Daerah

Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Provinsi Kepulauan Bangka Belitung terkenal dengan hamparan pantai yang indah serta penghasil timah utama di Indonesia. Secara geografis, letak provinsi ini juga menguntungkan karena berada pada poros tengah jalur lalu lintas Pulau Sumatera dan Selat Karimata yang merupakan jalur perdagangan internasional.

KOMPAS/WAWAN H PRABOWO

Mercusuar yang dibangun tahun 1882 di Pulau Lengkuas, Belitung, Kepulauan Bangka Belitung, menjadi salah satu daya tarik wisata Bangka Belitung, Juni 2016. Dari mercusuar setinggi 70 meter ini terlihat keindahan Pantai Tanjung Kelayang dan Tanjung Tinggi serta batu-batu granit raksasa berusia sekitar 245 juta tahun.

Fakta Singkat

Ibu Kota
Pangkal Pinang

Hari Jadi
21 November 2000

Dasar Hukum
Undang-Undang No. 27/2000

Luas Wilayah
16.424,06 km2

Jumlah Penduduk
1.488.792 jiwa (2019)

Pasangan Kepala Daerah
Gubernur Erzaldi Rosman Djohan

Wakil Gubernur Abdul Fatah

Provinsi Kepulauan Bangka Belitung atau biasa disingkat Babel terletak di sebelah timur Pulau Sumatera. Provinsi ini terdiri dari dua pulau utama, yaitu Bangka dan Belitung beserta 450 pulau kecil di sekitarnya. Pulau-pulau tersebut menyajikan keindahan alam dan berpotensi menjadi destinasi wisata.

Provinsi yang disahkan pada tanggal 9 Februari 2001 ini merupakan provinsi ke-31 di Indonesia. Provinsi ini dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2000 dengan ibu kotanya berada di Pangkal Pinang. Sebelumnya, Kepulauan Bangka Belitung bersama dengan Palembang, Bengkulu, dan Lampung tergabung dalam Provinsi Sumatera Selatan berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1959.

Hari jadi Provinsi Babel ditetapkan pada tanggal 21 November 2000. Provinsi ini memiliki semboyan “Serumpun Sebalai” yang berarti kekayaan alam dan pluralisme masyarakat Bangka Belitung tetap merupakan keluarga besar komunitas (serumpun) yang memiliki perjuangan yang sama untuk menciptakan kesejahteraan, kemakmuran, keadilan, dan perdamaian.

Dengan luas wilayah 16.424,06 kilometer persegi, provinsi ini dihuni oleh 1,48 juta jiwa pada tahun 2019. Secara administratif, provinsi ini terdiri dari 6 kabupaten dan 1 kota dengan 47 kecamatan dan 391 desa/kelurahan. Kepala daerah yang menjabat saat ini adalah Gubernur Erzaldi Rosman Djohan dan Wakil Gubernur Abdul Fatah.

Sejarah pembentukan

Kepulauan Bangka Belitung merupakan salah satu provinsi yang kaya akan peninggalan prasejarah. Sejauh ini, daerah ini memiliki 188 inventarisasi cagar budaya berisi peninggalan prasejarah. Namun demikian, baru 15 cagar budaya yang diresmikan oleh Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.

Salah satu peninggalan prasejarah tersebut berada di wilayah Desa Pejem, Kabupaten Bangka. Di desa tersebut, ditemukan pantai dengan panjang hampir satu kilometer yang dipenuhi bebatuan metamorf yang diperkirakan berusia ratusan juta tahun yang lalu. Tim perintis yang tergabung dalam Masyarakat Pecinta Alam (Maraspala) Indonesia menyebutkan bebatuan ini masuk dalam peta jalur Geologis Pemali yang sangat langka.

Penemuan lainnya berupa goresan yang terukir di batu granit di gua Bukit  Batu Kepale, Desa Gudang, Kecamatan Simpang Rimba, Kabupaten Bangka Selatan. Goresan pada batu granit tersebut memiliki pola yang sama dengan goresan pada gua Harimau di Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan.

Di zaman kerajaan, wilayah Bangka Belitung pernah masuk dalam kekuasaan Sriwijaya dan Majapahit. Pada masa Kerajaan Sriwijaya, dibuktikan dengan adanya penemuan prasasti Batu Kapur di Desa Kota Kapur, Kabupaten Bangka. Prasasti yang ditemukan pertama kali oleh JK Meulen pada tahun 1892 itu memiliki tinggi sekitar 1,5 meter dan berangka 608 saka atau 686 Masehi.

Pada masa keemasan Kerajaan Sriwijaya, Bangka Belitung memiliki peranan penting dan posisi strategis dalam memakmurkan perekonomian Kerajaan Sriwijaya hingga berakhirnya di tahun 1277. Kemudian, sejak tahun 1293 hingga 1520, Bangka Belitung berada di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit hingga masuknya Islam di Indonesia.

