Lembaga

PT Pos Indonesia

Dari era kolonial hingga digital, PT Pos Indonesia konsisten hadir menawarkan pelayanan dalam bidang pengiriman surat. Namun, perkembangan teknologi komunikasi digital telah mengubah strategi bisnis lembaga ini .

KOMPAS/KARTONO RYADI

Pegawai pos bersiap mengantar surat  di Jakarta (16/7/1974).

Fakta Singkat

Dibentuk
pada masa Pemerintahan Belanda tahun 1746

  • Pos Indonesia merupakan perusahaan BUMN tertua
  • Pendirian kantor pos pertama di Kota Batavia oleh Gubernur Jenderal G.W Baron van Imhoff.
  • Kepemilikan Pos Indonesia (Jawatan PTT) oleh Pemerintah Indonesia menjadi saksi dari proses perjuangan dan patriotisme pemuda Indonesia.
  • Indonesia resmi memiliki Pos Indonesia dari tangan Jepang pada 27 September 1945.
  • Pos Indonesia mulai merambah sektor digital dengan layanan integrasi berbasis website dan aplikasi
  • Prangko pertama di Indonesia dicetak oleh pemerintah Hindia Belanda pada 1864.
  • Kantor Pos masih menawarkan pelayanan prangko sebagai wujud apresiasi bagi komunitas filateli.

Laman:
PT Pos Indonesia

Perampingan jumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pada masa kepemimpinan Menteri BUMN Erick Thohir terus dilakukan. Dari yang semula mencapai jumlah 142 perusahaan pada tahun 2020, kini tengah menuju jumlah 42 perusahaan per Juni 2022. Penyusutan jumlah BUMN tersebut menjadi inisiasi Kementerian BUMN dalam melakukan reformasi bisnis nasional. Dari jumlah tersebut, perusahaan BUMN Pos Indonesia menjadi yang tertua.

PT Pos Indonesia sendiri merupakan BUMN Republik Indonesia yang bergerak di bidang jasa pengiriman. Bentuknya saat ini adalah Perseroan Terbatas (PT) yang diatur melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1995 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (Perum) Pos Dan Giro Menjadi Perusahaan Perseroan (Persero).

Perusahaan negara ini didirikan pada tahun 1746. Selama periode yang telah mencapai dua setengah abad lebih, saham PT Pos Indonesia dimiliki oleh Pemerintah Indonesia secara penuh. Dalam perkembangannya, PT Pos Indonesia juga mulai memperluas cakupan jasa pelayanannya dengan hadir pada bidang keuangan, ritel, hingga properti. Agen-agennya sendiri telah tersebar di seluruh Indonesia.

KOMPAS/AZKARMIN ZAINI

Suasana dan kesibukan para pegawai Kantor Pos Besar Pasar Baru Jakarta Pusat (4/7/1974). Banyak surat terpaksa kembali, karena penerima sudah pindah atau alamat berubah.

Sejarah Pos Indonesia

Mengacu pada catatan historis dari laman resmi PT Pos Indonesia, sejarah keberadaan perusahaan negara ini telah begitu panjang. Statusnya sebagai salah satu BUMN tertua di Indonesia dimulai dengan pendirian kantor pos pertama di Indonesia oleh Gubernur Jenderal G.W Baron van Imhoff. Pada tanggal 26 Agustus 1746, kantor pos pertama tersebut didirikan di Kota Batavia, atau yang kini dikenal sebagai Jakarta.

Pada masa tersebut, Van Imhoff mendirikan kantor pos dengan tujuan menjaga dan menjamin keamanan surat-surat penduduk, terutama bagi para penduduk yang berdagang di kantor-kantor di luar Pulau Jawa. Selain itu, pelayanan keamanan surat juga ditujukan bagi penduduk yang datang dari dan pergi ke Belanda.

