Foto | Kuliner

Dodol Betawi, Kelezatan yang Semakin Sulit Dicari

Dodol Betawi memiliki bahan dasar utama berupa tepung beras ketan, santan, dan gula jawa atau gula aren. Keunikan dodol ini terletak pada tiga rasa khasnya, yakni ketan putih, ketan hitam, dan durian.

KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO

Pekerja membuat dodol betawi di industri rumahan Bu Yuyun di kawasan Pasar Minggu, Jakarta, Kamis (30/6/2016). Menjelang Lebaran, produksi dodol di tempat tersebut meningkat 10 kali lipat, dari 20 kilo perhari menjadi menjadi 2 kuintal per hari.

Dodol Betawi, penganan tradisional khas suku Betawi, telah lama menjadi bagian tak terpisahkan dari tradisi lebaran di Jakarta. Namun, kelezatan dodol Betawi kini semakin sulit dicari, seiring berkurangnya praktik gotong-royong dalam pembuatannya.

Dodol Betawi memiliki bahan dasar utama berupa tepung beras ketan, santan, dan gula jawa atau gula aren. Keunikan dodol ini terletak pada tiga rasa khasnya, yakni ketan putih, ketan hitam, dan durian. Tradisi membuat dodol biasanya dimulai sekitar tanggal 15 Ramadhan, menjelang lebaran. Tidak hanya sekadar penganan, dodol Betawi melibatkan seluruh komunitas dalam proses pembuatannya.

Dari dulu hingga sekarang, lebaran tanpa dodol dianggap kurang afdol oleh masyarakat Betawi. Proses pembuatan dodol memakan waktu 8–10 jam, sehingga gotong-royong menjadi kuncinya. Pagi hari, ibu-ibu memarut kelapa, membuat santan, dan menumbuk beras dan ketan. Sedangkan para pria, termasuk bapak-bapak dan remaja, selepas buka puasa, mulai bergantian mengaduk adonan dalam wajan besar. Hal ini dilakukan hingga pagi menjelang sahur. Tradisi ini menciptakan ikatan yang erat antarwarga dan antarkeluarga.

Namun, zaman telah berubah. Modal dan waktu produksi yang tinggi membuat gotong-royong dalam pembuatan dodol mulai meredup. Hanya sebagian kecil warga Betawi yang menyebar ke pinggiran Jakarta yang tetap meneruskan tradisi ini. Beberapa lokasi industri rumahan penganan ini tersebar di Jakarta, Bekasi, Bogor, dan Tangerang Selatan. Meskipun bukan lagi praktik gotong-royong massal, industri rumahan ini memberikan harapan bagi kelangsungan dodol Betawi.

Dodol Betawi bukan hanya sekadar hidangan lebaran, tapi juga bagian dari identitas budaya yang semakin terancam. Penganan ini adalah simbol gotong-royong, kebersamaan, dan kelezatan tradisional yang kini semakin sulit dicari. Dibutuhkan upaya pelestarian dan dukungan komunitas, agar dodol Betawi tetap hadir dalam meja lebaran dan tetap menjadi warisan kuliner yang tak ternilai.

Berikut adalah foto-foto tentang pembuatan dodol betawi, yang terekam dalam arsip Kompas.

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Gula aren sebagai bahan baku pembuatan dodol di tempat produsen dodol Karya Mandiri di Kampung Anyar, Desa Semplak Barat, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor, Selasa (19/5/2020). Gula banyak digunakan sebagai campuran bahan makanan.

KOMPAS/WISNU WIDIANTORO

Gula merah sebagai salah satu bahan baku dodol betawi tengah dipersiapkan oleh pekerja salah satu industri rumahan penganan tradisional tersebut. Bagi warga Betawi, dodol merupakan hidangan khas yang harus ada saat Lebaran. Tradisi inilah yang menghidupi banyak orang yang terlibat dalam produksi dodol.

KOMPAS/RIZA FATHONI

Pekerja mengaduk adonan dodol di tempat usaha pembuatan dodol di kawasan Cibening, Bintara Jaya, Bekasi Barat, Jawa Barat, Kamis (25/8/2011). Menjelang Lebaran, permintaan dodol meningkat hingga 15 kali lipat dibandingkan hari biasa. Harga dodol juga meningkat dari Rp 28.000 per wadah jadi Rp 30.000 per wadah karena peningkatan harga bahan-bahan, yang meliputi gula jawa, kelapa, dan beras ketan.

