Daerah

Kota Makassar: Pusat Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Timur

Makassar sebagai kota pesisir yang sudah ada sejak abad ke-15, awalnya dibangun berupa sebuah bandar di muara Sungai Tallo, yang disebut Bandar Tallo. Dalam perkembangannya, Kota Makassar tidak hanya menjadi pusat pertumbuhan Indonesia, tapi juga mempunyai sarana dan prasarana transportasi lengkap, serta mudah diakses. Makassar juga dikenal dengan sebutan Kota Anging Mamiri dan Kota Daeng.

KOMPAS/RENY SRI AYU

Pengunjung melintas di pelataran Anjungan Pantai Losari, Makassar, Rabu (30/9/2020) ditengah matahari yang sedang tenggelam. Ikon Makassar ini menjadi alternatif tempat bersantai bagi warga ditengah Pandemi Covid-19

Fakta Singkat

Hari Jadi
6 November 1607

Dasar Hukum
Undang-Undang No. 29/1959

Luas Wilayah
175,77 km2

Jumlah Penduduk
1.423.877 jiwa (2020)

Kepala Daerah
Wali Kota H. Moh. Ramdhan Pomanto
Wakil Wali Kota Fatmawati Rusdi

Instansi terkait
Pemerintahan Kota Makassar

Kota Makassar merupakan kota internasional, kota terbesar keempat di Indonesia dan terbesar di Kawasan Timur Indonesia  (KTI). Sebagai pusat pelayanan di KTI, Kota Makassar berperan sebagai pusat perdagangan dan jasa, pusat kegiatan industri, pusat kegiatan pemerintahan, simpul jasa angkutan barang dan penumpang baik darat, laut maupun udara dan pusat pelayanan pendidikan dan kesehatan.

Kota Makassar pada tanggal 1 September 1971 berubah namanya menjadi Kota Ujung Pandang setelah diadakan perluasan kota dari 21 km2. Namun pada tanggal 13 Oktober 1999 berubah kembali namanya menjadi Kota Makassar.

Setelah mengalami perubahan nama dua kali, kemudian Kota ini dinamakan kembali menjadi Makassar pada 13 Oktober sesuai PP 86/1999 tentang Perubahan Nama Kota Ujung Pandang menjadi Kota Makassar dalam Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan sebagai wujud keinginan masyarakat yang mendapat dukungan DPRD bersama Pemerintah Kota.

Pada tanggal 9 Nopember 1607, tepatnya hari Jumat, diadakan shalat Jumat pertama di Mesjid Tallo dan dinyatakan secara resmi bahwa penduduk Kerajaan Gowa-Tallo telah memeluk Agama Islam, pada waktu bersamaan pula, diadakan shalat Jumat di Mesjid Mangallekana di Somba Opu. Tanggal inilah yang selanjutnya diperingati sebagai Hari Jadi Kota Makassar sejak Tahun 2000, yang sebelumnya hari jadi kota Makassar diperingati pada tanggal 1 April setiap tahunnya.

Kota ini memiliki luas areal 175,79 km2  dengan penduduk 1.112.688. Secara administrasi, kota ini terdiri dari 15 kecamatan, 153 kelurahan dan 996 RW, serta 4.978 RT. Saat ini, kota ini dipimpin oleh Wali Kota H. Moh. Ramdhan Pomato dan Wakil Wali Kota Fatmawati Rusdi.

Makassar yang didirikan oleh dua kerajaan maritim, Gowa-Tallo ini kini sudah menjadi kota besar. Tidak itu saja, kota ini disebut-sebut sebagai kota metropolitan sekaligus mengemban berbagai fungsi sebagai pusat pelayanan, perdagangan, pendidikan dan maritim di Kawasan Timur Indonesia (KTI).

Berdasarkan sistem perkotaan nasional, Kota Makassar telah ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN). Dalam RPJMN 2015–2019, Kota Makassar merupakan bagian dari Kawasan Perkotaan Metropolitan Mamminasata dan diarahkan sebagai Pekan Kegiatan Nasional (PKN) berskala global yang mendorong pertumbuhan kota-kota di sekitarnya sebagai sentra produksi wilayah pulau serta sebagai pusat orientasi pelayanan berskala internasional dan penggerak utama bagi Kawasan Timur Indonesia (KTI). Kota Makassar juga termasuk ke dalam Kawasan Strategis Nasional Perkotaan Mamminasata.