Setelah pendirian kantor pos di Kota Batavia, berikutnya adalah pendirian di Kota Semarang pada tahun 1750. Kehadiran kantor pos Kota Semarang diharapkan dapat menciptakan pengadaan hubungan pos yang aman, cepat, dan teratur dengan Batavia. Pada masa tersebut, rute yang mengubungkan Semarang dan Batavia adalah melalui daerah Karawang, Cirebon dan Pekalongan. Mulai tahun 1875, dinas pos tersebut disatukan secara lembaga dengan dinas telegraf sehingga memiliki status jawatan dengan nama Posten Telegrafdienst.

Kehadiran pemerintah kolonial Belanda membuat dinas Pos Indonesia melakukan pengiriman surat dan barang secara internasional. Oleh karenanya, pada tahun 1877 Pos Indonesia telah terdaftar sebagai anggota Universal Postal Union (UPU). Saat ini, UPU merupakan badan khusus sebagian yang berada di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dengan fokus sektor utamanya adalah pos untuk kerja sama internasional.

Pada awalnya, kehadiran perusahaan pos memiliki status Jawatan PTT (Pos, Telegraf, dan Telepon). Dengan dipimpin seorang Kepala Jawatan, Pos Indonesia tidak berorientasi pada tujuan komersial dan dihadirkan hanya dalam arah sebagai pengadaan pelayanan publik pada masa tersebut. Dalam periode status Jawatan PTT ini, penjajahan Jepang memasuki Indonesia. Jawatan PTT pun dikuasi oleh militer Jepang.

Pasca-kemerdekaan Indonesia, angkatan muda Indonesia berusaha keras untuk mengambilalih Jawatan PTT tersebut. Dilansir dari artikel Kominfo.og.id, perencanaan pengambilalihan Jawatan PTT telah dimulai sejak 3 September 1945 atau hampir satu bulan setelah Indonesia merdeka. Dengan digerakkan oleh Soetoko, para pemuda Indonesia yang tergabung dalam Angkatan Muda Pos, Telegraf, dan Telepon (AMPTT), mengadakan pertemuan pada tanggal tersebut. Hadir dalam pertemuan tersebut adalah kelompok muda AMPTT seperti Soetoko, Slamet Soemari, Joesoef, Agoes Salman, Nawawi Alif dan beberapa pemuda lainnya. Melalui pertemuan tersebut, mereka menetapkan tujuan pemindahan kekuasaan Jawatan PTT dan kantor pusatnya ke tangan Republik Indonesia dengan waktu paling lambat akhir September 1945.

Hingga 24 September, usaha tersebut terus gagal. Para pemuda berusaha mendekati pihak Jepang agar menyerahkan kekuasaan di Kantor PTT. Namun, pihak Jepang menolak dengan alasan instruksi Komandan Pasukan Jepang bahwa penyerahan Kantor Pusat PTT harus dilakukan oleh sekutu. Alhasil, pada 27 September 1945, para pemuda dengan dibantu masyarakat lokal dan berbagai organisasi perjuangan mengepung dan memaksa pihak Jepang untuk menyerahkan Kantor PTT. Jepang pun menyerah sukarela pada kira-kira pukul 11.00. Oleh karena itulah, sejak 27 September 1945 Republik Indonesia mulai memiliki perusahaan pos sendiri dengan dikepalai pertama kali oleh Mas Soeharto. Pengambilalihan Jawatan PTT di tanggal tersebut kemudian diperingati sebagai hari bakti POSTEL

Seiring berjalannya waktu, status Pos Indonesia mengalami perubahan. Perkembangan bisnis kemudian merubah statusnya menjadi Perusahaan Negara Pos dan Telekomunikasi (PN Postel). Seiring dengan perubahan zaman, dimana sektor telekomunikasi dan pos mengalami perkembangan pesat, maka pada 1965 Pos Indonesia kembali berubah statusnya menjadi Perusahaan Negara Pos dan Giro (PN Pos dan Giro).