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Gula aren yang telah dimasak dimasukkan ke dalam adonan dodol betawi Mugi Jaya di kawasan Cilenggang, Tangerang Selatan, Banten, Kamis (14/5/2020). Sepuluh hari menjelang hari raya Idul Fitri, produksi dodol milik Asep mengalami penurunan dibanding waktu yang sama tahun lalu. Pandemi Covid-19 berdampak pada turunnya produksi dari 9 kuintal per hari menjadi 2 kuintal. Larangan mudik serta hajatan membuat usaha padat karya itu terpaksa mempekerjakan enam orang dari biasanya enam belas orang. Selain itu kebutuhan arang untuk bahan bakar juga merosot drastis dari 400 karung menjadi 100 karung. Dodol dijual Rp 50.000 per kilogramnya.

KOMPAS/JOHNNY TG

Menyambut Tahun baru millenium, TMII menggelar festival makanan dan mencoba memecahkan rekor penganan tradisional berupa dodol betawi millenium sepanjang 100 meter. Kamis (30/12/1999), dodol raksasa itu sedang dimasak oleh 60 warga dalam 10 kuali besar terpisah di kolong rumah tradisional Bengkulu. Pada tiap kuali, tampak dua orang mengaduk adonan dengan menggunakan pengaduk berbentuk dayung.

KOMPAS/PRIYOMBODO

Proses produksi dodol Betawi di pondok dodol Sari Rasa Ibu Yuyun di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Selasa (27/4/2021). Menjelang hari raya Idul Fitri, produksi dodol Betawi meningkat 80 persen dibandingkan dengan hari-hari biasa. Dodol dijual seharga Rp 20.000 hingga Rp 110.000 per buah.

KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Proses pembuatan dodol Betawi Titi Mugi Jaya di Cilenggang, Serpong, Tangerang Selatan, Selasa (5/6/2018). Menjelang Lebaran, proses produksi meningkat dikarena permintaan banyak. Dodol ini biasanya disajikan sebagai sajian saat Lebaran.

KOMPAS/WISNU WIDIANTORO

Dalam produksi dodol betawi, dibutuhkan waktu minimal sekitar 4 jam untuk mengaduk adonan hingga mengental. Setelah adonan matang dan mengental, dodol ditakar di besek plastik dan didiamkan hingga dingin. Produksi dodol di sentra perajin di kawasan Pejaten Timur, Jakarta Selatan, Kamis (26/8/2010).

KOMPAS/WISNU WIDIANTORO

Setelah dicetak, dodol dibawa ke tempat penyimpanan di salah satu sentra perajin dodol betawi di kawasan Pejaten Timur, Jakarta Selatan.

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Proses pengepakan dodol betawi Mugi Jaya di kawasan Cilenggang, Tangerang Selatan, Banten, Kamis (14/5/2020). Sepuluh hari menjelang Idul Fitri, produksi dodol milik Asep menurun ketimbang periode yang sama di tahun sebelumnya. Pandemi Covid-19 berdampak pada turunnya produksi dari 9 kuintal per hari menjadi 2 kuintal. Larangan mudik serta hajatan membuat usaha padat karya itu terpaksa mempekerjakan enam orang dari biasanya 16 orang.

KOMPAS/DWI BAYU RADIUS

Satibi mengecek dodolnya di Cilodong, Depok, Jawa Barat, (24/4/2023). Penganan itu diproduksi dengan melibatkan tenaga setempat, termasuk warga Betawi.

SHANTY YULIA

Dodol betawi dalam gulungan plastik kecil dijual warga di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, Jakarta, Minggu (17/12/2003).

Referensi

Arsip Kompas
  • “Dodol: Suguhan Lebaran tradisionil paling top”. KOMPAS, 23 September 1976, hlm 3.
  • “Legitnya Rejeki Dodol Betawi”, KOMPAS, 8 September 2010, hlm 40.
  • “Dodol Betawi Hasil Gotong Royong”, KOMPAS, 21 Januari 2018, hlm 10.
  • “Kuliner Betawi: Rumah Dodol Terakhir di Serpong”, KOMPAS, 9 Juni 2018, hlm 1.
Buku
  • Sanjaya, Rendra. 2022. Jejak Masa Lalu: Dodol Betawi Hasil Gotong Royong. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.