Sejak timah ditemukan pertama kali sekitar abad 17, Perusahaan Dagang Hindia Timur Belanda atau VOC masuk ke Pulau Bangka. Hal ini meningkatkan perdagangan timah di Asia Timur dan Asia Tenggara serta membangkitkan perhatian VOC terhadap Bangka meskipun tidak mudah untuk memonopoli perdagangan tersebut. Maka, mulailah didatangkan pekerja Cina dari Siam, Malaka, dan Malaysia yang dijadikan kuli kontrak oleh Belanda.

Kedatangan mereka membuat perubahan besar dalam struktur sosial budaya di Bangka Belitung. Mereka mengajak sanak saudara untuk menetap hingga meninggalkan keturunan yang tersebar hampir di seluruh pelosok wilayah Bangka Belitung. Pada masa kolonial Belanda ini juga, terjadi perlawanan yang dilakukan oleh Depati Barin dan dilanjutkan oleh puteranya, Depati Amir, yang berakhir dengan pengasingan ke Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, oleh Pemerintahan Belanda.

Pada tanggal 20 Mei 1812, Bangka Belitung dikuasai oleh Inggris. Pada saat itu, Bangka Belitung dinamai Duke of Island oleh pemerintah Inggris. Namun, rakyat Belitung yang dipimpin oleh pemimpin adat acapkali melakukan perlawanan terhadap Inggris sehingga residen Inggris mengangkat seorang raja Siak untuk memerintah Belitung agar patuh terhadap Inggris.

Setelah perjanjian Kapitulasi Tuntang, perjanjian penyerahan kekuasaan Belanda kepada Inggris atas seluruh Jawa beserta pangkalan-pangkalan VOC yang berada di Madura, Palembang, Makasar, pada 18 September 1811, Bangka Belitung menjadi daerah jajahan Inggris dan kemudian dilaksanakan serah terima kepada pemerintah Belanda yang diadakan di Muntok pada 10 Desember 1816.

Selama Belanda menjajah, terdapat tiga perusahaan Belanda yang mempelopori penambangan Timah di wilayah Bangka Belitung, yaitu Bangka Tin Winning Bedrijft (BTW), Gemeenschaappelijke Mijnbouw Maatschaappij Billiton (GMB), dan Singkep TIN Exploitatie Maatschappij (SISTEM). Kemudian pada tahun 1953-1958, ketiga perusahaan Belanda tersebut dilebur menjadi tiga perusahaan negara terpisah yaitu BTW menjadi PN Tambang Timah Bangka, GMB menjadi PN Tambang Timah Belitung, dan SITEM menjadi PN Tambang Timah Singkep.

Pada tahun 1921, Belanda membagi Bangka Belitung menjadi beberapa wilayah administratif (afdeeling). Saat itu, afdeeling Belitung dipecah menjadi dua onder afdeeling yakni Belitung Timur dan Belitung Barat. Onder afdeeling diperintah oleh seorang Controleur dengan pangkat Assistant Resident, yang bertanggung jawab kepada Residen Pulau Bangka.

KOMPAS/NAWA TUNGGAL

Di Wisma Ranggam, Muntok, Pulau Bangka, Kabupaten Bangka Barat, Kepulauan Bangka Belitung ini, Presiden I RI Soekarno pernah diasingkan pada 1949 oleh Belanda. Demikian kondisi terakhir rumah pengasingan itu seperti terlihat, Selasa (21/4/2015).

Selepas penjajahan Belanda, Jepang mulai menguasai Bangka Belitung pada tahun 1944. Dalam bidang pemerintahan, Jepang tidak banyak mengubah sistem pemerintahan yang telah dibentuk Belanda, melainkan hanya menggantinya dengan nama-nama Jepang. Saat itu, distrik atau afdeeling di Bangka Belitung dikepalai oleh Gunco (kepala distrik).

Namun, kekuasaan Jepang tak berlangsung lama. Setelah Indonesia menyatakan kemerdekaan, Belanda kembali ke Bangka Belitung, tepatnya pada tahun 1946. Kemudian pada 10 Desember 1946 dibentuklah Dewan Bangka Sementara yang diatur dalam Staatsbaald 1946 No. 38. Dalam rangka memperoleh kemerdekaan, Dewan Bangka Sementara bergabung dengan Dewan Riau dalam Federasi Bangka Belitung Riau (FABERI) dan menjadi bagian dari Republik Indonesia Serikat (RIS).

Pada masa agresi militer Belanda ke-2, yaitu tahun 1949, beberapa pemimpin Indonesia seperti Soekarno, Mohammad Hatta, Ali Sastroamijojo, Muh. Room, dan H Agus Salim, sempat diasingkan ke Muntok, Bangka Barat, tepatnya di puncak Gunung Menumbing.

Pada tahun 1956, tuntutan untuk menjadi Provinsi Bangka Belitung mulai bergulir hingga disusunnya draf UU pembentukan provinsi pada 4 Mei 1970 oleh Presidium Perjuangan Provinsi Bangka Belitung kepada DPR-GR. Namun, pembahasan mengenai isu ini terhenti hingga masa Pemerintahan Orde Baru

Tekad kembali digulirkan setelah 30 tahun dengan dibentuk kembali Presidium Perjuangan Pembentukan Provinsi Bangka Belitung pada 23 Januari 2000. Setelah melalui perjuangan panjang, wilayah yang dibangun dengan meletakkan dasar-dasar nilai budaya Melayu ini secara administratif resmi menjadi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada 4 Desember 2000 sebagai Provinsi ke-31 di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2000.