Sejarah pembentukan

Sebelum ditetapkan sebagai ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan dan berkembang menjadi kota terbesar di Indonesia Timur, wilayah yang saat ini dinamakan Makassar mempunyai riwayat yang sangat panjang.

Dalam buku Asal-Usul Kota-Kota di Indonesia Tempo Doeloe yang ditulis Zaenuddin HM, disebutkan, dulu kota ini dikenal dengan sebutan Ujung Pandang dan sejak 1999 secara resmi berganti nama menjadi Makassar. Kadang penyebutannya dieja Macassar dan Mangkasar.

Nama Makassar sudah disebutkan dalam pupuh 14/3 kitab Nagarakertagama karya Mpu Prapanca pada abad ke-14, sebagai salah satu daerah taklukan Majapahit. Namun demikian, Raja Gowa ke-9 Tumaparisi Kallona (1510–1546) diperkirakan adalah tokoh pertama yang benar-benar mengembangkan Kota Makassar. Ia memindahkan pusat kerajaan dari pedalaman ke tepi pantai, mendirikan benteng di muara Sungai Jeneberang, serta mengangkat seorang syahbandar untuk mengatur perdagangan.

Pada masa Pemerintahan Raja Gowa XVI jugalah didirikan Benteng Rotterdam. Pada masa itu terjadi peningkatan aktivitas pada sektor perdagangan lokal, regional hingga internasional, sektor politik dan juga sektor pembangunan fisik oleh kerajaan.

Dari laporan saudagar Portugal maupun catatan-catatan lontara setempat, terungkap peranan penting saudagar Melayu dalam perdagangan, berupa pertukaran hasil-hasil pertanian dengan barang-barang impor.

Pada abad ke-16, Makassar menjadi pusat perdagangan yang dominan di Indonesia Timur, sekaligus menjadi salah satu kota terbesar di Asia Tenggara. Raja-Raja Makassar menerapkan kebijakan perdagangan bebas yang ketat, di mana seluruh pengunjung ke Makassar berhak melakukan perniagaan di sana dan menolah upaya VOC (Belanda) untuk memperoleh hak monopoli di kota tersebut.

Selain itu, sikap yang toleran terhadap agama berarti bahwa meskipun Islam semakin menjadi agama yang utama di wilayah tersebut, pemeluk agama Kristen dan kepercayaan lainnya masih tetap dapat berdagang di Makassar. Hal ini menyebabkan Makassar menjadi pusat yang penting bagi orang-orang Melayu yang bekerja dalam perdagangan di Kepulauan Maluku dan juga menjadi markas yang penting bagi pedagang-pedagang dari Eropa dan Arab.

Semua keistimewaan ini tidak terlepas dari kebijaksanaan Raja Gowa-Talllo yang memerintah saat itu, yaitu Sultan Alauddin, Raja Gowa, dan Sultan Awalul Islam, Raja Tallo.

Kontrol penguasa Makassar semakin menurun seiring semakin kuatnya pengaruh Belanda di wilayah tersebut dan menguatnya politik monopoli perdagangan rempah-rempah yang diterapkan Belanda melalui VOC. Pada 1669, Belanda bersama dengan La Tenri Tatta Arung Palakka dan beberapa kerajaan sekutu Belanda melakukan penyerangan terhadap kerajaan Islam Gowa-Tallo yang mereka anggap sebagai “baru penghalang” terbesar untuk menguasai rempah-rempah di Indonesia Timur. Setelah berperang habis-habisan mempertahankan kerajaan melawan beberapa koalisi kerajaan yang dipimpin oleh Belanda, akhirnya Gowa-Tallo (Makassar) terdesak dan dengan terpaksa menandatangani perjanjiaan Bongaya.

KOMPAS/MUHAMMAD IKHSAN MAHAR

Seorang peziarah tengah berdoa di hadapan pusara Raja Gowa ke-16 Sultan Hasanuddin, awal Februari lalu, di kompleks pemakaman Kerajaan Gowa yang berada di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Selain sebagai lokasi wisata sejarah, makam Sultan Hasanuddin juga menjadi tempat tujuan wisata religi di Sulawesi Selatan. Hal itu seiring kemasyhuran Sultan Hasanuddin yang memimpin salah satu kerajaan Islam terbesar di Nusantara.

