KOMPAS/AGUS SUSANTO
Seorang pedagang kaki lima mi bakso menarik gerobaknya menuju kawasan Silang Monas, Jakarta Pusat, Senin, 10 Juli 2000. Selain sebagai tempat menaruh dagangan, gerobak itu ternyata berfungsi pula sebagai pengangkut anak kesayangannya.
Gerobak merupakan alat angkut transportasi yang digunakan untuk memindahkan barang dari suatu tempat ke tempat lainnya. Bahan baku gerobak bisa bermacam-macam, antara lain, kayu, besi, triplek, dan lainnya. Menurut KBBI, gerobak sama dengan pedati, yaitu alat angkut yang berupa kotak besar beroda dua, tiga, atau empat, untuk mengangkut sesuatu (barang, sayur, dan sebagainya) yang ditarik atau didorong oleh manusia.
Dalam perkembangannya, gerobak menjadi alat angkut yang multifungsi. Selain untuk mengangkut barang, gerobak juga dapat menjadi tempat berjualan keliling bagi pedagang kaki lima. Saat banjir melanda, gerobak menjadi primadona saat orang ingin menyeberang tanpa basah, bahkan dapat juga menyeberangkan sepeda motornya tanpa terendam, dengan ongkos angkut yang telah disepakati.
Di daerah pedalaman, gerobak yang dimodifikasi dengan sepeda motor bisa menjadi alat angkut manusia yang dapat diandalkan, meski cukup rawan bahaya dari segi keselamatan.
Ada pula grosin, singkatan gerobak bermesin, yang dikembangkan pada tahun 2000-an. Merek dagangnya adalah Mastrip, yang dirancang dan dibuat oleh Otty Soekotjo, pensiunan TNI AD. Mastrip berasal dari panggilan Mas TRIP (Tentara Republik Indonesia Pelajar), yang merupakan sapaan akrab orang-orang desa untuk tentara di masa lalu. Jadi Mastrip adalah persembahan dari Otty, untuk masyarakat desa, yang dianggap sangat berjasa mendukung perjuangan TRIP di masa perang kemerdekaan (1945–1950).
Berikut, foto-foto berbagai gerobak dengan berbagai fungsinya, yang tersimpan dalam arsip Kompas.
KOMPAS/ARBAIN RAMBEY
Tohirun (kanan) dan Uci, mengumpulkan berbagai ban mobil bekas di seluruh penjuru Jakarta, Rabu, 30 Oktober 1996. Dari bahan itu, mereka membuat tali timba, sandal, atau pot tanaman. Sisa yang tidak bisa dipakai dijual untuk bahan pembakaran kapur. Keduanya dalam skala kecil membantu mengatasi masalah sampah Jakarta.
KOMPAS/JOHNNY TG
Lima orang dewasa memenuhi Grosin (Gerobak Bermesin) dalam uji coba di lapangan bola Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Jalan Tirtayasa Raya, Jakarta Selatan, Senin, 1 Oktober 2001. Grosin versi mesin bensin ini adalah generasi ketiga, dan telah melakukan perjalanan uji coba dari Bandung ke Jakarta. Harga kendaran bermesin diesel Honda tersebut sekitar Rp 8 juta, dan diprioritaskan untuk angkutan barang di pedesaan guna mempercepat pertumbuhan ekonomi di desa.
KOMPAS/PRIYOMBODO
Perajin bangku dan meja dari bambu berkeliling menjajakan dagangannya dengan menggunakan gerobak di daerah Jawa Tengah, 11 Juli 2004.
KOMPAS/PRIYOMBODO
Sebuah gerobak sapi bermuatan batu bata merah melintas di Jalan Makam Haji Gawok, Desa Purbayan, Kecamatan Baki, Kabupaten Sukoharjo, 15 Oktober 2004. Hampir seluruh pedagang bata merah di kawasan itu menggunakan kendaraan khas gerobak sapi. Mereka biasa mangkal di Lapangan Makam Haji, Jalan Joko Tingkir, Kabupaten Sukoharjo untuk menunggu pembeli. Setiap gerobak memuat sekitar 2.000 batu bata merah yang dijual seharga Rp 300.000.
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Dua buruh angkut mebel sedang mendorong gerobak yang dipenuhi mebel-mebel di Jembatan Klender, Jakarta Timur, Kamis, 1 September 2005. Pemandangan ini menarik orang yang melihat, karena beban yang diangkut bisa mencapai 500 kilogram.
KOMPAS/RIZA FATHONI
Abdullah (70) menarik gerobak bermuatan drum dan jeriken bekas di Jalan KH Mas Mansyur, Jakarta Pusat, Kamis, 24 November 2005. Ia mengumpulkan drum dan kaleng bekas untuk dijual kembali setelah dicuci dan dibersihkan. Dalam sehari Abdullah sanggup meraup pendapatan hingga Rp 150.000 untuk menghidupi istri dan tujuh anaknya. Usia lanjut ternyata tidak menyurutkan semangat kerjanya.
KOMPAS/RIZA FATHONI
Pepen Supriatna (40) menarik gerobak berisi tumpukan drum kaleng bekas di Jalan Jembatan Tiga, Jakarta Barat, untuk selanjutnya diantar ke pengepul, Jumat, 3 Februari 2006. Dalam sehari ayah tiga anak ini memperoleh penghasilan Rp 20.000. Infasi dan kenaikan bahan pokok semakin membebani rakyat kecil seperti Pepen ini.