Geografis

Provinsi Kepulauan Bangka Belitung terletak pada 104°50’ sampai 109°30’ Bujur Timur dan 0°50’ sampai 4°10’ Lintang Selatan. Di sebelah barat, provinsi ini berbatasan dengan Selat Bangka, di sebelah timur berbatasan dengan Selat Karimata, di sebelah utara berbatasan dengan Laut Natuna, dan di sebelah selatan berbatasan dengan Laut Jawa.

Letaknya yang berbatasan dengan wilayah perairan menjadikan provinsi ini menjadi wilayah yang strategis untuk bidang pelayaran dan perdagangan jalur laut ke negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, maupun negara-negara di Asia Selatan, Timur Tengah, Afrika, dan Eropa.

Sebagai provinsi kepulauan, hampir 80 persen wilayahnya adalah lautan. Wilayah daratan merupakan gugusan Pulau Bangka dan Pulau Belitung yang dikelilingi ratusan pulau kecil dengan luas mencapai 16.424,06 km persegi atau setara dengan 0,8 persen dari total luas Indonesia.

Pulau Bangka memiliki luas 11.623,54 kilometer persegi atau 70,77 persen dari luas provinsi. Sementara Pulau Belitung memiliki luas 4.800,52 kilometer persegi atau 29,23 persen dari luas di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Provinsi ini memiliki iklim tropis. Keadaan alamnya sebagian besar merupakan dataran rendah, lembah, serta sebagian kecil pegunungan dan perbukitan.

Luas hutan Bangka Belitung tercatat 643 615 hektar. Dari luas tersebut, 66,42 persen berupa hutan produksi, 28,03 persen hutan lindung, 5,44 persen hutan konversi, dan 0,11 persen hutan produksi konversi.

Provinsi ini memiliki banyak sungai. Di Pulau Belitung, terdapat Sungai Cerucuk, Sungai Buding, Sungai Lenggang, dan Sungai Sembulu. Adapun di Pulau Bangka terdapat sungai terpanjang Sungai Layang (32.500 meter) dan Sungai Batu Rusa (31.250 meter) di Kecamatan Merawang, Kabupaten Bangka.

Provinsi ini juga memiliki beberapa gunung, antara lain, Gunung Maras, Gunung Tajam, Gunung Beluru, Gunung Mangkol, Bukit Bebuluh, Gunung Pading, Gunung Menumbing, Gunung Bolong, Gunung Klapakampit, dan gunung-gunung lainnya yang tersebar di beberapa wilayah di Bangka Belitung.

Kepulauan Bangka Belitung termasuk wilayah rawan bencana seperti banjir dan gempa bumi. Daerah ini berada di wilayah lempeng Eurasia dan terletak di patahan lokal aktif. Potensi gempanya masuk kategori sedang dan potensi tsunami masuk kategori rendah.

KOMPAS/WAWAN H PRABOWO

Pantai Tanjung Kelayang – Pemandangan di salah satu sudut pantai Tanjung Kelayang, Belitung, Kepulauan Bangka Belitung, Senin (13/6/2016). Pantai tersebut menjadi tempat utama perahu wisata untuk menyeberang ke pulau lainnya.

Pemerintahan

Provinsi Kepulauan Bangka Belitung terhitung provinsi muda. Wilayah ini resmi ditetapkan menjadi provinsi pada tahun 2000. Sejak berdiri menjadi provinsi, Babel telah dipimpin oleh empat gubernur dan tiga pelaksana tugas.

Amur Muchasim dilantik sebagai pejabat sementara (caretaker) Gubernur Bangka Belitung oleh Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Suryadi Soedirdja pada 9 Februari 2001 setelah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung resmi berdiri. Sebagai pejabat sementara gubernur, Muchasim menjabat dari tanggal 9 Februari 2001 hingga 22 April 2002.

Gubernur Bangka Belitung kemudian dijabat oleh Hudarni Rani dengan Wakil Gubernur Suryadi (2002-2007). Pasangan Hudarni Rani dan Suryadi Saman dilantik oleh Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur pertama Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada tanggal 22 April 2002.

Tampuk kepemimpinan di Babel selanjutnya beralih kepada Gubernur Eko Maulana Ali yang menjabat selama dua periode, yakni 26 April 2007 – 26 April 2012 dan 26 April 2012 – 30 Juli 2013. Kemudian, berturut-turut diteruskan oleh Pelaksana Tugas Rustam Effendi yang menjabat pada tanggal 12 Agustus 2013 hingga 26 April 2017, dan Pelaksana Tugas Yuswandi A. Temenggung pada 27 Oktober 2016 – 11 Februari 2017.