Konon nama Makassar berasal dari sebuah peristiwa yang dianggap sangat sakral. Suatu pagi pada tahun 1605 di tepi pantai Tallo, Baginda Raja Tallo VI kedatangan seorang lelaki berjubah putih dan besurban hijau.

Hal tersebut diceritakan pada buku Asal-usul Kota-Kota di Indonesia Tempo Doeloe. Pria itu diceritakan punya wajah yang teduh dan memancarkan cahaya. Pria itu berjabat tangan dengan Baginda Raja. Di telapak tangannya tertulis kalimat Syahadat. Hal tersebut dipercaya sebagai jejak sejarah asal usul nama Makassar, yang diambil dari Akkasaraki Nabiyya. Artinya adalah nabi menampakkan diri.

Setelah mengalami perubahan nama dua kali, kemudian kota ini dinamakan kembali menjadi Makassar pada 13 Oktober sesuai PP 86/1999 tentang Perubahan Nama Kota Ujung Pandang Menjadi Kota Makassar dalam Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan, sebagai wujud keinginan masyarakat yang mendapat dukungan DPRD bersama Pemerintah Kota.

KOMPAS/AGUS SUSANTO

Wisatawan berkeliling kawasan Benteng Rotterdam, Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (14/1/2018).

Geografis

Kota Makassar secara geografis terletak di pesisir pantai barat Sulawesi Selatan pada koordinat 119°18’27,97″ 119°32’31,03″ Bujur Timur dan 5°00’30,18″ – 5°14’6,49″ Lintang Selatan dengan luas wilayah 175.77 km2.

Posisi Kota Makassar berbatasan dengan dua kabupaten, yaitu Kabupaten Maros di sebelah utara dan timur, Kabupaten Gowa di sebelah selatan, serta Selat Makassar di sebelah barat.

Kota Makassar terletak di ujung selatan Pulau Sulawesi dengan cakupan wilayah pesisir dan bahkan mempunyai sembilan pulau yang dibagi menjadi tiga kelurahan.

Topografi Kota Makassar merupakan dataran rendah dengan ketinggian yang bervariasi antara 1–25 meter di atas permukaan laut. Ketinggian Kota Makassar bervariasi antara 0–25 meter dari permukaan laut, dengan suhu udara antara 20°C sampai dengan 32°C. Kota Makssar diapit dua buah sungai, yaitu Sungai Tallo yang bermuara di sebelah utara kota dan Sungai Jeneberang bermuara pada bagian selatan kota.

Suhu udara di Kota Makassar tahun 2018 maksimun 30,3oC, minimum 27,00C, dan rata-rata 26,40C. Kelembaban udara rata-rata 67 persen, kecepatan angin rata-rata 4,0 knots, dan penyinaran matahari rata-rata 66 persen.

KOMPAS/MOHAMAD FINAL DAENG

Sebuah kapal pelayaran rakyat bertolak dari Dermaga Pulau Barrang Lompo, Kecamatan Kepulauan Sangkarrang, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (8/4/2018). Pelayaran rakyat menjadi andalan transportasi warga Barrang Lompo untuk menghubungkan dengan daratan kota Makassar.

Pemerintahan

Dikutip dari Sejarah Pemerintahan Kota Makassar di laman resmi pemerintah Kota Makassar, disebutkan Penjabat Wali Kota Kota Makassar dari sejak Pemerintahan Belanda sampai sekarang.

Pada masa Pemerintahan Kolonial Belanda, Makassar pernah dipimpin J.E. Dambrink (1918–1927), J.H. De Groot (1927–1931), G.H.J. Beikenkamp (1931–1932), F.C.Van Lier (1932–1933), Ch.H. Ter Laag (1933–1934), J. Leewis (1934–1936), H.F. Brune (1936–1942).

Kemudian pada masa Pemerintahan Jepang, Makassar pernah dipimpin oleh Yamasaki (1942–1945). Pada masa Pemerintahan NICA pernah dipimpin oleh H.F. Brune (1945) dan D.M. Van Zwieten (1945–1946). Sedangkan pada masa Pemerintahan Republik Indonesia Serikat (RIS), Kota Makassar pernah dipimpin oleh J.M Qaimuddin (1950–1951), dan J. Mewengkang (1951).

