Paparan Topik | Bahan Pokok

Komoditas Cengkeh: Sejarah, Manfaat, Produsen Dunia, dan Produksi Indonesia

Cengkeh merupakan komoditas asli Indonesia yang berasal dari Kepulauan Maluku. Tanaman yang menghasilkan pucuk bunga sebagai produk utamanya ini memiliki beragam manfaat sebagai bumbu masakan, kesehatan, dan bahan campuran rokok kretek khas Indonesia.

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Amadal (65), merawat bibit cengkeh jenis afo di kawasan Marigurubu, Ternate, Maluku Utara, Rabu (3/5/2017). Pembibitan cengkeh Amadal tersebut memasok kebutuhan bibit cengkeh di kawasan Maluku Utara, Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan. Cengkeh adalah salah satu komoditas andalan warga.

Fakta Singkat:

  • Indonesia merupakan negara penghasil cengkeh terbesar dunia dengan produksi rata-rata 120.000 ton per tahun.
  • Cengkeh merupakan tanaman endemik di Maluku Utara, yang terdapat di Ternate, Moti, Tidore, Makian, dan Bacan.
  • Pada abad pertengahan, cengkeh pernah menjadi komoditas berharga dan paling dicari oleh bangsa Eropa. Pada saat itu. harga 1 kg cengkeh setara dengan harga 7 gram emas.
  • Maluku dan Sulawesi Selatan menjadi provinsi produsen cengkeh terbesar dengan produksi 20.000 ton per tahun.
  • Produk utama cengkeh berupa pucuk bunga kering banyak dimanfaatkan untuk campuran rokok kretek khas Indonesia.
  • Lebih dari 90 persen produksi cengkeh untuk kebutuhan industri rokok nasional.

 

Tanaman cengkeh (Syzygium aromaticum) adalah tanaman rempah asli Indonesia yang banyak dimanfaatkan sebagai bumbu masakan dan kesehatan. Di Indonesia, hasil tanaman berupa kuncup bunga kering beraroma khas dimanfaatkan sebagai bahan utama rokok kretek Indonesia.

Cengkeh merupakan tanaman endemik di Maluku Utara, yang terdapat di Ternate, Moti, Tidore, Makian, dan Bacan. Rasa kuncup bunga cengkeh berupa rempah dengan rasa manis dan aroma yang khas, pernah diperebutkan bangsa Eropa sebagai rempah yang kaya manfaat dan memiliki nilai ekonomi yang tinggi.

Hingga kini, Indonesia merupakan negara penghasil cengkeh terbanyak di dunia. Menurut data Food Agriculturan Organization (FAO), produksi cengkeh Indonesia mencapai 137.641 ton pada tahun 2021. Selain Indonesia, produsen cengkeh terbesar di dunia berikutnya adalah Madagaskar dan Tanzania yang masing-masing menghasilkan cengkeh sebanyak 8.851,54 ton dan 7.071,8 ton.

Di Indonesia, cengkeh banyak diusahakan oleh petani di Maluku yang tercatat sebagai produsen cengkeh terbesar di dalam negeri, yakni 21.000 ton per tahun. Sulawesi Selatan berada di urutan kedua dengan produksi cengkeh sebesar 20.000 ton. Selanjutnya, ada Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara dengan produksi cengkeh masing-masing sebanyak 18.000 ton dan 13.000 ton per tahun.

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Amadal (65), merawat bibit cengkeh jenis afo di kawasan Marigurubu, Ternate, Maluku Utara, Rabu (3/5/2017). Pembibitan cengkeh Amadal tersebut memasok kebutuhan bibit cengkeh di kawasan Maluku Utara, Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan. Cengkeh adalah salah satu komoditas andalan warga.

Sejarah

Pada dasarnya belum ada sumber pasti mengenai asal tanaman cengkeh yang memiliki nama ilmiah Syzygium aromaticum. Namun, kemungkinan besar Indonesia adalah negara asal cengkeh. Salah satu alasan kuatnya adalah pohon cengkeh tertua di dunia ada di wilayah Kepulauan Maluku.