Babel saat ini dipimpin oleh Gubernur Erzaldi Rosman Djohan dengan wakilnya Abdul Fatah. Sebelumnya Erzaldi Rosman-Abdul Fatah dinyatakan unggul dalam Pilkada Gubernur tahun 2017 dengan perolehan 213.445 suara atau meraup 38,1 persen suara.

Pasangan Erzaldi Rosman-Abdul Fatah mengalah tiga pasangan lainnya, yakni pasangan calon, Yusron Ihza-Yusroni Yazid, Rustam Efendi-Irwansyah, dan Hidayat Arsani-Sukirman yang bersaing dalam Pilkada Gubernur Kepulauan Bangka Belitung yang digelar serentak tanggal 15 Februari 2017.

Secara administratif, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung terdiri dari 6 kabupaten dan 1 kota, 47 kecamatan serta 391 desa/kelurahan. Ketujuh kabupaten/kota tersebut, yaitu Kabupaten Bangka, Kabupaten Belitung, Kabupaten Bangka Barat, Kabupaten Bangka Tengah, Kabupaten Bangka Selatan, Kabupaten Belitung Timur dan Kota Pangkal Pinang.

Aparatur Sipil Pemerintahan Negara (ASN) di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung berjumlah 5.469 orang pada tahun 2019. ASN dengan tingkat pendidikan sarjana dan pascasarjana sebanyak 4.219 orang, kemudian 669 pegawai lulusan diploma, 566 pegawai lulusan SMA/sederajat, dan sisanya menamatkan SD sampai SMP/sederajat.

Anggota DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sebanyak 45 anggota, dengan perwakilan terbanyak dari PDI-P, yaitu 10 orang. Diikuti Golkar dengan 7 wakilnya, PPP dan Gerindra masing-masing 5 orang, Partai Nasional Demokrat dan Partai Demokrat masing-masing  5 wakil, PKS 5 wakil serta PAN dan PBB masing-masing 1 wakil.

KOMPAS/WISNU WIDIANTORO

Presiden Joko widodo dan Ibu Negara Iriana bersiap untuk memberikan ucapan selamat kepada Gubernur dan Wakil Gubernur yang dilantik di Istana Negara, Jakarta, Jumat (12/5/2017). Sebanyak lima pasang Gubernur dan wakil gubernur dari Provinsi Papua Barat, Gorontalo, Banten, Bangka Belitung, Sulawesi Barat hasil Pilkada 2017 dan wakil gubernur Riau dilantik hari itu.

Politik

Pada Pemilu pertama tahun 1955, Bangka Belitung masih menjadi bagian dari Provinsi Sumatera Selatan. Saat itu, wilayah Sumatera Selatan didominasi oleh partai bercorak agama, yakni Masyumi, sedangkan Partai Nasional Indonesia (PNI) belum mendapat perhatian masyarakat.

Namun, hal berbeda terjadi di Bangka Belitung. Di wilayah ini, justru Partai Nasional Indonesia (PNI) lebih unggul dari Masyumi. Dalam Pemilu tersebut, PNI berhasil memperoleh 41.194 (40,5 persen) suara, sementara Masyumi tidak sampai separuh dari perolehan PNI.

Rendahnya perolehan suara partai Islam di Bangka Belitung dipengaruhi oleh dominasi etnis China. Banyaknya masyarakat beretnis China menyumbangkan banyak suara bagi Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan Indonesia (Baperki), suatu organisasi yang menjadi wadah politik bagi warga keturunan China pada Pemilu 1955.

Jika di tingkat nasional Baperki ini hanya memperoleh 0,4 persen suara, di Bangka Belitung Baperki mendapat 6,02 persen suara. Meskipun berhasil mengalahkan partai Islam, posisi Baperki masih berada di bawah Partai Buruh yang saat itu memperoleh suara 8 persen.

Memasuki era Orde Baru (1971-1997), peta politik Bangka Belitung langsung berubah menjadi wilayah kekuasaan Golongan Karya (Golkar). Dalam Pemilu 1971, Golkar mendominasi perolehan suara dengan meraih 108.950 suara (65,9 persen), kemudian disusul oleh PPP (19,4 persen), PNI memperoleh 18.307 suara (11,1 persen), dan Nahdlatul Utama (NU) meraih 17.555 suara (10,6 persen).

Pada Pemilu 1977, mekipun tetap menjuarai panggung politik Bangka Belitung, namun perolehan suara Golkar sempat turun tajam. Ketika itu, Golkar hanya meraih 91.874 suara (46,4 persen). Penurunan suara Golkar terjadi di Belitung, yakni dari angka 39.000 pada Pemilu 1971 turun menjadi 20.000.

Partai Persatuan Pembangunan (PPP) justru melonjak perolehan suaranya. Partai berlambang Ka’bah ini berhasil meraup 37,1 persen suara. Lonjakan suara ini terutama terjadi di Belitung, dari 5.000 suara pada Pemilu 1971 menjadi lebih dari 21.000 suara. Di kabupaten Belitung sendiri, PPP mengalahkan Golkar dengan perolehan suara 36,5 persen, sedangkan Golkar hanya meraih 34,6 persen.