Selanjutnya pada masa Pemerintahan Republik Indonesia, Kota Makassar dipimpin oleh Sampara Dg. Lili (1951–1952), Achmad Dara Syachruddin (1952–1957), M. Junus Dg. Mile (1957–1959), Latif Dg. Massikki (1959–1962), H. Arupala (1962–1965), Kol. H.M.Dg. Patompo (1962–1976), Kol. Abustam (1976–1982), Kol. Jancy Raib (1982–1988), Kol. Suwahyo (1988–1993), H.A. Malik B. Masry (1994–1999), H.B. Amiruddin Maula (1999–2004), H. Ilham Arief Sirajuddin (2004–2008), H. Andi Herry Iskandar (2008–2009), H. Ilham Arief Sirajuddin (2009–2014), H. Moh. Ramdhan Pomanto (2014 – sampai sekarang)

Secara administrasi, kota ini terdiri dari 15 kecamatan, 153 kelurahan dan 996 RW, serta 4.978 RT. Kelima belas kecamatan tersebut adalah Kecamatan Mariso, Kecamatan Mamajang, Kecamatan Tamalate, Kecamatan Rappocini, Kecamatan Makassar, Kecamatan Ujung Pandang, Kecamatan Wajo, Kecamatan Bontoala, Kecamatan Ujung Tanah, Kecamatan Kep. Sangkarrang, Kecamatan Tallo, Kecamatan Panakukkang, Kecamatan Manggala, Kecamatan Biringkanaya, dan Kecamatan Tamalanrea.

Untuk mendukung jalannya roda pemerintahan, Pemerintah Kota Makassar pada tahun 2020 didukung oleh Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebanyak 10.606 orang. Dari jumlah tersebut, golongan I sebanyak 169 orang, golongan II sebanyak 976 orang, golongan III sebanyak 5.802 orang, dan golongan IV sebanyak 3.659 orang.

Sementara tingkat pendidikan PNS Pemerintah Kota Makassar, yaitu Tamat SD sebanyak 87 orang, SMP/sederajat sebanyak 121 orang, SMA/sederajat sebanyak 1.079 orang, DI/DII sebanyak 181 orang, DIII/DIV sebayak 740 orang, dan S1, S2, S3 sebanyak 8.398 orang.

KOMPAS/SAIFUL RIJAL YUNUS

Pasangan nomor urut I Pilkada Makassar, Ramdhan Pomanto-Fatmawati Rusdi Masse, menyampaikan pidato kemenangan di depan pendukungnya, di Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (9/12/2020). Berdasarkan sejumlah hasil hitung cepat, pasangan yang diusung partai Nasdem dan Gerindra ini unggul di angka 40 persen, terpaut 6 persen dari pesaing terdekatnya.

Politik

Peta perpolitikan di Kota Makassar seperti tampak dari komposisi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) memperlihatkan dinamika politik dalam penyelenggaraan tiga pemilihan umum (pemilu) legislatif.

Pada periode 1999–2004, anggota DPRD seluruhnya berjumlah 45 orang. Tercatat 22 orang dari Partai Golkar, lima orang dari PDI-P, lima orang dari TNI/POLRI, PPP lima orang dan PAN tiga orang. Selebihnya masing-masing satu orang dari PBB, PP, PKP, PBI, PK dan PKB.

Pada Pemilu 2004, dari 45 kursi yang tersedia di DPRD Kota Makassar, Golkar menunjukkan dominasinya dengan merebut 16 kursi. Disusul kemudian Keadilan Sejahtera enam kursi, PPP, Persatuan Demografi Kebangsaan, dan PAN masing-masing meraih lima kursi serta Partai Demokrat dan PDI-P masing-masing meraih empat kursi di DPRD Kota Makassar.

Di Pemilu Legislatif 2009, tercatat Partai Golkar berhasil menempatkan 11 kadernya di DPRD Kota Makassar. Disusul oleh partai Demokrat dan partai Makassar Bersatu masing-masing sembilan orang, lalu PKS, Persatuan Demokrasi Kebangsaan, dan PAN masing-masing lima orang.

