Foto | Kemerdekaan RI

Tugu Proklamasi dan Perbedaan Pendapat Sejarah

Tugu Proklamasi merupakan tugu bersejarah yang dibangun oleh para tokoh perempuan Indonesia untuk memperingati setahun Kemerdekaan Indonesia. Karena perbedaan memaknai sejarah, pada tahun 1960 tugu tersebut dihancurkan oleh Presiden Soekarno dan pada tahun 1972 dibangun kembali oleh Pemerintahan Soeharto.

IPPHOS

Perdana Menteri Sutan Syahrir pada upacara peringatan satu tahun Proklamasi Kemerdekaan RI, 17 Agustus 1946 sekaligus peresmian Tugu Proklamasi di Pegangsaan Timur 56, Jakarta.

Barangkali hanya sedikit dari generasi sekarang  yang mengetahui kisah tentang Tugu Proklamasi. Letaknya di dalam Taman Proklamasi, Jalan Proklamasi, Jakarta  Pusat (dahulu Jalan Pengangsaan Timur nomor 56), berdekatan dengan Patung Proklamator Soekarno Hatta dan Tugu Petir. Di antara ketiga obyek bersejarah tersebut, Tugu Proklamasi merupakan tugu yang pertama kali dibangun.

Tugu berwarna putih yang sering juga disebut tugu jarum karena bentuknya itu, dibangun untuk mengenang satu tahun Kemerdekaan Republik Indonesia. Dahulu Lokasinya berada di depan Gedung Proklamasi, yaitu rumah di Jalan Pengangsaan Timur Nomor 56 tempat Proklamasi Kemerdekaan dibacakan oleh Soekarno didampingi Mohammad Hatta. Tugu setinggi 4,17 meter dengan plakat marmer naskah proklamasi, peta Indonesia (termasuk Irian Barat) dan plakat dari wanita Jakarta itu dibangun atas ide tokoh perempuan pejuang Nyonya Johanna Masdani dan tokoh perempuan lainnya, seperti Mien Wiranakusumah, Zus Ratulangi (putri Sam Ratulangi), Zubaedah, Nyonya Gerung, serta Maria Ulfa.

IPPHOS

Untuk mengenang para pahlawan yang telah gugur Presiden Soekarno meletakkan karangan bunga di Tugu Proklmasi pada 17 Agustus 1955.

IPPHOS

Malam Peringatan Hari Proklamasi di Tugu Proklamasi oleh para pramuka pada tanggal 16 Agustus 1951.

Untuk dana pembangunan tugu ini, mereka mengumpulkan dari kaum republiken. Peresmiannya sempat akan ditunda karena keberadaan NICA dan sekutu di Jakarta. Namun, tugu yang dibangun sekitar tiga minggu oleh Biro Teknik Salam dengan biaya 33 ribu rupiah uang Jepang itu akhirnya diresmikan tepat waktu oleh Perdana Menteri Sutan Syahrir pada 17 Agustus 1946.

Entah karena faktor politik atau kesalahpahaman mengenai makna sejarah, dalam Sidang Pleno Istimewa Dewan Perancang Nasional (Depernas) tanggal 13 Agustus 1960, Presiden Soekarno menyatakan kehendaknya untuk mendirikan Tugu Proklamasi yang baru, yaitu di tempat Soekarno-Hatta berdiri sewaktu membacakan naskah proklamasi 17 Agustus 1945. Soekarno menginginkan tugu yang baru tersebut setinggi 17 meter dengan lambang petir di atasnya. Menurutnya Tugu Proklamasi yang sudah ada, yang merupakan gagasan Nyonya Johanna Masdani, bukan merupakan Tugu Proklamasi melainkan Tugu Linggarjati.

Meski mendapat protes dari para pendiri tugu tersebut, atas perintah Presiden Soekarno, Tugu Proklamasi sekaligus Gedung Proklmasi, tempat naskah proklamasi dibacakan, dibongkar rata dengan tanah pada tanggal 15 Agustus 1960. Sebagai ganti Gedung Proklamasi Soekarno membangun Gedung Pola, yang sekarang disebut Gedung Perintis Kemerdekaan.

KOMPAS/Kartono Ryadi

Tugu Proklamasi setelah dibangun kembali tahun 1972. Tampak dibelakangnya Tugu Petir, yang pendiriannya atas kehendak Presiden Soekarno pada tahun 1961. Menurut Soekarno tugu itulah yang sejatinya Tugu Proklamasi. Foto tahun 1976

KOMPAS/Heru Sri Kumoro

Tugu Petir yang sekarang menjadi bagian dari Taman Proklamasi. Tugu tersebut dibangun atas keinginan Presiden Soekarno tahun 1961. Menurutnya, dilokasi tugu itulah ia berdiri didampingi Mohammad Hatta membacakan naskah proklamasi 17 Agustus 1945. Foto Agustus 2017

Pada tahun 1972, pada era Orde Baru atas persetujuan Presiden Soeharto, Tugu Proklamasi dibangun kembali di lokasi yang sama dengan bentuk dan ukuran persis dengan yang lama bahkan yang mengerjakan dari pemborong yang sama, yaitu Biro Teknik Salam. Tugu baru yang selesai pengerjaannya pada tanggal 15 Agustus 1972 kemudian dipasangi plakat marmer naskah proklamasi dan peta Indonesia, yang saat pembongkaran berhasil diselamatkan dan disimpan oleh Nyonya Johanna Masdani. Pada peringatan Hari Kemedekaan tanggal 17 Agustus 1972 Presiden Soeharto, menunjuk Menteri Penerangan Budiardjo mewakili Pemerintah untuk meresmikan Tugu tersebut. Acara yang juga diisi dengan pameran foto seputar Proklamasi Kemerdekaan itu dihadiri oleh mantan Wakil Presiden pertama RI Mohammad Hatta.

KOMPAS/Kartono Ryadi

Acara peresmian pembangunan kembali Tugu Proklamasi bertepatan dengan Hari Kemerdekaan 17 Agustus 1972.

KOMPAS/Kartono Ryadi

Peresmian pembangunan kembali Tugu Proklamasi di Pegangsaan Timur (Jalan Proklamasi), Jakarta, Kamis siang dilakukan Menteri Penerangan Budiardjo yang mewakili Presiden Soeharto.

KOMPAS/Kartono Ryadi

Penggagas Tugu Proklamasi Nyonya Johanna Masdani saat menghadiri peresmian pembangunan kembali Tugu tersebut pada 17 Agustus 1972. Johanna Masdani ialah tokoh perempuan pejuang yang menjadi saksi dan pelaku sejarah Sumpah Pemuda 1928.

KOMPAS/Kartono Ryadi

Mantan Wakil Presiden pertama RI Mohammad Hatta sedang mengamati foto Tugu Proklamasi yang lama dalam pameran foto yang merupakan bagian dari acara peresmian pembangunan kembali Tugu Proklamasi di Jakarta Pusat (17/8/1972)
Referensi

“Tugu Proklamasi Dipugar”. Kompas, 12 Agustus 1972.

“Gedung Imam Bonjol Sebagai Monumen Proklamasi”. Kompas, 16 Agustus 1972. 

“Sekitar Rekonstruksi Gedung Proklamasi”. Kompas, 22 November 1975. 

“Mengunjungi Monumen Soekaro-Hatta”. Kompas, 6 September 1980. 

Foto lainnya dapat diakses melalui http://www.kompasdata.id/
Klik foto untuk melihat sumber.