Pada Pemilu 1982, Golkar menebus penurunan suara di pemilu sebelumnya dengan peningkatan perolehan suara hingga 60 persen. Perolehan suara di atas 60 persen berhasil dipertahankan oleh Golkar hingga Pemilu 1987.

Perolehan suara Golkar tertinggi diraih pada Pemilu 1997 dengan meraih 82,5 persen suara di seluruh Kepulauan Bangka Belitung. Kemenangan Golkar pada Pemilu 1997 tersebut dipengaruhi oleh jatuhnya suara Partai Demokrasi Indonesia (PDI) pasca-Pemilu 1992. Pada Pemilu 1992 itu PDI di Bangka Belitung memang sempat mencapai 26,4 persen suara.

BANGKA POS/RUSMIADI

Pemasangan atribut kampanye Pemilu 2009 partai politik maupun calon anggota legislatif semakin marak ditempat yang dianggap strategis, di antaranya di persimpangan Jalan Lipat Kajang, Desa Baru, Kecamatan Manggar, Belitung Timur, 12 Januari 2009.

Memasuki era Reformasi, pada Pemilu 1999, tiga parpol lama, yakni Golkar, PDI-P, dan PPP, masih meraih suara terbanyak. Namun demikian pada pemilu ini, Golkar tidak lagi meraih suara terbanyak. Golkar hanya meraih 23,17 persen suara, di bawah perolehan suara Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang meraih 35,15 persen suara. Sedangkan PPP di tempat ketiga dengan meraup 11,07 persen suara.

Di Kabupaten Bangka, PDI-P meraih 37,7 persen suara, Partai Golkar 25,0 persen suara, dan PPP 13,9 persen suara. Di Pangkalpinang (ibu kota Provinsi Babel), PDI-P meraup 39,4 persen suara, disusul Golkar 22,3 persen dan PPP 11,4 persen suara.

Adapun partai-partai lainnya seperti Partai Bulan Bintang (PBB) meraih 10,59 persen, Partai Amanat Nasional (PAN) meraih 5,04 persen, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) meraih 2 persen serta partai lainnya meraih di bawah 2 persen.

PAN berada di urutan keempat di Bangka dan Pangkalpinang, sedangkan PBB meraih kemenangan di Kabupaten Belitung. Pilar, partai yang diketuai RO Tambunan, juga berhasil memperoleh suara di Kabupaten Belitung.

Pada pemilu pertama yang berbentuk provinsi tahun 2004, PBB menjadi partai pemenang dengan 21 persen, disusul PDI-P 19 persen, dan Golkar 18 persen. Padahal, secara nasional suara PBB tidak terlalu signifikan, hanya 2,6 persen atau di peringkat kedelapan. Sementara partai-partai lainnya seperti Demokrat, PAN, PKB, PKS, dan partai lainnya hanya meraih suara di bawah 10 persen.

Dari tujuh wilayah, PBB hanya menang di dua kabupaten, di Belitung dan Belitung Timur. Namun, kemenangan itu bernas hingga mendongkrak posisi PBB di provinsi. Sementara PDI-P menang di tiga wilayah, yakni Bangka, Bangka Barat, dan Bangka Tengah. Adapun Golkar menang di dua wilayah, yakni Bangka Selatan dan Kota Pangkal Pinang.

Kemenangan PBB tersebut tidak berlangsung lama. Pada Pemilu 2009, PDI-P kembali menorehkan kemenangan di Bumi Serumpun Sebalai. PDI-P berhasil meraih 21 persen suara, disusul oleh Golkar (20 persen), Demokrat (10 persen), PBB (10 persen), PKS (7 persen), PAN (5 persen), PKB (5 persen), Gerindra (4 persen), dan Hanura (3 persen).

Pada Pemilu 2014, PDI-P masih memenangkan panggung politik Bangka Belitung. PDI-P berhasil meraih dukungan 137.085 suara (23,50 persen) dari total 583.447 suara sah. Disusul oleh Golkar meraih 71.063 suara (12,18 persen), Demokrat 62.718 suara (10,75 persen), PPP (8,98 peren), Nasdem (8,19 persen), PAN (7,94 persen), PKS (7,18 persen), dan Gerindra (6,38 persen). Sedangkan partai lainnya seperti Hanura, PKB, PBB, dan PKPI memperoleh suara di bawah 5 persen.

Perolehan suara PDI-P semakin meningkat pada Pemilu 2019, yakni 169.644 suara (24,8 persen) dari total 682.168 suara sah, disusul oleh Golkar dengan perolehan 101.681 suara (14,9 persen), Nasdem memperoleh 83.447 suara (12,2 persen), dan Gerindra memperoleh 75.153 suara (11,0 persen). Sementara partai-partai lainnya memperoleh suara di bawah 10 persen.