Selanjutnya di Pemilu Legislatif 2014, Golkar masih menunjukkan dominasinya di Kota Makassar. Partai berlambang pohon beringin ini berhasil menempatkan delapan kadernya di DPRD Kota Makassar. Disusul kemudian Partai Demokrat yang meraih tujuh kursi. Adapun Gerindra, Nasdem, Hanura, PPP, dan PKS masing-masing menempatkan lima kadernya. Sementara PDI-P dan PAN memperoleh empat kursi, serta PKPI dan PBB masing-masing meraih satu kursi.

Di Pemilu 2019, peta perpolitikan di Kota Makassar tidak didominasi oleh partai apapun di DPRD. Dari 50 kursi yang tersedia di DPRD Kota Makassar, Nasdem, Demokrat, PDI Perjuangan masing-masing memperoleh enam kursi. Kemudian Golkar, Gerindra, PAN, PPP, dan Hanura masing-masing mendapatkan lima kursi. Sementara itu, PKS menduduki dua kursi, Perindo dua kursi, serta Partai Berkarya dan PKB memperoleh masing-masing satu kursi.

KOMPAS/ARYO WISANGGENI GENTHONG

Pada masa kampanye, Kota Makassar diramaikan dengan poster para calon anggota legislatif yang dipajang berasal dari berbagai partai di Jalan AP Pettarani, Selasa (24/3/2009). Partai mendekati pemilih dengan mencalonkan tokoh lokal, dan banyaknya partai membuat semakin banyak tokoh muda dan aktivis mengikuti pertarungan memperebutkan kursi legislatif pada Pemilihan Umum 2009.

Kependudukan

Jumlah penduduk Kota Makassar tahun 2020 tercatat sebanyak 1.423.877 jiwa.  Dengan luas wilayah sebesar 175,77 km2, setiap km2 ditempati penduduk sebanyak 8.101 jiwa pada tahun 2020.

Ditilik dari komposisi penduduknya, Kota Makassar didominasi oleh penduduk usia muda. Hal ini tidak terlepas dari keberadaan Kota Makassar sebagai ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan yang menyediakan sarana pendidikan khususnya perguruan tinggi yang cukup banyak sehingga menjadi salah satu kota yang menjadi tujuan untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang perguruan tinggi.

Selain itu, Kota Makassar juga menjadi alternatif penduduk usia muda/dewasa sebagai tempat mencari pekerjaan. Jumlah penduduk yang berumur 15–29 tahun mencapai 389.591 jiwa atau sekitar 27,36 persen pada tahun 2020.

Kota Makassar sebagai ibu kota provinsi Sulawesi Selatan merupakan salah satu wilayah urban yang dipadati oleh penduduk dari berbagai daerah. Dengan  kata lain, penduduk kota Makassar termasuk heterogen.

Penduduk Makassar kebanyakan dari suku Makassar dan suku Bugis serta sisanya berasal dari suku Toraja, Mandar, Buton, Tionghoa, Jawa dan sebagainya. Adapun mayoritas penduduknya beragama Islam.

Kota Makassar memiliki adat-istiadat yang cukup beragam, salah satunya dalam bentuk bahasa yang digunakan sehari-hari, yaitu bahasa bugis Makassar. Bugis merupakan kelompok etnik dengan wilayah asal Sulawesi Selatan.

Bahasa bugis yang tersebar di Kabupaten Maros, Takalar, Jeneponto, Luwu, Bone, Majene, Pare-pare, Sidrap, Wajo dan sebagainya. Nama panggilan gelar bugis juga berbeda-beda seperti Daeng, Puang, Karaeng dan lainnya. Kota Makassar sendiri biasa menggunakan gelar tersebut dengan sebutan “Daeng”. Budaya bugis ini berasal dalam lontara.

Jika dilihat dari lapangan pekerjaan utama, sebagian besar penduduk Kota Makassar bekerja di bidang jasa, yaitu sebesar 78,75 persen. Kemudian sebanyak 18,24 persen bekerja di bidang manufaktur dan sisanya 3,01 persen bekerja di sektor pertanian.

KOMPAS/RENY SRI AYU

Ratusan peserta menari bersama bersama di Anjungan Pantai Losari Makassar. Tarian ini untuk menunjukkan keindonesiaan dan keberagaman.