KOMPAS/AHMAD ARIF
Seorang petani mengangkut pasir dalam gerobak untuk dijemur dengan terik matahari selama dua hari sehingga tercipta pasir garam, 24 Februari 2007.
KOMPAS/LUCKY PRANSISKA
Buruh angkut mengantarkan beras milik konsumen yang baru dibeli dari Pasar Induk Cipinang, Jakarta, Selasa, 11 September 2007. Pengguna jasa angkut gerobak ini umumnya konsumen yang lokasinya sulit dijangkau kendaraan. Ongkos angkutnya Rp 2.000 per kilogram.
KOMPAS/LASTI KURNIA
Pasokan air bersih untuk masyarakat masih terbatas, terutama bagi masyarakat permukiman padat seperti di daerah Kamal Muara, Jakarta Utara, 7 Januari 2008. Warga di kawasan ini, saat nirmal maupun pasang air laut, sulit mendapatkan air bersih. Untuk mendapatkan air bersih, mereka terpaksa membeli sendiri dari pedagang air.
KOMPAS/WAWAN H PRABOWO
KOMPAS/WISNU AJI DEWABRATA
Sebuah gerobak berjalan melawan arus lalu lintas di atas Jembatan Ampera, Palembang, 12 Oktober 2010. Hal tersebut membahayakan pengendara yang melewati Jembatan Ampera karena bisa mengakibatkan kecelakaan.
KOMPAS/JANNES EUDES WAWA
Dua sapi sedang menarik gerobak yang berisi lebih dari 1 ton kelapa kering di Ampana, Kabupaten Tojo Una Una, Provinsi Sulawesi Tengah, 14 Desember 2013. Penggunaan tenaga hewan ini sudah lama dilakukan warga setempat.
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Anggota paguyuban gerobak sapi Langgeng Sehati melakukan konvoi melewati kompleks Candi Plaosan setelah melakukan pertemuan bulanan di Desa Kebondalem Lor, Prambanan, Klaten, Jawa Tengah, Sabtu, 2 Maret 2013. Pertemuan yang digelar satu bulan sekali setiap hari pasaran Sabtu Kliwon tersebut sebagai ajang silaturahmi, sekaligus bertransaksi jual-bali sapi.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Penjual jasa gerobak angkut menunggu bongkar muat kapal ikan di Dermaga Muara Angke, Jakarta Utara, Jumat, 24 April 2015. Satu gerobak biasanya mengangkut hingga enam kotak ikan. Upah untuk satu kali angkut rata-rata Rp 30.000.
KOMPAS/RINI KUSTIASIH
Kelompok Obrog Sapta Nadha Entertainment pimpinan Karman (54) berkeliling kampung di RW 004 Kesambi Dalam, Kelurahan Drajat, Kota Cirebon, Jawa Barat, Minggu, 28 Juni 2015, pukul 01.00. Mereka berkeliling membangunkan orang untuk sahur.
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Pengendara sepeda motor naik gerobak menghindari banjir luapan Kali Lamong yang memutus jalur Surabaya-Gresik, di Kecamatan Menganti, Gresik, Jawa Timur, Kamis, 5 Februari 2015. Sebanyak empat kecamatan di Gresik terendam banjir luapan Kali Lamong.
KOMPAS/SYAHNAN RANGKUTI
Syafrizal, Kepala Sekolah SLB Sekar Meranti, Pulau Rangsang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau. Setiap pagi menjemput siswanya dengan menggunakan gerobak yang ditarik sepeda motor, Senin, 18 Januari 2018.
KOMPAS/NINO CITRA ANUGRAHANTO
Lomba balap gerobak sapi di Festival Gerobak Sapi di Desa Wedomartani, Ngemplak, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Minggu, 21 Oktober 2018. Pergelaran itu untuk melestarikan gerobak sapi sebagai angkutan tradisional yang berdaya tarik bagi wisatawan. Kini, angkutan tradisional itu dilirik menjadi angkutan wisata desa.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Penjual makanan mendorong gerobak melewati kawasan transportasi terpadu Dukuh Atas, Jakarta Pusat, Jumat, 30 Oktober 2020.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Seorang warga mengayuh gerobak yang membawa muatan sejumlah barang, seperti botol kaca dan gelas plastik, di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat, Selasa, 5 Oktober 2021, di tengah kondisi pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). PPKM level 3 di DKI Jakarta diperpanjang pada 5-18 Oktober 2021
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Tukang sayur keliling mendorong gerobak melewati Jalan Sudirman, Jakarta, Rabu, 15 Desember 2021. Menurunnya jumlah penularan Covid-19 dan akselerasi vaksinasi yang diharapkan mencapai 70 persen dari jumlah penduduk pada akhir tahun ini menumbuhkan optimisme pada pertumbuhan perekonomian Indonesia. Namun, pemulihan ekonomi pada 2022 masih dihadapkan pada tantangan ketidakpastian secara global.
KOMPAS/YUNIADHI AGUNG
Sejumlah barang yang sudah tidak terpakai bagi sebagian orang bisa menjadi tambahan penghasilan. Seorang lelaki yang melintas di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, 11 Mei 2004, tampak membawa tumpukan karangan bunga yang didapat dari sebuah acara yang telah selesai diselenggarakan di sebuah rumah di kawasan itu. Daripada teronggok di tempat sampah, tumpukan karangan bunga itu dikumpulkan di gerobak dan dijual ke tukang bunga.