Kependudukan

Provinsi muda bekas bagian Provinsi Sumatera Selatan ini adalah tempat peleburan atau melting pot masyarakat dengan beragam suku, agama, dan ideologi. Namun, seperti semboyan “Serumpun Sebalai”, seluruh entitas budaya meyakini bahwa mereka merupakan satu akar yang hidup dalam satu rumah.

Provinsi yang dihuni oleh 1,48 juta jiwa pada tahun 2019 ini mayoritas penduduknya merupakan suku Melayu. Pada awalnya, Pulau Bangka hanya dihuni oleh sekelompok penduduk asli pedalaman yang dikenal sebagai suku Lom dan suku Sekak. Kemudian pada abad 18, Pulau Bangka dimasuki oleh para pendatang Melayu yang diduga datang dari wilayah Malaka dan Riau. Masyarakat pendatang ini kemudian berbaur dan terbentuklah masyarakat yang disebut sebagai suku Melayu Bangka seperti saat ini.

Selain penduduk asli Melayu, di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung terdapat berbagai suku bangsa yang kemudian membaur dengan penduduk asli. Selain masyarakat dari suku Bugis, suku Madura, dan suku Buton, juga terdapat suku Jawa, Bali, daratan Sumatera (Batak, Aceh, Palembang, Padang), Ambon dan sebagainya. Wilayah ini juga dihuni oleh masyarakat keturunan etnis China/Tionghoa.

Mayoritas penduduk Kepulauan Bangka Belitung merupakan penganut agama Islam. Islam di wilayah ini telah berkembang sejak beberapa abad terakhir karena dibawa oleh pendatang suku Melayu dari Malaka. Selebihnya, terdapat penganut agama Katolik, Kristen Protestan, Hindu, Budha, dan Konghucu yang sebagian besar merupakan pendatang maupun keturunan China.

Dari segi bahasa, sehari-hari masyarakat Kepulauan Bangka Belitung menggunakan bahasa Melayu, meskipun pada acara formal bahasa Indonesia tetap digunakan. Selain itu, masyarakat etnis Tionghoa menggunakan bahasa Tionghoa.

Mata pencaharian pokok sebagian besar masyarakat Kepulauan Bangka Belitung adalah bertani, nelayan, buruh/karyawan tambang, karyawan perkebunan kelapa sawit, dan berdagang.

KOMPAS/PRIYOMBODO

Masjid dan Klenteng Berdampingan – Warga berjalan menuju Klenteng Kwang Fuk Miaw dengan latar belakang Masjid Jami’ Muntok di Muntok, Bangka Barat, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Rabu (10/2/2010). Dua tempat ibadah itu dibangun berdampingan sebagai wujud toleransi beribadah. Bahkan pembangunan masjid juga melibatkan bantuan dari warga Tionghoa.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
71,47 (2020)

Umur Harapan Hidup 
70,64 tahun (2020)

Harapan Lama Sekolah 
12,05 tahun (2020)

Rata-rata Lama Sekolah 
8,06 tahun (2020)

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
5,25 persen (Agustus 2020)

Tingkat Kemiskinan
4,53 persen (Maret 2020)

Rasio Gini
0,262 (Maret 2020)

Kesejahteraan

Pembangunan manusia di Provinsi Kepulauan Babel terus meningkat dalam satu dekade terakhir. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) meningkat dari 66,02 pada tahun 2010 menjadi 71,47 pada tahun 2020. Sejak 2018, IPM Babel masuk ke dalam kategori tinggi (di atas 70).

Jika dilihat dari komponen IPM, angka harapan hidup pada tahun 2020 mencapai 70,64 tahun, meningkat jika dibandingkan angka harapan hidup pada  tahun 2019, yakni 70,50 tahun. Wilayah dengan angka harapan hidup tertinggi  adalah Kota Pangkal Pinang (73,30 tahun) dan terendah di Bangka Selatan (68,16 tahun).

Pada aspek pendidikan,  harapan lama sekolah (HLS) mencapai 12,05 tahun sedangkan rata-rata lama sekolah (RLS) mencapai 8,06 tahun.

Rata-rata pengeluaran per kapita penduduk Kepulauan Babel mencapai  Rp 12,79 juta per tahun pada tahun 2020. Pengeluaran per kapita tersebut meningkat jika dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp 12,75 juta per tahun.

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Bangka Belitung pada Agustus 2020 sebesar 5,25 persen, naik 1,67 poin persen dibanding TPT Agustus 2019, dan naik sebesar 1,64 poin persen dibandingkan kondisi Agustus 2018, yaitu sebesar 3,61 persen.

Jumlah angkatan kerja Agustus 2020 mencapai 738.637 orang, naik sebanyak 10.616 orang dibandingkan jumlah angkatan kerja Agustus 2019, yaitu sebanyak 728.021 orang. Sedangkan, tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) pada Agustus 2020 sebesar 66,89 persen, turun sebesar 0,21 poin persen dibanding TPAK pada Agustus 2019 sebesar 67,10 persen.