Indeks Pembangunan Manusia
82,66 (2021)

Angka Harapan Hidup 
72,13 tahun (2021)

Harapan Lama Sekolah 
15,58 tahun (2021)

Rata-rata Lama Sekolah 
11,43 tahun (2021)

Pengeluaran per Kapita 
Rp 17,09 juta (2021)

Tingkat Pengangguran Terbuka
15,92 persen (2020)

Tingkat Kemiskinan
8,00 persen (2020)

Kesejahteraan

Pembangunan manusia di Kota Makassar dalam satu dekade terakhir terus meningkat. Indeks pembangunan manusia (IPM) Kota Makasar pada tahun 2010 tercatat sebesar 78 meningkat menjadi 82,66 pada tahun 2021. Dibandingkan dengan kabupaten/kota lain di Provinsi Sulawesi Selatan, IPM Kota Makassar terhitung yang tertinggi.

Ditilik dari komponen pembentuknya, angka harapan hidup tercatat mencapai 72,13 tahun, harapan lama sekolah 15,58 tahun, rata-rata lama sekolah 11,43 tahun, dan pengeluaran per kapita disesuaikan sebesar Rp17,09 juta.

Pada tahun 2020, jumlah angkatan kerja Kota Makassar tercatat sebanyak 696.158 orang. Sementara itu, tingkat pengangguran terbuka (TPT) Kota Makassar pada Agustus 2020 tercatat turun menjadi 15,92 persen, yang terdiri dari TPT penduduk laki-laki sebesar 16,80 persen dan TPT penduduk perempuan sebesar 14,35 persen. Adapun angka kemiskinan Kota Makassar pada tahun 2020 tercatat sebesar 8 persen.

KOMPAS/RENY SRI AYU

Siswa PAUD Pelita Peduli Anak Bangsa mengikuti pelajaran, Selasa (21/9/2021). Pembayaran uang sekolah siswa PAUD ini umumnya dari iuran bank sampah. Pengelolaan dan operasional PAUD juga dibantu bank sampah.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) 
Rp 1,07 triliun (2020)

Dana Perimbangan 
Rp 1,67 triliun (2020)

Pendapatan Lain-lain 
Rp 569,12 miliar  (2020)

Pertumbuhan Ekonomi
-1,27 persen (2020)

PDRB Harga Berlaku
Rp178,33 triliun (2020)

PDRB per kapita
Rp115,40 juta/tahun (2020)

Ekonomi

Ekonomi Kota Makassar ditopang oleh beberapa kegiatan usaha. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2020 Kota Makassar sebagian besar ditopang perdagangan besar dan kecil (19,02 persen), konstruksi (18,67 persen), dan sektor industri pengolahan sebesar (17,9 persen).

Dominasi sektor perdagangan dan sektor industri kota Anging Mamiri didukung oleh letak geografisnya. Makassar beruntung karena posisinya sebagai pintu masuk ke Provinsi Sulawesi Selatan dan kawasan timur. Belum lagi status administratifnya sebagai ibu kota provinsi. Keuntungan geografis ini memberi manfaat. Kota Makassar memiliki sarana dan prasarana transportasi seperti jalan raya yang mulus dan pelabuhan laut kelas satu. Fasilitas ini secara langsung memicu pertumbuhan sektor-sektor terkait.

Pelabuhan laut menjadi jantung perekonomian kota. Dari pelabuhan ini semua komoditas hasil produksi Makassar didistribusikan baik untuk pasar domestik maupun pasar ekspor. Selain untuk barang, pelabuhan laut yang bernama resmi Pelabuhan Laut Soekarno-Hatta ini juga menjadi persinggahan kapal-kapal penumpang.

Di sektor industri pengolahan, pada tahun 2019, jumlah industri sedang dan besar yang ada di Kota Makassar sebanyak 112 perusahaan, yang terdiri dari industri besar berjumlah 43 perusahaan dan industri sedang sebanyak 69 perusahaan.

Berdasarkan nilai tambah yang dihasilkan oleh masing-masing kategori industri, industri makanan minuman memberi andil terbesar, yakni sebesar 71,65 persen. Hal ini sejalan dengan banyaknya perusahaan industri makanan/minuman di Kota Makassar tahun 2020. Disusul kategori industri barang galian bukan logam, yaitu 24,03 persen dan sisanya menyebar di perusahaan industri lainnya.

