KOMPAS/Kartono Ryadi
Air mancur berjoget merupakan salah satu obyek paling ikonik di Monumen Nasional (Monas) pada tahun 1970an. Pada malam hari banyak keluarga dan pasangan muda-mudi rekreasi menikmati liukan air mancur tersebut.
Monumen Nasional atau yang lebih akrab dengan sebutan Monas, adalah salah satu landmark Jakarta. Monas juga menjadi ikon ibu kota negara dan kebanggaan warga Jakarta. Jika kita menoleh ke sejarahnya, Monas memiliki latar belakang yang panjang dan dibangun sebagai wujud kebanggaan atas perjuangan bangsa Indonesia
Dalam peringatan kemerdekaan Indonesia yang ke-9, tepatnya pada 17 Agustus 1954 munculnya gagasan untuk membuat tugu berbentuk obelisk yang diprakasai oleh Sarwoko Martokusomo, seorang swasta dan warga biasa. Ide tersebut dicanangkan untuk memperingati kemerdekaan bangsa Indonesia dari penjajahan asing, serta membangkitkan jiwa patriotisme bangsa Indonesia yang bahu-membahu melawan penjajahan. Ide ini didukung oleh Sudiro, yang waktu itu Wali Kota Jakarta
Guna menyukseskan pembangunan tugu nasional tersebut, dibentuklah kepanitiaan yang diketuai oleh Sarwoko Martokusumo dan enam anggota lainnya. Mereka mengupayakan agar Monas dapat berdiri di tengah-tengah kota Jakarta. Oleh sebab itu, Lapangan Merdeka Jakarta menjadi tempat yang strategis dalam proyeksi tersebut. Awalnya, panitia pembangunan Monas mengusahakan supaya biaya dikumpulkan dari masyarakat sendiri, tanpa campur tangan pemerintah pada saat itu.
Gagasan Sarwoko tak disangka sudah sampai ke telinga Soekarno. Hingga pada akhirnya proyek pembangunan tugu nasional mendapat campur tangan dari pemerintah dan menjadi proyek fantastis. Lima tahun setelah terbentuknya kepanitiaan, pada tahun 1959 proyek pembangunan Monas diambil alih oleh pemerintah dan kepanitiaan dirombak total setelah keluar Keputusan Presiden RI Tanggal 30 Agustus 1950. Hal itu dilakukan karena tugas dan tanggung jawab panitia menjadi lebih besar dan meningkat.
Pembangunan Monas dimulai pada 17 Agustus 1961. Tugu Nasional ini dirancang oleh arsitek bernama Soedarsono. Adapun Monas sendiri memiliki tinggi 137 meter, yang pada puncak tugu ini terdapat perunggu berbentuk lidah api dengan tinggi 14 meter dan berat 14,5 ton yang berlapis emas 35 kg. Bentuk Monas merupakan wujud representasi dari lingga dan yoni, karena bentuknya yang menjulang tinggi dan memiliki cawan pelataran yang luas. Lingga dan yoni adalah bentuk kekhasan bangsa Indonesia, yang sering di temukan di situs-situs candi khususnya di Pulau Jawa
Dalam pengelolaannya, Monas dibuka untuk umum pada 18 Maret 1972, berdasarkan keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor CB 11/1/75/72. Pembangunan Monas pun berakhir dan resmikan oleh Presiden Soeharto pada 12 Juli 1975.
Apabila berkunjung ke Monas, wisatawan akan disuguhi dengan pemandangan Taman Medan Merdeka yang begitu indah. Kompleks Monas memiliki pelataran yang sangat luas. Di sektor barat, wisatawan dapat menikmati pemandangan kolam air mancur menari, demikan juga sektor utara, terdapat kolam, air mancur, dan Patung Diponegoro yang dibuat oleh Profesor Cobertaldo, seorang pemahat yang berasal dari Italia.
Di sisi lain, terdapat beberapa tanaman yang beragam, pohon-pohon yang rindang, dan rerumputan yang luas, cocok bagi wisatawan yang ingin menghabiskan waktu bersama keluarga atau teman. Selain menjadi sarana rekreasi, area Monas juga memiliki fasilitas penunjang untuk berolahraga, seperti lapangan futsal, basket, dan voli.
Saat pandemi Covid-19 melanda, area Monas sempat ditutup. Penutupan kawasan Monas dimanfaatkan oleh Pemerintah Daerah untuk merevitalisasi area tersebut. Kini, Monas sudah dibuka kembali bagi masyarakat maupun wisatawan asing. Revitalisasi yang dilakukan oleh Pemda DKI Jakarta membuat keadaan area Monas menjadi lebih segar, kekinian, dan dapat memanjakan mata para pengunjung.
KOMPAS/Brigitta Isworo Laksmi
Upaya mempercantik Monas tidak hanya dilakukan baru-baru ini, Tampak seorang pekerja sedang memasang rumput agar taman Monas terlihat hijau pada tahun 1988.
KOMPAS/Robert Adhi Kusumaputra
Pembenahan jalan di sekitar Patung Pangeran Diponegoro di kawasan Monas tahun 1996.
KOMPAS/Julian Sihombing
Jam taman di Monas menjadi tempat bermain anak-anak (10/11/1991). Penataan taman yang terus dilakukan membuat jam besar itu kini tergusur keberadaanya.
KOMPAS/Kartono Ryadi
Suasana Jalan Merdeka Barat (sisi barat Monas) masih lengang pada tahun 1977. bus kota alias bus PPD kala itu menjadi transportasi andalan warga Jakarta berkunjung ke Monas.
Muhammad Husein Yordan
Terus bertambahnya jumlah pemilik kendaraan bermotor di Ibu Kota membuat jalan-jalan di Jakarta selalu padat. Tampak kepadatan lalu lintas di Jalan Merdeka Barat yang difoto tahun 2022.
KOMPAS/Kartono Ryadi
Suasana Jalan Merdeka Barat menuju pintu masuk Monas (ke kiri) tahun tahun 1977.
Muhammad Husein Yordan
Jalan Merdeka Barat, menuju pintu masuk Monas kini telah dihiasi dengan patung Arjuna Wiwaha (patung kuda). Patung yang dibangun sekitar tahun 1987 itu menambah cantik kawasan tersebut. Foto tahun 2022.
Foto lainnya dapat dilihat melalui https://data.kompas.id/
Klik foto untuk melihat sumber.