleh kelompok teroris.
1991
Candi Borobudur ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya warisan dunia oleh UNESCO.
November 2010
Borobudur terdampak letusan Gunung Merapi, yang berjarak 28 km arah timur laut dari candi. Lapisan debu vulkanik mencapai ketebalan 2,5 cm. Upaya restorasi kemudian dilakukan.
2014
Sebanyak 191 kepala arca Buddha, bagian dari Candi Borobudur belum ditemukan. Balai Konservasi Borobudur masih menunggu informasi temuan untuk melengkapi kekurangan kepala itu. Balai Konservasi Borobudur terlebih dulu meneliti dengan cermat, mencocokkan bekas penggalan di kepala, dan bekas penggalan di badan arca. Pencocokkan kepala dengan badan arca membutuhkan waktu lebih dari satu tahun.
Selain itu, sebanyak 2.033 batu pijakan tangga di Candi Borobudur dilapisi kayu. Upaya pelapisan kayu dilakukan untuk meminimalisasi dampak kerusakan dan keausan batuan akibat pijakan kaki pengunjung. Dalam hal ini, pemerintah Jerman bekerja sama dengan UNESCO Perwakilan Indonesia dan Balai Konservasi Borobudur melakukan konservasi struktural dan penelitian terhadap kondisi bebatuan Candi Borobudur.
Terdapat beberapa ahli dibidangnya seperti, ahli geologi, misalnya, fokus melakukan konservasi batu dan sisi geologi Borobudur. Ahli kimia mengamati berbagai reaksi kimia pada batu relief. Dalam kegiatan konservasi itu, tim akan memeriksa, mengidentifikasi, dan memetakan kerusakan yang terjadi pada bebatuan relief.
2015
Balai Konservasi Borobudur melapisi lantai tangga Candi Borobudur dengan lapisan karet. Karet merupakan jenis material kedua yang dipakai setelah balai tersebut pernah melapisi tangga candi dengan rangka besi dan kayu.
2016
Untuk menahan laju pelapukan batu candi, akibat cuaca seperti hujan dan panas, dan belum ada aturan alas kaki bagi para pengunjung. Untuk menahan laju pelapukan batu candi, dipasang lapisan karet sebagai alternatif susunan kayu. Kemudian, pengunjung juga diwajibkan mengenakan sandal.
2018
Balai Konservasi Borobudur melakukan proses anastilosis atau rekonstruksi bagian dari Candi Borobudur.
Referensi
- “Gunung Kebajikan di Jantung Jawa”, Kompas, 23 Mei 2021, hlm.16.
- “Konservasi dan Penataan Borobudur Dievaluasi”, Kompas, 28 Juni 2016, hlm. 26.
- “Borobudur Dilapisi Karet”, Kompas, 6 Maret 2015, hlm. 12.
- “Dicari, 191 Kepala Arca Buddha”, Kompas, 14 Maret 2015, hlm.12.
- “2.033 Batu Tangga Akan Dilapisi Kayu”, Kompas, 14 Agustus 2014, hlm. 23.
- “Konservasi Rendah, Artefak Rusak”, Kompas, 23 Agustus, hlm.12.
- “Balai Konservasi Borobudur Jadi Pusat Konservasi”, Kompas, 29 Agustus 2014, hlm. 12.
- “Candi Borobudur Butuh Ahli Konservasi”, Kompas, 17 November 2014, hlm.12.
- “Memaknai 200 Tahun Penyelamatan Borobudur”, Kompas, 18 november 2014, hlm. 11.
- “Konservasi Borobudur”, Kompas, 20 November 2014, hlm.12.
- “Ikhtiar Memperpanjang Umur Borobudur”, Kompas, 26 november 2021, hlm. 01,15.
- “Metamorfosis Teror di Candi Borobudur”, Kompas,30 Januari 2020, hlm.C.
- “Makin aus, tangga candi dilapisi kayu”, Kompas, 20 November 2014, hlm.12.
Sampoerno. 1976. Pemugaran Candi. Jakarta: Pusat Penelitian Purbakala dan Peninggalan Nasional.
Joesoef, Daoed. 2004. Borobudur. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Soekmono. 1983. Pemugaran Candi Borobudur Selayang Pandang. Penerbitan Khusus Proyek Pemugaran Candi Borobudur.