Peta Tematik | Kecelakaan Pesawat

Kecelakaan Pesawat Penumpang di Indonesia

Pesawat terbang merupakan moda transportasi yang efektif dan efisien karena dapat menempuh jarak yang jauh dengan lebih cepat. Dan uji kelayakan dan pemeliharaan mutlak harus dilakukan sesuai standar untuk menjamin keselamatan terbang.

Pesawat adalah salah satu moda transportasi yang efektif dan efisien, terlebih bagi Indonesia yang merupakan negara kepulauan sehingga keterbatasan angkutan darat dan laut dalam melakukan perjalanan antar pulau dapat terpenuhi melalui jalur udara.

Pada dasarnya, pesawat terbang memiliki tingkat keamanan tinggi. Secara statistik angka kecelakaan pesawat sangat rendah dibandingkan jenis transportasi lain, namun memang tidak berarti tidak ada kecelakaan. Terutama jika prosedur pengecekan dan perawatan tidak dilakukan dengan benar.

Sejak di bentuknya Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) tahun 1999, terdapat beberapa kecelakaan pesawat yang pernah terjadi di Indonesia. Beberapa di antaranya menelan korban yang tidak sedikit. Tercatat sejumlah kecelakaan yang dialami oleh berbagai maskapai di Indonesia tampak pada peta di atas. Selain penerbangan sipil, kecelakaan juga dialami oleh pihak militer dan sekolah penerbangan.

KNKT sebagai suatu lembaga keselamatan transportasi terus berupaya melakukan investigasi, memberikan rekomendasi serta saran agar terwujudnya keselamatan transportasi di Indonesia, tidak hanya pada penerbangan. Dalam bidang keselamatan transportasi udara, KNKT melakukan penyusunan laporan akhir setiap kecelakaan yang terjadi di Indonesia. Melalui laman http://knkt.go.id dapat di rangkum sejumlah kecelakaan pesawat penumpang yang terjadi di Indonesia sejak tahun 1997 – sekarang.

26 September 1997, Garuda Indonesia (Airbus A300-B4)
Penerbangan Garuda GA 152 berangkat dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Jakarta menuju Bandara International Polonia Medan. Cuaca dalam perjalanan dilaporkan cerah namun awan cukup tebal akibat kebakaran hutan di Riau, Sumatera Selatan, dan Kalimantan. Terdapat beberapa kendala ketika mendekati Bandara Polonia hingga akhirnya di wilayah Desa Buah Nabar, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara pesawat menabrak pohon di punggungan bukit pada ketinggian sekitar 1.550 kaki. Hal tersebut membuat pesawat sulit dikendalikan dan menumpahkan bahan bakar disepanjang jalur hingga akhirnya pesawat jatuh.

Akibat kejadian tersebut, pesawat hancur total dan tidak ada yang terselamatkan, 222 penumpang dan 12 awak tewas.

19 Desember 1997, Silk Air (Boeing B737-300)
Pesawat Silk Air dengan registrasi 9V-TRF terbang dari Jakarta menuju Singapura. Pesawat mengalami penurunan ketinggian secara terus menerus hingga pesawat dikabarkan jatuh ke delta sungai Musi tepatnya di Desa Sunsang, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan.

Kecelakaan terjadi pada siang hari dan dalam kondisi cuaca yang baik. Akibat dari kecelakaan tersebut menewaskan 97 penumpang dan 7 awak. Tidak ada yang terselamatkan pada kecelakaan tersebut.

16 Januari 2002, Garuda Indonesia (Boeing B737-300)
Penerbangan Garuda Indonesia dengan registrasi PK-GWA terbang dari Mataram menuju Yogyakarta. Penerbangan terdapat kendala ketika turun pada ketinggian 19.000 kaki yaitu adanya formasi awan cumulonimbus tebal dengan turbulensi dan hujan lebat. Akibatnya hilangnya daya pada kedua mesin pesawat, upaya menyalakan mesin kembali sudah dilakukan namun tetap kehilangan daya listrik total di pesawat.

Pendaratan paksa kemudian dilakukan dan pesawat mendarat darurat ke perairan Sungai Bengawan tepatnya di Desa Serenan, Klaten, Jawa Tengah. Dikabarkan 1 orang pramugari tewas, 1 lainnya mengalami luka berat bersama 12 penumpang. Sebanyak 4 awak dan 42 penumpang dinyatakan luka ringan.