Sebagai pusat ekonomi di kawasan timur, laju pertumbuhan PDRB Makassar mencatatkan kinerja yang positif sejak 2011 hingga 2019. Namun pada tahun 2020, pertumbuhan ekonominya terkontraksi hingga 1,27 persen karena terdampak penyebaran Covid-19 di Indonesia.

Dari sisi penerimaan, data Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2020 menunjukkan pendapatan yang tembus mencapai angka Rp3,2 triliun. Penyokong utama pendapatan Kota Makassar pada 2020 berasal dari dana perimbangan dari pemerintah pusat. Alokasi dana tersebut mencapai Rp1,67 triliun dari total pendapatan Kota Makassar. Kemudian, disusul oleh PAD sebesar Rp1,07 triliun dari total pendapatan. Terakhir adalah lain-lain pendapatan daerah yang sah sebesar Rp569,12 miliar dari total pendapatan tahun anggaran 2020.

KOMPAS/RENY SRI AYU

Suasana pusat perdagangan di Jalan Sulawesi, Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (7/7/2021). Kawasan yang masuk wilayah pecinan ini sejak lama merupakan pusat bisnis.

Kota Makassar di samping sebagai daerah transit para wisatawan yang akan menuju ke Tana Toraja dan daerah-daerah lainnya, juga memiliki potensi obyek wisata seperti Pulau Lae-lae, Pulau Kayangan, Pulau Samalona, dan Pantai Akkarena. Obyek wisata peninggalan sejarah lainnya seperti Museum Lagaligo, Benteng Somba Opu, Makam Syech Yusuf, makam Pangeran Diponegoro, Makam Raja-raja Tallo, dan lain-lain. Selain itu, terdapat pula Tanjung Bayang, Tanjung Merdeka, Bugis Water Park, Museum Lagaligo, dan Pantai Losari.

Fasilitas penunjang tersedia jumlah hotel telah mencapai 333 hotel, terdiri dari 124 hotel berbintang dan 209 hotel nonbintang. Dari 124 hotel berbintang, terdiri dari 19 hotel bintang 1, 37 hotel bintang 2, 49 hotel bintang 3, 16 hotel bintang 4, dan 3 hotel bintang 5.

Pada tahun 2020, jumlah wisatawan nusantara di Kota Makassar sebanyak 1.540.468 orang, tertinggi pada  Januari sebanyak 326.125 orang dan terendah pada Mei hanya 3.998 orang. Sementara itu, jumlah wisatawan mancanegara selama 2020 hanya mencapai 29.358 orang. Hal ini dikarenakan adanya pandemi Covid-19 sehingga penerbangan dari luar negeri dibatasi. (LITBANG KOMPAS)

KOMPAS/WAWAN H PRABOWO

Air Terjun Bantimurung – Pengunjung menikmati kesejukan Air Terjun Bantimurung di areal Taman Nasional Bantimurung, Maros, Sulawesi Selatan, Sabtu (6/8/2016). Kawasan yang bisa dijangkau dengan menempuh perjalanan sekitar 1,5 jam dari Kota Makassar tersebut selalu ramai dikunjungi wisatawan, terutama waktu libur.

Referensi

Arsip Berita Kompas
  • “Ujungpandang 90 Tahun: Kota Metropolitan Prematur”, Kompas, 01 April 1996, hlm. 01
  • “Kota Makassar *Otonomi Daerah”, Kompas, 21 September 2001, hlm. 08
  • “Pintu Gerbang KTI *Otonomi Daerah”, Kompas, 21 September 2001, hlm. 08
Buku dan Jurnal
Aturan Pendukung
  • UU 29/1959 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat II di Sulawesi
  • UU 5/1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah
  • UU 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah
  • UU 32/2004 tentang Pemerintah Daerah
  • PP 51/1971 tentang Perubahan Batas-batas Daerah Kotamadya Makassar dan Kabupaten-kabupaten Gowa, Maros dan Pangkajene dan Kepulauan dalam Lingkungan Daerah Propinsi Sulawesi Selatan
  • PP 86/1999 tentang Perubahan Nama Kota Ujung Pandang Menjadi Kota Makassar Dalam Wilayah Propinsi Sulawesi Selatan

Editor
Topan Yuniarto