Pada tahun 1978, status Pos Indonesia mengalami perubahan lagi menjadi Perusahaan Umum Pos dan Giro (Perum Pos dan Gito). Sejak diputuskannya status tersebut, Pos Indonesia ditegaskan sebagai badan usaha tunggal dengan tujuan utama menyelenggarakan dinas pos dan giropos, baik dalam cakupan dalam negeri maupun luar negeri. Selama 17 tahun dengan status Perusahaan Umum, Pos Indonesia akhirnya berganti lagi statusnya menjadi Perseroan Terbatas melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1995. Perubahan tersebut diresmikan pada tanggal 20 Juni 1995.

KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO

Suasana kegiatan bongkar-muat di gudang distribusi dan penerimaan barang kantor pos Lapangan Banteng, Jakarta, Rabu (10/8/2011). Setiap surat dan paket yang masuk dari kantor pos di daerah atau luar Jawa akan masuk terlebih dahulu ke Kantor Pos Lapangan Banteng, sebelum kemudian didistribusikan lagi ke daerah yang dituju.

Tujuan, Visi, Misi, dan Nilai Perusahaan Pos Indonesia

Tujuan

Membangun bangsa yang lebih berdaya saing dan sejahtera

Visi

Menjadi Postal Operator, Penyedia Jasa Kurir, Logistik dan Keuangan Paling Kompetitif.

Misi

Bertindak Efektif Untuk Mencapai Performance Terbaik Persyaratan Utama (Key Words)

Persyaratan Utama (Key Words)

Dalam rangka mewujudkan Visi dan Misi, Pos Indonesia mengonsepkan lima Persyaratan Utama yang perlu dilakukan, antara lain:

  1. Memberikan produk yang relevan sesuai dengan kebutuhan pasar;
  2. Memberikan jasa layanan yang prima;
  3. Menjalankan proses bisnis secara efisien;
  4. Membangun solusi teknologi informasi yang prima dan human capital yang andal;
  5. Memperkuat sistem pengendalian internal, governance, dan manajemen risiko untuk mencapai tingkat kematangan yang memadai untuk mengamankan pencapaian tujuan Perusahaan.
  6. Tata Nilai

Pos Indonesia merumuskan Nilai-Nilai Utama Budaya Perusahaan-nya dalam akronim AKHLAK. Nilai-nilai Utama Budaya Perusahaan AKHLAK mengandung pesan dan semangat (slogan): “Kami bekerja secara Amanah dan Kompeten, dengan membangun hubungan yang Harmonis dan sikap Loyal, menjalankan bisnis secara Adaptif, serta mengembangkan kerja sama Kolaboratif.”

Organisasi

Dewan Direksi

  1. Direktur Utama                        : Faizal Rochmad Djoemadi
  2. Direktur SDM&Umum             : Tonggo Marbun
  3. Direktur Keuangan                  : Endy Pattia Rahmadi Abdurrahman
  4. Direktur Kelembagaan            : Nezar Patria
  5. Direktur Operasi&TI                : Hariadi
  6. Direktur Bisnis Jaringan & Layanan Keuangan: Charles Sitorus
  7. Direktur Bisnis Kurir & Logistik: Siti Choiriana

Dewan Komisaris

Komisaris Utama      : Rhenald Kasali

Anggota Komisaris   : Addin Jauharudin, Chalimah Pujihastuti, Guntur Iman Nefianto, Maninga Dayan Situmorang, Condro Kirono, Ikhsan Baidirus

KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Pekerja memanfaatkan layanan e-mobile pos PT Pos Indonesia di perkantoran kawasan Setiabudi, Jakarta Selatan, Selasa (7/3/2017). Selain paket pos, layanan tersebut memudahkan warga yang akan melakukan sejumlah pembayaran online termasuk tagihan PLN, PAM, telepon dan lain sebagainya.

Aktualisasi Pelayanan yang Terdigitalisasi

Dengan berjalannya waktu dan perubahan zaman, Pos Indonesia menyesuaikan diri untuk menjaga relevansi jasa perusahaan dengan kebutuhan dan konteks aktual. Perubahan tersebut secara spesifik terjadi dalam bidang perkembangan informasi, komunikasi, dan teknologi. Pos Indonesia pun menunjukkan proses penyesuaian tersebut dengan mengembangkan bentuk-bentuk pelayanan baru di bidang pengiriman dan perposan di seluruh Indonesia, yang jelas berbeda dengan wujud pelayanannya pada periode-periode terdahulu.