30 November 2004, Lion Air (McDonnell Douglas MD-80)
Penerbangan Lion Air rute Jakarta-Solo mengalami kecelakaan yaitu tergelincir saat mendarat di Bandara Adi Sumarmo, Solo, Jawa Tengah. Pesawat tidak dapat dikendalikan ketika mendarat hingga menabrak pagar di ujung landasan dan jatuh di sebuah pemakaman. Badan pesawat terbelah menjadi dua. Sementara badan bagian bawah dari tengah hingga depan hancur.

Akibat dari kejadian tersebut tercatat 26 orang tewas, 55 luka berat dan 63 lainnya mengalami luka ringan.

5 September 2005, Mandala Airlines (Boeing B737-200)
Penerbangan Mandala Airlines MDL 1091 terkendala saat lepas landas di Bandara Polonia, Medan, Sumatera Utara. Pesawat yang mengangkut 75 penumpang rute Medan-Jakarta mengalami gagal terbang. Setelah lepas landas, pesawat tidak dapat menanjak dan kembali ke landasan pacu hingga menabrak beberapa lampu pendaratan, area rumput sungai kecil dan beberapa bangunan umum serta kendaraan di depannya.

Investigasi mengungkapkan bahwa pesawat tidak dikonfigurasi dengan baik untuk lepas landas. Akibat dari kejadian tersebut terdapat 5 awak dan 95 penumpang tewas, 15 penumpang mengalami luka berat dan 2 selamat. Sementara akibat gagal terbang maka menewaskan 49 orang di darat dan 26 lainnya luka berat.

1 Januari 2007, Adam Air (Boeing B737-4Q8)
Penerbangan Adam Air rute Surabaya-Menado dengan nomor penerbangan DHI 574 mengalami kecelakaan hingga akhirnya terjatuh di perairan sekitar Selat Makassar. KNKT menyebutkan bahwa kecelakaan terjadi akibat cuaca buruk, kegagalan memonitor instrumen penerbangan secara intensif dan kerusakan pada beberapa alat.

Akibat kombinasi faktor-faktor tersebut membuat pesawat jatuh menabrak air dengan kecepatan tinggi dan sudut turun yang curam. Sebanyak 6 awak pesawat dan 96 penupang tewas, tidak ada yang terselamatkan dari kejadian tersebut.

7 Maret 2007, Garuda Indonesia (Boeing B737-497)
Terjadi kecelakaan saat pesawat Garuda Indonesia mendarat, yaitu tergelincir dan terbakar di Bandara Adisucipto, Yogyakarta. Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA200 rute Jakarta-Yogyakarta mengangkut 133 penumpang dan 7 awak. KNKT menyebutkan pada saat pendaratan pesawat melakukan Approach yang terlalu tajam mengakibatkan vertical speed terlalu tinggi hingga pesawat sulit di kontrol saat roda hendak menyentuh landasan.

Benturan keras terjadi dan pesawat terpental ke luar landasan. Akibat kejadian tersebut menewaskan 1 awak dan 20 penumpang tewas. Sebanyak 12 orang luka berat, 100 orang luka ringan, dan 7 lainnya selamat.

2 Agustus 2009, Merpati Nusantara Airline (De Haviland DHC6 Twin Otter)
Pesawat De Haviland DHC6 Twin Otter diterbangkan oleh Merpati Nusantara Airlines dengan nomor penerbangan MZ-7960D dari bandara Sentani, Jayapura menuju Bandara Oksibil. Penerbangan diperkirakan memakan waktu 50 menit, bahan bakar di dalam pesawat cukup untuk waktu terbang 2 jam 50 menit. Di sela penerbangan, cuaca di wilayah oksibil mendung. Hingga waktu yang diperkirakan, pesawat tidak kunjung tiba. Pesawat ditemukan jatuh pada ketinggian 9.300 kaki di wilayah Distrik Okbibab, Pegunungan Bintang, Papua, dengan kondisi hancur akibat benturan. Kejadian tersebut menewaskan 13 penumpang dan 2 awak pesawat.

7 Mei 2011, Merpati Nusantara Airline (Xi ‘An MA-60)
Sebuah pesawat Xi ‘An MA60, PK-MZK terdaftar sedang dioperasikan oleh Merpati Nusantara Airline sebagai penerbangan penumpang berjadwal MZ 8968, dari Bandara Domine Eduard Osok, Sorong, Papua Barat menuju Bandara Utarom (WASK), Kaimana1, Papua Barat. Di tengah penerbangan, cuaca di wilayah Kaimana sedang hujan, jarak pandang 3-8 kilometer, awan cumulonimbus pecah di ketinggian 1.500 kaki. Menuju ke landasan pacu, pesawat mengalami penurunan ketinggian yang meningkat hingga akhirnya menabrak laut dekat landasan pacu Bandara Utarom, Kaimana, Papua Barat. Akibatnya pesawat hancur dan tenggelam di laut, menewaskan 21 penumpang dan 4 awak pesawat.