Daerah Maluku Utara seperti Tidore, Ternate, Moti, Bacan dan Makian merupakan daerah penghasil tanaman cengkeh utama di Maluku. Di Maluku, budidaya tanaman ini dimulai di sekitar abad ke-16. Saat itu Tidore, Maluku utara mampu menghasilkan cengkeh sekitar 1400 bahar setiap tahunnya.

Di Ternate, Maluku Utara, terdapat pohon cengkeh tertua di dunia yang bernama Afo III. Afo III merupakan pohon cengkeh tertinggi di dunia ketiga, Cengkeh Afo III diperkirakan berusia 200 tahun dengan lingkaran pohon 3,90 meter dan panen permusim dapat mencapai 260 kilogram. Sementara sebelumnya ada Afo I dan II sudah tumbang dan mati. Afo I diperkirakan mencapai 416 tahun dan Afo II mencapai 250 tahun. 

Sebelum tumbang dan mati, Afo I dianggap pohon cengkeh tertua yang pernah hidup yang terdapat di Kelurahan Tongole, Kecamatan Ternate Tengah, sekitar 6 km dari pusat kota Ternate. Afo I yang berumur 416 tahun, memiliki tinggi 36,60 m, berdiameter 198 m, dan keliling batang 4,26 m. Setiap tahunnya ia mampu menghasilkan sekitar 400 kg bunga cengkeh.

Cengkeh yang berupa kuncup bunga kering dalam bahasa latin diberi nama cariofilum karena orang muslim (Moor) yang membawanya menyebutnya Calafur. Saat pedagang Portugis dan Spanyol berhasil menemukan tempat asal cengkeh, Spanyol menyebutnya sebagai Gilope karena mereka membawanya dari pulau Gilolo. Sedangkan bagi orang Portugis, karena melihat dari bentuknya yang seperti paku (clou) maka disebut clou de girofle.

Orang Maluku sendiri menyebutnya dalam bahasa melayu, yakni cengkeh. Orang India menyebutnya lavanga. Variasi nama cengkeh ini, menjadi satu dari sekian banyak bukti lain yang menandakan bagaimana komoditas asal nusantara ini memberi pengaruh bagi beragamnya penggunaan bahasa, hingga terbentuknya jalur dagang yang disebut sebagai jalur rempah.

Berdasarkan catatan Sejarah, Cengkeh mulai diperdagangkan ke Tiongkok dari sekitar 500 SM dan ke India dari sekitar 200 SM. Pada awalnya berbagai catatan pada pedagang Asia dari naskah-naskah klasik Tiongkok atau India menyebutkan rempah-rempah tersebut berasal dari negeri di Timur dengan penggambaran lokasi sulit ditelusuri, terutama disebabkan karena keterbatasan pengetahuan akan tempat asal rempah-rempah tersebut.

Seiring dengan berkembangnya perdagangan jalur laut pascaabad ke-5, orang Eropa mencoba menelusuri tempat asal rempah cengkeh menyelidiki melalui nama komoditas ini. Mereka mengalami kesulitan karena cengkeh yang mereka dapatkan melalui orang Arab dan Persia, tidak diketahui asal-usulnya dan dari mana rempah ini berasal.

Seiring rute-rute pelayaran yang melewati kepulauan Nusantara semakin dikenal para pedagang dunia, orang-orang Eropa pun akhirnya berdagang dengan orang-orang Nusantara termasuk di Kepulauan Maluku sebagai sumber rempah-rempah termasuk komidtas cengkeh.

Selanjutnya pada akhir abad ke-15, bangsa Portugis mengambil alih jalan tukar menukar di Samudra Hindia. Bersama itu, diambil alih juga perdagangan cengkeh dengan Perjanjian Tordesillas dengan Spanyol. Selain itu, juga perjanjian kerja sama dagang antara Portugis dengan Kesultanan Ternate yang dipimpin Sultan Ternate Abu Lais.

Sultan Ternate, Abu Lais menawarkan pendirian benteng Ternate, yang imbalannya adalah produksi cengkeh yang sepenuhnya dijual ke Portugis. Sejak itu, orang Portugis membawa banyak cengkeh yang mereka peroleh dari Kepulauan Maluku ke Eropa. Pada saat itu harga 1 kg cengkeh setara dengan harga 7 gram emas.