Secara spesifik, hingga saat ini Pos Indonesia telah membangun lebih dari 3.800 kantor pos berbasis daring dan dilengkapi fitur electronic mobile post di sejumlah kota besar Indonesia. Kehadiran berbasis digital tersebut terhubung dalam mata rantai yang solid dan terintegrasi.

Digitalisasi pelayanan Pos Indonesia menjadi begitu mungkin dengan telah merata dan terjangkaunya ketersediaan jasa perusahaan di seluruh wilayah Indonesia. Tercatat, insfrastruktur jejaring yang dimiliki perusahaan BUMN ini telah mencapai 24 ribu titik layanan. Jumlah tersebut terdapat di seluruh wilayah administratif Indonesia, dengan rasionya secara spesifik adalah: mencakup 100% wilayah kota/kabupaten, hampir 100% kecamatan, 42% kelurahan/desa, dan 940 lokasi transmigrasi terpencil di pelosok negeri. Hal ini dibuktikkan dengan hadirnya Sistem Kode Pos untuk mempermudah proses pengiriman—di mana tiap daerah di Indonesia telah berhasil teridentifikasi dengan memiliki Kode Pos-nya tersendiri.

Mulai bulan Maret 2022 lalu, Pos Indonesia juga telah mulai mengintegrasikan seluruh layanan kurir dan logistiknya melalui pengembangan ekosistem digital. Harapan utamanya adalah untuk mempermudah masyarakat dalam memperoleh layanan Pos Indonesia secara efisien dan terjangkau. Direktur Bisnis Kurir dan Logistik Pos Indonesia Siti Choiriana atau Ana menjelaskan bahwa ekosistem logistik digital tersebut dibangun dengan menggabungkan layanan yang skalanya berbeda-beda, mulai dari kurir ritel, logistik, hingga kargo.

“Kami akan berinovasi, mengintegrasikan semua platform sebagaimana ekspektasi customer. Nanti layanan jadi satu, tidak lagi terpisah antara ritel, corporation, logistik, dan kargo. Ini supaya masyarakat mudah dalam memakai jasa Pos Indonesia, ” jelas Ana. Dengan inovasi tersebut semua layanan Pos Indonesia akan berada dalam satu platform yang terintegrasi. Untuk mencapai tujuan tersebut, Pos Indonesia pun akan melakukan kolaborasi dengan dua perusahaan lain dalam sektor ekspedisi di Indonesia. Kolaborasi ini, seperti disampaikan Ana, menjadi wujud konkret Pos Indonesia dalam akan layanan yang lebih luas dan inklusif.

Selain itu, aktualitas Pos Indonesia melalui digitalisasi juga hadir dalam variasi sarana kontak dan jangkauan layanan. Kini, Pos Indonesia tak hanya dapat dijangkau melalui kehadiran wujud kantor-kantor pos dalam artian bangunan. Kini pelayanannya dapat dijangkau pula melalui website posindonesia.co.id dengan fitur live chat dan nomor Halopos 1500161. Selain itu, dalam ruang media sosial Pos Indonesia juga hadir di Telegram dengan id @posindonesia_officialbot, Line @posindonesia, dan Instagram @posindonesia.ig.

KOMPAS/PRIYOMBODO

Seri terbaru prangko Naga Air yang sesuai dengan shio tahun 2012 yaitu tahun naga diperlihatkan saat peluncurannya oleh PT. Pos Indonesia di Grand Indonesia, Jakarta, Selasa (17/1/2012). Peluncuran prangko Naga Air itu untuk merayakan tahun baru China.