29 September 2011, Nusantara Buana Air (CASA 212-200)
Pesawat CASA 212-200 terdaftar PK-TLF telah dioperasikan oleh Nusantara Buana Air sebagai penerbangan penumpang tidak berjadwal dari Bandara Internasional Polonia, Medan menuju Lapangan Terbang Alas Leuser Kuta Cane, Aceh Tenggara. Cuaca saat penerbangan mendung dan tidak ada celah awan untuk dilewati namun kedua pilot sepakat terbang ke awan. Akibatnya, awak pesawat kehilangan referensi visual ke darat hingga menabrak lereng di Taman Nasional Gunung Leuseur tepatnya dekat Kecamatan Kuta Cane, Aceh Tenggara. Tercatat 16 penumpang dan 2 awak pesawat tewas, kondisi pesawat mengalami kerusakan yang sangat parah.

13 April 2013, Lion Air (Boeing 737-800NG)
Penerbangan Lion Air rute Bandung-Bali mengalami kecelakaan saat hendak mendarat di Bandara Ngurah Rai, Kabupaten Badung, Bali. Kecelakaan berkaitan erat dengan dengan adanya hujan deras dan kabut tebal di area runway. Akibat kejadian tersebut pesawat jatuh ke laut dan badan pesawat terbelah menjadi dua. Tidak ada korban jiwa dalam kejadian tersebut namun terdapat 4 penumpang luka berat dan 104 lainnya luka ringan.

28 Desember 2014, Air Asia (Airbus 320-216)
Terjadi kecelakaan pesawat yang cukup parah pada Air Asia rute Surabaya-Singapura. KNKT menyebutkan ada beberapa faktor penyebab terjadinya kecelakaan; salah satunya adanya gangguan pada sistem Rudder Travel Limiter (RTL) di ekor pesawat selama beberapa kali. Hingga akhirnya penerbangan dilakukan secara manual. Pesawat pun kehilangan kendali dan berguling dan akhirnya jatuh di sekitaran Laut Jawa dan Selat Karimata. Akibatnya terdapat 6 awak pesawat dan 156 penumpang tewas.

16 Agustus 2015, Trigana Air (ATR 42-300)
Pesawat ATR 42-300 PK-YRN terdaftar telah dioperasikan oleh Trigana Air  sebagai penerbangan penumpang berjadwal dengan nomor penerbangan IL267 dari Sentani menuju Oksibil. Pesawat kehilangan kontak dan diduga menabrak bukit yang memiliki ketinggian 13.000 kaki. Bangkai pesawat ditemukan di punggungan Gunung Tanggo, Distrik Okbape, Papua. Akibatnya 4 awak pesawat dan 50 penumpang dipastikan tewas.

29 Oktober 2018, Lion Air (Boeing 737-8MAX)
Pesawat Lion Air dengan registrasi PK-LQP bertolak dari Jakarta menuju Pangkal Pinang. Pesawat menghilang dari radar setelah menginformasikan Air Traffic Controller (ATC) bahwa terdapat masalah flight control, altitude, dan airspeed. Pesawat akhirnya menabrak air di Tanjung Karawang, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Semua penumpang tewas dan pesawat hancur. Tercatat total korban tewas 189 orang dengan rincian 8 awak pesawat dan 181 penumpang.

Terkini, 9 Januari 2021, Sriwijaya Air (Boeing 737-524)
Penerbangan Sriwijaya Air SJ-182 rute Jakarta-Pontianak mengalami kecelakaan di sekitaran perairan Pulau Lancang dan Pulau Laki, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Pesawat kehilangan kontak tidak lama setelah lepas landas dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Terdapat 12 Kru, 40 Penumpang Dewasa, 7 anak-anak dan 3 bayi. Hingga kini masih dilakukan evakuasi dan investigasi yang mendalam oleh KNKT.

Sumber:

  • Laporan Final Penerbangan, Komite Nasional Keselamatan Transportasi, http://knkt.go.id

Kontributor
Muhammad Fiqi Fadillah

Editor
Slamet JP