Setelah Portugis mendominasi perdagangan hampir dua abad, Perdagangan cengkeh kemudian didominasi oleh orang Belanda pada abad ke-17. Kongsi dagang Belanda, Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC), berupaya memonopoli perdagangan cengkeh dan membatasi produksi.

Untuk mengontrol produksi, VOC menetapkan Ambon dan Kepulauan Lease (Saparua, Haruku, dan Nusa Laut) menjadi satu-satunya daerah yang boleh ditanami cengkeh. Setiap kepala keluarga di kepulauan itu diperintah untuk menanam 10 pohon cengkeh per tahun. Untuk memastikan tidak ada pohon cengkeh ditanam di areal lain, setiap tahun VOC melakukan patroli di Maluku.

Belanda menggunakan armada laut dengan perahu kora-kora yang dilengkapi senjata untuk patroli dan menghancurkan cengkeh yang ditanam warga Maluku di luar Ambon dan Lease. Patroli inilah yang kemudian dikenal dengan pelayaran Hongi.

Meski dikontrol ketat lewat pelayaran hongi, bibit tanaman cengkeh berhasil keluar wilayah Maluku pada tahun 1769 setelah seorang kapten berkebangsaan Perancis menyelundupkan bibit cengkeh dari Maluku ke Rumania. Selanjutnya penyebaran bibit cengkeh terus terjadi hingga ke kawasan Zanzibar dan Madagaskar. Hal itu kemudian menghancurkan monopoli cengkeh oleh Belanda.

Di kawasan Indonesia sendiri, penyebaran cengkeh terjadi sekitar seratus tahun setelahnya, tepatnya pada tahun 1870. Adapun beberapa wilayah yang ditanami varietas cengkeh dari Maluku yaitu Kalimantan, Jawa dan Sumatera.

Hingga kini Indonesia masih menjadi negara penghasil cengkeh terbesar di dunia. Setiap tahun, tak kurang dari 120.000 ton cengkeh berupa pucuk bunga kering dihasilkan oleh ratusan ribu petani cengkeh di Indonesia dengan Maluku sebagai penghasil terbesar di Indonesia, yaitu tak kurang dari 20.000 ton.

 KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Tanaman cengkeh mendominasi di kaki Gunung Gamalama, Ternate, Maluku Utara, Rabu (3/5/2017). Cengkeh merupakan tanaman utama di Ternate. Nilainya yang tinggi di masa lalu membuat penjajah dari Eropa datang ke Nusantara.

Manfaat

Bagian yang memiliki nilai jual tinggi dari pohon cengkeh, yakni kuncup bunga cengkeh yang berukuran sekitar 2 sentimeter. Kuncup bunga cengkeh itu dipanen saat maturasi sebelum berbunga. Kemudian, kuncup cengkeh dijemur di bawah sinar matahari hingga berwarna cokelat gelap.

Selain kuncup bunga, bagian pohon cengkeh yang memiliki nilai jual tinggi adalah tangkai cengkeh, daun cengkeh dan buah cengkeh. Daun cengkeh dapat diekstrak menjadi minyak daun cengkeh atau clove leaf oil. Selanjutnya, tangkainya dapat diolah menjadi minyak tangkai cengkeh atau yang dikenal dengan clove stem oil. Terakhir adalah minyak bunga cengkeh atau clove bud oil yang dihasilkan dari pengolahan bunga cengkeh.

Selain dijadikan minyak, cengkeh umumnya juga diracik bersama tumbuhan herbal lainnya untuk dijadikan obat. Adapun bagian kuncup bunga cengkeh biasanya akan diracik dan digunakan sebagai bumbu penyedap masakan dan wewangian.

Cengkeh digunakan sebagai bumbu dalam hidangan Asia, Afrika, Mediterania, serta negara-negara Timur Dekat dan Timur Tengah, untuk memberikan rasa pada daging, kari, dan bumbu-bumbu, serta buah-buahan (seperti apel, pir, dan rhubarb). Sebagai bumbu, cengkeh dalam bentuk utuh maupun bubuk untuk menambah cita rasa pedas dan nikmat pada aneka makanan dan minuman.

Tak hanya bermanfaat untuk menyedapkan makanan, cengkeh juga memiliki ragam manfaat untuk kesehatan tubuh. Buah cengkeh memiliki kandungan antioksidan eugenol yang bisa membantu melawan radikal bebas dalam tubuh. Dengan begitu peluang terserang penyakit kanker juga semakin kecil.