Tingkat kemiskinan di Kepulauan Babel mencapai 4,53 persen pada Maret 2020, naik sebesar 0,03 poin persen dibandingkan September 2019 (4,50 persen). Angka kemiskinan di daerah perkotaan tercatat sebesar 3,06 persen. Sementara di daerah perdesaan, angka kemiskinannya mencapai 6,33 persen.

Tingkat ketimpangan di provinsi ini sebesar 0,262 pada Maret 2020. Angka ini terhitung stabil jika dibandingkan dengan tingkat ketimpangan pada September 2019 (0,262).

KOMPAS/WAWAN H PRABOWO

Replika SD Muhammadiyah Laskar Pelangi – Wisatawan mengunjungi replika tempat shooting film Laskar Pelangi, SD Muhammadiyah Gantong di Kabupaten Belitung Timur, Kepulauan Bangka Belitung, Rabu (15/6/2016).

Pendapatan Asli Daerah (PAD) 
Rp 832 miliar (2019)

Dana Perimbangan 
Rp 1,76 triliun (2019)

Pertumbuhan Ekonomi
3,32 persen (2019)

PDRB per kapita
Rp 50,93 juta/tahun (2019)

Inflasi
2,62 persen (2019)

Nilai Ekspor
98,6 juta dolar AS (September 2020)

Nilai Impor
0,97 juta dolar AS (September 2020)

Ekonomi

Provinsi Kepulauan Babel menyimpan potensi sumber daya alam timah terbesar kedua di dunia setelah China. Meskipun begitu, pertambangan dan penggalian tidak lagi menjadi sektor utama yang menopang perekonomian provinsi ini. Industri pengolahan kini menjadi tulang punggung ekonomi Bangka Belitung.

Dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sebesar Rp 75,83 trilun, motor penggerak ekonomi Babel terdiri dari tiga sektor utama, yakni industri pengolahan (20,76 persen), pertanian, kehutanan, dan perikanan (19,69 persen), serta perdagangan besar dan eceran berupa reparasi mobil dan sepeda motor (14,29 persen). Sektor pertambangan dan penggalian berada di urutan keempat sebagai penopang ekonomi Babel sebesar 12,88 persen.

Di sektor industri pengolahan, di Babel tercatat ada 85 perusahaan baik industri besar dan sedang pada tahun 2019. Dari 85 perusahaan tersebut, terbanyak berlokasi di Pangkal Pinang sebanyak 28 perusahaan, sedangkan paling sedikit di Bangka Selatan sebanyak 2 perusahaan. Perusahaan terbanyak bergerak di industri makanan sebanyak 40 perusahaan, sedangkan paling sedikit bergerak di industri percetakan, alat angkutan, dan furniture, masing-masing 2 perusahaan.

Di sektor agrikultural, Babel memiliki identitas mendunia melalui produk lada putih. Meskipun dikelola secara turun-temurun oleh masyarakat, lada Bangka Belitung memiliki aroma dan rasa khas, sehingga dijadikan standar dalam perdagangan internasional.

Selain industri pengolahan dan pertanian, sudah sejak lama Provinsi Kepulauan Bangka Belitung telah dikenal luas sebagai penghasil timah putih (stannum). Penambangan timahnya sebagian besar diusahakan oleh perusahaan besar, yaitu PT Tambang Timah.

Laju perekonomian Provinsi Bangka Belitung dalam satu dekade terakhir cenderung fluktuatif. Laju perekonomian tertinggi terjadi pada tahun 2011, yakni 6,9 persen. Sedangkan laju perekonomian terendah terjadi pada tahun 2019 lalu yang hanya sebesar 3,32 persen. Laju pertumbuhan ekonomi Babel itu berada di urutan kedua dari bawah provinsi se-Pulau Sumatera. Posisi Babel setingkat di atas Riau. Pertumbuhan itu juga masih berada di bawah angka pertumbuhan ekonomi nasional.

Nilai ekspor Bangka Belitung pada bulan September 2020 tercatat 98,6 juta dolar AS, turun sebesar 10,91 persen dibanding nilai ekspor September 2019. Komoditas ekspor utama, antara lain, timah dan olahan timah, minyak dan lemak hewani atau nabati, bahan bakar minyak, karet, kopi, teh, rempah-rempah, ikan, dan udang. Negara tujuan ekspor utama, yakni Singapura, Korea Selatan, dan Jepang, dan negara lainnya.

Nilai impor Bangka Belitung pada bulan September 2020 tercatat 0,97 juta dolar AS, turun sebesar turun 44,39 persen dibanding September 2019. Sebesar 83,07 persen impor pada Januari-September 2020 berupa nonmigas. Negara importir utamanya adalah Malaysia, Singapura, Vietnam, China, Thailand, dan Jepang.

Untuk menunjang kegiatan ekonomi, provinsi ini memiliki dua bandar udara, masing-masing adalah bandara Depati Amir di Pangkalpinang dan H. AS Hanandjoeddin di Tanjungpandan. Sementara untuk pelabuhan laut terdapat pelabuhan Pangkalbalam, Tanjung Kalian, Mentok, dan Tanjungpandan.

