KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Syafrudin (18), kusir delman wisata yang mangkal di sekitar Jalan Ir H Djuanda, Bogor, dilengkapi masker, pelindung wajah, dan sarung tangan karet, Minggu (21/6/2020). Penggunaan pelindung wajah ini diharapkan untuk memberi menjaga keamanan serta rasa nyaman dan aman baik bagi kesehatan kusir delman sendiri maupun pelanggan yang menggunakan jasanya.
Angkutan kuda sekarang ini sudah mulai berkurang dan menghilang dari jalanan di wilayah perkotaan, karena tergantikan oleh angkutan modern dengan berkembangnya kendaraan bermesin. Angkutan kuda di Indonesia yang sering kita temui adalah kereta kuda. Keberadaan kereta kuda hanya untuk tujuan wisata.
Majalah Koloniale Studien pada zaman Hindia-Belanda tahun 1925, mengungkapkan bahwa sebelum kehadiran mobil dan kereta api, warga Hindia-Belanda masih tergantung kereta kuda sebagai alat transportasi.
Kereta Kuda merupakan suatu kendaraan yang terdiri dari satu kotak besar, berbentuk setengah bundar maupun jenis lainnya, kemudian ditarik oleh tenaga kuda. Selain itu, kendaraan ini ditopang oleh pegas. Di dalamnya terdapat dua bangku yang menampung dua orang atau lebih. Alat transportasi yang menggunakan tenaga kuda sangat berarti dan penting bagi beberapa masyarakat sebagai angkutan orang, hasil panen pertanian, ataupun barang dagangan yang akan dijual di pasar.
Meski bentuk kereta kuda di Indonesia mirip, nama penyebutan tidak sama di setiap daerah. Abad ke-16 merupakan zaman keemasan kereta kuda sebagai alat transportasi bagi masyarakat. Seiring berjalannya waktu, kereta kuda mengalami perkembangan dalam memodifikasi suku cadang dan menambahkan berbagai aksesori. Pada era revolusi industri perlahan menggantikan peran kereta kuda sebagai alat transportasi.
Indonesia memiliki sejumlah kereta kuda di antaranya adalah delman, sado, dokar, andong, bendi, nayor, dan cidomo. Kereta kuda jenis delman berasal dari penemunya, yakni Charles Theodore Deeleman, seorang insinyur, ahli irigasi yang memiliki bengkel besi di pesisir Batavia (Jakarta sekarang). Delman adalah kendaraan transportasi tradisional yang beroda dua, tiga atau empat yang tidak menggunakan mesin tetapi menggunakan kuda sebagai penggantinya.
Lain lagi dengan sado yang merupakan salah satu kendaraan berbentuk kereta yang dilengkapi dengan gerobak dan dua roda, serta menggunakan kuda sebagai penggerak rodanya. Sado mulai digunakan oleh masyarakat tahun 1897.
Keunikan sado terletak pada desain dan tempat duduk. Perbedaan antara delman dan sado adalah jika delman letak kusir dan penumpang duduk dalam satu kabin, sedangkan pada sado letak kusir dan penumpang duduk berlawanan arah, yakni dua menghadap ke depan termasuk kusir dan dua menghadap ke belakang.
Kereta kuda selanjutnya adalah dokar, merupakan sebuah kendaraan berkuda ringan yang awalnya didesain untuk kegiatan berburu dengan sebuah kotak di belakang kursi pengemudi untuk membawa seekor anjing pemburu atau lebih. Keberadaan dokar sebagai salah satu warisan budaya Jawa memberikan ciri khas tersendiri dan yang sering dijadikan angkutan wisata dibeberapa obyek wisata, seperti Parangtritis, Alun-alun Kidul Yogyakarta.
Andong merupakan salah satu alat transportasi tradisional di Yogyakarta, Solo, dan Klaten. Keberadaan andong sebagai salah satu warisan budaya Jawa memberikan ciri khas kebudayaan tersendiri. Walaupun sudah banyak kendaraan bermotor yang lebih cepat dan murah, pengguna andong di Yogyakarta, Solo, dan Klaten ini masih cukup banyak diminati oleh masyarakat.
Pada masa Kolonial Belanda, bendi sering digunakan oleh saudagar kaya, para penghulu, ataupun petinggi pangrehpraja, seperti controleur, demang, asisten demang, dan lain sebagainya. Bendi juga sering mangkal di Stasiun Simpang Haru untuk menunggu para penumpang yang pulang. Bendi merupakan kendaraan tradisional populer masyarakat suku Minangkabau pada zamannnya.
Perbedaannya dengan andong, bendi ini hanya memiliki dua roda dan ditarik dengan satu ekor kuda saja. Ukuran keretanya kecil sehingga hanya bisa dinaiki empat orang dewasa, termasuk sang kusir. Pada tahun 1980-an Keberadaan bendi di Kota Padang semakin berkurang karena kalah oleh kehadiran bemo yang menggunakan mesin sebagai penggeraknya.