Eugenol dalam cengkeh juga bermanfaat mampu mencegah kerusakan pada organ hati. Selain itu eugenol juga berperan sebagai agen anti inflamasi yang kuat dan bermanfaat untuk meredakan peradangan pada mulut.

Kandungan eugenol pada minyak cengkeh juga memiliki kemampuan dalam membunuh bakteri penyebab jerawat, mengurangi peradangan dan kemerahan. Tak hanya efektif untuk mengatasi jerawat, cengkeh juga bisa digunakan untuk mengatasi tanda-tanda penuaan dini. Minyak cengkeh dikenal sebagai salah satu antiaging ingredient yang kuat. Oleh karena itu, cengkeh sering kali digunakan dalam pembuatan produk kecantikan seperti mengurangi kulit kendur dan meminimalisir garis halus dan kerutan di kulit.

Cengkeh juga mengandung senyawa yang bernama nigericin yang diketahui mampu meningkatkan sekresi insulin dan kesehatan sel yang memproduksi insulin. Singkatnya, cengkeh bermanfaat untuk menjaga kadar gula darah saat mengonsumsinya sebagai bagian dari diet seimbang.

Sementara itu, kandungan polifenol pada cengkeh juga bermanfaat dalam meningkatkan kepadatan tulang. Selain itu senyawa lain, seperti mangan yang ada dalam cengkeh juga bisa meningkatkan kepadatan mineral tulang dan metabolisme. Bagi yang memiliki gangguan pencernaan juga bisa memanfaatkan tanaman cengkeh untuk mengobatinya.

Cengkeh mengandung beberapa serat yang ampuh mencegah sembelit. Serat tersebut juga bisa membantu meningkatkan kesehatan pencernaan. Sementara minyak cengkeh juga bermanfaat dalam meningkatkan ketebalan lendir lambung. Akibatnya, lapisan lambung lebih terlindungi dan bisa mencegah tukak lambung.

Selain sebagai bumbu penyedap masakan dan pengobatan, di Indonesia, lebih dari 90 persen produksi cengkeh yang berupa kuncup bunga kering dimanfaatkan untuk campuran di industri rokok kretek. Cengkeh memberikan aroma khas pada rokok kretek dan bunyi mengeretek sebagai hasil pembakaran cengkeh yang terkandung dalam rokok tersebut.

KOMPAS/KRISTIAN OKA PRASETYADI

Seorang buruh menunjukkan cengkeh kering di gudang cengkeh, Kamis (12/9/2019), di Jalan Sam Ratulangi 384, Ranotana, Kecamatan Sario, Manado, Sulawesi Utara. Panen raya yang berlangsung sejak Juni lalu menyebabkan pasokan cengkeh membludak sehingga harga jatuh ke kisaran Rp 75.000 per kilogram.

Produsen dunia

Indonesia merupakan negara penghasil cengkeh terbanyak di dunia. Menurut data Food Agriculturan Organization (FAO), produksi cengkeh di Tanah Air mencapai 133.604 ton pada tahun 2020. Selain Indonesia, produsen cengkeh terbesar kedua di dunia adalah Madagaskar. Negara tersebut memproduksi cengkeh sebesar 23.931 pada 2020. Posisinya disusul oleh Tanzania dan Komoro dengan produksi masing-masing 8.602 ton dan 6.799 ton.

Setahun berselang, berdasarkan data Food and Agriculture Organization (FAO), total produksi cengkeh di Indonesia kembali meningkat sekitar 4.000 ton dan tercatat sebesar 137.641,8 ton pada 2021. Jumlah itu setara dengan 73,01 persen dari total produksi cengkeh secara global, yakni 188.289,58 ton. Posisi kedua masih ditempati oleh Madagaskar dengan produksi cengkeh sebesar 24.345,9 ton. Kemudian, Tanzania dan Komoro masing-masing menghasilkan cengkeh sebanyak 8.851,54 ton dan 7.071,8 ton.