Pos Indonesia dan Perangko

Sebagai bagian integral dari urusan perposan dan pengiriman, prangko juga menjadi tanggung jawab Pos Indonesia. Sebagaimana mengacu pada definisi KBBI, prangko merupakan “tanda pembayaran biaya pos (biasanya berupa kertas persegi bergambar)”. Kehadiran surat yang telah ditempeli prangko menjadi tanda bahwa biaya pengiriman surat yang dikirim telah ditangggung oleh pihak pengirim di muka. Dengan begitu, penerima surat tidak lagi perlu membayar biaya kirim.

Marlon NR Ririmase dalam artikel “Prangko di Indonesia: Kronologi Dalam Tinjauan Sejarah Pos-Kolonial” menuliskan sejarah prangko dan hubungannya dengan Pos Indonesia. Prangko sendiri pertama kali masuk dan digunakan di Indonesia pada tahun 1789 semasa penguasaan VOC. Penggunaannya sendiri masih begitu terbatas dengan hanya ditujukan bagi para orang Belanda sendiri dalam berkirim surat. Bentuknya sendiri adalah prangko cap dengan bentuk lingkaran dan tulisan VOC di bagian tengah.

Sementara itu, prangko pertama yang diterbitkan di Indonesia adalah pada tanggal 1 April 1864. Saat itu Indonesia masih berada di bahwa pendudukan pemerintah kolonial Hindia Belanda. Penerbitan berangkat dari keputusan pemerintah kolonial akan perlunya penggunaan prangko yang dituangkan dalam staatsblad 1862 No.103-a Tanggal 22 Juni. Kehadiran prangko diharapkan dapat menjadi alat bantu sistem perposan antara Negeri Belanda dan Indonesia yang cukup intens.

Ririmase mencatat bahwa ciri-ciri prangko pertama yang diterbitkan di Indonesia ini, antara lain:

  1. Memiliki warna dasar merah anggur.
  2. Memiliki nilai nominal 10 sen yang dituliskan pada sisi atas prangko.
  3. Memuat gambar raja Willem III dengan posisi menghadap ke depan.
  4. Memuat teks “post zegel” yang tertulis dalam ilustrasi gulungan kertas pada sisi bawah prangko, dan teks “Nederl Indie”, yang tercetak vertikal di sisi kiri dan kanan prangko.
  5. Tidak ada perforasi – wujud lubang-lubang kecil yang biasa terdapat di prangko, kertas, atau karton
  6. Jumlah cetakannya hanya dua juta prangko.

Sejak penerbitan pertama tersebut hingga tahun 1930, prangko-prangko di Indonesia selalu bertemakan Belanda, terutama gambar raja atau ratu di Negeri Belanda. Hal ini mulai berubah semenjak tahun 1930 dengan penerbitan seri prangko Jeugdzorg atau edisi prangko “untuk remaja”. Dalam penerbitan prangko ini, desain mengangkat tema yang berorientasi pada Indonesia, seperti Pura Besakih dan Candi Borobudur. Pada tahun berikutnya, 1931, diterbitkan seri prangko “palang putih” dengan mengangkat tema-tema lokal masyarakat Indonesia seperti gambar petani dan kerbau, nelayan dan perahu, tarian tradisional Jawa, dan musik tradisional. Dituliskan Ririmase, setelah kedua seri prangko di atas diterbitkan, tema-tema ke-Nusantara-an mulai digunakan secara teratur dalam desain prangko oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda.

Pasca kemerdekaan Indonesia, Presiden Soekarno memerintahkan Pos Indonesia untuk mendesain dan mencetak prangko versi Pemerintah Indonesia sendiri. Tujuannya adalah agar pengiriman surat tak lagi menggunakan prangko dengan cetakan Belanda. Prangko pertama Pemerintah Indonesia itu pun diterbitkan bertepatan dengan peringatan setengah tahun kemerdekaan, sekaligus menjadi penanda kemerdekaan dari penjajahan.

Secara desain, prangko ini bergambar banteng dan dengan ilustrasi bendera Merah Putih. Di bagian atasnya tercetak tulisan “Indonesia Merdeka” dan di bagian bawah tercetak “17 Agustus 1945”. Sementara di sisi kiri tercetak tulisan “Repoeblik” dan di sisi kanannya terdapat tulisan “Indonesia”. Prangko ini memiliki nilai 20 sen pada masa itu. Semenjak penerbitan ini, prangko mulai menjadi salah satu sarana pemerintah Indonesia dalam menandakan suatu catatan perjuangan atau sejarah nasional.