KOMPAS/RHAMA PURNA JATI

Sejumlah wisatawan berlabuh di Pulau Lengkuas, Belitung, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Sabtu (17/12/2016). Jumlah wisatawan yang datang ke Belitung terus meningkat setiap tahun. Kenaikan ini dimanfaatkan bagi warga Belitung untuk mendorong perekonomian.

Di sektor pariwisata, Kepulauan Bangka Belitung memiliki karakteristik alam yang khas, mulai dari bentang alam, sebaran flora dan fauna, keanekaragaman biota laut, serta karakteristik sosial budaya yang unik dan beragam.

Wilayahnya yang didominasi oleh perairan membuat daerah ini dikenal dengan pantai dan danau yang indah. Pantai-pantai dengan batuan granit yang eksotik merupakan kekuatan utama dan menjadi keunggulan yang tidak dimiliki daerah lain di Indonesia. Selain populer dengan bongkahan granit, perairan di Kepulauan Bangka Belitung pun kaya akan biodiversitas laut.

Beberapa potensi pariwisata itu, antara lain, Pantai Tanjung Tinggi yang terkenal dengan sebutan Pantai Laskar Pelangi, Pantai Parai Tenggiri, Pantai Tanjung Kelayang, Danau Kaolin Belitung, dan potensi lainnya.

Selain itu, kehidupan sosial budaya masyarakat serta sejarah yang melatarbelakangi akulturasi di daerah ini juga menjadi keunikannya. Terdapat berbagai upacara adat yang diselenggarakan pada waktu tertentu, seperti Perang Ketupat, Buang Jong, dan Maras Taun.

Referensi

Arsip Berita Kompas
  • “Usulan Pembentukan Propinsi Bangka-Belitung: Demi Kemajuan dan Kesejahteraan”, Kompas, 06 Maret 2000, hal. 24
  • “Amung Tjandra, Perjuangan Mewujudkan Provinsi Babel”, Kompas, 19 Januari 2001, hal. 20
  • “Provinsi Bangka Belitung Diresmikan”, Kompas, 10 Februari 2001, hal. 20
  • “Provinsi Kepulauan Bangka Belitung: Selamatkan Rakyat, Selamatkan Lingkungan”, Kompas, 24 Juli 2002, hal. 27
  • “Bangka Belitung, Lumbung Massa Mengambang”, Kompas, 07 Februari 2004, hal. 01
  • “Peta Politik Pemilihan Umum Provinsi Bangka Belitung *Pemilihan Umum 2004”, Kompas, 07 Februari 2004, hal. 32
  • “Bangka Belitung Lebih Percaya Putra Daerah 8Pemilihan Presiden 2004”, Kompas, 02 Juni 2004, hal. 32
  • “Babel, Cakrawala Baru di Zamrud Khatulistiwa”, Kompas, 02 Desember 2005, hal. 41
  • “Lawatan Sejarah (1): Membaca Masa Lalu”, Kompas, Kompas, 22 Agustus 2006, hal. 14
  • “Lawatan Sejarah (2): Kebersamaan Tanpa Prasangka”, Kompas, 23 Agustus 2006, hal. 14
  • “Pilkada Bangka belitung: Birokrat Tarung…”, Kompas, 16 Februari 2007, hal. 43
  • “Peta Politik: Bangka Belitung Resep Uji Coba ala Bumi “Serumpun Sebalai”, Kompas, 10 Februari 2009, hal. 42
  • “Hasil Pemilu: Bangka Belitung * Benteng Ideologis di Dua Pulau”, Kompas, 29 Mei 2009, hal. 08
  • “Konsolidasi Demokrasi Bangka Belitung (1): Selisik Rumah Demokrasi Bangka Belitung”, Kompas, 29 November 2011, hal. 04
  • “Konsolidasi Demokrasi Bangka Belitung (2) : Roh Persaudaraan Melayu-Tionghoa”, Kompas, 30 November 2011, hal. 05
  • “Konsolidasi Demokrasi Bangka Belitung (3): Pergolakan demi Timah Terulang Lagi”, Kompas, 01 Desember 2011, hal. 04
  • “Konsolidasi Demokrasi Bangka-Belitung (4): Pemain Panggung Politik”, Kompas, 02 Desember 2011, hal. 05
  • “Konsolidasi Demokrasi Bangka Belitung (5): Di Luar Panggung Timah”, Kompas, 03 Desember 2011, hal. 05
  • “Konsolidasi Demokrasi Bangka Belitung (6): Belitung, Politik Bineka”, Kompas, 05 Desember 2011, hal. 04
  • “Konsolidasi Demokrasi Bangka Belitung (7-habis): Ruang Publik Minus Partai Politik”, Kompas, 06 Desember 2011, hal. 05
  • “Jejak Nasionalisme Muntok (1) : Perjuangkan Kedaulatan dari Bangka”, Kompas, 21 Maret 2012, hal. 05
Buku dan Jurnal
Internet
Aturan Pendukung

Penulis
Antonius Purwanto

Kontributor
Theresia Bella Callista

Editor
Ignatius Kristanto