Nayor adalah variasi bentuk delman, dengan kabin yang lebih tertutup. Nayor hanya dijumpai beroperasi di sekitar kota Cibadak, Sukabumi.
Cidomo merupakan angkutan khas di Nusa Tenggara Barat. Bentuk cidomo menyerupai bak cikat, atapnya yang persegi seperti atap dokar, rodanya menggunakan ban dan velg mobil yang kemudian ditarik dengan kuda. Pada 1978, cidomo dikenakan persyaratan di mana kusi harus memiliki SIM dan STNKTB. Selain itu cidomo harus dilengkapi sekop, sapu lidi, ember, dan kantong kotoran. Warna cidomo juga ditentukan yakni warna merah untuk Kecamatan Cakranegara, kuning untuk Mataram, dan biru untuk Ampenan.
Berikut ini beberapa foto-foto yang menggambarkan alat transportasi yang digerakan menggunakan kuda, namun desain dan penyebutan namanya berbeda-beda yang terangkum dalam Arsip Kompas.
KOMPAS/WAWAN H PRABOWO
Liburan akhir pekan dimanfaatkan orangtua dengan mengajak anak mereka berkeliling kampung dengan naik delman seperti yang terlihat di kawasan Ulujami, Jakarta Selatan, Minggu (24/9/2017). Melalui kesempatan itu, anak-anak dikenalkan kepada salah satu alat transportasi tradisional yang kini menjadi sarana rekreasi.
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA
Pengemudi delman melintasi jalanan desa yang menjadi jalur wisata sekitar Candi Borobudur, Jawa Tengah, Kamis (15/11/2018). Jalanan desa dengan segala keindahan dan keunikannya menjadi rute peserta lari Borobudur Marathon pada 18 November 2018.
KOMPAS/ASWIN RIZAL HARAHAP
Sarlan, seorang kusir sado, menghias kereta kudanya dalam rangka memperingati HUT Ke-53 Provinsi Jambi, Rabu (6/1/2010). Kendati penumpang sado di Jambi semakin sepi dan usia Sarlan pun kian uzur, ia tetap bekerja.
KOMPAS/SOELASTRI SOEKIRNO
Warga kabupaten Ngawi memperingati HUT ke 629. Gubernur Jatim Wahono dan Ketua DPRD I Blegoh Sumanto hadir. Diawali boyong dan kirap pusaka dengan iring-iringan sado – kereta kuda.
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Kusir andong menanti penumpang di Jalan Malioboro, Yogyakarta, Kamis (27/2/2020). Alat transportasi tradisional itu kini lebih banyak digunakan untuk sarana pesiar wisatawan.
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Kusir andong wisata memeriksa kudanya setelah mengantar wisatawan singgah di Balai Ekonomi Desa (Balkondes) Ngaran, Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Kamis (16/11/2017). Sejumlah balkondes tumbuh berkembang di sekitar kawasan Borobudur dan menjadi sarana bagi warga untuk memasarkan berbagai keunggulan desa kepada wisatawan.
KOMPAS/DWI AS SETIANINGSIH
Naik Andong
KOMPAS/WAWAN H PRABOWO
Penghasilan pemilik bendi di Alun-alun Selatan Yogyakarta menurun setiap ada Pasar Malam Perayaan Sekaten di Alun-alun Utara Yogyakarta, Kamis (1/3/2007). Hal ini disebabkan Perayaan Sekaten di Alun-alun Utara lebih beragam dengan aneka permainan dan hiburan.
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA
Wisatawan menggunakan bendi untuk berkeliling di kawasan Keraton Surakarta, di Kota Surakarta, Jawa Tengah, Selasa (3/5/2022). Industri jasa dan akomodasi kembali bergerak setelah lama terhenti karena pandemi dan sepinya kunjungan wisatawan.
KOMPAS/HASANUDDIN ASSEGAFF
Liburan panjang bagi Rabiyat merupakan sumber rezeki. Rabiyat memanfaatkan nayor-nya dari Cibadak, Sukabumi, untuk menghibur anak-anak keliling jalan Balap Sepeda I dan Raya sejauh satu kilometer di Jakarta. Anak-anak yang ingin naik gerobak beroda dua yang ditarik seekor kuda, tidak perlu lagi ke TMII atau Ancol, cukup membayar seratus rupiah untuk naik nayor Rabiyat.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Cidomo di depan Pasar Alas, Sumbawa, Kamis (20/9/2012).
KOMPAS/DIRMAN THOHA
Cidomo Mataram, Antara Kebutuhan dan Kebersihan Salah Satu Pangkalan Cidomo di Kota Mataram.