Seiring kemudahan dan keterjangkauan komunikasi yang kian instan, Pos Indonesia meyadari bahwa fungsionalitas prangko mulai tergantikan. Meski begitu, Pos Indonesia tetap menawarkan jasa percetakan dan desain prangko dalam wujud “Layanan Filateli” yang dapat diakses baik di sejumlah Kantor Pos tertentu. Layanan ini menjadi wujud Pos Indonesia dalam mengakomodir fungsi prangko sebagai objek koleksi oleh komunitas filateli. Bentuk pelayanannya adalah dalam rupa penjualan prangko, penjualan berbagai macam produk filateli (terkait koleksi prangko), hingga layanan khusus yang sesuai permintaan dan kebutuhan masyarakat Indonesia baik yang berada di dalam maupun luar negeri.

Pelayanan ini ditawarkan oleh Pos Indonesia melalui Divisi Konsinyasi Filateli. Divisi ini bertanggung jawab dalam wujud pengembangan bisnis perusahaan melalui berbagai kegiatan usaha di sektor benda-benda filateli, seperti: proses produksi prangko, pengelolaan persediaan, dan distribusi objek filateli lainnya. Bahkan, Kantor Pos menerima pemesanan desain prangko secara individual. Untuk pemesanan dan pembelian prangko, Pos Indonesia menerapkan kebijakan untuk terlebih dahulu memesan melalui website filateli.co.id atau mengunduh aplikasi Filateli Mobile. (LITBANG KOMPAS)

KOMPAS/LUCKY PRANSISKA

Abdul Basyir, penjual kartu pos, mengemas kartu ucapan Natal dan Tahun Baru yang dijajakan di Kantor Pos Ibu Kota, Jakarta, Selasa (16/12/2008). Ia mencoba peruntungandengan menjajakan kartu pos meski harus menghadapi pesatnya teknologi informasi, terutama pesan layanan singkat (SMS) dan surat elektronik (e-mail).

Referensi

Jurnal

Ririmasse, M. N. 2006. “Prangko di Indonesia: Kronologi dalam Tinjauan Sejarah Pos Kolonial”. Jurnal Kapata Arkeologi Vol. 2 No. 3, 64-79.

Internet

Kominfo. (2016, September 22). Ini Cerita Dibalik Hari Bhakti Postel. Diambil kembali dari kominfo.go.id: https://kominfo.go.id/content/detail/8062/sejarah-hari-bhakti-postel/0/berita_satker#:~:text=Tanggal%2027%20September%20yang%20setiap,dan%20Telepon%20yang%20disingkat%20AMPTT

Pos Indonesia. (2021). Laporan Tahunan PT Pos Indonesia (Persero) 2021: Retaking Market Share. Pos Indonesia.

Ihsanuddin. (2021, Maret 29). Mengenal Prangko Pertama di Indonesia, Harganya Capai Rp 1,6 Miliar.
Diambil kembali dari Megapolitan.kompas.com: https://megapolitan.kompas.com/read/2021/03/29/08260891/mengenal-prangko-pertama-di-indonesia-harganya-capai-rp-16-miliar?page=all#:~:text=JAKARTA%2C%20KOMPAS.com%20%2D%20Prangko,bawah%20jajahan%20pemerintah%20Hindia%20Belanda.

Ramli, R. R. (2022, Maret 22). Kian Susut, Berapa Jumlah BUMN Saat Ini? Diambil kembali dari money.kompas.com: https://money.kompas.com/read/2022/03/22/162000326/kian-susut-berapa-jumlah-bumn-saat-ini-?page=all#:~:text=Sebelumnya%2C%20Menteri%20BUMN%20Erick%20Thohir,41%20bumn%20sudah%20berjalan%20baik.