Produsen cengkeh terbesar dunia berikutnya, yakni di Sri Lanka yang menghasilkan sebesar 5.706,1 ton pda 2021. Kemudian, Kenya memproduksi cengkeh sebanyak 2.042,11 ton. Posisi selanjutnya ditempati oleh China dengan produksi cengkeh sebesar 1.320,31 ton. Sedangkan, Malaysia berada di urutan kedelapan dalam daftar ini dengan produksi cengkeh sebanyak 218,6 ton.

Grafik:

Infografik: Albertus Erwin Susanto

Produksi Indonesia

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi cengkeh di Indonesia mencapai 135,7 ribu ton pada 2021. Produksi tersebut turun 2,44 persen dari tahun sebelumnya yakni 139,1 ribu ton. Melihat trennya, produksi cengkeh mengalami fluktuasi dalam satu dekade terakhir, namun cenderung meningkat.

Produksi cengkeh sempat melonjak hingga 146,6 ribu ton pada 2011. Namun, jumlah itu menurun drastis dua tahun setelahnya hingga mencapai 70,7 ribu ton pada 2013. Produksi cengkeh kembali meningkat hingga 40,8 persen menjadi sebesar 137,7 ribu ton pada 2015.

Dua tahun berselang, produksi cengkeh di dalam negeri kembali menurun lagi mencapai 111,3 ribu ton pada 2017. Produksi cengkeh Indonesia kembali meningkat kembali pada tahun 2019, yakni mencapai 139,1 ribu ton dan kembali merosot dua tahun terakhir.

Grafik: 

Infografik: Albertus Erwin Susanto

Sementara berdasarkan catatan Direktorat Perkebunan, Kementerian Pertanian, luas areal cengkeh nasional pada 2021 mencapai 574,76 hektare (ha) dengan produksi mencapai 140.997 ton serta produktivitas rata-rata 400 kg/ha. Produksi itu meningkat tipis 0,13 persen dari tahun sebelumnya yang sebesar 140.806 ton.

Berdasarkan provinsi, Maluku menjadi provinsi produsen cengkeh terbesar di dalam negeri, yakni 20.454 ton per tahun. Sulawesi Selatan berada di urutan kedua dengan produksi cengkeh sebesar 20.144 ton. Selanjutnya, ada Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara dengan produksi cengkeh masing-masing sebanyak 18.187 ton dan 13.809 ton. Kemudian, produksi cengkeh di Jawa Timur sebanyak 10.365 ton. Adapun, produksi cengkeh di Jawa Barat dan Sulawesi Utara berturut-turut sebesar 8.810 ton dan 8.002 ton.

Di Maluku, cengkeh banyak dihasilkan oleh petani cengkeh di Maluku Tengah dan Pulau Seram. Tahun 2017, misalnya, produksi cengkeh di Maluku Tengah tercatat 9.900 ton atau berkontribusi hampir separuh dari produksi cengkeh di Maluku. Sementara di Sulawesi Selatan, cengkeh banyak dihasilkan di Luwu yang meghasilakn cengkeh 9.000 ton per tahun atau separuh dari produksi cengkeh di Sulawesi Selatan. (LITBANG KOMPAS)

Referensi

Buku
  • Rahman, Anwar Jimpe. 2013. Ekspedisi Cengkeh. Makassar: Ininnawa.
  • Kemala, Syafril. 1997. Monograf Tanaman Cengkeh. Penerbit Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. 
Arsip Kompas
  • “Ekspedisi Cincin Api: Hongi-Tochten, Pelayaran Membasmi Cengkeh”. Kompas, 28 Juli 2012, halaman: 37.
  • “Jejak Peradaban: Kepulauan Rempah yang Mengubah Dunia”. Kompas, 4 September 2013, halaman: 23.
  • “Jejak Sejarah: Semua Benteng di Ternate Dibangun demi Cengkeh, Kota dan Jejak Peradaban Ekspedisi Sabang-Merauke”. Kompas, 14 Oktober 2013, halaman: 24.
  • “Ekspedisi Jalur Rempah: Harum Samar Petani Cengkeh, Jalur Rempah Nusantara”. Kompas, 2 Agustus 2017, halaman: 1.
  • “Ekspedisi Jalur Rempah: Tertinggal di Tanah Asal Rempah * Jalur Rempah Nusantara”. Kompas, 2 Agustus 2017, halaman: 16.